Dokter Post - Urin Berwarna Hitam Tanpa Demam dan Nyeri: Kunci Deteksi Dini Hematuria serta Pendekatan Diagnosis dan Terapi Awal bagi Dokter Umum

Urin Berwarna Hitam Tanpa Demam dan Nyeri: Kunci Deteksi Dini Hematuria serta Pendekatan Diagnosis dan Terapi Awal bagi Dokter Umum

17 Jul 2025 • Interna , urologi

Deskripsi

Urin Berwarna Hitam Tanpa Demam dan Nyeri: Kunci Deteksi Dini Hematuria serta Pendekatan Diagnosis dan Terapi Awal bagi Dokter Umum

I. Pendahuluan: Mengungkap Misteri di Balik Urin Berwarna Gelap

Perubahan warna urin menjadi gelap atau bahkan hitam, terutama jika muncul tanpa disertai gejala penyerta seperti demam atau nyeri, merupakan suatu temuan klinis yang memerlukan perhatian serius dari dokter umum. Gejala yang tampak sederhana ini dapat menjadi penanda awal dari berbagai kondisi medis yang signifikan, salah satunya adalah hematuria atau keberadaan darah dalam urin. 

Bagi dokter umum, yang berperan sebagai lini pertama dalam pelayanan kesehatan, kemampuan untuk mendeteksi dan melakukan evaluasi awal terhadap keluhan ini sangatlah krusial. Deteksi dini hematuria, dan penyebab yang mendasarinya, dapat memperbaiki prognosis pasien secara signifikan.

Hematuria didefinisikan sebagai keberadaan abnormal darah dalam urin dan merupakan salah satu kelainan urologi yang paling sering didiagnosis, mencakup lebih dari 20% dari seluruh evaluasi urologi. 

Hematuria makroskopik, yaitu darah yang terlihat secara kasat mata dalam urin, dapat menandakan adanya penyakit urologi yang signifikan, bahkan tanpa adanya gejala lain. Oleh karena itu, keluhan urin berwarna gelap atau hitam tidak boleh diabaikan, meskipun pasien tidak merasakan nyeri, demam, atau ketidaknyamanan lainnya.

Pasien seringkali cenderung menganggap keluhan "urin berwarna hitam" tanpa nyeri atau demam sebagai sesuatu yang kurang mendesak. Absennya gejala akut seperti nyeri hebat atau demam tinggi dapat menciptakan persepsi keliru bahwa kondisi tersebut tidak berbahaya, yang pada akhirnya dapat menyebabkan keterlambatan dalam mencari pertolongan medis. 

Padahal, hematuria makroskopik, meskipun tidak menimbulkan kecemasan langsung pada pasien yang belum menyadari bahwa itu adalah darah, tetap merupakan tanda yang perlu diwaspadai. Peran edukasi oleh dokter umum menjadi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran pasien akan potensi keseriusan gejala ini. 

Dokter umum harus memiliki indeks kecurigaan yang tinggi dan secara proaktif menanyakan riwayat perubahan warna urin dalam anamnesis rutin, terutama pada pasien dengan faktor risiko tertentu

II. Membedakan "Urin Hitam": Tidak Semua Berarti Hematuria

Penting untuk dipahami bahwa tidak semua urin yang berwarna gelap atau hitam disebabkan oleh adanya darah. Dokter umum harus mampu membedakan antara hematuria sejati dengan kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan perubahan warna urin serupa.

Definisi Hematuria

Hematuria secara umum dibagi menjadi dua kategori utama:

  1. Hematuria Makroskopik: Darah terlihat secara kasat mata dalam urin. Warna urin dapat bervariasi dari merah muda, merah terang, coklat, hingga seperti teh kental.

  2. Hematuria Mikroskopik: Keberadaan sel darah merah (SDM) dalam urin yang hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan urinalisis atau mikroskopi urin, tanpa adanya perubahan warna urin yang jelas terlihat oleh pasien. Secara umum, hematuria mikroskopik didefinisikan sebagai keberadaan ≥3 sel darah merah per lapang pandang besar (LPB) pada pemeriksaan mikroskopis sedimen urin.

Penyebab Umum Urin Berwarna Gelap/Hitam Selain Hematuria Sejati

Beberapa kondisi dapat menyebabkan urin tampak gelap atau hitam tanpa adanya hematuria sejati:

  • Hemoglobinuria: Kondisi ini terjadi akibat adanya hemoglobin bebas dalam urin, bukan sel darah merah utuh. Ini biasanya disebabkan oleh hemolisis intravaskular (pecahnya sel darah merah di dalam pembuluh darah).

  • Salah satu contoh klasik adalah Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH). PNH merupakan kelainan klonal langka yang disebabkan oleh mutasi genetik (gen PIG-A) pada sel punca hematopoietik, yang menyebabkan sel darah merah menjadi rentan terhadap lisis oleh sistem komplemen. Pasien PNH dapat mengalami episode hemolisis paroksismal, yang menyebabkan hemoglobinuria dan urin berwarna merah gelap hingga hitam, terutama pada pagi hari. Hemoglobinuria seringkali disalahartikan sebagai hematuria, yang dapat mengarah pada pemeriksaan urologi ekstensif yang sebenarnya tidak diperlukan.

  • Myoglobinuria: Disebabkan oleh adanya myoglobin (protein otot) dalam urin, biasanya akibat kerusakan otot yang masif (rhabdomyolysis). Rhabdomyolysis dapat dipicu oleh trauma berat, olahraga ekstrem, infeksi, atau penggunaan obat-obatan tertentu.

  • Pseudohematuria: Perubahan warna urin akibat zat-zat lain selain darah, hemoglobin, atau myoglobin. Penyebabnya meliputi:

  • Obat-obatan: Sejumlah obat dapat mengubah warna urin menjadi gelap atau hitam. Contohnya termasuk metronidazole, L-dopa, preparat besi, nitrofurantoin, fenotiazin, dan klorokuin.

