Dokter Post - Membedakan Penurunan Pendengaran Mendadak pada Anak: Otitis Media Akut vs Oklusi Tuba Eustachius – Panduan Praktis Berbasis Bukti

Membedakan Penurunan Pendengaran Mendadak pada Anak: Otitis Media Akut vs Oklusi Tuba Eustachius – Panduan Praktis Berbasis Bukti

12 Jul 2025 • pediatri , THT

Deskripsi

Membedakan Penurunan Pendengaran Mendadak pada Anak: Otitis Media Akut vs Oklusi Tuba Eustachius – Panduan Praktis Berbasis Bukti

Pendahuluan

Dokter umum seringkali dihadapkan pada kasus anak yang datang dengan keluhan penurunan pendengaran mendadak atau gejala terkait telinga lainnya seperti menarik-narik telinga, rewel, atau demam. Menegakkan diagnosis yang tepat menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam membedakan dua kondisi telinga tengah yang paling umum pada populasi pediatrik: 

Otitis Media Akut (OMA) dan kondisi yang sering disebut secara klinis sebagai "Oklusi Tuba". Istilah "Oklusi Tuba" dalam konteks ini merujuk pada spektrum disfungsi tuba Eustachius (DTE) yang dapat bermanifestasi sebagai tekanan negatif telinga tengah persisten atau Otitis Media dengan Efusi (OME), keduanya dapat menyebabkan gangguan pendengaran.

OMA adalah infeksi telinga tengah yang paling sering didiagnosis pada anak sakit yang mengunjungi dokter dan merupakan penyebab utama peresepan antibiotik pada anak. Sementara itu, OME adalah penyebab tersering gangguan pendengaran didapat pada masa kanak-kanak. 

Mengingat prevalensi tinggi kedua kondisi ini pada anak usia dini sekitar 80% anak mengalami setidaknya satu episode OMA dan 80-90% mengalami OME sebelum usia sekolah, kemampuan untuk membedakannya secara akurat sangat penting. 

Diagnosis yang tepat tidak hanya mengarahkan pada manajemen yang sesuai dan mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu (khususnya pada kasus OME), tetapi juga penting untuk deteksi dini dan intervensi gangguan pendengaran yang dapat mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa anak.

Artikel ini bertujuan untuk memberikan panduan praktis berbasis bukti bagi dokter umum dalam membedakan antara OMA dan Oklusi Tuba (DTE/OME) pada anak dengan gangguan pendengaran. Pembahasan akan mencakup patofisiologi ringkas, manifestasi klinis, pemeriksaan kunci, serta pertimbangan manajemen awal, dengan mengacu secara eksklusif pada literatur ilmiah terindeks PubMed yang relevan dan terkini.

Patofisiologi Singkat dan Hubungannya dengan Gangguan Dengar

Pemahaman dasar mengenai patofisiologi kedua kondisi ini krusial untuk interpretasi temuan klinis dan pemeriksaan.

  • Otitis Media Akut (OMA):

Proses OMA umumnya diawali oleh infeksi virus saluran napas atas (ISPA). Infeksi virus ini memicu inflamasi pada mukosa hidung, nasofaring, dan tuba Eustachius, menyebabkan disfungsi tuba (DTE). DTE ini merupakan langkah kunci dalam patogenesis OMA. Obstruksi akibat edema inflamasi pada bagian tersempit tuba Eustachius mengganggu ventilasi telinga tengah. 

Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan negatif di telinga tengah, gangguan mekanisme pembersihan mukosiliar, dan akumulasi sekret. Kondisi ini memfasilitasi kolonisasi bakteri patogen (terutama Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae non-tipe, dan Moraxella catarrhalis) yang umumnya sudah ada di nasofaring, ke dalam rongga telinga tengah yang seharusnya steril. Pertumbuhan bakteri ini memicu respons inflamasi akut lebih lanjut, pembentukan pus (supurasi), peningkatan tekanan intratimpani, dan penonjolan (bulging) membran timpani (MT).

