Dokter Post - Tatalaksana Hordeolum Interna: Panduan Praktis Berbasis Bukti untuk Dokter Umum

Tatalaksana Hordeolum Interna: Panduan Praktis Berbasis Bukti untuk Dokter Umum

14 Jul 2025 • mata

Deskripsi

Tatalaksana Hordeolum Interna: Panduan Praktis Berbasis Bukti untuk Dokter Umum

Pendahuluan: Mengenal Hordeolum Interna

Hordeolum interna merupakan salah satu keluhan mata yang umum dijumpai dalam praktik dokter umum. Kondisi ini didefinisikan sebagai infeksi bakteri akut, atau abses, yang terasa nyeri dan mengenai kelenjar Meibom yang terletak di dalam lempeng tarsal kelopak mata. 

Penting untuk membedakannya dari hordeolum eksterna, yang lebih dikenal sebagai "stye" atau bintitan, yang merupakan infeksi pada kelenjar Zeis atau Moll yang berlokasi di tepi kelopak mata dekat pangkal bulu mata.

Perbedaan kunci lainnya adalah dengan kalazion. Kalazion adalah peradangan lipogranulomatosa kronis, non-infeksius, dan biasanya tidak nyeri pada kelenjar Meibom atau Zeis. Meskipun berbeda secara patofisiologi (hordeolum = infeksi akut; kalazion = peradangan granulomatosa kronis), keduanya memiliki kaitan erat. 

Kalazion seringkali merupakan evolusi dari hordeolum interna yang tidak mengalami resolusi sempurna atau tidak tertangani dengan baik. Pemahaman akan hubungan ini penting bagi dokter umum dalam memberikan edukasi kepada pasien mengenai kemungkinan perkembangan lesi menjadi kronis dan perlunya tindak lanjut jika hordeolum akut tidak membaik sepenuhnya. 

Etiologi hordeolum interna tersering adalah infeksi bakteri Staphylococcus aureus (sekitar 90-95% kasus), diikuti oleh Staphylococcus epidermidis. Pengetahuan ini relevan dalam pemilihan antibiotik jika terapi medikamentosa diindikasikan.

Patofisiologi dan Faktor Risiko

Mekanisme dasar terbentuknya hordeolum interna melibatkan sumbatan (inspissasi) pada muara kelenjar Meibom. Sumbatan ini seringkali dipicu oleh kondisi meibomitis yang sudah ada sebelumnya, dimana terjadi penebalan dan stasis (penumpukan) sekresi kelenjar (sebum). 

Stasis sebum ini menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan bakteri, terutama S. aureus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder. Secara histologis, hordeolum interna tampak sebagai kumpulan fokal leukosit polimorfonuklear (PMN) dan debris nekrotik, yang pada dasarnya adalah sebuah abses.

Beberapa faktor risiko utama meningkatkan kerentanan seseorang terhadap hordeolum interna:

  • Kondisi Kelopak Mata Kronis: Blefaritis (peradangan tepi kelopak mata), disfungsi kelenjar Meibom (MGD), dan Rosasea okular merupakan faktor predisposisi yang signifikan. Kondisi ini menyebabkan perubahan sekresi kelenjar dan sumbatan duktus.

  • Kebersihan Kelopak Mata: Higienitas yang buruk dapat memicu kolonisasi bakteri dan penyumbatan kelenjar.

  • Faktor Lain: Penggunaan makeup mata (terutama jika tidak dibersihkan dengan benar), penggunaan lensa kontak (jika higienitas kurang terjaga), stres, dan fluktuasi hormonal juga dapat berkontribusi.

  • Kondisi Sistemik: Diabetes melitus (meningkatkan kerentanan infeksi) dan status imunokompromais merupakan faktor risiko. Hiperlipidemia juga diduga berperan dengan meningkatkan risiko sumbatan kelenjar sebasea.

