Dokter Post - Penanganan Awal Otorragia Akibat Trauma Telinga Luar pada Anak: Panduan Praktis untuk Dokter Umum

Penanganan Awal Otorragia Akibat Trauma Telinga Luar pada Anak: Panduan Praktis untuk Dokter Umum

4 Jul 2025 • THT

Deskripsi

Penanganan Awal Otorragia Akibat Trauma Telinga Luar pada Anak: Panduan Praktis untuk Dokter Umum

Pendahuluan: Mengapa Otorragia Akibat Trauma Telinga Luar pada Anak Penting bagi Dokter Umum

Otorragia, atau perdarahan dari liang telinga (kanal auditori eksternal/KAE), merupakan keluhan yang relatif sering dijumpai pada pasien anak setelah mengalami trauma pada telinga luar. Kejadian ini seringkali menjadi alasan kunjungan ke fasilitas pelayanan kesehatan primer. 

Meskipun sebagian besar kasus otorrhagia akibat trauma telinga luar pada anak bersifat ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya, kondisi ini tidak boleh dianggap remeh karena dapat menjadi penanda adanya cedera yang lebih serius pada struktur telinga tengah, telinga dalam, atau bahkan tulang temporal.

Dokter Umum (DU) memegang peranan krusial sebagai lini pertama dalam penanganan kasus ini. Kemampuan DU untuk melakukan penilaian awal yang cermat, membedakan antara penyebab ringan dan kondisi yang berpotensi serius, memberikan penanganan segera yang tepat, serta mengidentifikasi kasus yang memerlukan rujukan segera ke spesialis Telinga Hidung Tenggorok (THT) sangatlah penting. 

Penilaian dan manajemen awal yang akurat tidak hanya dapat meredakan gejala tetapi juga mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang seperti infeksi sekunder, gangguan pendengaran permanen, kelainan bentuk daun telinga (cauliflower ear), atau bahkan komplikasi intrakranial pada kasus trauma yang lebih berat. 

Mengingat frekuensi trauma telinga pada anak dan potensi komplikasinya , serta fakta bahwa penanganan yang kurang tepat (misalnya, upaya paksa mengeluarkan benda asing oleh tenaga non-spesialis ) dapat memperburuk kondisi, maka pemahaman mendalam mengenai penanganan awal kondisi ini menjadi kompetensi esensial bagi setiap DU.

Penyebab Umum Otorragia Akibat Trauma Telinga Luar pada Anak

Otorragia pada anak setelah trauma telinga luar dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme cedera. Memahami penyebab tersering membantu mengarahkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

1. Trauma Langsung (Direct Trauma)

Ini merupakan penyebab yang sangat umum.

  • Trauma Tumpul: Pukulan atau tamparan langsung ke telinga seringkali menyebabkan peningkatan tekanan udara mendadak di liang telinga, yang dapat mengakibatkan robekan atau perforasi membran timpani (gendang telinga). Jatuh atau benturan juga dapat menyebabkan laserasi (luka robek), abrasi (luka lecet), atau hematoma (kumpulan darah) pada daun telinga (pinna/aurikula). Penting untuk diingat bahwa trauma tumpul yang tampak ringan sekalipun dapat menyebabkan hematoma aurikula yang signifikan. Jika hematoma ini tidak segera ditangani dengan drainase yang adekuat (biasanya oleh spesialis), dapat terjadi gangguan suplai darah ke tulang rawan telinga, menyebabkan nekrosis, infeksi, dan akhirnya deformitas permanen yang dikenal sebagai cauliflower ear.


Gambar 1. Proporsi fraktur kraniofasial pada kasus perdarahan kanal auditori eksternal (KAE)


  • Trauma Tembus: Cedera akibat benda tajam yang masuk ke liang telinga, meskipun lebih jarang dibandingkan trauma tumpul, dapat menyebabkan laserasi langsung pada kulit liang telinga atau perforasi membran timpani.

