Nyeri neuropati diabetes adalah komplikasi yang sering ditemukan pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Komplikasi ini diderita 10%-20% pasien Diabetes Mellitus. Selain gejala nyeri kronik yang tidak jarang menimbulkan depresi, nyeri neuropati diabetes juga dapat memperburuk kualitas hidup pasien.
Terapi lini pertama nyeri neuropati diabetes (Antidepresan Trisiklik dan Antikonvulsan) sudah dibahas pada tulisan sebelumnya. Artikel kali ini akan lebih menitikberatkan pada terapi alternatif yang dapat dipilih jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap terapi lini pertama atau gagal mendapatkan respon terapi yang baik.
SNRIs dan SSRIs sebagai Obat Nyeri Neuropati Diabetes
Penelitian menunjukkan bahwa nyeri neuropati diabetes berhubungan dengan gangguan pelepasan norepineprin dan serotonin oleh neuron. Penghambat pengembalian serotonin-norepineprin (Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors/SNRIs), adalah kategori antidepresan yang memiliki potensi terapi bagus untuk pengobatan nyeri neuropati diabetes. Contohnya adalah venlafaksin dan duloksetin.
Obat-obat golongan SNRIs lebih toleran dan memiliki lebih sedikit interaksi dengan obat lain dibandingkan dengan TCAs. Sebuah penelitian pada tahun 2004 menunjukkan pemberian venlafaksin dosis yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan nilai penurunan keluhan nyeri. Hal ini mungkin disebabkan karena venlafaksin memiliki efek noradrenergik dan serotogenik yang seimbang. Efek terapi yang lebih besar muncul pada dosis terapi yang lebih tinggi pula.
Sebuah review Cochrane pada tahun 2007 menganalisis tiga penelitian klinis efek venlafaksin untuk nyeri neuropati (belum spesifik pada pasien diabetes). Hasilnya, venlafaksin memiliki efek terapi yang hampir sama (sedikit lebih rendah) bila dibandingkan dengan antidepresan trisiklik (TCAs). Dosis terapi venlafaksin yang dianjurkan adalah 150 mg/hari.
Namun, penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar diperlukan untuk menyelidiki efektivitas venlafaksin terhadap nyeri diabetes neuropati perifer.secara spesifik.
Duloksetin adalah obat kedua (setelah pregabalin) yang disetujui untuk mengobati nyeri diabetes neuropati perifer. Duloksetin relatif stabil dalam kemampuannya berikatan dengan reseptor nor-adregenik dan menghambat penyerapan kembali serotonergik. Dosis terapi yang dianjurkan untuk duloksetin adalah 60-120 mg/hari.
Sebuah percobaan (randomized controlled trial) pada tahun 2006 menyatakan kemiripan efektivitas antara duloksetin dosis 60 mg sekali per hari dan dua kali per hari. Namun, penelitian tersebut tidak melakukan follow up yang ketat terhadap pasien yang drop out dari penelitian, sehingga cenderung menimbulkan bias.
Penghambat penyerapan kembali serotonin yang bersifat selektif (Selective serotonin reuptake inhibitors/SSRIs) juga telah digunakan untuk mengobati nyeri neuropatik perifer secara umum. Namun, hanya sedikit kasus yang menunjukkan efektivitas obat tersebut.
Meskipun obat SSRIs lebih toleran dibandingkan dengan TCAs, panduan umum tahun 2006 menyatakan bahwa citalopram dan paroksentin sebagai alternatif terapi jika terapi lini pertama dan kedua gagal. Sebuah meta-analisis Coacrhane menyarankan penelitian dengan kualitas yang lebih tinggi diperlukan untuk mempelajari efektivitas citalopram dan paroksentin lebih dalam.
Opiate sebagai Obat Nyeri Neuropati Diabetes
Terapi tungggal dengan opiate "hanya" boleh diterima pasien yang tidak respoon (atau kontraindikasi) terhadap terapi lain untuk meringankan rasa nyeri. Sebuah review Cochrane pada tahun 2006 melakukan pengujian terhadap penggunaan opiate untuk nyeri neuropatik umum. Opiate yang digunakan dalam review tersebut adalah metadon, levorfanol, morfin, dan oksikodon dengan peresepan terkontrol (Oksikontin).
Penelitian klinis dengan 460 responden menunjukkan efek yang sangat signifikan penggunaan opiate untuk penurunan keluhan nyeri, bila dibanding placebo. Meskipun penelitian klinis ini secara konsisten menunjukkan hasil yang positif, jumlah dari pasien yang menggunakan opiat dan merasakan penurunan nyeri hanyalah sekitar 20 sampai 30 persen. Sayang, respon terapi tidak dievaluasi lebih dari delapan minggu.