  • Usia: Hordeolum lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan anak-anak, kemungkinan berkaitan dengan kadar hormon androgen yang lebih tinggi (mempengaruhi viskositas sebum) serta insiden meibomitis dan rosasea yang lebih tinggi pada dewasa.

Penanganan hordeolum interna yang efektif seringkali tidak hanya berfokus pada mengatasi infeksi akut, tetapi juga mengidentifikasi dan mengelola faktor risiko yang mendasarinya, terutama kondisi kelopak mata kronis seperti blefaritis atau MGD. Tanpa penanganan faktor risiko ini, rekurensi hordeolum menjadi lebih mungkin terjadi. Edukasi pasien mengenai pentingnya kebersihan kelopak mata jangka panjang menjadi krusial.

Diagnosis dan Terapi Hordeolum Interna

  • Gambaran Klinis:

  • Gejala: Pasien biasanya datang dengan keluhan onset akut (berkembang dalam 1-2 hari) berupa benjolan yang nyeri, bengkak, dan kemerahan pada satu kelopak mata. Keluhan lain dapat menyertai seperti rasa mengganjal, mata berair, silau (fotofobia), dan kadang pandangan kabur akibat astigmatisme yang diinduksi oleh penekanan lesi. Nyeri pada hordeolum interna cenderung lebih hebat dibandingkan hordeolum eksterna. Demam atau gejala sistemik lain jarang terjadi, kecuali jika infeksi menyebar menjadi selulitis preseptal. Riwayat lesi serupa sebelumnya cukup umum.

  • Tanda: Pada pemeriksaan fisik, ditemukan nodul subkutan yang lunak, eritematosa, dan nyeri tekan pada bagian dalam kelopak mata. Tanda ini akan terlihat jelas saat kelopak mata dieversi (dibalik). Kadang dapat terlihat titik kekuningan (pus) pada permukaan konjungtiva tarsal. Edema kelopak mata dapat bervariasi dari ringan hingga berat, terkadang menyulitkan palpasi nodul secara jelas. Konjungtivitis sekunder dapat menyertai. Pada hordeolum interna tanpa komplikasi, tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening preaurikular.

Gambar 1. Foto Klinis Hordeolum Interna

Hordeolum (Bintitan) Penyebab, Gejala, Penanganan, Pencegahan, dan ...
  • Diagnosis: Diagnosis hordeolum interna ditegakkan secara klinis berdasarkan anamnesis (gejala dan faktor risiko) dan temuan pemeriksaan fisik, termasuk eversi kelopak mata untuk visualisasi lesi internal. Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium atau kultur umumnya tidak diperlukan pada kasus tanpa komplikasi.

  • Diagnosis Banding: Penting untuk membedakan hordeolum interna dari kondisi lain yang mirip:

  • Kalazion: Merupakan diagnosis banding utama. Berbeda dengan hordeolum interna, kalazion bersifat kronis, umumnya tidak nyeri (kecuali jika meradang sekunder), dan teraba sebagai nodul keras di dalam kelopak mata. Tabel 1 merangkum perbedaan kunci.

  • Selulitis Preseptal: Ditandai dengan eritema dan edema yang lebih difus, melibatkan seluruh kelopak mata dan jaringan sekitarnya, mungkin disertai demam dan nyeri saat bola mata digerakkan. Kondisi ini memerlukan terapi antibiotik sistemik segera.

  • Hordeolum Eksterna (Stye): Lesi lebih superfisial, terletak di tepi kelopak mata, melibatkan folikel bulu mata atau kelenjar Zeis/Moll.

  • Lain-lain: Dakriosistitis/Dakrioadenitis (pembengkakan di area kantus medial atau lateral atas), Karsinoma kelenjar sebasea (perlu dicurigai pada lesi rekuren, atipikal, atau tidak kunjung sembuh, memerlukan biopsi dan rujukan), kista sebasea, papiloma.