Gambar 2. Perdarahan pada KAE akibat fraktur mandibula tanpa fraktur condylar. CT menunjukkan fraktur dinding anterior kanal auditori (panah)

2. Benda Asing (Foreign Bodies)

Anak-anak, terutama usia balita, seringkali memasukkan benda-benda kecil ke dalam liang telinga karena rasa ingin tahu. Perdarahan dapat terjadi akibat laserasi atau abrasi kulit liang telinga saat benda asing dimasukkan, atau yang lebih sering, saat upaya pengeluaran benda asing tersebut dilakukan, baik oleh anak sendiri, orang tua, atau tenaga medis yang kurang terlatih. Benda asing organik (misalnya biji-bijian) dapat menyerap air, membengkak, dan memicu reaksi inflamasi yang lebih hebat di liang telinga.

3. Trauma Akibat Ulah Sendiri (Self-Inflicted Trauma)

Upaya membersihkan telinga secara tidak benar, terutama menggunakan cotton swab (korek kuping kapas), merupakan penyebab umum terjadinya laserasi kulit liang telinga yang tipis dan sensitif, bahkan dapat menyebabkan perforasi membran timpani jika dimasukkan terlalu dalam.

4. Komplikasi Otitis Eksterna (Complications of Otitis Externa)

Otitis eksterna (OE) adalah peradangan pada kulit liang telinga. Meskipun bukan trauma primer, OE seringkali dipicu oleh trauma minor yang merusak lapisan pelindung kulit dan serumen (kotoran telinga), seperti menggaruk atau penggunaan cotton swab. Kerusakan barier ini memungkinkan bakteri atau jamur masuk dan menyebabkan infeksi. 

Pada kasus OE yang berat atau tidak tertangani dengan baik, dapat terjadi kerusakan kulit yang lebih luas, pembentukan jaringan granulasi (jaringan parut yang rapuh dan mudah berdarah), atau furunkulosis (bisul pada folikel rambut di liang telinga), yang semuanya dapat menyebabkan perdarahan sekunder.

Memahami mekanisme cedera sangat penting karena jenis trauma seringkali dapat memprediksi lokasi dan sifat cedera yang mungkin terjadi. Sebagai contoh, trauma tumpul akibat tamparan lebih mungkin menyebabkan perforasi membran timpani , sementara benturan atau gesekan pada daun telinga lebih sering mengakibatkan hematoma aurikula. 

Benda asing atau cotton swab cenderung menyebabkan laserasi liang telinga atau perforasi membran timpani. Trauma wajah yang lebih luas dapat diasosiasikan dengan fraktur tulang tengkorak atau mandibula yang juga menyebabkan perdarahan liang telinga. Pengetahuan ini membantu DU memfokuskan pemeriksaan dan mengantisipasi potensi cedera yang lebih dalam.

Penilaian Awal Kunci: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Penilaian awal yang komprehensif adalah fondasi penanganan otorrhagia akibat trauma.

1. Anamnesis (History Taking)

Informasi detail mengenai kejadian trauma sangat penting:

  • Mekanisme Cedera: Tanyakan secara spesifik bagaimana trauma terjadi (jatuh, terpukul, tertampar, kemasukan benda asing, upaya membersihkan telinga?), kapan terjadinya, dan bagaimana situasinya.

  • Gejala Penyerta: Gali adanya keluhan lain seperti nyeri telinga (otalgia) , penurunan atau perubahan pendengaran , telinga berdenging (tinnitus), pusing berputar (vertigo) , atau kelemahan otot wajah.

  • Riwayat Telinga dan Medis: Tanyakan riwayat masalah telinga sebelumnya (infeksi berulang, operasi, gangguan pendengaran) dan riwayat medis relevan lainnya (gangguan pembekuan darah, diabetes melitus, kondisi imunokompromais).

  • Kecurigaan Trauma Non-Aksidental: Pada bayi atau anak kecil, terutama jika terdapat cedera telinga bilateral atau riwayat trauma yang tidak jelas atau tidak sesuai dengan cedera, DU harus memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi terhadap kemungkinan trauma non-aksidental (kekerasan pada anak).

2. Pemeriksaan Fisik (Physical Examination)

  • Inspeksi Eksternal: Periksa daun telinga (pinna/aurikula) dengan teliti. Cari adanya laserasi, abrasi, atau tanda-tanda hematoma (pembengkakan difus atau terlokalisir, teraba fluktuasi, hilangnya kontur normal telinga, perubahan warna kebiruan). Perhatikan juga area di belakang telinga, adanya memar (Battle's sign) dapat mengindikasikan fraktur dasar tengkorak.

