Kejang petit mal, juga dikenal sebagai kejang absans, adalah jenis kejang umum yang ditandai dengan gangguan kesadaran secara tiba-tiba dan singkat. Kejang petit mal biasanya disertai dengan pola lonjakan gelombang 3 Hz pada EEG. Kejang ini terjadi pada berbagai genetic generalized epilepsy, seperti childhood absence (CAE), juvenile absence epilepsy (JAE), dan juvenile myoclonic epilepsy (JME), yang bersama-sama membentuk sekitar seperempat dari semua kasus epilepsi.
Meskipun kejang absans sering dianggap ringan karena tidak disertai kejang tonik-klonik, sekitar 60% anak yang mengalaminya mengalami masalah neuropsikologis yang signifikan, termasuk gangguan perhatian, kognisi, memori, dan suasana hati, yang berdampak pada kehidupan akademis dan sosial mereka. Artikel ini akan membahas diagnosis dan terapi kejang petit mal, dengan fokus pada panduan praktis yang mudah dipahami oleh dokter.
Diagnosis Kejang Petit Mal
Diagnosis kejang petit mal didasarkan pada gambaran klinis dan elektroensefalogram (EEG) yang khas. Secara klinis, ciri utama kejang petit mal adalah gangguan kesadaran yang terjadi secara tiba-tiba dan singkatk. Kejang absent biasanya berlangsung antara 5 hingga 10 detik dan dapat terjadi hingga 100 kali per hari. Selama kejang ini, individu mengalami tidak responsif sesaat tanpa kejang dan amnestik terhadap kejadian tersebut, sering kali tampak seolah-olah mereka sedang menatap atau melamun. Kejang ini dapat dipicu oleh faktor-faktor seperti hiperventilasi atau paparan cahaya.
Selain gangguan kesadaran, kejang petit mal dapat disertai dengan dengan komponen motorik minal (mioklonik, atonik, tonik, automatisme):
Kedutan klonik ringan pada kelopak mata, sudut mulut, atau otot lainnya.
Komponen atonik, seperti kepala terkulai, badan merosot, atau lengan terjatuh.
Otomatisme, seperti menjilat bibir, menelan, meraba-raba pakaian, atau berjalan tanpa tujuan.
Komponen otonom, seperti pucat, berkeringat, atau pelebaran pupil, meskipun lebih jarang terjadi.
EEG merupakan alat diagnostik penting dalam mengkonfirmasi diagnosis kejang petit mal. Pada lebih dari 90% kasus, kejang petit mal dapat diprovokasi dengan hiperventilasi, sehingga tes hiperventilasi selama perekaman EEG dapat membantu dalam diagnosis. Pola EEG yang khas pada kejang petit mal adalah adanya pelepasan gelombang "spike and slow" yang teratur dan simetris dengan frekuensi 3-4 Hz.
Terapi Kejang Petit Mal
Terdapat tiga obat antiepilepsi yang digunakan sebagai terapi kejang petit mal yaitu ethosuximide (ETX), asam valproat (VPA), dan lamotrigin (LTG). Tujuan utama terapi kejang petit mal adalah mengendalikan kejang dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Etosuximide dan sodium valproat adalah obat lini pertama yang efektif dalam mengendalikan kejang petit mal pada sebagian besar anak. Dosis obat dimulai dari dosis kecil dan dinaikkan secara bertahap sampai mencapai dosis terapi.
Etosuximide: mengobati kejang absen tetapi tidak memengaruhi kejang tonik-klonik umum atau kejang fokal. Tindakan utamanya adalah menghalangi arus kalsium ambang rendah di neuron talamus, mencegah aktivitas otak yang menyebabkan kejang absen. ETX cepat diserap saat diminum, dengan kadar puncak 3-5 jam setelah konsumsi dan bioavailabilitas hampir penuh. Obat ini dimetabolisme di hati, terutama oleh enzim CYP3A, dengan waktu paruh 30-40 jam pada anak-anak. Kadar ETX dapat dipengaruhi oleh obat lain, seperti asam valproat (VPA), yang dapat meningkatkan kadar ETX tetapi juga meningkatkan efek pengendalian kejangnya.
Efek samping gastrointestinal adalah yang paling umum terjadi pada ethosuximide (ETX), tetapi jarang menyebabkan pasien menghentikan pengobatan. Efek samping yang ringan dan reversibel ini meliputi ketidaknyamanan perut, muntah, diare, dan cegukan. Mengonsumsi ETX dengan makanan atau beralih ke kapsul dapat membantu. Efek samping neurologis, seperti sakit kepala, kelelahan, insomnia, dan masalah koordinasi, juga dapat terjadi, sementara gangguan perilaku yang jarang terjadi seperti mudah tersinggung, depresi, atau psikosis telah dilaporkan.