Gambar 1. Penyebab Perubahan warna urine dibedakan menjadi tiga grup berdasarkan urinalisis

  • Makanan: Konsumsi makanan tertentu seperti buah bit, kacang fava, atau pewarna makanan dalam jumlah banyak dapat memengaruhi warna urin.

  • Kondisi Metabolik:

  • Alkaptonuria: Kelainan genetik langka yang ditandai dengan gangguan metabolisme tirosin dan fenilalanin, menyebabkan akumulasi asam homogentisat. Urin pasien alkaptonuria akan berubah menjadi gelap atau hitam jika terpapar udara dalam waktu lama.

  • Melaninuria: Keberadaan melanin dalam urin, yang dapat dikaitkan dengan melanoma maligna lanjut.

  • Porfiria: Sekelompok kelainan genetik yang memengaruhi produksi heme. Beberapa jenis porfiria dapat menyebabkan urin berwarna merah anggur atau coklat tua.

Kesalahan dalam membedakan hematuria dari hemoglobinuria atau myoglobinuria pada tahap awal, misalnya hanya mengandalkan hasil tes dipstick urin yang positif untuk "darah" tanpa konfirmasi mikroskopis, dapat mengarahkan pasien ke jalur diagnostik yang keliru. Tes dipstick mendeteksi adanya heme, yang terdapat pada sel darah merah utuh, hemoglobin bebas, maupun myoglobin bebas. 

Jika dokter umum berhenti pada hasil dipstick positif dan langsung mengasumsikan hematuria, pasien mungkin akan dirujuk ke spesialis urologi untuk pemeriksaan invasif seperti sistoskopi atau CT urografi. Namun, jika penyebabnya adalah PNH (hemoglobinuria), rujukan yang tepat adalah ke spesialis hematologi. 

Jika penyebabnya adalah rhabdomyolysis (myoglobinuria), manajemen utamanya adalah hidrasi agresif dan pemantauan fungsi ginjal. Keterlambatan dalam mendiagnosis PNH atau rhabdomyolysis dapat berakibat serius, sementara pemeriksaan urologi yang invasif mungkin tidak diperlukan dan justru menambah risiko serta biaya. 

Oleh karena itu, penekanan pada pentingnya pemeriksaan mikroskopis sedimen urin untuk melihat keberadaan sel darah merah utuh sebagai konfirmasi hematuria sejati setelah hasil dipstick positif sangatlah fundamental.

Untuk membantu dokter umum dalam melakukan diferensiasi awal, berikut adalah tabel yang merangkum perbedaan kunci pada temuan urinalisis:

Tabel 1: Perbedaan Kunci pada Urinalisis: Hematuria, Hemoglobinuria, dan Myoglobinuria

Karakteristik

Hematuria

Hemoglobinuria

Myoglobinuria

Warna Urin

Merah muda, merah, coklat, seperti teh

Merah, coklat, hingga hitam

Merah, coklat, hingga hitam

Dipstick (Darah/Heme)

Positif (+++)

Positif (+++)

Positif (+++)

Mikroskopi (SDM/LPB)

Ada sel darah merah (SDM) utuh (mis. >3/LPB)

Tidak ada atau sangat sedikit SDM utuh

Tidak ada atau sangat sedikit SDM utuh

Supernatan (setelah sentrifugasi)

Jernih atau berwarna pucat

Berwarna merah/coklat

Berwarna merah/coklat

Sedimen (setelah sentrifugasi)

Berwarna merah (kumpulan SDM)

Minimal, tidak berwarna merah

Minimal, tidak berwarna merah

Penting untuk dicatat bahwa pembedaan definitif antara hemoglobinuria dan myoglobinuria mungkin memerlukan tes lebih lanjut seperti tes presipitasi amonium sulfat, namun temuan dasar di atas dapat memberikan petunjuk awal yang penting di layanan primer.

III. Hematuria Makroskopik Tanpa Nyeri dan Demam: Sinyal Peringatan Penting

Hematuria makroskopik yang muncul tanpa disertai rasa nyeri atau demam harus selalu dianggap sebagai "sinyal peringatan" atau red flag oleh dokter umum. Kondisi ini seringkali dikaitkan dengan patologi serius, terutama keganasan pada saluran kemih. 

Sebuah studi menunjukkan bahwa hematuria makroskopik tanpa nyeri memiliki asosiasi yang lebih kuat dengan kanker , dan sekitar 30% pasien yang datang dengan keluhan hematuria makroskopik tanpa nyeri ditemukan memiliki keganasan. 

Absennya nyeri atau demam tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit yang berbahaya; sebaliknya, pada beberapa kasus, ini justru menjadi karakteristik dari penyakit tersebut.

Dokter umum perlu memahami bahwa dalam konteks hematuria makroskopik, absennya nyeri justru dapat meningkatkan kecurigaan terhadap keganasan. Hal ini disebabkan karena infeksi saluran kemih atau batu saluran kemih, yang seringkali menimbulkan nyeri, menjadi kurang mungkin sebagai penyebab utama. 

Keganasan pada tahap awal seringkali tumbuh tanpa menyebabkan rasa sakit hingga ukurannya cukup besar untuk menekan struktur di sekitarnya atau menyebabkan perdarahan yang signifikan. Oleh karena itu, hematuria makroskopik tanpa nyeri menghilangkan beberapa penyebab jinak yang umum dan meningkatkan kemungkinan relatif dari penyebab yang lebih "diam" seperti tumor. 

Ini merupakan perubahan paradigma yang penting: hematuria makroskopik tanpa nyeri adalah kondisi yang berpotensi lebih mengkhawatirkan dari sudut pandang keganasan dibandingkan, misalnya, hematuria yang disertai nyeri hebat akibat batu ginjal.

Etiologi Hematuria Makroskopik Tanpa Nyeri/Demam yang Relevan bagi Dokter Umum:

Beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab hematuria makroskopik tanpa nyeri dan demam meliputi:

  • Keganasan Saluran Kemih:

  • Kanker Kandung Kemih: Merupakan penyebab paling umum hematuria makroskopik tanpa nyeri pada orang dewasa.