Mekanisme Gangguan Dengar pada OMA: Gangguan dengar konduktif pada OMA terjadi akibat efusi (cairan) di telinga tengah yang meredam getaran MT dan tulang pendengaran (ossicula), serta rasa nyeri yang dapat mengganggu fungsi normal. Tanpa pengobatan yang adekuat, OMA berat dapat menyebabkan komplikasi seperti perforasi MT, mastoiditis, atau penyebaran infeksi ke struktur sekitar, yang semuanya dapat memperberat gangguan pendengaran.

Gambar 1. Causal Pathway OMA

Figure 3
  • Oklusi Tuba (Disfungsi Tuba Eustachius - DTE / Otitis Media dengan Efusi - OME):
    Tuba Eustachius (TE) memiliki tiga fungsi vital: menyamakan tekanan antara telinga tengah dan lingkungan luar, membersihkan sekret dari telinga tengah melalui mekanisme mukosiliar dan aksi pompa otot, serta melindungi telinga tengah dari suara keras dan patogen dari nasofaring. Pada anak-anak, TE secara anatomis lebih rentan mengalami disfungsi dibandingkan orang dewasa.

    TE pada anak lebih pendek, lebih lebar, lebih horizontal (inklinasi hanya sekitar 10° pada neonatus vs 30-40° pada dewasa), otot pembukanya (m. Tensor Veli Palatini) belum berkembang sempurna, dan seringkali terdapat hipertrofi adenoid atau jaringan limfoid tuba (tonsil tuba) yang lebih menonjol.

    Faktor-faktor ini, ditambah dengan seringnya ISPA dan paparan alergen pada masa kanak-kanak, menyebabkan TE mudah mengalami obstruksi fungsional (kegagalan otot pembuka) atau anatomis (sumbatan oleh inflamasi, edema, adenoid). Disfungsi TE persisten menghambat ventilasi dan drainase telinga tengah. Hal ini dapat mengakibatkan dua kondisi utama:

(1) Tekanan negatif kronis di telinga tengah, yang menyebabkan MT tertarik ke dalam (retraksi), atau

(2) Akumulasi cairan non-infeksi (efusi serosa atau mukoid) di telinga tengah, yang dikenal sebagai OME.

Mekanisme Gangguan Dengar pada DTE/OME: Gangguan dengar konduktif merupakan gejala utama pada DTE/OME. Ini disebabkan oleh tekanan negatif atau adanya efusi yang membatasi pergerakan MT dan rantai ossicula, sehingga transmisi gelombang suara ke telinga dalam terhambat.

Gangguan dengar ini biasanya ringan hingga sedang (rata-rata 18-35 dB HL). Jika bersifat kronis atau sering berulang, gangguan dengar akibat OME dapat berdampak negatif pada perkembangan bicara, bahasa, perilaku, dan prestasi sekolah anak.

Gambar 2. Tanda dan Gejala Disfungsi Tuba Eustachius

Fig. 1

Penting untuk dipahami bahwa DTE tidak hanya menyebabkan OME atau tekanan negatif, tetapi juga merupakan langkah awal dalam patogenesis OMA. Ini menjelaskan mengapa seorang anak bisa datang dengan OME yang kemudian berkembang menjadi OMA, atau mengapa OME seringkali menetap selama beberapa minggu atau bulan setelah episode OMA teratasi. 

Kerentanan anatomis TE pada anak juga menjelaskan mengapa insiden OMA dan OME sangat tinggi pada usia dini (puncak OMA 6-24 bulan, puncak OME ~2 tahun) dan mengapa kondisi ini cenderung membaik seiring bertambahnya usia, biasanya setelah usia 7 tahun ketika TE menjadi lebih matang secara anatomis dan fungsional. Konteks ini penting dalam menentukan prognosis dan pendekatan manajemen, termasuk justifikasi untuk observasi pada banyak kasus OME.

Manifestasi Klinis: Membedakan AOM dan Oklusi Tuba

Meskipun patofisiologinya berbeda, gejala klinis kedua kondisi ini terkadang bisa tumpang tindih, terutama pada anak kecil yang belum dapat mengutarakan keluhannya dengan jelas. Namun, terdapat perbedaan kunci dalam presentasi klinisnya:

  • Presentasi OMA:

  • Onset: Cepat atau akut, biasanya dalam 48 jam.