Tabel 1: Diagnosis Banding Lesi Benjolan Kelopak Mata Umum


Fitur Klinis

Hordeolum Interna

Hordeolum Eksterna (Stye)

Kalazion

Lokasi Kelenjar

Kelenjar Meibom (di dalam tarsus) 

Kelenjar Zeis/Moll (di dasar bulu mata) 

Kelenjar Meibom/Zeis (di dalam tarsus) 

Onset

Akut (1-2 hari) 

Akut 

Kronis (minggu-bulan) 

Nyeri

Ya, seringkali hebat 

Ya 

Umumnya tidak nyeri (kecuali meradang) 

Inflamasi Akut

Ya (merah, bengkak, hangat) 

Ya 

Minimal/tidak ada (kecuali meradang) 

Konsistensi

Lunak, fluktuatif (abses) 

Lunak, pustul 

Keras, nodular 

Keterlibatan Tepi Kelopak

Tidak langsung di tepi 

Ya, di tepi kelopak 

Bisa di tepi atau lebih dalam 

Tatalaksana Komprehensif Hordeolum Interna

Tujuan utama tatalaksana hordeolum interna adalah meredakan gejala (terutama nyeri dan bengkak), mempercepat resolusi infeksi, serta mencegah terjadinya komplikasi dan rekurensi.

  • 1. Tindakan Konservatif (Lini Pertama):

Ini merupakan pilar utama penanganan dan seringkali cukup untuk resolusi:

  • Kompres Hangat: Aplikasikan kompres hangat (kain bersih dibasahi air hangat, jangan terlalu panas) pada kelopak mata yang tertutup selama 10-15 menit, setidaknya 4 kali sehari. Kompres hangat membantu melunakkan sumbatan sebum dan nanah, serta memfasilitasi drainase spontan.

  • Higienitas Kelopak Mata: Bersihkan tepi kelopak mata secara rutin dan lembut menggunakan kapas yang dibasahi air hangat, larutan salin, sampo bayi yang diencerkan, atau pembersih kelopak mata komersial. Ini membantu mengangkat krusta, debris, dan mengurangi beban bakteri.

  • Pijat Lembut: Setelah kompres hangat, pijatan lembut pada area benjolan ke arah tepi kelopak mata dapat membantu mengeluarkan isi kelenjar yang tersumbat.

  • Edukasi Pasien: Ingatkan pasien untuk tidak memencet atau memanipulasi lesi secara paksa karena dapat menyebarkan infeksi. Hentikan penggunaan makeup mata dan lensa kontak hingga infeksi sembuh total. Sebagian besar kasus hordeolum interna akan sembuh spontan dalam 1 hingga 2 minggu dengan tindakan konservatif ini.

  • 2. Terapi Medikamentosa (Terapi Hordeolum Interna):

  • Antibiotik Topikal:

  • Peran dan Evidensi: Penggunaan antibiotik topikal (salep atau tetes mata) untuk hordeolum interna tanpa komplikasi masih menjadi perdebatan. Beberapa tinjauan sistematis Cochrane tidak menemukan bukti berkualitas tinggi yang mendukung efektivitasnya dibandingkan plasebo atau tindakan konservatif saja. Sebuah studi retrospektif besar juga menunjukkan bahwa penambahan antibiotik (topikal maupun sistemik) pada tindakan konservatif tidak meningkatkan kemungkinan resolusi hordeolum. Meskipun demikian, antibiotik topikal terkadang direkomendasikan dalam praktik klinis. Kurangnya bukti kuat ini perlu menjadi pertimbangan bagi dokter umum dalam memutuskan peresepan, dengan fokus utama tetap pada tindakan konservatif dan edukasi pasien mengenai manfaat antibiotik topikal yang mungkin terbatas pada kasus tanpa komplikasi.

  • Indikasi: Dapat dipertimbangkan jika terdapat konjungtivitis sekunder yang menyertai atau sebagai profilaksis untuk mencegah penyebaran infeksi superfisial, terutama jika lesi dekat dengan pecah.

