Dokter Post - Pregabalin vs Amitriptilin: Mana Obat Terbaik untuk Neuropati Diabetes? Panduan Praktis untuk Dokter Umum

Pregabalin vs Amitriptilin untuk Neuropati Diabetes: Perbandingan Efektivitas, Dosis, dan Keamanan untuk Praktik Klinis Dokter Umum

21 Jun 2025 • Farmakologi

Deskripsi

Pregabalin vs Amitriptilin untuk Neuropati Diabetes: Perbandingan Efektivitas, Dosis, dan Keamanan untuk Praktik Klinis Dokter Umum

1. Pendahuluan: Beban Neuropati Diabetes yang Menyakitkan

Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis diabetes melitus yang paling sering dijumpai, memengaruhi hingga 50% pasien sepanjang perjalanan penyakit mereka. Dari jumlah tersebut, sekitar 20-30% mengalami nyeri neuropatik yang signifikan, kondisi yang dikenal sebagai Painful Diabetic Neuropathy (PDPN) atau neuropati diabetes yang menyakitkan. 

Kondisi ini bukan sekadar sensasi tidak nyaman; PDPN dapat sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, menurunkan kualitas tidur, memicu atau memperburuk depresi, dan secara keseluruhan menurunkan kualitas hidup pasien secara drastis. Lebih jauh lagi, kerusakan saraf sensorik dapat menyebabkan hilangnya sensasi protektif pada kaki, meningkatkan risiko terjadinya ulkus diabetik, infeksi, dan bahkan amputasi ekstremitas bawah jika tidak dikenali dan ditangani secara dini.

Manajemen nyeri pada PDPN menghadirkan tantangan tersendiri bagi klinisi. Meskipun berbagai pedoman internasional merekomendasikan beberapa golongan obat sebagai terapi lini pertama, termasuk pregabalin dan amitriptilin , respons pasien terhadap pengobatan sangat bervariasi. Penting untuk mengelola ekspektasi pasien, karena tujuan terapi yang realistis seringkali adalah pengurangan intensitas nyeri sebesar 30-50%, bukan eliminasi nyeri sepenuhnya. 

Menariknya, meskipun PDPN adalah kondisi yang umum dan melemahkan dengan pilihan terapi lini pertama yang telah mapan, kondisi ini masih seringkali kurang terdiagnosis dan kurang tertangani secara adekuat di lapangan. Kesenjangan antara rekomendasi pedoman dan praktik klinis ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk tantangan diagnostik atau kesulitan dalam memilih dan mengelola terapi serta efek sampingnya. 

Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai perbandingan obat-obatan lini pertama seperti pregabalin dan amitriptilin, berdasarkan bukti ilmiah terkini, menjadi krusial bagi dokter umum untuk membuat keputusan terapi yang tepat dan individual. 

Artikel ini bertujuan untuk menyajikan perbandingan efektivitas, mekanisme kerja, dosis, dan profil keamanan antara pregabalin dan amitriptilin untuk PDPN, dengan merujuk pada studi ilmiah yang terindeks di PubMed, guna memberikan panduan praktis bagi dokter umum.

2. Memahami Neuropati Diabetes: Diagnosis Singkat dan Terapi Awal untuk Dokter Umum

Pengenalan dini PDPN sangat penting, dan ini dimulai dengan pemahaman mengenai presentasi klinis serta langkah Diagnosis dan Terapi Diabetes Neuropati yang efektif di tingkat layanan primer. Pasien dengan PDPN seringkali mengeluhkan berbagai gejala sensorik positif maupun negatif. 

Keluhan yang umum meliputi rasa kebas (mati rasa), kesemutan (seperti ditusuk jarum atau pins and needles), sensasi terbakar atau panas, nyeri tajam seperti disetrum atau ditusuk (shooting/lancinating pain), serta fenomena nyeri abnormal seperti hiperalgesia (respons nyeri berlebihan terhadap stimulus yang normalnya nyeri ringan) atau alodinia (timbulnya nyeri akibat stimulus yang normalnya tidak menyebabkan nyeri, seperti sentuhan ringan pakaian). 

Gejala ini khasnya dimulai pada bagian distal ekstremitas bawah (jari kaki, telapak kaki) dan secara bertahap naik ke atas, sering digambarkan memiliki distribusi seperti "kaus kaki" (stocking distribution). 

Pada tahap lebih lanjut, tangan juga bisa terlibat (distribusi "sarung tangan" atau glove distribution). Gejala seringkali bersifat simetris dan cenderung memburuk pada malam hari, yang dapat mengganggu tidur pasien. Meskipun dominan sensorik, pada kasus yang lebih parah, kelemahan motorik juga dapat terjadi.

Gambar 1. Penampakan tipikal diabetic polineuropati. “Stocking-glove” Pattern merupakan karakteristik gejala pada diabetic polineuropati

Penegakan diagnosis PDPN pada sebagian besar kasus dapat dilakukan secara klinis di tingkat praktik umum. Anamnesis yang cermat mengenai riwayat diabetes (tipe, durasi, tingkat kontrol glikemik), komorbiditas lain, serta deskripsi detail mengenai karakteristik, lokasi, dan waktu timbulnya gejala nyeri sangatlah fundamental. Pemeriksaan fisik neurologis sederhana namun terarah memegang peranan kunci. 