  • Gejala Kunci: Nyeri telinga (otalgia) derajat sedang hingga berat merupakan gejala paling khas, seringkali membuat anak rewel, menarik-narik telinga (terutama pada bayi), atau menangis. Demam juga sering menyertai (sekitar dua pertiga kasus), dan bisa mencapai ≥39°C pada kasus OMA berat. Gejala sistemik lain seperti nafsu makan menurun, gangguan tidur, muntah, atau diare dapat muncul. Jika terjadi perforasi MT, dapat timbul otorrhea (cairan keluar dari telinga) yang bersifat purulen. Umumnya terjadi pada satu sisi (unilateral).

  • Presentasi DTE/OME:

  • Onset: Seringkali perlahan (insidious), tidak jelas kapan dimulainya, bisa terdeteksi secara kebetulan saat pemeriksaan rutin, atau muncul setelah ISPA atau episode OMA. OME didefinisikan sebagai kronis jika efusi bertahan ≥3 bulan.

  • Gejala Kunci: Gangguan pendengaran adalah gejala utama dan paling konsisten. Pada anak, ini bisa termanifestasi sebagai kesulitan berkomunikasi (terutama di lingkungan bising), kurang perhatian, respons lambat saat dipanggil, atau keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa. Anak yang lebih besar mungkin mengeluhkan rasa penuh di telinga ("bindeng"), sensasi "pop", atau tekanan. Nyeri telinga biasanya tidak ada, atau hanya ringan dan intermiten. Demam tidak ada (ini membedakannya dari OMA). OME seringkali terjadi pada kedua telinga (bilateral).

Perlu dicatat bahwa gejala pada anak kecil seringkali tidak spesifik (rewel, gangguan makan/tidur). Meskipun otalgia adalah gejala kunci OMA, ketiadaannya tidak menyingkirkan diagnosis (bisa tidak ada pada 40% kasus), dan nyeri ringan bisa saja terjadi pada OME. 

Demikian pula, gangguan dengar yang merupakan ciri khas OME, juga bisa terjadi pada OMA. Oleh karena itu, diagnosis tidak bisa hanya bergantung pada gejala, melainkan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, terutama otoskopi.

Pemeriksaan Kunci: Otoskopi dan Timpanometri

Pemeriksaan telinga yang cermat adalah kunci utama dalam membedakan OMA dan DTE/OME.

  • Otoskopi Pneumatik - Standar Emas: Pemeriksaan ini sangat penting dan memiliki akurasi lebih tinggi dibandingkan otoskopi biasa dalam mendeteksi adanya efusi telinga tengah (MEE). Deteksi MEE adalah syarat mutlak untuk diagnosis OMA maupun OME. Otoskopi pneumatik menilai mobilitas (pergerakan) MT sebagai respons terhadap perubahan tekanan udara di liang telinga. Adanya cairan atau tekanan negatif akan mengganggu mobilitas MT. Meskipun sangat direkomendasikan, pemeriksaan ini mungkin kurang dimanfaatkan di layanan primer karena membutuhkan latihan dan alat yang memadai.

  • Temuan Otoskopi pada OMA:

  • Posisi MT: Tampak menonjol (bulging) derajat sedang hingga berat adalah tanda paling spesifik untuk OMA. Penonjolan ringan yang disertai nyeri telinga onset baru (<48 jam) atau eritema (kemerahan) hebat pada MT juga memenuhi kriteria diagnosis OMA.

  • Warna/Transparansi MT: Dapat berwarna kemerahan (eritema), kuning, atau keruh/opak. Namun, perlu diingat bahwa eritema saja (tanpa penonjolan atau gangguan mobilitas) merupakan prediktor yang buruk untuk OMA, karena MT bisa memerah hanya karena anak menangis.

  • Mobilitas MT (Pneumatik): Jelas berkurang atau tidak bergerak sama sekali.

