Dokter Post - Tatalaksana Syok Komprehensif: Panduan Klinis Multidisipliner Terkini

Webinar SKP Kemenkes: Tatalaksana Komprehensif pada Kasus Syok: Panduan Klinis Multidisipliner

28 Jul 2025 • SKP

Deskripsi

Webinar SKP Kemenkes: Tatalaksana Komprehensif pada Kasus Syok: Panduan Klinis Multidisipliner

Syok adalah kondisi klinis gawat darurat yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jaringan. Tanpa penanganan cepat dan tepat, syok dapat mengarah pada kegagalan multiorgan dan kematian. 

Karena syok dapat memiliki berbagai etiologi seperti hipovolemik, kardiogenik, sepsis (distributif), atau obstruktif, pendekatan multidisipliner dan berbasis bukti menjadi kunci dalam menentukan keberhasilan terapi. Artikel ini akan membahas panduan klinis terkini berdasarkan literatur dari berbagai disiplin, dengan pendekatan menyeluruh terhadap tatalaksana syok.

A. Penanganan Syok Hipovolemik pada Anak: Prinsip Resusitasi yang Tepat Sasaran

Syok hipovolemik pada anak merupakan penyebab utama kematian pada pasien pediatrik di berbagai negara berkembang. Etiologi tersering termasuk diare berat, perdarahan, atau trauma. Prinsip utama dalam penanganannya adalah resusitasi cairan yang cepat, tepat, dan terukur.

Menurut konsensus yang dipublikasikan oleh Joshi et al. (2022), pendekatan resusitasi awal dimulai dengan pemberian bolus cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sebanyak 20 mL/kg dalam waktu 15–30 menit. Setelah setiap bolus, evaluasi klinis perlu dilakukan berdasarkan perfusi kapiler, denyut nadi perifer, tekanan darah, dan kesadaran. Pada kondisi berat, pemberian vasopressor seperti norepinefrin atau dopamin dapat dipertimbangkan lebih awal.

Kesalahan umum yang sering terjadi adalah pemberian cairan secara berlebihan tanpa evaluasi, yang dapat mengarah ke edema paru dan gagal jantung. Oleh karena itu, strategi "fluid responsiveness" berbasis bedside assessment seperti pengukuran vena cava inferior dengan ultrasonografi, sangat disarankan. Anak dengan penyakit jantung bawaan atau ginjal harus diobservasi ketat agar tidak terjadi overload.

B. Rate Control pada Syok Sepsis dengan Takikardia

Takikardia pada syok sepsis adalah respons kompensasi terhadap penurunan perfusi jaringan dan penurunan tekanan darah. Namun, takikardia berlebih (>120 bpm) dapat menurunkan waktu pengisian diastolik ventrikel dan memperburuk perfusi koroner. Oleh karena itu, kontrol denyut jantung (rate control) menjadi salah satu strategi penting pada pasien dengan output jantung tinggi namun perfusi jaringan yang tidak adekuat.

Dalam ulasan terbaru yang diterbitkan oleh Journal of the American Heart Association (2024), disebutkan bahwa penggunaan beta-blocker selektif seperti esmolol, bila digunakan secara tepat dan dengan monitoring intensif, dapat menurunkan laju jantung, memperbaiki tekanan arteri rata-rata (MAP), dan meningkatkan output jantung pada pasien dengan sepsis berat. Ivabradine juga menjadi agen yang menjanjikan karena kemampuannya menurunkan frekuensi jantung tanpa efek inotropik negatif.

Namun, terapi ini tidak boleh digunakan sembarangan. Pasien harus berada di ICU dengan monitoring hemodinamik invasif seperti tekanan arteri invasif dan echocardiography untuk menghindari efek hipotensi berbahaya.

C. Transfusi Masif dan Risiko TRALI pada Syok Hemoragik

Syok hemoragik, yang biasanya terjadi akibat trauma, perdarahan gastrointestinal masif, atau komplikasi obstetrik, sering kali memerlukan transfusi darah dalam jumlah besar. Strategi transfusi modern mengedepankan pendekatan "damage control resuscitation" yang meliputi transfusi masif dengan rasio 1:1:1 (sel darah merah, plasma, dan trombosit).

Salah satu komplikasi paling ditakuti dari transfusi adalah Transfusion-Related Acute Lung Injury (TRALI). TRALI merupakan kondisi edema paru non-kardiogenik yang terjadi dalam 6 jam pasca transfusi, dengan angka mortalitas mencapai 10–20%. Untuk mengurangi risiko TRALI, protokol transfusi masif kini lebih selektif dalam pemilihan donor, terutama dengan menghindari plasma dari donor wanita multipara.

Studi oleh Wittenberg et al. (2024) dari BMJ TSACO menekankan pentingnya skrining antibodi leukosit donor dan pemantauan klinis ketat. Selain itu, teknologi point-of-care seperti thromboelastography (TEG) atau ROTEM kini digunakan untuk menilai status koagulasi real-time sehingga transfusi dapat disesuaikan secara individual.