American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan skrining neuropati dilakukan saat diagnosis T2DM ditegakkan, 5 tahun setelah diagnosis T1DM, dan setidaknya setahun sekali setelahnya. Pemeriksaan ini sebaiknya mencakup:

  1. Penilaian fungsi serabut saraf kecil: Menguji sensasi suhu (menggunakan benda dingin/hangat) atau sensasi nyeri tajam (menggunakan pinprick/jarum steril).

  2. Penilaian fungsi serabut saraf besar: Menguji sensasi getar menggunakan garpu tala 128-Hz pada tonjolan tulang di kaki (misalnya, malleolus medialis, sendi metatarsophalangeal pertama) dan memeriksa refleks tendon Achilles.

  3. Penilaian sensasi protektif (risiko ulkus): Melakukan tes monofilamen Semmes-Weinstein 10-gram pada beberapa titik di telapak kaki. Ketidakmampuan merasakan tekanan monofilamen 10-g mengindikasikan hilangnya sensasi protektif dan risiko tinggi ulkus kaki.

Pemeriksaan penunjang seperti studi konduksi saraf (Nerve Conduction Studies/NCS) atau elektromiografi (EMG) umumnya tidak diperlukan untuk diagnosis awal PDPN, kecuali jika terdapat gambaran klinis atipikal seperti kelemahan motorik yang dominan, onset yang sangat cepat, atau presentasi yang asimetris, yang mungkin mengarah ke diagnosis banding lain. 

Penekanan pada diagnosis klinis dengan alat pemeriksaan sederhana yang tersedia di praktik umum menggarisbawahi peran sentral dokter umum dalam identifikasi dini PDPN. Kemampuan untuk mendiagnosis secara klinis memberdayakan dokter umum untuk memulai manajemen lebih awal dan mencegah keterlambatan diagnosis , yang merupakan langkah penting mengingat kondisi ini sering terlewatkan.

3. Mekanisme Kerja: Bagaimana Pregabalin dan Amitriptilin Meredakan Nyeri Neuropatik?

Memahami bagaimana pregabalin dan amitriptilin bekerja pada tingkat molekuler dapat membantu klinisi memahami dasar efikasi serta potensi efek samping masing-masing obat.

Pregabalin: Obat ini merupakan analog struktural dari neurotransmiter inhibitorik gamma-aminobutyric acid (GABA), namun mekanisme kerjanya tidak melibatkan interaksi langsung dengan reseptor GABA-A atau GABA-B. 

Mekanisme utama pregabalin dalam meredakan nyeri neuropatik adalah melalui pengikatan spesifik pada subunit α2-δ (alpha-2-delta) dari kanal kalsium bergerbang voltase (Voltage-Gated Calcium Channels - VGCCs) pada terminal saraf presinaptik di sistem saraf pusat. Pengikatan ini menyebabkan perubahan konformasi pada kanal kalsium, yang mengakibatkan penurunan influks ion kalsium (Ca2+) ke dalam neuron saat terjadi depolarisasi. 

Penurunan kadar Ca2+ intraseluler ini selanjutnya mengurangi pelepasan berbagai neurotransmiter eksitatorik, termasuk glutamat, substansi P, dan norepinephrine, dari ujung saraf. Dengan mengurangi pelepasan neurotransmiter eksitatorik ini, pregabalin secara efektif menurunkan hipereksitabilitas neuronal yang menjadi ciri khas nyeri neuropatik. 

Penting dicatat bahwa pregabalin tidak memiliki aktivitas yang diketahui pada reseptor serotonin atau opioid, tidak memblokade kanal natrium, dan tidak memengaruhi aktivitas enzim siklooksigenase, menunjukkan target aksi yang relatif spesifik.

Amitriptilin: Sebagai anggota kelas antidepresan trisiklik (Tricyclic Antidepressants - TCAs) , amitriptilin memiliki mekanisme kerja yang lebih kompleks dan multipel dalam konteks nyeri neuropatik. Mekanisme utamanya melibatkan inhibisi non-selektif terhadap reuptake neurotransmiter monoamin, yaitu norepinephrine (NE) dan serotonin (5-HT), pada celah sinaptik. 

Peningkatan konsentrasi NE dan 5-HT di kornu dorsalis medula spinalis ini akan memperkuat jalur inhibisi nyeri desendens (menurun dari otak ke medula spinalis). Peningkatan NE, khususnya, dianggap sangat penting karena dapat secara langsung menghambat transmisi sinyal nyeri melalui aktivasi reseptor α2-adrenergik presinaptik dan postsinaptik di medula spinalis, serta memperbaiki fungsi sistem noradrenergik desendens yang mungkin terganggu pada kondisi nyeri kronis. 

Efek analgesik amitriptilin ini muncul pada dosis yang lebih rendah dan lebih cepat (dalam beberapa hari hingga seminggu) dibandingkan efek antidepresannya (yang memerlukan 2-4 minggu), menunjukkan mekanisme yang berbeda untuk kedua indikasi tersebut.