  • Lain-lain: Tanda-tanda anatomis normal MT (refleks cahaya, manubrium mallei) seringkali hilang atau kabur. Jika terjadi perforasi, akan terlihat sekret purulen keluar dari telinga tengah. Penting membedakannya dari otitis eksterna (OE); pada OMA dengan perforasi, sekret berasal dari telinga tengah dan nyeri tekan tragus/tarik daun telinga biasanya minimal, sedangkan pada OE, terdapat inflamasi liang telinga dan nyeri hebat saat tragus ditekan atau daun telinga ditarik.

Gambar 3. Otoskopi OMA. MT Bulging dan Eritema

  • Temuan Otoskopi pada DTE/OME:

  • Posisi MT: Normal (netral) atau tertarik ke dalam (retraksi). Tidak ada penonjolan.

  • Warna/Transparansi MT: Tampak keruh/opak, dapat berwarna kekuningan (amber) atau kebiruan, refleks cahaya hilang atau redup.

  • Mobilitas MT (Pneumatik): Berkurang atau tidak bergerak.

  • Lain-lain: Terkadang terlihat batas udara-cairan (air-fluid level) atau gelembung udara di belakang MT.

  • Timpanometri - Alat Bantu Objektif: Timpanometri mengukur komplians (kelenturan) sistem telinga tengah sebagai fungsi perubahan tekanan udara di liang telinga. Pemeriksaan ini berguna untuk mengkonfirmasi adanya MEE secara objektif, terutama jika otoskopi pneumatik sulit dilakukan atau hasilnya meragukan.

  • Interpretasi Kurva Timpanogram (Klasifikasi Jerger):

  • Tipe A: Puncak normal pada tekanan 0 daPa. Menandakan tekanan dan komplians telinga tengah normal (menyingkirkan MEE/DTE signifikan).

  • Tipe B: Kurva datar (tidak ada puncak). Mengindikasikan adanya MEE (bisa OMA atau OME) atau perforasi MT (jika volume liang telinga sangat besar). Timpanometri Tipe B memiliki nilai prediksi positif yang tinggi untuk efusi (49-99%). Namun, timpanometri saja tidak dapat membedakan antara OMA dan OME.

  • Tipe C: Puncak berada pada tekanan negatif (biasanya < -100 atau < -200 daPa, tergantung referensi). Menunjukkan adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat DTE. Kurva ini bisa mendahului atau menyertai OME. Tipe C saja bukan indikator pasti patologi. Perlu diingat bahwa timpanometri kurang reliabel pada bayi usia < 7 bulan karena liang telinganya sangat lentur dan memerlukan kerja sama anak serta seal yang baik antara probe dengan liang telinga.

Tabel berikut merangkum perbedaan kunci antara OMA dan Oklusi Tuba (DTE/OME):


Fitur Klinis (Clinical Feature)

Otitis Media Akut (OMA)

Oklusi Tuba (DTE/OME)

Onset (Onset)

Akut (Rapid)

Perlahan/Subakut (Insidious/Subacute)

Otalgia (Ear Pain)

Sedang-Berat (Moderate-Severe)

Tidak ada/Ringan (Absent/Mild)

Demam (Fever)

Sering (>39°C pada kasus berat) (Common, >39°C severe)

Tidak ada (Absent)

Gejala Utama (Main Symptom)

Nyeri/Demam (Pain/Fever)

Gangguan Dengar/Rasa Penuh (Hearing Loss/Fullness)

Posisi MT (TM Position)

Menonjol (Bulging)

Netral/Retraksi (Neutral/Retracted)

Warna/Transparansi MT (TM Color/Transp.)

Merah/Keruh/Kuning (Red/Cloudy/Yellow)

Keruh/Amber/Biru (Opaque/Amber/Blue)

Mobilitas MT (Pneumatik) (TM Mobility)

Sangat Berkurang/Tidak Ada (Markedly Reduced/Absent)

Berkurang/Tidak Ada (Reduced/Absent)

Timpanogram (Tympanogram)

Tipe B (Type B)

Tipe B atau C (Type B or C)

Manajemen Awal dan Pertimbangan Terapi

Pendekatan manajemen sangat berbeda antara OMA dan DTE/OME, menggarisbawahi pentingnya diagnosis yang akurat.