Penggunaan opiate sebagai terapi nyeri neuropati diabetes perlu mendapatkan kewaspadaaan terhadap efek hiperalgesia dan potensi ketergantungan.
Tramadol merupakan obat golongan mirip opiate, dihasilkan secara sintetik yang khususnya bekerja pada reseptor "mu opiate". Obat ini bekerja dengan menghambat penyerapan kembali nor-epineprin dan serotonin pada pusat saraf secara lemah. Dosis terapi yang dianjurkan untuk terapi dengan Tramadol adalah 200-400 mg/hari.
Sebuah penelitian RCT pada tahun 1998 dengan 131 responden, menyatakan bahwa pasien yang menggunakan tramadol memiliki nilai penurunan nyeri yang lebih baik, kualitas hidup yang meningkat, serta fungsi fisik dan sosial yang baik.
Karena tramadol dapat menurunkan ambang kesadaran, penggunaannya harus dihindarkan dari pasien dengan epilepsi atau mereka yang berisiko untuk hilang kesadaran. Meskipun lebih jarang disalahgunakan oleh pasien, tramadol tidak boleh digunakan pada pasien yang memiliki ketergantungan opiate atau memiliki kecenderungan untuk menyalagunakan obat-obatan.
Terapi Kombinasi dan Interaksi Obat dalam Terapi Nyeri Neuropati Diabetes
Terapi kombinasi mungkin dibutuhkan pada pasien nyeri neuropati diabetes yang tidak membaik dengan obat lini pertama, bahkan opiate sekalipun. Beberapa penelitian telah menunjukkan efek terapi kombinasi yang baik. Bahkan ada sebuah penelitian yang menunjukkan penurunan kebutuhan untuk opiate ketika dikombinasi dengan gabapentin.
Jika terapi kombinasi dibutuhkan, dokter harus mempertimbangkan mekanisme kerja ketika memilih obat dan mengkosultasikan manajemen nyeri pada dokter spesialis (Sp.PD atau Sp.S). Ini sangat penting untuk menghindari kemungkinan terjadi sindroma serotonin (terikatnya TCAs dengan SSRIs atau SNRIs). Sindrom serotonin dapat memperparah keluhan pasien dengan menyebabkan gangguan serius pada fungsi autonomik dan neurologik.
Sebelum memulai terapi, dokter harus meninjau ulang daftar obat-obatan yang berpotensi saling berinteraksi pada pasien secara cermat.
Obat-obatan yang mungkin berinteraksi dengan nyeri neuropati diabetes adalah statin, beta bloker, sulfonilurea, levotioroksin, wafarin, dan diuretik loop. Interaksi obat-obatan terutama dapat menghambat metabolisme hati melalui sistem sitokrom P450 atau melalui ikatan protein yang tinggi. Interaksi obat yang sering terjadi adalah "overdosis" obat karena hambatan metabolisme di hati.
Nyeri neuropati diabetes adalah komplikasi yang sering membawa pasien berobat ke dokter. Persaan nyeri yang hebat dapat menyebabkan pasien depresi, dan sangat mempengaruhi kualitas hidup karena pasien tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari secara maksimal. Manajemen nyeri yang baik di PPK 1 akan sangat meningkatkan kepuasan pasien sekaligus mengurangi angka rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi.
Semoga bermanfaat^^
=
Sponsored Content
Bukan rahasia umum, EKG adalah kompetensi "penting" dokter umum. Tidak hanya pada kasus nyeri dada spesifik (kecurigaan Sindroma Koroner Akut), ilmu EKG diperlukan untuk banyak kasus kegawatdaruratan lain (misal Henti Jantung dan Aritmia).
Kemarin tim DokterPost.com minta dr. Ragil Nur Rosyadi, SpJP untuk ngajari sejawat DokterPost.com tentang bagaimana biar sejawat bisa MAHIR BACA EKG. Ini video contoh analisis kasus blok jantung dari dr Ragil, SpJP
Videonya gedhe banget, hampir 7 GB. Biar sejawat di Papua dan Indonesia Timur yang lain bisa ikut belajar juga, akhirnya kami putuskan untuk distribusikan videonya dalam bentuk DVD.
Yang mau pesan MAHIR BACA EKG (BASIC-Non Aritmia-Aritmia), bisa kontak kami disini ya
SMS/WA 085608083342 (Yahya) atau kontakin.com/dokterpost