D. Strategi Inotropik dan Vasopressor pada Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik merupakan kondisi dengan mortalitas tinggi, yang ditandai oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat akibat kegagalan pompa jantung. Kondisi ini dapat timbul setelah infark miokard akut, gagal jantung dekompensasi, atau miokarditis berat.

Terapi awal mencakup pemberian oksigen, koreksi asidosis, serta penggunaan vasopressor dan inotropik. Norepinefrin adalah agen vasopressor pilihan utama karena efek peningkatan tekanan darah tanpa peningkatan denyut jantung berlebih. Dobutamin digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung, tetapi dapat menyebabkan hipotensi jika tidak dikombinasikan dengan vasopressor.

Alternatif lain seperti milrinone dan levosimendan digunakan pada pasien dengan resistensi terhadap dobutamin atau adanya disfungsi ventrikel kanan. Ekokardiografi bedside membantu dalam pemilihan agen inotropik dengan mengidentifikasi komponen preload, afterload, dan kontraktilitas jantung secara real-time.

Dalam studi oleh Vieillard-Baron et al. (2010), kombinasi pemantauan invasif (arteri, CVP) dan echocardiography sangat membantu dalam membedakan antara hipovolemia, disfungsi ventrikel, atau tamponade.

E. Evaluasi Klinis dan Advance: Produksi Urin, CVP, dan Echo Hemodinamik

Monitoring pasien syok tidak boleh hanya mengandalkan satu parameter. Kombinasi klinis dan teknologi canggih diperlukan untuk pengambilan keputusan terapi secara tepat.

Produksi urin tetap menjadi indikator penting dalam menilai perfusi ginjal dan respons terhadap terapi cairan. Output urin <0,5 mL/kg/jam merupakan tanda hipoperfusi.

Tekanan vena sentral (CVP) selama bertahun-tahun digunakan sebagai indikator status volume. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa CVP bukan indikator volume yang reliabel jika digunakan sendiri. CVP harus diinterpretasi bersamaan dengan parameter lain seperti tekanan arteri, perfusi jaringan, dan echocardiography.

Ekokardiografi bedside (Point-of-Care Ultrasound/POCUS) menjadi alat penting dalam menilai fungsi jantung dan pengisian volume. POCUS dapat mendeteksi tamponade jantung, emboli paru, disfungsi ventrikel, hingga efusi pleura. Evaluasi vena cava inferior dan respon terhadap manuver pasif pengangkatan tungkai (PLR) juga membantu menentukan fluid responsiveness secara non-invasif.

Kesimpulan

Tatalaksana syok harus bersifat individual, dinamis, dan berbasis multidisipliner. Tidak ada satu strategi yang cocok untuk semua pasien. Prinsip utama dalam penanganan adalah identifikasi cepat terhadap jenis syok, intervensi awal sesuai etiologi, serta monitoring ketat secara klinis dan teknologi.

Pemanfaatan protokol dan panduan berbasis bukti dapat menurunkan mortalitas dan komplikasi jangka panjang pada pasien syok. Pelatihan tenaga medis dalam penggunaan echocardiography, manajemen transfusi, dan pemahaman farmakologi inotropik menjadi elemen penting dalam pelayanan gawat darurat dan perawatan intensif.

Referensi

  1. Joshi A, et al. Approach to Fluid Management in Pediatric Septic Shock. Indian J Pediatr. 2022. https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s12098-022-04434-3.pdf

  2. JAHA. Heart Rate Control in Sepsis-Associated Tachycardia: A Clinical Review. 2024. https://www.ahajournals.org/doi/epub/10.1161/JAHA.123.029787

  3. Wittenberg C.A., et al. Massive Transfusion and TRALI Risk Management. BMJ TSACO. 2024. https://tsaco.bmj.com/content/tsaco/10/Suppl_1/e001780.full.pdf

  4. Vieillard-Baron A., et al. Echocardiography for Hemodynamic Evaluation in the ICU. Shock. 2010. https://journals.lww.com/shockjournal/fulltext/2010/09001/ECHOCARDIOGRAPHY_FOR_HEMODYNAMIC_EVALUATION_IN_THE.11.aspx

  5. de Almeida R, et al. Protocolized Resuscitation in Hemorrhagic Shock: A Review. PAR Revista, 2024. https://par.saesp.org.br/article/10.61724/par.e00022025/pdf/par-3-e00022025.pdf

  6. Maheshwari K, et al. Massive Transfusion: Evidence-Based Strategies for Managing Life-Threatening Hemorrhage in Critical Care.https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/122861519/Massive_Transfusion_Evidence_Based_Strategies_for_Managing_Life_Threatening_Hemorrhage_in_Critical_Care-libre.pdf