  • Manajemen Nyeri (Prioritas pada OMA):

Nyeri merupakan keluhan utama pada OMA dan harus ditangani secara adekuat pada semua anak yang terdiagnosis OMA. Analgesik sistemik seperti Paracetamol (Acetaminophen) atau Ibuprofen, diberikan sesuai berat badan, terbukti efektif. Meskipun beberapa penelitian menunjukkan ibuprofen mungkin sedikit lebih unggul, bukti manfaat tambahannya dibandingkan paracetamol saja masih belum jelas. Obat tetes telinga analgesik topikal memiliki bukti efektivitas yang terbatas. Jika nyeri tidak membaik dalam 48-72 jam, evaluasi ulang diperlukan.

  • Manajemen Otitis Media Akut (OMA):

  • Observasi ("Watchful Waiting") vs. Antibiotik: Pendekatan ini direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics (AAP) untuk kasus tertentu guna mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak perlu dan risiko resistensi.

  • Indikasi Antibiotik Segera: Anak usia < 6 bulan; Anak usia 6 bulan - 2 tahun dengan diagnosis OMA pasti (bilateral atau unilateral); Anak segala usia dengan OMA berat (otalgia sedang-berat ATAU demam ≥39°C) ; Anak usia 6-23 bulan dengan OMA bilateral (meskipun tidak berat) ; Adanya otorrhea ; Anak dengan kondisi penyerta (immunocompromised, kelainan kraniofasial).

  • Opsi Observasi (48-72 jam): Anak usia 6-23 bulan dengan OMA unilateral tidak berat; Anak usia ≥ 2 tahun dengan OMA unilateral atau bilateral tidak berat. Selama observasi, berikan analgesik adekuat. Jika dalam 48-72 jam kondisi anak memburuk atau tidak ada perbaikan gejala, antibiotik harus segera dimulai. Diperlukan mekanisme follow-up yang jelas jika memilih opsi observasi. Meskipun direkomendasikan, strategi observasi ini tampaknya belum sepenuhnya diadopsi dalam praktik sehari-hari, dimana sebagian besar kasus OMA masih langsung diberikan antibiotik.

  • Pilihan Antibiotik:

  • Lini Pertama: Amoxicillin tetap menjadi pilihan utama untuk sebagian besar kasus OMA.

  • Dosis Obat Otitis Media Akut Pada Anak (Amoxicillin): AAP merekomendasikan dosis tinggi, yaitu 80-90 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Dosis tinggi ini bertujuan untuk mengatasi kemungkinan resistensi S. pneumoniae terhadap penisilin (Penicillin-Nonsusceptible S. pneumoniae/PNSP). Pada anak dengan berat badan berlebih, dosis kalkulasi ini mungkin melebihi dosis dewasa standar (misalnya 1500 mg/hari), dan belum ada konsensus jelas mengenai dosis maksimal pada kondisi ini; beberapa ahli menyarankan untuk tidak melebihi dosis dewasa. Dosis standar (misalnya 40-45 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis) mungkin masih adekuat di area dengan prevalensi PNSP yang rendah , namun data resistensi lokal seringkali tidak tersedia.

  • Pertimbangkan Amoxicillin-Clavulanate jika: Anak baru saja (<30 hari) mendapat terapi Amoxicillin; Ada konjungtivitis purulen bersamaan (sering disebabkan H. influenzae); Ada riwayat OMA rekuren yang gagal dengan Amoxicillin. Perlu diingat bahwa penambahan Clavulanate meningkatkan risiko diare.

  • Alergi Penisilin (Non-tipe I/Non-berat): Sefalosporin generasi kedua atau ketiga dapat digunakan, seperti Cefdinir (14 mg/kg/hari, 1-2 dosis), Cefuroxime axetil (30 mg/kg/hari, 2 dosis), Cefpodoxime (10 mg/kg/hari, 2 dosis), atau Ceftriaxone (50 mg/kg/hari IM/IV selama 1 atau 3 hari). Risiko reaksi silang rendah pada alergi non-berat.