Selain inhibisi reuptake NE/5-HT, amitriptilin juga memiliki aktivitas pada target lain yang berkontribusi pada efek analgesik dan efek sampingnya. Ini termasuk antagonisme terhadap reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) , blokade kanal natrium bergerbang voltase (mirip dengan anestesi lokal) , serta efek imunomodulator dan anti-inflamasi melalui penekanan jalur sinyal seperti NF-κB dan sitokin proinflamasi (misalnya TNF-α). 

Namun, amitriptilin juga memiliki afinitas yang kuat terhadap reseptor lain, seperti reseptor histamin H1, reseptor muskarinik M1 (kolinergik), dan reseptor α1-adrenergik. Interaksi dengan reseptor-reseptor inilah yang bertanggung jawab atas sebagian besar profil efek samping khas TCA, seperti sedasi (H1), mulut kering, konstipasi, retensi urin (M1), dan hipotensi ortostatik (α1).

Gambar 2. Ilustrasi skematis efek analgesik antidepresan

Perbedaan fundamental dalam target molekuler ini—pregabalin yang lebih fokus pada modulasi kanal kalsium versus amitriptilin dengan spektrum aksi yang lebih luas pada transporter monoamin dan berbagai reseptor—secara logis menjelaskan perbedaan dalam profil efikasi tambahan (misalnya, efek pada tidur) dan, yang terpenting, perbedaan dalam profil efek samping yang akan dibahas lebih lanjut. Pengetahuan ini memungkinkan klinisi untuk memilih terapi secara lebih rasional berdasarkan kondisi dan kerentanan pasien terhadap efek samping tertentu.

4. Perbandingan Efektivitas: Pregabalin vs Amitriptilin Berdasarkan Bukti Ilmiah (PubMed)

Sejumlah studi klinis, termasuk uji acak terkontrol (Randomized Controlled Trials - RCTs) dan meta-analisis, telah mencoba membandingkan efektivitas pregabalin dan amitriptilin dalam penanganan PDPN. Secara umum, bukti yang tersedia menunjukkan bahwa kedua obat ini memiliki efikasi yang sebanding dalam mengurangi intensitas nyeri neuropatik pada pasien diabetes bila dibandingkan satu sama lain.

Beberapa RCT yang melakukan perbandingan langsung, seperti studi oleh Bansal dkk. (2009) dan Boyle dkk. (2012) , tidak menemukan perbedaan signifikan secara statistik dalam skor nyeri (misalnya, menggunakan Likert scale atau Visual Analog Scale) atau dalam penilaian global efikasi oleh pasien maupun dokter antara kelompok yang menerima pregabalin dan amitriptilin. 

Kedua kelompok perlakuan menunjukkan perbaikan nyeri yang signifikan dibandingkan dengan baseline, seringkali terlihat sejak minggu-minggu awal terapi. Temuan ini diperkuat oleh meta-analisis terbaru oleh Alhowiti dkk. (2024) yang secara khusus membandingkan pregabalin dan amitriptilin sebagai lini pertama untuk PDPN; analisis ini menyimpulkan tidak ada perbedaan signifikan antara kedua obat dalam hal skor nyeri rata-rata maupun proporsi pasien yang mencapai pengurangan nyeri yang signifikan. 

Studi crossover OPTION-DM yang membandingkan tiga jalur pengobatan (amitriptilin ditambah pregabalin, duloxetine ditambah pregabalin, dan pregabalin ditambah amitriptilin) juga menemukan bahwa ketiga jalur tersebut menghasilkan penurunan skor nyeri rata-rata yang serupa pada akhir periode studi (16 minggu), menunjukkan efikasi analgesik yang sebanding.

Ketika melihat tingkat respons (responder rates), yaitu proporsi pasien yang mengalami pengurangan nyeri minimal 30% atau 50% dari baseline, pregabalin secara konsisten menunjukkan keunggulan dibandingkan plasebo dalam berbagai studi dan meta-analisis. 

Sebagai contoh, data gabungan menunjukkan bahwa dengan dosis 300-600 mg/hari, sekitar 47-63% pasien PDPN mencapai setidaknya 30% pengurangan nyeri dengan pregabalin dibandingkan 42-52% dengan plasebo, dan sekitar 31-41% mencapai setidaknya 50% pengurangan nyeri dibandingkan 24-28% dengan plasebo. 

Untuk amitriptilin, data mengenai tingkat respons 50% cenderung berasal dari studi yang lebih kecil atau meta-analisis yang mengakui adanya potensi bias dan kualitas bukti yang lebih rendah (seringkali dinilai "low" atau "very low" oleh Cochrane). 

Satu meta-analisis memperkirakan sekitar 38% pasien mendapat manfaat signifikan (kemungkinan setara ≥50% reduksi) dengan amitriptilin dibandingkan 16% dengan plasebo, namun angka ini perlu diinterpretasikan dengan hati-hati. 