  • Otoskopi: Ini adalah pemeriksaan paling penting. Gunakan otoskop dengan pencahayaan yang baik dan ukuran spekulum yang sesuai dengan usia anak. Jika perdarahan aktif atau bekuan darah menghalangi pandangan, bersihkan secara hati-hati menggunakan suction atau alat halus (misalnya ear curette) di bawah pandangan langsung, hanya jika diperlukan untuk visualisasi. Hindari irigasi jika ada kecurigaan perforasi membran timpani.

  • Evaluasi Liang Telinga (KAE): Identifikasi sumber perdarahan jika memungkinkan (laserasi, abrasi). Cari adanya benda asing. Perhatikan tanda-tanda otitis eksterna (kemerahan, bengkak, sekret/nanah, debris, jaringan granulasi). Catat jika ada penyempitan (stenosis) liang telinga. Waspadai adanya cairan bening seperti air yang bercampur darah (otorrhea cairan serebrospinal/CSF), yang merupakan tanda fraktur dasar tengkorak.

  • Evaluasi Membran Timpani (MT): Cari tanda-tanda perforasi (robekan atau lubang pada gendang telinga). Perhatikan adanya hemotimpanum (darah di belakang MT yang intak, tampak kebiruan atau gelap). Amati juga tanda-tanda otitis media akut (efusi/cairan di telinga tengah, MT menonjol/bulging, kemerahan) yang mungkin menyertai atau menjadi diagnosis banding. Perlu diingat bahwa visualisasi MT seringkali sulit pada kasus trauma akut karena adanya darah, pembengkakan liang telinga, atau kurangnya kooperasi pasien anak. Ketidakmampuan memvisualisasikan MT secara adekuat merupakan temuan signifikan yang seringkali memerlukan kehati-hatian dan pertimbangan rujukan.

  • Penilaian Pendengaran Dasar: Lakukan tes pendengaran sederhana di samping tempat tidur (tes bisik, gesekan jari) atau tes garpu tala (Rinne, Weber) jika kondisi memungkinkan dan anak kooperatif, untuk menyaring adanya gangguan pendengaran yang signifikan. Pemeriksaan audiometri formal biasanya dilakukan oleh spesialis.

  • Pemeriksaan Neurologis Singkat: Periksa fungsi nervus fasialis (N.VII) dengan meminta anak menggerakkan otot-otot wajah (tersenyum, mengangkat alis, menutup mata rapat) untuk menilai adanya kelemahan atau kelumpuhan sisi wajah, yang dapat terjadi pada trauma tulang temporal. Jika mekanisme trauma berat, nilai juga status kesadaran dan cari tanda cedera kepala lainnya (muntah, penurunan kesadaran).

Trauma pada telinga luar, terutama jika mekanismenya signifikan, tidak jarang disertai cedera pada struktur yang lebih dalam. Perforasi membran timpani, dislokasi atau fraktur tulang pendengaran (osikula), fraktur tulang temporal, hingga cedera intrakranial dapat terjadi. Oleh karena itu, 

penilaian awal oleh DU harus melampaui cedera eksternal yang terlihat dan mempertimbangkan kemungkinan cedera terkait berdasarkan mekanisme dan temuan klinis.

Langkah-langkah Penanganan Awal Otorragia di Praktik Dokter Umum

Setelah penilaian awal, beberapa langkah penanganan dapat dilakukan di tingkat layanan primer:

1. Manajemen Nyeri (Pain Management)

Nyeri merupakan keluhan umum. Berikan analgesik oral yang sesuai dengan usia dan berat badan anak (misalnya, parasetamol atau ibuprofen) berdasarkan tingkat keparahan nyeri. Kontrol nyeri yang adekuat penting untuk kenyamanan pasien dan memfasilitasi pemeriksaan lebih lanjut.

2. Mengontrol Perdarahan (Bleeding Control)

  • Perdarahan Ringan: Jika perdarahan berasal dari laserasi atau abrasi superfisial di liang telinga, penekanan lembut menggunakan kapas steril mungkin cukup.