  • Kanker Ginjal (Renal Cell Carcinoma): Dapat menyebabkan hematuria, meskipun seringkali ditemukan secara insidental pada pemeriksaan pencitraan untuk keluhan lain.

  • Kanker Prostat: Terutama pada stadium lanjut atau dengan invasi lokal ke uretra atau leher kandung kemih.

  • Kanker Ureter atau Pelvis Renalis: Meskipun lebih jarang, dapat juga bermanifestasi sebagai hematuria.

  • Benign Prostatic Hyperplasia (BPH): Pembesaran prostat jinak adalah penyebab umum hematuria pada pria usia lanjut. Meskipun jinak, hematuria pada pasien BPH tetap memerlukan evaluasi menyeluruh untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kanker prostat yang menyertai.

  • Penyakit Glomerular:

  • Nefropati IgA (Penyakit Berger): Sering bermanifestasi sebagai episode hematuria makroskopik berulang (urin sering digambarkan berwarna seperti "cola" atau "teh") yang timbul bersamaan atau segera setelah infeksi saluran napas atas atau infeksi mukosa lainnya. Biasanya kondisi ini tidak disertai rasa sakit.

  • Glomerulonefritis Lainnya: Beberapa tipe glomerulonefritis lain juga dapat menyebabkan hematuria makroskopik tanpa disertai nyeri yang signifikan.

  • Anomali Vaskular:

  • Malformasi Arteriovenosa (AVM) Ginjal: Kelainan pembuluh darah di ginjal ini dapat menyebabkan perdarahan ke dalam sistem urinaria.

  • Nutcracker Syndrome: Kompresi vena renalis kiri (biasanya antara aorta dan arteri mesenterika superior) dapat menyebabkan peningkatan tekanan vena ginjal kiri dan hematuria makroskopik intermiten, yang seringkali tanpa nyeri.

  • Nekrosis Papila Ginjal (Renal Papillary Necrosis - RPN): Kondisi ini, di mana papila ginjal (bagian dari medula ginjal) mengalami nekrosis, dapat menyebabkan hematuria makroskopik tanpa nyeri. RPN sering dikaitkan dengan kondisi seperti diabetes melitus, penyalahgunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), sickle cell trait atau penyakit sel sabit, dan obstruksi saluran kemih. Pada pasien dengan sickle cell trait, RPN dapat menyebabkan hematuria tanpa nyeri.

Setiap episode hematuria makroskopik pada orang dewasa memerlukan pertimbangan evaluasi urologi yang cermat, mengingat probabilitas pretes yang relatif tinggi untuk kanker atau kondisi klinis signifikan lainnya.

IV. Langkah Awal Diagnosis Hematuria di Layanan Primer (Pendekatan Diagnosis Hematuria)

Evaluasi awal pasien dengan keluhan urin berwarna gelap atau hitam yang dicurigai sebagai hematuria di layanan primer memerlukan pendekatan yang sistematis. Berikut adalah panduan langkah demi langkah bagi dokter umum dalam melakukan Diagnosis Hematuria awal:

1. Anamnesis Komprehensif:

Penggalian riwayat penyakit yang cermat adalah kunci. Beberapa poin penting yang harus ditanyakan meliputi:

  • Karakteristik Hematuria:

  • Waktu terjadinya: Apakah darah muncul di awal miksi (initial hematuria - sering menunjukkan masalah uretra), di akhir miksi (terminal hematuria - sering menunjukkan masalah leher kandung kemih atau prostat), atau sepanjang proses miksi (total hematuria - bisa dari kandung kemih, ureter, atau ginjal)?.

  • Durasi dan frekuensi episode hematuria.

  • Adanya bekuan darah (blood clots): Kehadiran bekuan darah biasanya menunjukkan perdarahan yang lebih signifikan dan sumber perdarahan kemungkinan berasal dari saluran kemih bawah.

  • Gejala Penyerta:

  • Nyeri: Lokasi (pinggang, suprapubik, perineum), tipe (kolik, tumpul), intensitas, dan penjalaran.

  • Gejala iritatif saluran kemih bawah (Lower Urinary Tract Symptoms - LUTS): Disuria (nyeri saat berkemih), urgensi (keinginan kuat untuk berkemih yang sulit ditahan), frekuensi (sering berkemih).

  • Gejala obstruktif LUTS: Hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran urin lemah, intermiten (pancaran terputus-putus), rasa tidak tuntas setelah berkemih.

  • Gejala sistemik: Demam, menggigil, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, malaise, keringat malam.

  • Faktor Risiko Keganasan Urologi (berdasarkan panduan, mis. AUA ):

  • Usia: Risiko meningkat seiring bertambahnya usia (misalnya, usia >35 atau >40 tahun sebagai batas perhatian).

  • Jenis kelamin: Pria memiliki risiko lebih tinggi untuk beberapa jenis kanker saluran kemih.

  • Riwayat merokok: Kuantitas (bungkus-tahun) dan durasi merokok.

  • Paparan pekerjaan terhadap bahan kimia tertentu (misalnya, benzena, amina aromatik pada industri cat, karet, tekstil).

  • Riwayat keluarga dengan keganasan saluran kemih atau sindrom genetik predisposisi kanker (misalnya, sindrom Lynch).

  • Riwayat radiasi pelvis atau kemoterapi dengan agen tertentu (misalnya, siklofosfamid, ifosfamid).

  • Riwayat hematuria makroskopik sebelumnya, meskipun hanya satu episode.

  • Riwayat Penyakit Dahulu: Penyakit ginjal kronis, riwayat batu saluran kemih, infeksi saluran kemih (ISK) berulang, BPH, kelainan perdarahan, penyakit autoimun (seperti Lupus Eritematosus Sistemik/SLE, vaskulitis), diabetes melitus, hipertensi.