Beberapa network meta-analysis bahkan menempatkan amitriptilin di bawah agen lain seperti gabapentin atau venlafaxine dalam hal efikasi berdasarkan kriteria respons 50% , atau tidak menunjukkan keunggulan signifikan atas plasebo untuk respons 50%.

Meskipun banyak studi menyimpulkan efikasi yang serupa antara pregabalin dan amitriptilin , perlu dicatat adanya nuansa dalam kualitas dan kuantitas bukti. Pregabalin didukung oleh sejumlah RCT besar, double-blind, plasebo-kontrol dan seringkali mendapatkan rekomendasi dengan tingkat bukti tertinggi (Level A) dalam pedoman klinis. 

Sementara itu, meskipun amitriptilin telah digunakan selama puluhan tahun dan dianggap efektif secara klinis, bukti dari RCT berkualitas tinggi untuk PDPN lebih terbatas, dan beberapa review sistematis menyoroti risiko bias akibat ukuran studi yang kecil serta kualitas metodologi yang bervariasi. Amitriptilin seringkali diklasifikasikan dengan tingkat bukti Level B. 

Perbedaan dalam kekuatan bukti ini mungkin tidak mengubah status keduanya sebagai pilihan lini pertama yang valid, namun menyiratkan bahwa tingkat kepastian mengenai besaran efek amitriptilin mungkin sedikit lebih rendah dibandingkan pregabalin berdasarkan standar bukti saat ini.

Di luar efek analgesik primer, kedua obat juga memengaruhi parameter sekunder. Pregabalin secara konsisten terbukti memperbaiki kualitas tidur yang terganggu oleh nyeri neuropatik, baik secara subjektif maupun melalui pengukuran polisomnografi yang menunjukkan perbaikan kontinuitas tidur. 

Amitriptilin, karena sifat sedatifnya, juga dapat membantu pasien tidur , namun data perbandingan langsung mengenai dampaknya pada arsitektur tidur dalam konteks PDPN kurang tersedia dalam sumber yang diberikan. Peningkatan kualitas hidup secara umum dilaporkan dengan kedua terapi, yang tampaknya dimediasi oleh kombinasi pengurangan nyeri dan perbaikan tidur.

5. Pertimbangan Dosis dan Administrasi Obat Neuropati Diabetes

Pemilihan Dosis Obat Diabetes Neuropati yang tepat serta strategi titrasi yang benar sangat penting untuk memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping saat menggunakan pregabalin atau amitriptilin.

Pregabalin:

  • Inisiasi: Dosis awal yang umum direkomendasikan adalah 150 mg per hari, biasanya dibagi menjadi dua dosis (75 mg 2x/hari) atau tiga dosis (50 mg 3x/hari).

  • Titrasi: Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap berdasarkan respons klinis (pengurangan nyeri) dan tolerabilitas pasien. Peningkatan dosis dapat dilakukan dalam waktu 1 minggu setelah inisiasi , atau bahkan lebih cepat (setiap 3-7 hari) pada kasus nyeri berat jika diperlukan.

  • Dosis Pemeliharaan/Efektif: Rentang dosis efektif yang umum digunakan dalam studi dan pedoman adalah 150 mg hingga 600 mg per hari, dibagi dalam 2 atau 3 dosis. Meskipun dosis hingga 600 mg/hari terbukti efektif , dosis maksimum yang sering direkomendasikan dalam praktik klinis atau oleh FDA untuk PDPN adalah 300 mg per hari (100 mg 3x/hari atau 150 mg 2x/hari). Efikasi tampak berhubungan positif dengan dosis.

  • Penyesuaian Khusus: Karena pregabalin diekskresikan utamanya melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah, penyesuaian dosis (penurunan dosis) mutlak diperlukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (berdasarkan klirens kreatinin/CrCl).

Amitriptilin:

  • Inisiasi: Mengingat potensi efek samping sedatif dan antikolinergik, amitriptilin harus dimulai dengan dosis rendah, umumnya 10 mg atau 25 mg sekali sehari, diminum pada malam hari sebelum tidur.

  • Titrasi: Peningkatan dosis harus dilakukan secara perlahan dan bertahap, misalnya dengan interval mingguan, sambil memantau respons nyeri dan tolerabilitas efek samping.

  • Dosis Pemeliharaan/Efektif: Rentang dosis efektif untuk nyeri neuropatik biasanya berkisar antara 25 mg hingga 100 mg per hari, meskipun beberapa pedoman menyebutkan hingga 150 mg per hari. Dosis pemeliharaan biasanya tetap diberikan sekali sehari pada malam hari.

  • Penyesuaian Khusus: Perhatian ekstra diperlukan pada pasien usia lanjut, yang lebih rentan terhadap efek samping antikolinergik dan hipotensi ortostatik; dosis awal dan target yang lebih rendah seringkali dianjurkan. Pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular juga memerlukan kehati-hatian.

Menariknya, terdapat laporan mengenai potensi perbedaan antara dosis yang direkomendasikan dalam pedoman internasional dan dosis yang sering digunakan dalam praktik klinis sehari-hari di beberapa negara. 