  • Pilihan dan Dosis Obat Hordeolum Interna: Salep mata Eritromisin 0.5% dapat dioleskan tipis pada tepi kelopak mata 2 kali sehari selama 7-10 hari. Alternatif lain adalah salep Bacitracin yang diaplikasikan 2-4 kali sehari. Kombinasi antibiotik-steroid topikal juga disebutkan dapat membantu mengurangi inflamasi , namun penggunaannya harus hati-hati mengingat potensi efek samping steroid dan kemungkinan menutupi infeksi jika diagnosis tidak tepat.

  • Antibiotik Sistemik:

  • Indikasi Jelas: Antibiotik oral tidak diindikasikan untuk hordeolum interna sederhana tanpa komplikasi. Pemberiannya hanya diindikasikan jika terdapat tanda-tanda penyebaran infeksi ke jaringan sekitar, yaitu selulitis preseptal. Tanda-tanda ini meliputi eritema dan edema yang difus (tidak terlokalisir pada benjolan saja) pada kelopak mata, demam yang persisten, atau adanya pembesaran kelenjar getah bening preaurikular yang nyeri. Kemampuan dokter umum untuk mengenali tanda bahaya selulitis ini sangat krusial untuk memulai terapi sistemik yang tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih lanjut seperti selulitis orbita.

  • Pilihan dan Dosis Obat Hordeolum Interna: Jika terdapat indikasi, pilihan antibiotik sistemik yang umum digunakan adalah Amoksisilin-klavulanat 500-875 mg per oral, 2 kali sehari, atau Doksisiklin 100 mg per oral, 1-2 kali sehari (perhatikan kontraindikasi doksisiklin pada anak di bawah 8 tahun, ibu hamil, dan menyusui). Durasi terapi biasanya 7-10 hari.

  • 3. Intervensi Bedah (Rujukan):

  • Indikasi: Rujukan ke dokter spesialis mata perlu dipertimbangkan jika hordeolum interna:

  • Berukuran sangat besar dan menyebabkan gangguan kosmetik atau mekanik (misalnya ptosis).

  • Tidak menunjukkan perbaikan atau tidak sembuh setelah 1-2 minggu terapi konservatif/medikamentosa yang adekuat.

  • Telah berkembang menjadi abses yang jelas dan tidak kunjung pecah spontan.

  • Menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan (misalnya astigmatisme akibat penekanan kornea).

  • Bersifat rekuren atau atipikal, sehingga menimbulkan kecurigaan diagnosis lain (misalnya keganasan).

  • Prosedur: Dokter spesialis mata dapat melakukan insisi dan kuretase (I&D) untuk mengeluarkan nanah dan debris dari kelenjar yang terinfeksi. Biopsi eksisi mungkin diperlukan pada kasus rekuren atau atipikal.

Tabel 2: Ringkasan Opsi Tatalaksana Hordeolum Interna


Jenis Tatalaksana

Intervensi Spesifik

Indikasi Utama

Contoh/Dosis (Dosis Obat Hordeolum Interna)

Catatan Penting

Konservatif (Lini Pertama)

Kompres Hangat

Semua kasus hordeolum interna

10-15 menit, 4x/hari 

Terapi utama, seringkali cukup

Higienitas Kelopak Mata

Semua kasus, pencegahan

Pembersih lembut (sampo bayi encer), 1-2x/hari 

Penting untuk resolusi & pencegahan

Pijat Lembut

Setelah kompres hangat

-

Membantu drainase 


Hindari Manipulasi

Semua kasus

-

Mencegah penyebaran infeksi 

Antibiotik Topikal

Salep/Tetes Antibiotik

Konjungtivitis sekunder, profilaksis lesi pecah (?)