  • Perdarahan Aktif: Jika perdarahan lebih aktif dan berasal dari liang telinga (bukan dari telinga tengah/dalam), pertimbangkan pemasangan tampon steril (misalnya kasa steril atau absorbable packing seperti Merocel jika tersedia dan DU terlatih menggunakannya) secara hati-hati ke dalam liang telinga. Tekankan bahwa ini adalah tindakan sementara (temporizing) untuk menghentikan perdarahan dari KAE.

  • Hematoma Aurikula: Kondisi ini memerlukan drainase segera untuk mencegah deformitas cauliflower ear. Idealnya dilakukan oleh spesialis THT. Tugas DU adalah mengenali kondisi ini, memberikan balut tekan awal jika memungkinkan, dan segera merujuk pasien.

3. Pembersihan Kanal Telinga (Ear Canal Cleaning)

  • Pengangkatan bekuan darah atau debris yang mudah diakses dapat dilakukan secara hati-hati menggunakan suction atau curette di bawah pandangan langsung otoskop, hanya jika diperlukan untuk visualisasi dan jika DU merasa kompeten melakukannya.

  • Penting: HINDARI IRIGASI liang telinga jika terdapat kecurigaan perforasi membran timpani atau jika MT tidak dapat divisualisasi dengan jelas. Irigasi dapat mendorong infeksi masuk ke telinga tengah.

4. Penanganan Benda Asing (Foreign Body Management)

  • Upaya pengeluaran benda asing oleh DU hanya boleh dilakukan jika: objek terlihat jelas, mudah digenggam (graspable), lokasinya superfisial (tidak dekat MT), dan anak kooperatif. Gunakan alat yang sesuai (forsep aligator, curette, suction) di bawah pandangan langsung otoskop.

  • Batasi upaya pengeluaran hanya satu atau dua kali. Upaya berulang yang gagal akan meningkatkan risiko komplikasi (cedera liang telinga, perforasi MT, mendorong benda asing lebih dalam) dan merupakan indikasi rujukan segera ke spesialis THT.

  • Segera rujuk jika benda asing sulit digenggam (bulat, licin), terletak dalam dekat MT, ada kecurigaan/bukti perforasi MT, anak tidak kooperatif, atau jika benda asing tersebut adalah baterai (risiko kebocoran bahan kimia dan nekrosis jaringan). Pengeluaran benda asing pada anak seringkali memerlukan anestesi umum.

5. Terapi Topikal (Topical Therapy)

  • Pertimbangkan pemberian obat tetes telinga antibiotik atau kombinasi antibiotik-steroid (misalnya yang mengandung ciprofloxacin, neomycin/polymyxin B/hydrocortisone) jika terdapat laserasi KAE yang jelas atau tanda-tanda otitis eksterna sekunder. Pastikan MT intak sebelum meresepkan obat tetes yang berpotensi ototoksik (meskipun golongan fluoroquinolone umumnya dianggap lebih aman jika ada perforasi).

  • Hindari pemberian antibiotik sistemik (oral atau injeksi) untuk trauma telinga luar atau otorrhagia yang tidak komplikata, kecuali jika terdapat tanda-tanda infeksi yang menyebar (selulitis pinna, perikondritis) atau kondisi spesifik seperti kecurigaan otitis eksterna maligna.

6. Edukasi Pasien/Orang Tua (Patient/Parent Education)

  • Instruksikan untuk menjaga telinga tetap kering. Hindari berenang dan usahakan agar air tidak masuk ke telinga saat mandi (bisa menggunakan kapas yang dilapisi Vaseline sebagai sumbat sementara).

  • Nasihati agar tidak memasukkan benda apapun ke dalam liang telinga, termasuk cotton swab atau jari.

  • Jelaskan tanda-tanda bahaya yang memerlukan evaluasi ulang atau kunjungan ke spesialis, seperti nyeri yang memburuk, sekret telinga yang bertambah banyak atau berbau, demam, penurunan pendengaran yang menetap, pusing berputar, atau kelemahan wajah.