Sebuah survei di India menemukan bahwa banyak dokter menginisiasi dan mempertahankan pasien pada dosis amitriptilin (5-10 mg/hari) dan pregabalin (50-75 mg/hari) yang jauh lebih rendah daripada rentang dosis yang umumnya dianggap terapeutik dalam studi-studi besar atau pedoman Barat. 

Alasan yang dikemukakan adalah untuk mencapai keseimbangan antara efikasi yang dapat diterima dan tolerabilitas yang lebih baik di populasi tersebut. Hal ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan individual dalam titrasi dosis, dimulai dari dosis terendah dan disesuaikan secara hati-hati berdasarkan respons dan efek samping yang dialami oleh masing-masing pasien, bukan hanya berpegang kaku pada target dosis standar.

Berikut adalah tabel ringkasan panduan dosis untuk membantu praktik klinis:

Tabel 1: Ringkasan Dosis Pregabalin dan Amitriptilin untuk PDPN

Obat

Dosis Awal Tipikal

Cara Titrasi

Rentang Dosis Pemeliharaan/Efektif

Frekuensi Pemberian

Catatan Penting

Pregabalin

150 mg/hari (dibagi 2-3)

Naikkan bertahap (tiap 3-7 hari) berdasarkan respons & tolerabilitas

150 - 600 mg/hari

2-3 kali sehari

Penyesuaian dosis wajib pada gangguan ginjal (CrCl). Awasi pusing, somnolen.

Amitriptilin

10 - 25 mg/hari

Naikkan perlahan (tiap ~1 minggu) berdasarkan respons & tolerabilitas

25 - 100 (kadang 150) mg/hari

1 kali sehari (malam)

Hati-hati pada lansia & pasien jantung. Awasi efek antikolinergik, sedasi, hipotensi.

Sumber data:

6. Profil Efek Samping: Mana yang Lebih Dapat Ditoleransi?

Meskipun pregabalin dan amitriptilin menunjukkan efikasi yang sebanding dalam banyak studi, profil efek samping keduanya cukup berbeda, yang seringkali menjadi faktor penentu utama dalam pemilihan terapi untuk pasien individual.

Pregabalin:

Efek samping yang paling sering dilaporkan dan menjadi ciri khas pregabalin adalah yang berkaitan dengan sistem saraf pusat, terutama pusing (dizziness) dan rasa mengantuk (somnolen). Insidensinya secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan plasebo dalam uji klinis. 

Efek samping lain yang juga relatif umum termasuk edema perifer (pembengkakan pada kaki atau tangan), penambahan berat badan, mulut kering, penglihatan kabur, serta gangguan kognitif ringan seperti kesulitan berkonsentrasi atau memperhatikan. Efek samping ini cenderung bersifat dose-dependent, artinya risiko kemunculannya meningkat seiring dengan peningkatan dosis. 

Meskipun menyebabkan somnolen, menariknya pregabalin juga dilaporkan dapat memperbaiki parameter tidur objektif dan subjektif pada pasien PDPN, kemungkinan karena efek langsungnya pada arsitektur tidur atau karena pengurangan nyeri malam hari. 

Perlu dicatat bahwa pregabalin diklasifikasikan sebagai zat terkontrol (Schedule V di AS) karena adanya potensi penyalahgunaan atau ketergantungan, meskipun adiksi bukan merupakan temuan utama dalam RCT; euforia kadang dilaporkan sebagai efek samping.

Amitriptilin:

Profil efek samping amitriptilin sangat dipengaruhi oleh interaksinya dengan berbagai reseptor selain transporter monoamin. Efek antikolinergik (akibat blokade reseptor muskarinik M1) sangat umum, meliputi mulut kering (seringkali paling mengganggu), konstipasi, retensi urin (terutama pada pria dengan BPH), dan penglihatan kabur. 

Efek antihistaminik (akibat blokade reseptor H1) menyebabkan sedasi atau somnolen yang signifikan (sering dimanfaatkan dengan pemberian malam hari), peningkatan nafsu makan dan penambahan berat badan, serta potensi kebingungan, terutama pada populasi lansia. 

Blokade reseptor α1-adrenergik dapat menyebabkan hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah saat berdiri) dan pusing. Yang paling menjadi perhatian adalah potensi efek samping kardiak. Amitriptilin dapat memperlambat konduksi jantung, berpotensi menyebabkan aritmia, dan memperpanjang interval QTc pada EKG, sehingga penggunaannya memerlukan kehati-hatian atau bahkan kontraindikasi pada pasien dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya. Pemantauan EKG sebelum dan selama terapi kadang direkomendasikan. Amitriptilin juga dapat menurunkan ambang kejang.

Perbandingan Tolerabilitas:

Data perbandingan langsung mengenai tolerabilitas memberikan gambaran yang sedikit beragam. Beberapa studi individual 31 dan network meta-analysis 42 menyarankan bahwa amitriptilin cenderung memiliki insidensi efek samping keseluruhan yang lebih tinggi dan menyebabkan lebih banyak penghentian terapi karena efek samping dibandingkan pregabalin atau agen lain seperti gabapentin. 