Sodium valproat: Asam valproat (VPA) merupakan pengobatan awal yang lebih dipilih untuk childhood absance epilepsy (CAE) pada anak-anak ketika kejang tonik-klonik umum terjadi, karena etosuksimida (ETX) hanya bekerja untuk kejang absen. VPA juga direkomendasikan jika ETX gagal. VPA memiliki beberapa mekanisme kerja, termasuk meningkatkan kadar GABA dan memblokir saluran natrium, meskipun peran pastinya dalam mencegah kejang absen masih belum jelas.
Efek samping VPA dapat bervariasi, dengan masalah neurologis seperti tremor yang jarang terjadi pada anak-anak. Berat badan bertambah dan nafsu makan meningkat dapat terjadi, tetapi efek serius seperti pankreatitis dan gagal hati jarang terjadi pada pasien CAE. Orang tua harus memperhatikan tanda-tanda peringatan seperti muntah terus-menerus dan penyakit kuning. VPA juga dapat memengaruhi trombosit darah dan mungkin perlu dihentikan sebelum operasi untuk menghindari pendarahan berlebihan. Efek samping lainnya termasuk masalah metabolisme, rambut rontok, dan, dalam kasus yang jarang terjadi, peningkatan risiko cacat lahir dan masalah perkembangan jika dikonsumsi selama kehamilan. Meskipun risiko ini biasanya tidak relevan untuk anak-anak dengan CAE, diskusi tentang menghindari kehamilan saat menjalani VPA direkomendasikan saat anak mencapai pubertas.
Tabel 1. Dosis penggunaan obat anti epilepsi pada kejang absans
Nama | Dosis inisial | Dosis maintenance | Dosis maksimal |
Ethosuximide | 10-15 mg/kg/hari | 20-30 mg/kg/hari | 40 mg/kg/hari – 2g/hari |
Asam valproat | 10-15 mg/kg/hari | 20-30 mg/kg/hari | 60 mg/kg/hari – 3g/hari |
Lamotrigine |
|
|
|
Clobazam |
|
|
|
Levetiracetam | 20-30 mg/kg/hari | 40 mg/kg/hari | 60-90 mg/kg/hari sampai 3 g/hari |
Topiramat | 1-3 mg/kg/hari | 5-9 mg/kg/hari | 15 mg/kg/hari – 1600mg/hari |
Zonisamide | 1-2 mg/kg/hari | 5-8 mg/kg/hari | 12 mg/kg/hari – 1 g/hari |
Jika monoterapi gagal atau menimbulkan efek samping yang tidak dapat diterima, kombinasi etosuximide dan sodium valproat dapat dipertimbangkan. Selain itu, penambahan lamotrigin dosis rendah pada terapi sodium valproat juga dapat efektif dalam mengendalikan kejang petit mal yang resisten.Pilihan OAE lainnya adalah yang berspektrum luas yaitu topiramat, zonisamid, lamotrigin, levetirasetam, dan klonazepam.
Algoritma penatalaksanaan childhood absence epilepsy. AE adverse effects, ETX ethosuximide, GTC generalized tonic–clonic, LTG lamotrigine, VPA valproic acid
Pentingnya Diagnosis dan Terapi yang Tepat
Diagnosis dan terapi yang tepat sangat penting dalam pengelolaan kejang petit mal. Bangkitan petit mal perlu dikontrol karena bangkitan ini sering terjadi sepanjang siang hari senhingga mempengaruhi fungsi kognitif. Kejang yang tidak terkontrol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, prestasi akademik, dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Bangkitan absans tipikal memiliki prognosis yang baik. Pada pasien yang hanya memiliki bangkitan absans, 90% diantaranya akan remisi. Namun, sebagian lainnya dapat berlanjut menjadi bangkitan umum tonik klonik. Faktor yang memperburuk prognosis diantaranya gangguan kognitif saat onset, latar belakang EEG abnormal, riwayat status epileptikus, adanya bangkitan umum tonik klonik, atau mioklonik saat serangan absansKejang yang tidak terkontrol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, prestasi akademik, dan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.
Referensi:
Panayiotopoulos, C. P. (1999). Typical absence seizures and their treatment. Archives of Disease in Childhood, 81(5), 351–355.
Kessler SK, McGinnis E. A Practical Guide to Treatment of Childhood Absence Epilepsy. Paediatr Drugs. 2019 Feb 5;21(1):15.
Albuja AC, Ighodaro ET, Khan GQ. Absence Seizure. StatPearls. 2024 Apr 20;