29 Jul 2025 • SKP
Sinkop dan aritmia merupakan dua entitas kardiovaskular yang kerap muncul bersamaan dalam praktik kegawatdaruratan klinis. Keduanya menjadi tantangan besar bagi praktisi, karena dapat berakibat fatal jika tidak dikenali dan ditangani secara cepat dan tepat. Artikel ini merangkum panduan klinis terkini dalam mendiagnosis dan menangani sinkop akibat aritmia, berdasarkan bukti dari jurnal ilmiah terbaru dan berstandar internasional.
Sinkop aritmogenik merupakan jenis sinkop yang paling berbahaya karena disebabkan oleh gangguan irama jantung yang dapat menimbulkan henti jantung mendadak. Jenis aritmia yang paling sering menyebabkan sinkop adalah:
Bradiaritmia: Seperti blok AV total, sinus arrest
Tachiaritmia: Seperti VT, torsade de pointes, SVT dengan respons ventrikel cepat
Diagnosis:
Anamnesis dan EKG: Riwayat kehilangan kesadaran mendadak tanpa gejala prodromal kuat menunjukkan kemungkinan aritmia.
Monitoring EKG jangka panjang: Holter 24 jam atau implantable loop recorder direkomendasikan bila sinkop tidak terjelaskan.
Tilt-table test dan uji provokasi elektrofisiologi: Bila kecurigaan tinggi terhadap sinkop neurokardiogenik atau aritmogenik.
Terapi:
Pemasangan pacemaker pada bradikardia atau blok total
ICD (Implantable Cardioverter Defibrillator) pada pasien berisiko tinggi mengalami VT/VF
Penanganan penyebab reversibel seperti hipokalemia, hipomagnesemia, atau efek obat.
Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) diketahui meningkatkan risiko aritmia melalui mekanisme seperti neuropati otonom, inflamasi sistemik, dan remodeling atrial/ventrikel. Studi oleh Lal et al. menunjukkan bahwa pasien DMT2 lebih sering mengalami AF, PVC, dan QT prolongation .
Tatalaksana terkini:
Pemantauan interval QTc secara rutin
Penyesuaian obat antihiperglikemia yang tidak memperburuk risiko QT prolongation (hindari glimepiride, prioritaskan SGLT2 inhibitor atau GLP-1 RA)
Penggunaan beta blocker dan ACE-I untuk menurunkan risiko ventrikular aritmia
Evaluasi risiko penggunaan antiaritmia kelas IC dan III dengan sangat hati-hati
Penting juga mempertimbangkan penggunaan holter untuk skrining pada pasien diabetes dengan palpitasi berulang atau sinkop yang tidak terjelaskan.
Ablasi kateter telah menjadi terapi definitif yang semakin penting dalam menangani aritmia ventrikular refrakter terhadap farmakoterapi. Berdasarkan ulasan dari Cooper (2011), ablasi efektif untuk:
Monomorphic VT pasca-infark miokard
Idiopathic VT dari outflow tract kanan
VT terkait channelopathy (misal, Brugada, LQTS) dengan lokasi fokus yang teridentifikasi
Keunggulan ablasi:
Menurunkan frekuensi dan beban VT
Mengurangi kebutuhan ICD shock
Meningkatkan kualitas hidup
Tantangan:
Efektivitas menurun pada pasien dengan jaringan parut ekstensif
Memerlukan fasilitas elektrofisiologi intervensi dan keahlian khusus
Ablasi kini direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada idiopathic VT dan sebagai lini kedua pada VT refrakter.
Aritmia tidak stabil ditandai dengan hipotensi, sinkop, gagal jantung akut, atau penurunan kesadaran. Intervensi cepat menyelamatkan nyawa dan harus segera dilakukan.
Langkah penting:
Segera lakukan EKG 12 lead untuk mengidentifikasi jenis aritmia
Kardioversi listrik sinkron untuk aritmia takikardik dengan instabilitas hemodinamik (AF rapid, VT dengan pulsus)
Defibrilasi untuk VF dan VT tanpa nadi
Atropin atau pacing untuk bradikardia simtomatik
Koreksi elektrolit: Kalium, magnesium, dan kalsium
Sebuah studi dari World Journal of Cardiology (2023) menyimpulkan bahwa algoritma berbasis ACLS harus dikombinasikan dengan evaluasi penyebab reversibel secara agresif untuk hasil optimal .
Pasien gagal jantung memiliki risiko tinggi mengalami aritmia ventrikel maupun atrial. Aritmia dapat memperburuk perfusi, meningkatkan risiko hospitalisasi, dan kematian.
Pendekatan manajemen:
Optimasi terapi gagal jantung: ACE-I/ARB, beta blocker, MRA, dan SGLT2i
Pemilihan device: ICD untuk pencegahan kematian mendadak; CRT pada pasien dengan LBBB dan disinkroni ventrikel
Ablasi atrial fibrilasi pada pasien gagal jantung dengan kontrol frekuensi yang gagal
Penggunaan antiaritmia seperti amiodarone pada kondisi refrakter, dengan pemantauan fungsi tiroid dan paru
Penelitian oleh Penela et al. (2017) juga menunjukkan peningkatan fraksi ejeksi dan penurunan hospitalisasi pasca-ablation pada pasien gagal jantung dengan VT refrakter .
Sinkop dan aritmia adalah tantangan klinis nyata dalam setting emergensi. Praktisi harus tanggap dalam melakukan evaluasi cepat, mengenali pola EKG, dan menerapkan protokol ACLS dengan pendekatan penyebab yang spesifik. Penanganan pasien berisiko tinggi seperti diabetes dan gagal jantung memerlukan strategi individualisasi berbasis bukti.
Kemajuan dalam terapi intervensi seperti ablasi dan ketersediaan teknologi pemantauan jangka panjang semakin memudahkan klinisi dalam memberikan terapi yang tepat guna dan tepat waktu.
Lal, S., et al. (2017). Arrhythmias in Type 2 Diabetes Mellitus. International Journal of Emergency Medicine, 17(5). https://journals.lww.com/indjem/fulltext/2017/21050/arrhythmias_in_type_2_diabetes_mellitus.15.aspx
Yao, Y., et al. (2023). Management of arrhythmias in emergency settings: A systematic review. World Journal of Cardiology, 15(3), 119–132. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10130893/
Stiles, M. K., et al. (2017). Syncope: Mechanisms and clinical approach. Journal of Cardiovascular Development and Disease, 4(1), 3. https://www.mdpi.com/2308-3425/4/1/3
Cooper, J. M. (2011). Ventricular Tachycardia Ablation: Current Approaches and Outcomes. Current Cardiology Reports, 13, 392–401. https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s11936-011-0132-y.pdf
Penela, D., et al. (2014). Ablation of Scar-Related Ventricular Tachycardia in Patients with Structural Heart Disease. Heart Rhythm, 11(5), 771–779.https://pdf.sciencedirectassets.com/.../main.pdf