Studi Bansal dkk. misalnya, melaporkan efek samping pada 65% pasien amitriptilin vs 25% pada pregabalin. Network meta-analysis oleh Snedecor dkk. bahkan menempatkan amitriptilin sebagai agen yang paling tidak aman di antara beberapa pilihan lini pertama. Namun, meta-analisis lain yang membandingkan keduanya secara langsung tidak menemukan perbedaan signifikan dalam tingkat kejadian efek samping total maupun angka putus obat. 

Studi OPTION-DM juga menunjukkan bahwa meskipun profil efek samping berbeda antar jalur terapi, angka penghentian bisa bervariasi tergantung pada urutan dan kombinasi obat; jalur yang dimulai dengan pregabalin dan ditambahkan amitriptilin (P-A) memiliki angka penghentian terendah. Ada juga bukti bahwa penggunaan kombinasi dosis rendah dari pregabalin dan amitriptilin mungkin lebih dapat ditoleransi daripada monoterapi dengan dosis standar atau tinggi.

Secara keseluruhan, karena efikasi analgesik antara pregabalin dan amitriptilin seringkali dianggap sebanding, keputusan klinis dalam memilih di antara keduanya seringkali sangat dipengaruhi oleh profil efek samping dan tolerabilitas pada pasien individual. Penilaian komorbiditas pasien (jantung, ginjal, risiko jatuh, BPH, glaukoma), usia, dan potensi interaksi obat menjadi sangat krusial dalam menimbang risiko dan manfaat masing-masing pilihan.

Berikut adalah tabel perbandingan efek samping yang umum terjadi:

Tabel 2: Perbandingan Efek Samping Umum Pregabalin vs Amitriptilin pada PDPN

Efek Samping

Pregabalin (Frekuensi/Catatan)

Amitriptilin (Frekuensi/Catatan)

Pusing (Dizziness)

Sangat Umum ; Lebih sering vs Plasebo

Umum ; Terkait hipotensi ortostatik

Somnolen/Sedasi

Sangat Umum ; Lebih sering vs Plasebo

Sangat Umum ; Terkait blokade H1

Mulut Kering

Umum

Sangat Umum ; Efek antikolinergik kuat

Edema Perifer

Umum

Jarang

Penambahan Berat Badan

Umum

Umum ; Terkait blokade H1

Konstipasi

Kurang umum

Sangat Umum ; Efek antikolinergik

Penglihatan Kabur

Umum

Umum ; Efek antikolinergik

Hipotensi Ortostatik

Kurang umum

Umum ; Terkait blokade α1 ; Risiko pada lansia

Efek Kardiak (QTc, Aritmia)

Tidak signifikan

Risiko signifikan ; Perlu kehati-hatian/monitor EKG

Retensi Urin

Jarang

Umum ; Efek antikolinergik; Risiko pada BPH

7. Kesimpulan dan Rekomendasi Praktis untuk Dokter Umum

Berdasarkan tinjauan bukti ilmiah dari studi yang terindeks di PubMed, baik pregabalin maupun amitriptilin merupakan pilihan farmakoterapi lini pertama yang valid dan direkomendasikan oleh berbagai pedoman internasional untuk manajemen nyeri pada pasien dengan neuropati diabetes yang menyakitkan (PDPN). Keduanya telah menunjukkan efikasi dalam mengurangi intensitas nyeri dibandingkan dengan plasebo. 

Ketika dibandingkan satu sama lain, sebagian besar studi dan meta-analisis tidak menemukan perbedaan signifikan secara statistik dalam hal efikasi analgesik primer antara pregabalin dan amitriptilin, asalkan keduanya digunakan pada dosis terapeutik yang adekuat.

Perbedaan mendasar antara kedua obat ini terletak pada mekanisme kerjanya yang berbeda, yang berimplikasi pada profil efek samping yang berbeda pula, serta pada rejimen dosis dan pertimbangan khusus untuk populasi pasien tertentu. 

Pregabalin bekerja lebih spesifik dengan memodulasi kanal kalsium α2-δ, dengan efek samping dominan berupa pusing dan somnolen. Amitriptilin memiliki mekanisme yang lebih luas, termasuk inhibisi reuptake NE/5-HT dan interaksi dengan reseptor muskarinik, histaminik, dan adrenergik, yang menghasilkan profil efek samping yang lebih beragam, mencakup efek antikolinergik, sedasi, hipotensi ortostatik, dan potensi risiko kardiak.

Dengan efikasi yang cenderung sebanding, pemilihan antara pregabalin dan amitriptilin haruslah diindividualisasi, dengan mempertimbangkan secara cermat profil klinis pasien secara keseluruhan:

  • Pertimbangkan Amitriptilin jika: Biaya merupakan faktor pembatas utama (amitriptilin umumnya lebih murah) , atau jika terdapat komorbiditas depresi (meskipun efek analgesiknya terpisah). Namun, hindari atau gunakan dengan sangat hati-hati pada pasien usia lanjut (>60-65 tahun) , pasien dengan riwayat penyakit jantung (aritmia, PJK, gagal jantung), glaukoma sudut tertutup, atau hiperplasia prostat benigna (BPH) karena tingginya risiko efek samping antikolinergik, kardiak, dan hipotensi.