Salep Eritromisin 0.5% 2x/hari, 7-10 hari ; Salep Bacitracin 2-4x/hari 

Bukti efektivitas terbatas utk kasus tanpa komplikasi 

Antibiotik Sistemik

Antibiotik Oral

Hanya jika ada tanda selulitis preseptal 

Amoksisilin-klavulanat 500-875mg 2x/hari, 7-10 hari ; Doksisiklin 100mg 1-2x/hari, 7-10 hari (KI: anak <8th, hamil, laktasi) 

Tidak untuk hordeolum tanpa komplikasi

Intervensi Bedah (Rujukan)

Insisi & Kuretase (I&D)

Lesi besar, persisten (>2 minggu), abses, gangguan visus, rekuren/atipikal 

Dilakukan oleh Sp.M

Rujuk jika indikasi terpenuhi

Komplikasi dan Prognosis

Meskipun umumnya bersifat jinak dan self-limiting, hordeolum interna dapat menimbulkan beberapa komplikasi jika tidak ditangani dengan baik atau jika terdapat faktor risiko tertentu:

  • Evolusi menjadi Kalazion: Ini adalah komplikasi yang paling sering terjadi, dimana peradangan akut berubah menjadi granuloma kronis yang persisten.

  • Selulitis Preseptal: Penyebaran infeksi ke jaringan lunak kelopak mata di depan septum orbita. Ini memerlukan penanganan segera dengan antibiotik sistemik.

  • Rekurensi: Hordeolum dapat kambuh kembali, terutama jika faktor predisposisi seperti blefaritis atau MGD tidak ditangani.

  • Gangguan Visual: Lesi yang besar, terutama di kelopak mata atas, dapat menekan kornea dan menyebabkan astigmatisme sementara yang mengganggu penglihatan.

  • Komplikasi Jarang: Komplikasi yang lebih jarang meliputi deformitas kosmetik kelopak mata, gangguan pertumbuhan bulu mata, terbentuknya fistula kulit (jika drainase tidak tepat), dan yang sangat jarang adalah nekrosis kelopak mata atau penyebaran infeksi menjadi selulitis orbita (infeksi di belakang septum orbita, merupakan kegawatdaruratan).

Secara keseluruhan, prognosis hordeolum interna sangat baik. Dengan penanganan konservatif yang tepat, sebagian besar kasus akan sembuh sepenuhnya dalam waktu satu hingga dua minggu tanpa meninggalkan sekuele.

Pencegahan Rekurensi

Mengingat hordeolum interna seringkali berkaitan dengan kondisi kelopak mata kronis dan cenderung rekuren, upaya pencegahan menjadi sangat penting:

  • Edukasi Pasien: Tekankan pentingnya menjaga kebersihan area mata dan kelopak mata secara teratur dan benar. Ajarkan cara membersihkan tepi kelopak mata dengan lembut untuk mengangkat kotoran dan minyak berlebih. Ingatkan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh area mata, terutama bagi pengguna lensa kontak. Bersihkan makeup mata secara menyeluruh setiap hari.

  • Manajemen Kondisi Penyerta: Jika pasien memiliki blefaritis, disfungsi kelenjar Meibom, atau rosasea okular, kondisi ini perlu dikelola secara berkelanjutan untuk mengurangi risiko sumbatan kelenjar dan inflamasi. Ini mungkin melibatkan rutinitas kebersihan kelopak mata jangka panjang, penggunaan air mata buatan, atau terapi spesifik lainnya sesuai anjuran dokter mata.

  • Identifikasi Kasus Rujukan: Lesi yang rekuren atau atipikal (tidak kunjung sembuh, tampilan tidak biasa) memerlukan kewaspadaan lebih. Pasien dengan kondisi ini sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis mata untuk evaluasi lebih lanjut dan menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain, termasuk keganasan seperti karsinoma kelenjar sebasea.

Peran dokter umum dalam memberikan edukasi pencegahan ini sangat vital untuk memutus siklus rekurensi dan menjaga kesehatan mata pasien dalam jangka panjang.