  • Alergi Penisilin (Tipe I/Berat): Pilihan menjadi lebih terbatas. Makrolida (Azithromycin, Clarithromycin) atau Clindamycin dapat dipertimbangkan, namun efikasinya terhadap patogen OMA utama mungkin lebih rendah. Trimethoprim-sulfamethoxazole atau Erythromycin-sulfisoxazole juga disebut sebagai alternatif. Konsultasi spesialis mungkin diperlukan.

  • Durasi Terapi (berdasarkan AAP 2013): Durasi standar adalah 10 hari untuk anak < 2 tahun atau pada kasus OMA berat (usia berapapun) atau OMA dengan perforasi MT. Untuk anak usia 2-5 tahun dengan OMA ringan/sedang, durasi 7 hari cukup. Untuk anak ≥ 6 tahun dengan OMA ringan/sedang, durasi 5-7 hari adekuat.

  • Manajemen Oklusi Tuba (DTE/OME):

Pendekatan manajemen OME sangat berbeda dengan OMA, berfokus pada konsekuensi efusi persisten (gangguan dengar) daripada infeksi akut.

  • Observasi Aktif ("Watchful Waiting"): Ini adalah strategi utama, karena sebagian besar kasus OME pada anak akan resolusi spontan dalam 3 bulan tanpa intervensi. Anak perlu dievaluasi ulang secara berkala, biasanya setiap 3-6 bulan.

  • Autoinsufflation: Teknik ini bertujuan membuka TE secara aktif dengan meniupkan udara ke nasofaring menggunakan alat bantu seperti balon hidung khusus (misalnya Otovent). Ini dapat dipertimbangkan pada anak yang kooperatif (biasanya usia > 3-4 tahun) dengan OME persisten. Beberapa studi menunjukkan potensi manfaat jangka pendek dalam mempercepat resolusi efusi dan memperbaiki kualitas hidup terkait OME, meskipun kualitas buktinya seringkali rendah hingga sedang. Efek sampingnya minimal, terutama nyeri telinga ringan.

  • Medikamentosa Tidak Efektif: Berbeda dengan OMA, antibiotik (oral maupun topikal), kortikosteroid (oral maupun nasal), antihistamin, dan dekongestan tidak terbukti efektif untuk mengatasi OME dan umumnya tidak direkomendasikan. Penggunaannya hanya akan menambah biaya dan risiko efek samping tanpa manfaat jangka panjang yang jelas untuk resolusi efusi.

  • Tes Pendengaran dan Rujukan: Jika OME menetap selama 3 bulan atau lebih, atau jika ada kecurigaan gangguan dengar, keterlambatan bicara/bahasa, atau masalah belajar kapan saja, tes pendengaran formal (audiometri sesuai usia) harus dilakukan. Rujukan ke spesialis THT dipertimbangkan jika OME persisten (>3 bulan) disertai gangguan pendengaran yang signifikan atau komplikasi lain pada MT (misalnya retraksi berat). Pemasangan pipa ventilasi (tympanostomy tubes/grommets), terkadang disertai adenoidektomi (terutama pada anak >4 tahun atau dengan obstruksi hidung), merupakan pilihan terapi bedah untuk OME persisten yang simtomatik.

Kesimpulan

Membedakan Otitis Media Akut (OMA) vs Oklusi Tuba (DTE/OME) pada anak dengan gangguan pendengaran merupakan tantangan diagnostik umum di layanan primer. Pemahaman patofisiologi dan pengenalan manifestasi klinis yang khas sangat penting. 

OMA ditandai dengan onset akut, nyeri telinga signifikan, demam, dan temuan otoskopi berupa membran timpani yang menonjol (bulging) dan mobilitasnya sangat terganggu. Sebaliknya, DTE/OME seringkali bermanifestasi lebih perlahan dengan keluhan utama berupa gangguan pendengaran atau rasa penuh di telinga, tanpa demam atau nyeri hebat, dan otoskopi menunjukkan membran timpani yang retraksi atau netral dengan mobilitas terganggu akibat efusi atau tekanan negatif.

Pemeriksaan kunci adalah otoskopi pneumatik untuk menilai posisi dan mobilitas membran timpani secara akurat. Timpanometri dapat menjadi alat bantu objektif yang berguna untuk mengkonfirmasi adanya efusi atau tekanan negatif, namun tidak dapat membedakan OMA dari OME jika hasilnya Tipe B.