  • Pertimbangkan Pregabalin jika: Terdapat kekhawatiran mengenai efek samping antikolinergik atau kardiak dari amitriptilin. Pregabalin mungkin menjadi pilihan yang lebih aman untuk pasien dengan komorbiditas kardiovaskular. Namun, perlu diwaspadai potensi efek samping pusing, somnolen (terutama terkait risiko jatuh pada lansia), edema perifer, dan penambahan berat badan. Ingat bahwa penyesuaian dosis diperlukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Manfaat tambahan pregabalin adalah kemampuannya memperbaiki gangguan tidur terkait nyeri.

Terlepas dari pilihan awal, prinsip "mulai dari dosis rendah, titrasi perlahan" (start low, go slow) sangat dianjurkan untuk kedua obat guna meningkatkan tolerabilitas. Edukasi pasien mengenai ekspektasi hasil terapi yang realistis—yaitu pengurangan nyeri yang bermakna (30-50%) bukan penghilangan total—serta potensi efek samping dan perlunya waktu untuk mencapai dosis optimal, adalah komponen penting dalam manajemen.

Jika respons terhadap monoterapi (setelah mencapai dosis maksimal yang ditoleransi) tidak adekuat (<30-50% pengurangan nyeri), strategi terapi kombinasi dengan menambahkan obat lini pertama dari kelas yang berbeda (misalnya, pregabalin ditambah amitriptilin, atau sebaliknya) dapat dipertimbangkan dan terbukti dapat memberikan peredaan nyeri tambahan pada sebagian pasien. Penggunaan kombinasi dosis rendah mungkin menawarkan profil tolerabilitas yang lebih baik.

Akhirnya, penting untuk diingat bahwa keberhasilan penanganan PDPN tidak hanya bergantung pada pemilihan obat. Dokter umum memegang peran krusial dalam memberikan perawatan holistik. Ini mencakup upaya berkelanjutan untuk mencapai kontrol glikemik yang optimal (terutama krusial untuk pencegahan pada T1DM) , implementasi perawatan kaki preventif secara rutin untuk mencegah komplikasi , mendorong modifikasi gaya hidup sehat (diet seimbang, aktivitas fisik teratur) , serta mengidentifikasi dan mengelola komorbiditas psikologis seperti depresi dan gangguan tidur yang sering menyertai nyeri kronis. Pendekatan komprehensif inilah yang akan memberikan hasil terbaik bagi pasien dengan neuropati diabetes yang menyakitkan.

Referensi :

  1. The pathogenesis of painful diabetic neuropathy and clinical presentation - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38245319/

  2. Diabetic neuropathy - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31197153/

  3. Guidelines in the management of diabetic nerve pain: clinical utility of pregabalin - PMC, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3587397/

  4. Painful Diabetic Peripheral Neuropathy: Practical Guidance and Challenges for Clinical Management - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/37288250/

  5. Diabetic Peripheral Neuropathy - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 24, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK442009/

  6. Diabetic Neuropathy: A Position Statement by the American Diabetes Association - PMC, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6977405/

  7. Systematic review and comparison of pharmacologic therapies for neuropathic pain associated with spinal cord injury - PMC - PubMed Central, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3712802/

  8. Introduction - Optimal pharmacotherapy pathway in adults with diabetic peripheral neuropathic pain: the OPTION-DM - NCBI, diakses April 24, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK585243/

  9. Painful Diabetic Peripheral Neuropathy: Practical Guidance and Challenges for Clinical Management - PubMed Central, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10243347/

  10. Pregabalin and Amitriptyline as Monotherapy or as Low-Dose Combination in Patients of Neuropathic Pain: A Randomized, Controlled Trial to Evaluate Efficacy and Safety in an Eastern India Teaching Hospital, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6839302/

  11. Diabetic neuropathy - PMC - PubMed Central, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7096070/

  12. 12. Retinopathy, Neuropathy, and Foot Care: Standards of Care in Diabetes—2025, diakses April 24, 2025, https://diabetesjournals.org/care/article/48/Supplement_1/S252/157552/12-Retinopathy-Neuropathy-and-Foot-Care-Standards

  13. Pathogenesis, diagnosis and clinical management of diabetic sensorimotor peripheral neuropathy - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34050323/

  14. Pregabalin - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 24, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470341/

  15. Pregabalin in Neuropathic Pain: Evidences and Possible Mechanisms - PMC, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3915349/

  16. Pharmacology and mechanism of action of pregabalin: the calcium channel alpha2-delta (alpha2-delta) subunit as a target for antiepileptic drug discovery - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17126531/

  17. The mechanisms of action of gabapentin and pregabalin - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16376147/

  18. Efficacy, Safety, and Tolerability of Pregabalin Treatment for Painful Diabetic Peripheral Neuropathy: Findings from seven randomized, controlled trials across a range of doses - PMC, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2453685/

  19. Evidence that pregabalin reduces neuropathic pain by inhibiting the spinal release of glutamate - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20132471/

  20. Pregabalin in neuropathic pain: evidences and possible mechanisms - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24533015/

  21. Amitriptyline - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 24, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537225/