Gambar 3. Alur manajemen otorrhea

Prioritas utama dalam penanganan awal di tingkat DU adalah mengontrol nyeri, menghentikan perdarahan aktif (jika signifikan dan berasal dari KAE), dan melakukan penilaian yang aman (termasuk otoskopi hati-hati dan pertimbangan benda asing). Tindakan definitif seperti pengeluaran benda asing yang sulit, drainase hematoma, atau perbaikan perforasi MT umumnya merupakan ranah spesialis THT. 

Upaya penanganan awal yang terlalu agresif atau tidak tepat oleh non-spesialis, terutama dalam mengeluarkan benda asing atau melakukan irigasi pada kasus perforasi MT, justru dapat memperburuk kondisi dan meningkatkan risiko komplikasi. Mengenali batas kompetensi dan merujuk secara tepat waktu adalah kunci.

"Diagnosis dan Terapi Otorragia pada anak": Mengenali Tanda Bahaya (Red Flags) dan Kapan Merujuk

Bagian penting dari Diagnosis dan Terapi Otorragia pada anak di tingkat layanan primer adalah kemampuan untuk mengenali tanda bahaya (red flags) yang mengindikasikan perlunya evaluasi dan penanganan oleh spesialis THT. Keputusan untuk merujuk tidak hanya didasarkan pada adanya perdarahan, tetapi lebih kepada adanya tanda atau gejala penyerta yang mengarah pada cedera yang lebih kompleks, potensi komplikasi, atau kesulitan penanganan aman di fasilitas primer.

Tanda Bahaya yang Memerlukan Rujukan Segera/Darurat (ke IGD atau Spesialis THT):

  • Perdarahan Hebat/Persisten: Perdarahan yang tidak berhenti dengan penekanan sederhana atau tampak sangat banyak.

  • Kecurigaan Fraktur Dasar Tengkorak/Tulang Temporal: Adanya tanda seperti memar di belakang telinga (Battle's sign), memar sekitar mata (raccoon eyes), keluarnya cairan bening (CSF) dari telinga (otorrhea CSF), atau riwayat trauma kepala yang signifikan. Pasien ini memerlukan evaluasi segera di IGD, seringkali termasuk CT scan.

  • Paresis Nervus Fasialis: Kelemahan atau kelumpuhan otot wajah pada sisi yang sama dengan telinga yang cedera.

  • Vertigo Berat atau Nistagmus: Pusing berputar hebat atau gerakan mata bolak-balik yang tidak terkontrol, menunjukkan kemungkinan keterlibatan telinga dalam.

  • Gangguan Pendengaran Tiba-tiba atau Berat: Penurunan pendengaran yang terjadi mendadak atau sangat signifikan, terutama jika dicurigai jenis sensorineural. Gangguan pendengaran konduktif akibat hemotimpanum atau perforasi MT juga memerlukan evaluasi lanjut.

  • Benda Asing Sulit: Benda asing yang tidak dapat digenggam (bulat, licin), terletak dalam dekat MT, kecurigaan baterai, atau setelah upaya pengeluaran oleh DU gagal.

  • Hematoma Aurikula: Kumpulan darah pada daun telinga memerlukan drainase segera oleh spesialis untuk mencegah deformitas permanen.

  • Tanda Infeksi Berat atau Menyebar: Selulitis atau perikondritis (kemerahan, bengkak, nyeri hebat) pada daun telinga, atau kecurigaan otitis eksterna maligna/nekrotikans (nyeri hebat persisten, jaringan granulasi di KAE, kelumpuhan saraf kranial, terutama pada pasien diabetes atau imunokompromais).

  • Kecurigaan Trauma Non-Aksidental: Cedera telinga (terutama bilateral) pada bayi atau anak kecil tanpa riwayat trauma yang jelas atau dengan penjelasan yang tidak konsisten.

Kondisi yang Memerlukan Rujukan Non-Urgen ke Spesialis THT:

  • Perforasi Membran Timpani: Adanya lubang pada gendang telinga yang terkonfirmasi atau sangat dicurigai memerlukan evaluasi dan pemantauan oleh spesialis THT untuk menilai penyembuhan dan kemungkinan perlunya tindakan penutupan (timpanoplasti). Perforasi di kuadran posterosuperior atau yang tidak kunjung menutup memerlukan perhatian khusus.