  • Penggunaan Obat-obatan: Riwayat penggunaan antikoagulan (misalnya, warfarin, DOACs), antiplatelet (misalnya, aspirin, clopidogrel), OAINS, suplemen, atau obat-obatan herbal.

  • Riwayat Trauma atau Aktivitas Fisik Berat: Trauma pada daerah abdomen atau panggul, atau olahraga berat baru-baru ini dapat menyebabkan hematuria transien (exercise-induced hematuria).

2. Pemeriksaan Fisik Esensial:

Pemeriksaan fisik yang terfokus dapat memberikan petunjuk penting:

  • Keadaan umum dan tanda-tanda vital: Perhatikan adanya pucat, takikardia, hipotensi (menunjukkan kehilangan darah signifikan), atau hipertensi (bisa terkait penyakit ginjal).

  • Pemeriksaan abdomen: Cari adanya massa, nyeri tekan, distensi kandung kemih, atau nyeri ketok pada sudut kostovertebra (CVA tenderness) yang dapat mengindikasikan masalah ginjal seperti pielonefritis atau batu ginjal.

  • Pada pria: Pemeriksaan colok dubur (Digital Rectal Examination - DRE) penting untuk menilai ukuran, konsistensi, adanya nodul, atau nyeri pada prostat.

  • Pada wanita: Pemeriksaan pelvis dapat dipertimbangkan jika ada kecurigaan sumber perdarahan berasal dari organ ginekologi (misalnya, perdarahan vagina yang disalahartikan sebagai hematuria).

  • Pemeriksaan genitalia eksterna: Untuk mencari lesi, inflamasi, atau sumber perdarahan lain.

  • Tanda-tanda penyakit sistemik: Edema perifer (bisa menunjukkan sindrom nefrotik atau gagal jantung), ruam kulit, purpura (bisa terkait vaskulitis atau kelainan perdarahan).

3. Interpretasi Urinalisis:

Urinalisis adalah pemeriksaan penunjang awal yang paling penting:

  • Konfirmasi Hematuria: Tes dipstick urin dapat mendeteksi adanya heme, namun hasil positif (misalnya, trace blood atau lebih) harus selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis sedimen urin. Diagnosis hematuria mikroskopik ditegakkan jika ditemukan ≥3 eritrosit per LPB.

  • Identifikasi Temuan Penyerta:

  • Proteinuria: Kehadiran proteinuria signifikan bersamaan dengan hematuria, terutama jika disertai eritrosit dismorfik atau silinder eritrosit, sangat mengarah pada penyakit glomerular (nefropati).

  • Leukosituria dan Nitrit Positif: Temuan ini menunjukkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih (ISK). Namun, penting untuk diingat bahwa pada pasien dengan faktor risiko keganasan, ISK yang terbukti tidak menyingkirkan perlunya evaluasi lebih lanjut untuk hematuria setelah terapi ISK selesai dan berhasil.

  • Silinder (Casts): Silinder eritrosit (kumpulan eritrosit yang berbentuk seperti tubulus ginjal) adalah tanda patognomonik untuk perdarahan glomerular (misalnya, pada glomerulonefritis). Silinder leukosit dapat ditemukan pada pielonefritis.

  • Kristal: Kehadiran kristal tertentu (misalnya, kalsium oksalat, asam urat) dapat menunjukkan predisposisi atau adanya batu saluran kemih.

  • Morfologi Eritrosit (jika fasilitas laboratorium memungkinkan atau dilaporkan):

  • Pemeriksaan morfologi eritrosit dalam urin, idealnya menggunakan mikroskop fase kontras, dapat membantu membedakan sumber perdarahan.

  • Eritrosit dismorfik (bentuk abnormal, bervariasi ukuran dan bentuknya, seringkali dengan tonjolan membran atau fragmentasi, termasuk acanthocytes atau G1 cells) menunjukkan bahwa eritrosit telah melewati glomerulus yang rusak. Kehadiran >20-40% eritrosit dismorfik atau >5% acanthocytes sangat sugestif untuk penyakit glomerular.

  • Eritrosit isomorfik (bentuk normal, bulat, bikonkaf) menunjukkan sumber perdarahan berasal dari saluran kemih bagian bawah (non-glomerular), seperti ureter, kandung kemih, uretra, atau prostat.

  • Meskipun mikroskop fase kontras mungkin tidak selalu tersedia di semua layanan primer di Indonesia, pemahaman akan konsep ini tetap penting bagi dokter umum untuk menginterpretasi hasil laboratorium yang mungkin menyertakan informasi morfologi eritrosit atau untuk berdiskusi lebih lanjut dengan spesialis.

4. Pertimbangan Pemeriksaan Penunjang Awal dan Indikasi Rujukan:

  • Pencitraan Saluran Kemih Atas:

  • Ultrasonografi (USG) Ginjal dan Kandung Kemih: Merupakan modalitas pencitraan awal yang baik karena non-invasif, tidak menggunakan radiasi, relatif murah, dan cukup tersedia. USG dapat mendeteksi massa ginjal solid atau kistik, hidronefrosis, batu ginjal atau kandung kemih yang cukup besar. Dianjurkan terutama pada pasien risiko rendah atau jika CT scan merupakan kontraindikasi.

  • CT Urografi (sebelumnya dikenal sebagai CT-IVP): Dianggap sebagai modalitas pencitraan pilihan untuk evaluasi komprehensif hematuria, terutama pada pasien dengan risiko keganasan sedang hingga tinggi, atau jika temuan USG tidak konklusif atau mencurigakan. CT urografi memberikan gambaran detail anatomi dan patologi saluran kemih atas (ginjal, ureter) dan kandung kemih.

  • Sistoskopi: Pemeriksaan endoskopik langsung ke dalam kandung kemih ini diindikasikan untuk semua pasien dengan hematuria makroskopik. Pada kasus hematuria mikroskopik, sistoskopi direkomendasikan untuk pasien dengan kategori risiko sedang hingga tinggi, atau jika ada kecurigaan klinis terhadap lesi di saluran kemih bawah (misalnya, kandung kemih atau uretra) berdasarkan gejala atau temuan lain.