  22. Amitriptyline for neuropathic pain in adults - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26146793/

  23. Analgesic Mechanisms of Antidepressants for Neuropathic Pain - PMC - PubMed Central, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5713449/

  24. Pharmacological and Nonpharmacological Treatments for Painful Diabetic Peripheral Neuropathy - Diabetes & Metabolism Journal, diakses April 24, 2025, https://e-dmj.org/journal/view.php?doi=10.4093/dmj.2023.0018

  25. Repeated Administration of Amitriptyline in Neuropathic Pain: Modulation of the Noradrenergic Descending Inhibitory System - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28787345/

  26. Pain Associated with Diabetic Peripheral Neuropathy: A Review of Available Treatments, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2730085/

  27. Current Strategies for the Management of Painful Diabetic Neuropathy - PMC, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8861791/

  28. Mode of Action of Amitriptyline Against Neuropathic Pain via Specific NF-kB Pathway Suppression - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39903024/

  29. Examination and characterisation of the effect of amitriptyline therapy for chronic neuropathic pain on neuropeptide and proteomic constituents of human cerebrospinal fluid - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34589721/

  30. A Dual Noradrenergic Mechanism for the Relief of Neuropathic Allodynia by the Antidepressant Drugs Duloxetine and Amitriptyline - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30249798/

  31. Amitriptyline vs. pregabalin in painful diabetic neuropathy: a randomized double blind clinical trial - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19900234/

  32. Randomized, Placebo-Controlled Comparison of Amitriptyline, Duloxetine, and Pregabalin in Patients With Chronic Diabetic Peripheral Neuropathic Pain: Impact on pain, polysomnographic sleep, daytime functioning, and quality of life, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3507552/

  33. Randomized, placebo-controlled comparison of amitriptyline, duloxetine, and pregabalin in patients with chronic diabetic peripheral neuropathic pain: impact on pain, polysomnographic sleep, daytime functioning, and quality of life - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22991449/

  34. Pregabalin and amitriptyline as first-line drugs among patients with painful peripheraldiabetic neuropathy: a systematic review and meta-analysis - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38856135/

  35. Optimal pharmacotherapy pathway in adults with diabetic peripheral neuropathic pain: the OPTION-DM RCT, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9589396/

  36. Comparison of amitriptyline supplemented with pregabalin, pregabalin supplemented with amitriptyline, and duloxetine supplemented with pregabalin for the treatment of diabetic peripheral neuropathic pain (OPTION-DM): a multicentre, double-blind, randomised crossover trial - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36007534/

  37. Comparison of amitriptyline supplemented with pregabalin, pregabalin supplemented with amitriptyline, and duloxetine supplemented with pregabalin for the treatment of diabetic peripheral neuropathic pain (OPTION-DM): a multicentre, double-blind, randomised crossover trial - PMC, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9418415/

  38. Pregabalin for neuropathic pain in adults - PMC - PubMed Central, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6353204/

  39. Pregabalin for neuropathic pain in adults - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30673120/

  40. Amitriptyline for neuropathic pain in adults - PMC - PubMed Central, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6447238/

  41. Amitriptyline for neuropathic pain and fibromyalgia in adults - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23235657/

  42. Comparative efficacy and safety of six antidepressants and anticonvulsants in painful diabetic neuropathy: a network meta-analysis - NCBI, diakses April 24, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK179764/

  43. Comparative efficacy and safety of six antidepressants and anticonvulsants in painful diabetic neuropathy: a network meta-analysis - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24284851/

  44. Systematic review and meta-analysis of pharmacological therapies for painful diabetic peripheral neuropathy - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23534696/

  45. Pregabalin: an antiepileptic agent useful for neuropathic pain - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17617497/

  46. Pharmacological Treatment Of Diabetic Peripheral Neuropathy - PMC - PubMed Central, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4450668/

  47. Update on Treating Painful Diabetic Peripheral Neuropathy: A Review of Current US Guidelines with a Focus on the Most Recently Approved Management Options - PMC - PubMed Central, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10949339/

  48. Low doses of amitriptyline, pregabalin, and gabapentin are preferred for management of neuropathic pain in India: is there a need for revisiting dosing recommendations? - PMC, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5532525/

  49. Pregabalin in the Management of Painful Diabetic Neuropathy: A Narrative Review - PMC, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6349275/

  50. The safety and efficacy of gabapentinoids in the management of neuropathic pain: a systematic review with meta-analysis of randomised controlled trials - PubMed Central, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10250255/

  51. Amitriptyline, Pregabalin and Duloxetine for Treatment of Painful Diabetic Peripheral Neuropathy - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39080958/

  52. Conventional management and current guidelines for painful diabetic neuropathy - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38245323/

  53. Efficacy of pregabalin, amitriptyline, and gabapentin for neuropathic pain - PMC, diakses April 24, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11161879/

  54. Diabetic neuropathy: clinical manifestations and current treatments - PubMed, diakses April 24, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22608666/

  55. Diagnosis and Treatment of Painful Diabetic Peripheral Neuropathy - NCBI Bookshelf, diakses April 24, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK580224/