Implikasi manajemen kedua kondisi ini sangat berbeda. OMA memerlukan manajemen nyeri yang adekuat dan pertimbangan pemberian antibiotik (dengan Amoxicillin dosis tinggi 80-90 mg/kgBB/hari sebagai lini pertama) berdasarkan usia dan keparahan, dengan opsi observasi pada kasus tertentu untuk mendukung prinsip stewardship antibiotik.

Sementara itu, manajemen utama DTE/OME adalah observasi aktif ("watchful waiting") karena tingginya angka resolusi spontan, dengan pemantauan pendengaran secara berkala. Intervensi seperti autoinsufflation dapat dipertimbangkan, sedangkan medikamentosa umumnya tidak efektif. Rujukan ke spesialis diindikasikan untuk OME persisten yang simtomatik atau menimbulkan komplikasi. 

Dengan menerapkan pendekatan diagnosis berbasis bukti ini, dokter umum dapat meningkatkan akurasi diagnosis, memberikan terapi yang lebih tepat sasaran, mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak perlu, dan mengoptimalkan luaran klinis bagi pasien anak dengan keluhan telinga dan gangguan pendengaran.

Referensi

  1. Acute otitis media in children - PMC, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4166866/

  2. Etiology, Diagnosis, Complications, and Management of Acute Otitis Media in Children, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9471510/

  3. Otitis media - PMC - PubMed Central, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7097351/

  4. The Eustachian Tube Dysfunction in Children: Anatomical Considerations and Current Trends in Invasive Therapeutic Approaches - ResearchGate, diakses Mei 3, 2025, https://www.researchgate.net/publication/362226058_The_Eustachian_Tube_Dysfunction_in_Children_Anatomical_Considerations_and_Current_Trends_in_Invasive_Therapeutic_Approaches

  5. Eustachian Tube Dysfunction - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 3, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK555908/

  6. Otitis Media With Effusion - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 3, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538293/

  7. Acute otitis media in children - PMC, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3119584/

  8. Antibiotic treatment of acute and recurrent otitis media in children: an Italian intersociety Consensus - PMC, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11844117/

  9. New insights into the treatment of acute otitis media - PMC, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10231305/

  10. Middle Ear Effusion in Children: Review of Recent Literature - PMC, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3437176/

  11. Acute Otitis Media - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 3, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470332/

  12. Otitis media with effusion in children: Pathophysiology, diagnosis, and treatment. A review, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6570640/

  13. Quality of life and psycho-social development in children with otitis media with effusion, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2639897/

  14. The diagnosis and management of acute otitis media - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23439909/

  15. Acute otitis media guidelines: review and update - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16822388/

  16. The Diagnosis and Management of Acute Otitis Media | Pediatrics ..., diakses Mei 3, 2025, https://publications.aap.org/pediatrics/article/131/3/e964/30912/The-Diagnosis-and-Management-of-Acute-Otitis-Media

  17. Diagnosis and management of acute otitis media - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15121972/

  18. Clinical Practice Guideline: Otitis Media with Effusion (Update) - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26832942/

  19. Clinical practice guideline: Otitis media with effusion - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15138413/

  20. Otitis Media: Diagnosis and Treatment - AAFP, diakses Mei 3, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2013/1001/p435.html

  21. Otitis media and eustachian tube dysfunction: connection to allergic rhinitis - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9042072/

  22. Otitis media - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/7893865/

  23. Acute Otitis Media in Children - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28707578/

  24. Acute Otitis Media - PubMed, diakses Mei 3, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29262176/

  25. Eustachian tube dysfunction: consensus statement on definition, types, clinical presentation and diagnosis - PMC, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4600223/

  26. The Eustachian Tube Dysfunction in Children: Anatomical Considerations and Current Trends in Invasive Therapeutic Approaches - PubMed Central, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9395912/

  27. Eustachian Tube Function in 6-Year-Old Children With and Without a History of Middle-Ear Disease - PMC, diakses Mei 3, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4769931/