  • Otorragia Berulang/Kronik: Perdarahan telinga yang terjadi berulang atau berlangsung lama memerlukan investigasi lebih lanjut untuk mencari penyebab yang mendasari.

  • Gangguan Pendengaran Konduktif Persisten: Jika gangguan pendengaran konduktif menetap setelah hemotimpanum (jika ada) terserap, ini mungkin menandakan adanya disrupsi rantai tulang pendengaran (osikula).

  • Kecurigaan Kolesteatoma: Meskipun jarang disebabkan langsung oleh trauma akut, adanya riwayat otorrhea kronik atau temuan debris keputihan pada otoskopi (terutama jika ada perforasi atik/marginal) memerlukan evaluasi THT untuk menyingkirkan kolesteatoma.

Tabel 1: Tanda Bahaya (Red Flags) pada Otorragia Akibat Trauma Telinga Luar Anak yang Memerlukan Rujukan Spesialis


Tanda/Gejala (Sign/Symptom)

Kemungkinan Penyebab (Possible Cause)

Tingkat Urgensi Rujukan (Referral Urgency)

Perdarahan hebat/persisten

Cedera vaskular, fraktur tulang temporal

Segera/IGD

Otorrhea CSF (cairan bening campur darah)

Fraktur dasar tengkorak

Segera/IGD

Paresis N. Fasialis (kelemahan wajah)

Cedera N. VII pada fraktur tulang temporal, infeksi berat

Segera/IGD

Vertigo berat atau nistagmus

Cedera labirin (telinga dalam)

Segera/IGD

Gangguan pendengaran tiba-tiba/berat (terutama SNHL)

Cedera telinga dalam, fraktur tulang temporal

Cepat/Urgen (jika >30 hari: 2 minggu)

Benda asing sulit (non-graspable, dalam, baterai)

Risiko komplikasi saat pengeluaran

Cepat/Urgen

Hematoma aurikula

Trauma tumpul pada daun telinga

Cepat/Urgen

Tanda infeksi berat/menyebar (selulitis, OE maligna)

Penyebaran infeksi ke jaringan sekitar atau tulang

Segera/IGD atau Cepat/Urgen

Kecurigaan trauma non-aksidental

Kekerasan pada anak

Sesuai protokol KDRT

Perforasi Membran Timpani

Trauma langsung, barotrauma

Rutin

Otorragia berulang/kronik

Penyebab yang belum teridentifikasi (misal: granulasi, tumor jarang)

Rutin

Gangguan pendengaran konduktif persisten

Disrupsi osikula, fiksasi osikula pasca trauma

Rutin

Catatan: Tingkat urgensi rujukan dapat bervariasi tergantung kondisi klinis pasien secara keseluruhan dan kebijakan setempat.

Kesimpulan: Peran Dokter Umum dalam Tata Laksana Awal

Penanganan awal otorrhagia akibat trauma telinga luar pada anak merupakan tantangan sekaligus kesempatan bagi Dokter Umum untuk memberikan perawatan yang tepat dan mencegah komplikasi. Peran utama DU meliputi:

  1. Penilaian Komprehensif: Melakukan anamnesis yang teliti mengenai mekanisme trauma dan gejala penyerta, serta pemeriksaan fisik yang cermat, terutama otoskopi.

  2. Manajemen Dasar: Memberikan penanganan simtomatik seperti kontrol nyeri, menghentikan perdarahan ringan dari KAE, melakukan pembersihan liang telinga secara hati-hati jika diperlukan dan aman, serta mencoba mengeluarkan benda asing yang superfisial dan mudah jika kondisi memungkinkan.

  3. Edukasi: Memberikan informasi yang jelas kepada orang tua mengenai kondisi anak, perawatan di rumah (menjaga telinga tetap kering, menghindari manipulasi), dan tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai.

  4. Identifikasi dan Rujukan: Mengenali tanda bahaya (red flags) yang mengindikasikan cedera yang lebih serius atau potensi komplikasi, dan melakukan rujukan ke spesialis THT secara tepat waktu dan sesuai tingkat urgensi.