  • Sitologi Urin: Peran sitologi urin dalam evaluasi awal hematuria mikroskopik rutin umumnya terbatas. Pemeriksaan ini mencari sel-sel ganas yang terlepas ke dalam urin. Sensitivitasnya rendah untuk tumor derajat rendah, namun lebih baik untuk tumor derajat tinggi atau carcinoma in situ (CIS). Mungkin dipertimbangkan pada pasien dengan risiko tinggi untuk CIS, atau pada pasien dengan hematuria mikroskopik yang persisten setelah evaluasi awal yang negatif, terutama jika disertai gejala iritatif LUTS.

5. Pengenalan Stratifikasi Risiko Keganasan:

Untuk hematuria mikroskopik, berbagai panduan, termasuk dari American Urological Association (AUA), merekomendasikan pendekatan berbasis risiko untuk menentukan tingkat evaluasi yang diperlukan. Pasien dapat dikategorikan ke dalam kelompok risiko rendah, sedang, atau tinggi untuk keganasan saluran kemih berdasarkan kombinasi faktor seperti usia, jenis kelamin, riwayat merokok, derajat hematuria (jumlah SDM/LPB), dan adanya faktor risiko lain.

  • Pasien Risiko Rendah (misalnya, wanita <50 tahun, pria <40 tahun, tidak pernah merokok atau riwayat merokok ringan [<10 bungkus-tahun], jumlah SDM 3-10/LPB pada satu urinalisis, dan tidak ada faktor risiko lain ): Evaluasi dapat berupa observasi dengan urinalisis ulang dalam 6 bulan, atau USG ginjal dan kandung kemih. Keputusan seringkali melibatkan diskusi bersama dengan pasien (shared decision-making).

  • Pasien Risiko Sedang (misalnya, wanita 50-59 tahun, pria 40-59 tahun, riwayat merokok sedang [10-30 bungkus-tahun], jumlah SDM 11-25/LPB, atau pasien risiko rendah dengan hematuria mikroskopik persisten pada urinalisis ulang, atau adanya faktor risiko lain ): Memerlukan evaluasi lebih lanjut, biasanya dengan USG atau CT urografi, dan pertimbangan untuk sistoskopi.

  • Pasien Risiko Tinggi (misalnya, usia ≥60 tahun, riwayat merokok berat [>30 bungkus-tahun], jumlah SDM >25/LPB, atau riwayat hematuria makroskopik sebelumnya ): Memerlukan evaluasi komprehensif segera dengan CT urografi dan sistoskopi.

Gambar 2. Algoritma untuk investigasi awal dan menejemen hematuria

Figure 1. Algorithm for initial investigations and management of haematuria

Implementasi prinsip stratifikasi risiko ini di tingkat layanan primer, meskipun secara konseptual, dapat membantu dokter umum dalam membuat keputusan rujukan yang lebih tepat sasaran. Hal ini berpotensi mengoptimalkan penggunaan sumber daya kesehatan, mengurangi investigasi berlebih pada pasien risiko rendah, dan memastikan pasien risiko tinggi mendapatkan evaluasi yang diperlukan tanpa penundaan.

V. Prinsip Umum Tatalaksana Awal dan Rujukan (Mengintegrasikan "Terapi Hematuria" dan "Dosis Obat Hematuria")

Pendekatan Terapi Hematuria di tingkat layanan primer berfokus pada identifikasi dan penanganan penyebab dasar yang mungkin, manajemen simtomatik jika diperlukan, dan yang terpenting, rujukan yang tepat waktu ke spesialis. 

Istilah "Dosis Obat Hematuria" dalam konteks ini lebih merujuk pada dosis obat untuk kondisi penyebab hematuria atau obat-obatan yang perlu diwaspadai sebagai pemicu perubahan warna urin/hematuria, bukan obat spesifik untuk "menghentikan" hematuria itu sendiri.

Manajemen Awal Hematuria Makroskopik yang Signifikan:

Pada kasus hematuria makroskopik yang berat, terutama jika disertai bekuan darah yang menyebabkan retensi urin atau tanda-tanda instabilitas hemodinamik, tindakan segera mungkin diperlukan. Prinsip RESP (Resuscitation, Ensuring urinary drainage, Safe discharge, Prompt follow-up) dapat menjadi panduan.

  • Resusitasi: Stabilisasi hemodinamik dengan pemberian cairan intravena dan transfusi darah jika ada anemia berat atau syok.

  • Memastikan Drainase Urin: Jika terjadi retensi urin akibat bekuan darah (clot retention), pemasangan kateter urin berukuran besar (misalnya, ≥22 French three-way Foley catheter) mungkin diperlukan untuk evakuasi bekuan dan irigasi kandung kemih secara kontinu. Tindakan ini biasanya dilakukan di fasilitas sekunder atau tersier, namun dokter umum perlu mengetahui indikasinya untuk rujukan segera.

Identifikasi dan Tatalaksana Penyebab Dasar (bagian dari "Terapi Hematuria"):

  • Infeksi Saluran Kemih (ISK): Jika hasil urinalisis dan kultur urin (jika dilakukan) mengkonfirmasi ISK, terapi antibiotik yang sesuai dengan pola sensitivitas kuman lokal harus segera dimulai. Pilihan antibiotik lini pertama untuk sistitis akut tanpa komplikasi meliputi fosfomycin trometamol, nitrofurantoin, pivmecillinam, atau trimethoprim (jika angka resistensi lokal rendah). Penting untuk melakukan urinalisis ulang 6-12 minggu setelah pengobatan selesai untuk memastikan hematuria juga telah teratasi, terutama pada pasien dengan faktor risiko keganasan. "Dosis Obat Hematuria" dalam konteks ini adalah dosis standar antibiotik untuk ISK.