Kesimpulan untuk Praktik Klinis

Hordeolum interna adalah infeksi bakteri akut pada kelenjar Meibom yang sering dijumpai dalam praktik sehari-hari. Diagnosis utamanya bersifat klinis, dengan fokus pada identifikasi benjolan nyeri, merah, dan bengkak di bagian dalam kelopak mata, serta membedakannya dari kalazion dan hordeolum eksterna.

Tatalaksana hordeolum interna sebaiknya dimulai dengan pendekatan konservatif yang meliputi kompres hangat rutin dan menjaga higienitas kelopak mata. Tindakan ini seringkali sudah cukup untuk mencapai resolusi dalam 1-2 minggu. 

Terapi hordeolum interna dengan antibiotik topikal memiliki bukti efektivitas yang terbatas untuk kasus tanpa komplikasi dan sebaiknya tidak digunakan secara rutin. Dosis obat hordeolum interna untuk antibiotik sistemik (seperti amoksisilin-klavulanat atau doksisiklin) hanya diindikasikan jika terdapat tanda-tanda penyebaran infeksi menjadi selulitis preseptal.

Rujukan ke dokter spesialis mata diindikasikan untuk kasus yang besar, persisten, membentuk abses, menyebabkan gangguan penglihatan, atau jika dicurigai diagnosis lain pada lesi yang rekuren/atipikal. Edukasi pasien mengenai perawatan mandiri, pentingnya higienitas kelopak mata, dan pengelolaan faktor risiko yang mendasari merupakan kunci untuk mencegah rekurensi.

Referensi

  1. Hordeolum: Background, Pathophysiology, Epidemiology - Medscape Reference, diakses Mei 3, 2025, https://emedicine.medscape.com/article/1213080-overview

  2. Hordeolum (Stye) - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 3, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459349/

  3. Hordeolum internum (Concept Id: C0085690) - NCBI, diakses Mei 3, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/medgen/43227

  4. Interventions for acute internal hordeolum - PMC - PubMed Central, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4261920/

  5. Benign Eyelid Lesions - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 3, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK582155/

  6. Efficacy of Care and Antibiotic Use for Chalazia and Hordeola - PMC, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8931268/

  7. Differential Diagnosis of the Swollen Red Eyelid | AAFP, diakses Mei 3, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2015/0715/p106.html

  8. Full article: Chalazion Treatment: A Concise Review of Clinical Trials, diakses Mei 3, 2025, https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/02713683.2023.2279014

  9. Stye - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29083787/

  10. Interventions for acute internal hordeolum - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23633345/

  11. Stye - EyeWiki, diakses Mei 3, 2025, https://eyewiki.org/Stye

  12. Hordeolum Clinical Presentation: History, Physical, Causes, diakses Mei 3, 2025, https://emedicine.medscape.com/article/1213080-clinical

  13. Chalazion - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 3, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499889/

  14. [Hordeolum and chalazion : (Differential) diagnosis and treatment], diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34379160/

  15. Upper Eyelid Necrosis Secondary to Hordeolum: A Case Report - PMC - PubMed Central, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8138243/

  16. Overview: Styes and chalazia (inflammation of the eyelid) - InformedHealth.org - NCBI, diakses Mei 3, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557372/

  17. Hordeolum and Stye in Emergency Medicine Clinical Presentation - Medscape Reference, diakses Mei 3, 2025, https://emedicine.medscape.com/article/798940-clinical

  18. Interventions for acute internal hordeolum - PMC - PubMed Central, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3424070/

  19. Common inflammatory and infectious conditions of the eyelid - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32622681/

  20. Non‐surgical interventions for acute internal hordeolum - PMC - PubMed Central, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5370090/

  21. Hordeolum (Archived) - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28723014/

  22. Interventions for acute internal hordeolum - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20824865/

  23. Non-surgical interventions for acute internal hordeolum - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28068454/

  24. Efficacy of Care and Antibiotic Use for Chalazia and Hordeola - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35296627/