Rujukan yang tepat waktu berdasarkan temuan klinis sangat krusial untuk mencegah konsekuensi jangka panjang seperti gangguan pendengaran permanen, infeksi kronis, kelumpuhan nervus fasialis, atau deformitas kosmetik daun telinga.

Kolaborasi yang baik antara DU dan spesialis THT akan memastikan pasien anak mendapatkan penanganan yang optimal sesuai dengan tingkat keparahan cederanya, sehingga memaksimalkan peluang pemulihan fungsi dan meminimalkan risiko komplikasi.

Referensi

  1. Post traumatic deafness: a pictorial review of CT and MRI findings - PMC - PubMed Central, diakses April 30, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4877355/

  2. Evaluation of Patients with Post-Traumatic Hearing Loss: A Retrospective Review of 506 Cases - PubMed Central, diakses April 30, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9449896/

  3. Ear Trauma in Orlu, Nigeria: A Five-Year Review - PMC, diakses April 30, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3244589/

  4. Physical Abuse Creating Cauliflower Ear in an Infant: A Discussion of Mechanism and Review of the Literature, diakses April 30, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9895250/

  5. Auricular Hematoma - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 30, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531499/

  6. Tympanic Membrane Perforation - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 30, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557887/

  7. Which craniofacial fractures are associated with external auditory canal bleeding? - PubMed, diakses April 30, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24075233/

  8. Clinical practice guideline: acute otitis externa - PubMed, diakses April 30, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24491310/

  9. Management of traumatic auricular injuries in children - PubMed, diakses April 30, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/10382199/

  10. Management of patients presenting with otorrhoea: diagnostic and treatment factors - PMC, diakses April 30, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3553644/

  11. Intriguing aural foreign body and algorithm of management of foreign body - PMC, diakses April 30, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8370545/

  12. Cauliflower Ear - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 30, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470424/

  13. Ear Foreign Body Removal - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 30, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459136/

  14. Emergency department management of foreign bodies of the external ear canal in children - PubMed, diakses April 30, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12170148/

  15. Pediatric external auditory canal foreign bodies: a review of 698 cases - PubMed, diakses April 30, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12161734/

  16. Comparison of Care Settings for Pediatric External Auditory Canal Foreign Bodies: A Meta-Analysis - PubMed, diakses April 30, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35499131/

  17. Pediatric Ear, Nose, and Throat Emergencies - PMC - PubMed Central, diakses April 30, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7126702/

  18. Otitis Externa - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 30, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556055/

  19. Otalgia - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 30, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549830/

  20. Position Statement: Red Flags-Warning of Ear Disease, diakses April 30, 2025, https://www.entnet.org/resource/position-statement-red-flags-warning-of-ear-disease/

  21. (PDF) Strangulation Forensic Examination: Best Practice for Health Care Providers, diakses April 30, 2025, https://www.researchgate.net/publication/258213855_Strangulation_Forensic_Examination_Best_Practice_for_Health_Care_Providers

  22. A Retrospective Estimate of Ear Disease Detection Using the “Red Flags” in a Clinical Sample - PMC - PubMed Central, diakses April 30, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6105532/

  23. Deafness and hearing loss toolkit: Common Red Flags and Referral Guidelines Timeline, diakses April 30, 2025, https://elearning.rcgp.org.uk/mod/book/view.php?id=12532&chapterid=295

  24. Otoscopy - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 30, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/books/NBK556090/

  25. Recognition of paediatric otopathology by General Practitioners - PubMed, diakses April 30, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18325603/

  26. External Ear Aural Atresia - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 30, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563257/

  27. Initial assessment and triage in ER - PubMed, diakses April 30, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21553208/

  28. Management of life‐threatening post‐traumatic otorrhagia - PMC, diakses April 30, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7813099/

  29. Management of life-threatening post-traumatic otorrhagia - PubMed, diakses April 30, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33489125/

  30. Cerumen Impaction Removal - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 30, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448155/

  31. Study Highlights Red Flags for Referral to ENT for Ear Foreign Body Retrieval - Consult QD, diakses April 30, 2025, https://consultqd.clevelandclinic.org/study-highlights-red-flags-for-referral-to-ent-for-ear-foreign-body-retrieval