  • Benign Prostatic Hyperplasia (BPH): Pada pasien pria dengan gejala LUTS dan pembesaran prostat yang mengarah ke BPH, tatalaksana simtomatik awal dapat mencakup modifikasi gaya hidup dan pemberian obat alpha-blocker (misalnya, tamsulosin 0.4 mg sekali sehari) untuk merelaksasi otot polos prostat dan leher kandung kemih, sehingga memperbaiki aliran urin dan mengurangi gejala. Namun, hematuria yang diduga akibat BPH tetap memerlukan evaluasi lebih lanjut oleh spesialis urologi untuk menyingkirkan keganasan prostat. "Dosis Obat Hematuria" di sini merujuk pada dosis standar alpha-blocker untuk BPH.

  • Batu Saluran Kemih: Manajemen awal meliputi analgesik untuk mengatasi nyeri (misalnya, OAINS jika tidak ada kontraindikasi) dan hidrasi yang adekuat untuk membantu pasase batu kecil. Rujukan ke spesialis urologi dipertimbangkan berdasarkan ukuran, lokasi batu, tingkat nyeri, dan adanya komplikasi seperti obstruksi atau infeksi.

  • Penyakit Glomerular (misalnya, Nefropati IgA): Pasien dengan kecurigaan kuat penyakit glomerular (berdasarkan temuan proteinuria signifikan, silinder eritrosit, eritrosit dismorfik, atau penurunan fungsi ginjal) harus dirujuk ke spesialis nefrologi. Terapinya bersifat suportif, seperti kontrol tekanan darah dengan ACE inhibitor atau ARB, dan pada beberapa kasus, imunosupresan.

  • Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH): Jika PNH terdiagnosis (biasanya oleh spesialis hematologi), terapi spesifik seperti inhibitor komplemen (misalnya, eculizumab atau ravulizumab) dapat sangat efektif dalam mengurangi hemolisis, kebutuhan transfusi, dan risiko trombosis. Dokter umum perlu mengetahui bahwa pasien yang menerima eculizumab memiliki risiko tinggi terhadap infeksi meningokokus dan memerlukan vaksinasi serta kewaspadaan terhadap gejala infeksi.

"Dosis Obat Hematuria": Fokus pada Obat-Obatan Penyebab Perubahan Warna Urin/Hematuria:

Sangat penting bagi dokter umum untuk melakukan tinjauan riwayat pengobatan pasien secara menyeluruh. Banyak obat yang dapat menyebabkan perubahan warna urin menjadi gelap/hitam atau bahkan menyebabkan hematuria sebagai efek samping. 

Jika suatu obat dicurigai sebagai penyebab, pertimbangkan untuk menghentikan atau mengganti obat tersebut jika memungkinkan secara klinis, idealnya setelah berkonsultasi dengan dokter yang meresepkan atau berdasarkan panduan yang ada.

Tabel 2: Contoh Obat-obatan yang Dapat Menyebabkan Perubahan Warna Urin Menjadi Gelap/Hitam atau Berpotensi Menyebabkan Hematuria


Nama Obat

Potensi Perubahan Warna Urin / Efek Terkait Hematuria

Metronidazole

Urin berwarna gelap, coklat kemerahan

L-dopa (Levodopa)

Urin berwarna gelap atau hitam setelah terpapar udara

Preparat Besi (oral/IV)

Urin berwarna hitam

Nitrofurantoin

Urin berwarna coklat atau hitam

Fenotiazin (mis. Klorpromazin)

Urin berwarna merah muda, merah, atau coklat

Klorokuin

Urin berwarna coklat atau hitam

Antikoagulan (Warfarin, DOACs)

Dapat menyebabkan atau memperburuk hematuria (memerlukan investigasi penyebab dasar)

Antiplatelet (Aspirin, Clopidogrel)

Dapat menyebabkan atau memperburuk hematuria (memerlukan investigasi penyebab dasar)

OAINS (mis. Ibuprofen, Diklofenak)

Dapat menyebabkan hematuria, risiko Nekrosis Papila Ginjal (RPN) pada penggunaan kronis

Mengidentifikasi obat sebagai penyebab potensial merupakan bagian penting dari Diagnosis Hematuria dan dapat mencegah investigasi lebih lanjut yang tidak perlu dan mahal.

Manajemen Pasien dengan Terapi Antikoagulan atau Antiplatelet:

Hematuria yang terjadi pada pasien yang sedang menjalani terapi antikoagulan atau antiplatelet tidak boleh secara otomatis dianggap sebagai efek samping obat semata tanpa evaluasi lebih lanjut. Pasien-pasien ini memerlukan evaluasi urologi yang sama komprehensifnya seperti pasien yang tidak menggunakan obat-obatan tersebut. 

Terapi antikoagulan atau antiplatelet dapat "membuka kedok" (unmasking effect) suatu patologi yang sudah ada sebelumnya, seperti tumor atau lesi lain yang rentan berdarah. Studi menunjukkan bahwa perdarahan pada pasien dengan fibrilasi atrial yang mendapat antikoagulan oral dapat menjadi penanda adanya kanker yang belum terdiagnosis, terutama kanker gastrointestinal dan genitourinari.

Keputusan untuk menghentikan sementara atau menyesuaikan dosis antikoagulan harus dibuat dengan sangat hati-hati, idealnya setelah konsultasi multidisiplin (dengan dokter yang meresepkan antikoagulan, spesialis kardiologi/penyakit dalam, dan urologi), dengan mempertimbangkan secara cermat keseimbangan antara risiko tromboemboli jika obat dihentikan dan risiko perdarahan jika dilanjutkan. Evaluasi urologi untuk mencari sumber perdarahan harus tetap berjalan paralel dan tidak boleh ditunda hanya karena pasien menggunakan antikoagulan.

Kriteria Rujukan ke Spesialis Urologi atau Nefrologi:

  • Rujukan ke Spesialis Urologi:

  • Semua kasus hematuria makroskopik, terlepas dari ada atau tidaknya gejala lain.

  • Hematuria mikroskopik yang persisten (tidak hilang setelah penanganan dugaan penyebab sementara seperti ISK) atau pada pasien yang masuk kategori risiko sedang atau tinggi untuk keganasan berdasarkan stratifikasi risiko.

  • Kecurigaan adanya keganasan saluran kemih berdasarkan temuan anamnesis, pemeriksaan fisik, atau pencitraan awal.

  • BPH dengan komplikasi (misalnya, retensi urin berulang, hematuria signifikan) atau yang tidak merespons terapi awal.

  • Batu saluran kemih yang memerlukan intervensi urologi (misalnya, ukuran besar, obstruksi, nyeri refrakter).

  • Rujukan ke Spesialis Nefrologi:

  • Hematuria (terutama mikroskopik) yang disertai dengan proteinuria signifikan (misalnya, rasio albumin-kreatinin urin meningkat).

  • Adanya silinder eritrosit atau dominasi eritrosit dismorfik pada pemeriksaan mikroskopis sedimen urin.

  • Penurunan fungsi ginjal yang tidak dapat dijelaskan (peningkatan kadar kreatinin serum atau penurunan laju filtrasi glomerulus/LFG).

  • Tanda-tanda penyakit ginjal sistemik atau glomerulonefritis (misalnya, hipertensi baru atau memburuk, edema, riwayat penyakit autoimun).

Untuk kasus hematuria berat atau refrakter yang tidak dapat diatasi dengan tindakan konservatif, terdapat terapi lanjutan yang biasanya dilakukan di tingkat spesialis, seperti irigasi kandung kemih berkelanjutan, pemberian agen intravesikal (misalnya, alum, perak nitrat, formalin dalam kasus tertentu), atau penggunaan asam traneksamat untuk membantu mengontrol perdarahan. Pengetahuan ini penting bagi dokter umum untuk menyadari adanya opsi terapi lanjutan, meskipun pelaksanaannya berada di luar lingkup praktik primer.

VI. Kesimpulan: Peran Krusial Dokter Umum dalam Deteksi Dini

Urin berwarna hitam atau gelap, terutama jika muncul tanpa disertai demam atau nyeri, merupakan sebuah tanda klinis penting yang tidak boleh diabaikan. Meskipun tidak semua urin gelap berarti hematuria, dan tidak semua hematuria menandakan kondisi yang mengancam jiwa, kewaspadaan dan pendekatan diagnostik yang sistematis oleh dokter umum adalah kunci utama.

Beberapa poin penting yang dapat disarikan adalah:

  1. Urin berwarna hitam tanpa nyeri dan demam adalah sinyal peringatan: Gejala ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menyingkirkan kondisi serius, termasuk hematuria.

  2. Pentingnya diferensiasi: Dokter umum harus mampu membedakan hematuria sejati dari kondisi lain seperti hemoglobinuria, myoglobinuria, atau pseudohematuria akibat obat-obatan dan makanan, melalui anamnesis yang cermat dan interpretasi urinalisis yang tepat, termasuk konfirmasi mikroskopis.

  3. Langkah diagnostik awal yang terstruktur: Anamnesis komprehensif, pemeriksaan fisik yang relevan, dan urinalisis adalah pilar utama dalam Diagnosis Hematuria awal di layanan primer.

  4. Kewaspadaan terhadap keganasan: Hematuria makroskopik tanpa nyeri harus selalu meningkatkan kecurigaan terhadap keganasan saluran kemih hingga terbukti sebaliknya. Pemahaman akan faktor risiko dan prinsip stratifikasi risiko untuk hematuria mikroskopik juga penting.

  5. Prinsip Terapi Hematuria dan rujukan yang tepat: Fokus pada penanganan penyebab dasar, pemahaman mengenai obat-obatan yang dapat memengaruhi warna urin atau menyebabkan hematuria (termasuk pertimbangan "Dosis Obat Hematuria" dalam konteks ini), dan rujukan yang rasional ke spesialis urologi atau nefrologi berdasarkan temuan klinis.

  6. Edukasi pasien: Dokter umum memiliki peran penting dalam mengedukasi pasien mengenai signifikansi perubahan warna urin dan kapan mereka harus segera mencari pertolongan medis.

Dokter umum berada di garda terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan. Kemampuan untuk melakukan identifikasi dini, evaluasi awal yang akurat, dan rujukan yang tepat waktu untuk kasus hematuria, khususnya yang bermanifestasi sebagai urin berwarna hitam tanpa gejala penyerta, dapat secara signifikan memengaruhi luaran klinis pasien. 

Dengan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan dokter umum mengenai evaluasi hematuria, termasuk pemahaman akan stratifikasi risiko dan alur rujukan yang sesuai, diharapkan dapat tercipta jalur perawatan pasien yang lebih efisien dan efektif. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi keterlambatan diagnosis penyakit serius seperti kanker saluran kemih dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Referensi

  1. Gross and Microscopic Hematuria - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534213/

  2. Management of macroscopic haematuria in the emergency ..., diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2658267/

  3. Management of Hematuria in Children - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6097192/

  4. www.auanet.org, diakses Mei 8, 2025, https://www.auanet.org/documents/Guidelines/PDF/Microhematuria-JU.pdf

  5. Gross and Microscopic Hematuria (Nursing) - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/books/NBK568752/

  6. (PDF) Hemoglobinuria Misidentified as Hematuria: Review of Discolored Urine and Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria - ResearchGate, diakses Mei 8, 2025, https://www.researchgate.net/publication/269712560_Hemoglobinuria_Misidentified_as_Hematuria_Review_of_Discolored_Urine_and_Paroxysmal_Nocturnal_Hemoglobinuria

  7. Hemoglobinuria Misidentified as Hematuria: Review of Discolored ..., diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4222305/

  8. The Effects of Diet, Dietary Supplements, Drugs and Exercise on ..., diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11434675/

  9. Hematuria as a Marker of Occult Urinary Tract Cancer: Advice for ..., diakses Mei 8, 2025, https://www.acpjournals.org/doi/10.7326/M15-1496

  10. Benign prostatic hyperplasia (BPH) management in the primary care setting - ResearchGate, diakses Mei 8, 2025, https://www.researchgate.net/publication/282026352_Benign_prostatic_hyperplasia_BPH_management_in_the_primary_care_setting

  11. Hematuria in Children | Ashraf - International Journal of Clinical Pediatrics, diakses Mei 8, 2025, https://www.theijcp.org/index.php/ijcp/article/view/124/84

  12. Diagnosis and Surgical Treatment of Nutcracker Syndrome: A Single-Center Experience, diakses Mei 8, 2025, https://www.researchgate.net/publication/23979907_Diagnosis_and_Surgical_Treatment_of_Nutcracker_Syndrome_A_Single-Center_Experience

  13. Clinical and radiological features in four adolescents with nutcracker syndrome, diakses Mei 8, 2025, https://www.researchgate.net/publication/12347529_Clinical_and_radiological_features_in_four_adolescents_with_nutcracker_syndrome

  14. 211-20-8-125.hinet-ip.hinet.net, diakses Mei 8, 2025, http://211-20-8-125.hinet-ip.hinet.net/meeting/113/113%E5%B9%B4%E6%9C%83%E8%AB%96%E6%96%87%E9%9B%86_%E7%97%85%E4%BE%8B%E5%A0%B1%E5%91%8A(%E5%A3%93%E7%B8%AE).pdf

  15. Current Trends in the Diagnosis and Management of Renal Nutcracker Syndrome: A Review, diakses Mei 8, 2025, https://www.researchgate.net/publication/7342294_Current_trends_in_the_diagnosis_and_management_of_renal_nutcracker_syndrome_a_review

  16. Nutcracker Syndrome and Sickle Cell Trait: A Perfect Storm for ..., diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5400767/

  17. Embolization of Urinary Bladder for the Treatment of Intractable Unresolving Visible Haematuria an Update - ClinicSearch, diakses Mei 8, 2025, https://clinicsearchonline.org/uploads/articles/1734082014IJBR-RW-75-Galley_Proof.pdf

  18. Assessment and management of haematuria - RACGP, diakses Mei 8, 2025, https://www1.racgp.org.au/ajgp/2021/july/haematuria-in-the-general-practice-setting

  19. Macroscopic haematuria – a urological approach - RACGP, diakses Mei 8, 2025, https://www.racgp.org.au/afp/2013/march/macroscopic-haematuria

  20. Complicated Urinary Tract Infections - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK436013/

  21. An Approach to the Child with Acute Glomerulonephritis - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3228372/

  22. (PDF) Phase contrast microscopic examination of urinary ..., diakses Mei 8, 2025, https://www.researchgate.net/publication/15041009_Phase_contrast_microscopic_examination_of_urinary_erythrocytes_to_localise_source_of_bleeding_an_overlooked_technique

  23. Urine erythrocyte morphology in patients with microscopic haematuria caused by a glomerulopathy | Request PDF - ResearchGate, diakses Mei 8, 2025, https://www.researchgate.net/publication/5528772_Urine_erythrocyte_morphology_in_patients_with_microscopic_haematuria_caused_by_a_glomerulopathy

  24. Updates to Microhematuria: AUA/SUFU Guideline (2025) | Journal ..., diakses Mei 8, 2025, https://www.auajournals.org/doi/10.1097/JU.0000000000004490

  25. Evaluating Family Physicians' Knowledge of Urinary Tract Infection in Southern Iran, diakses Mei 8, 2025, http://www.euti.org/journal/view.php?doi=10.14777/uti.2023.18.1.24

  26. Uncomplicated Bacterial Community- acquired Urinary Tract Infection in Adults: Epidemiology, Diagnosis, Treatment, and Prevention - PubMed Central, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5763001/

  27. Eculizumab in paroxysmal nocturnal haemoglobinuria and atypical ..., diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6594003/

  28. Cost-Utility Analysis Comparing Pegcetacoplan to Anti-C5 Monoclonal Antibodies in the Treatment of Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria - PubMed Central, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11018133/

  29. New Cancer Diagnosis After Bleeding in Anticoagulated Patients With Atrial Fibrillation, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7763724/

  30. Evidence-Based Management of Anticoagulant Therapy: Antithrombotic Therapy and Prevention of Thrombosis, 9th ed: American College of Chest Physicians Evidence-Based Clinical Practice Guidelines - PMC - PubMed Central, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3278055/

  31. Antithrombotic Therapy and Prevention of Thrombosis, 9 ed: American College of Chest Physicians Evidence-Based Clinical Practice Guidelines - ResearchGate, diakses Mei 8, 2025, https://www.researchgate.net/publication/221815429_Evidence-Based_Management_of_Anticoagulant_Therapy_Antithrombotic_Therapy_and_Prevention_of_Thrombosis_9_ed_American_College_of_Chest_Physicians_Evidence-Based_Clinical_Practice_Guidelines

  32. Assessment of microscopic hematuria in adults | Request PDF - ResearchGate, diakses Mei 8, 2025, https://www.researchgate.net/publication/7048879_Assessment_of_microscopic_hematuria_in_adults

  33. Management of Critical Wunderlich Syndrome: A Case Report and Review of Therapeutic Strategies - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11929593/

  34. Use of Intravesical Tranexamic Acid for Severe Macroscopic Hematuria in a Biventricular Assist Device-Implanted Child - ResearchGate, diakses Mei 8, 2025, https://www.researchgate.net/publication/383190519_Use_of_Intravesical_Tranexamic_Acid_for_Severe_Macroscopic_Hematuria_in_a_Biventricular_Assist_Device-Implanted_Child

  35. Intravesical formalin for hemorrhagic cystitis: A contemporary cohort - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5365393/

  36. Canadian Urological Association Best Practice Report: Diagnosis and management of radiation-induced hemorrhagic cystitis, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6363576/

  37. Renal Calculi, Nephrolithiasis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK442014/