27 Jun 2025 • Interna , pediatri
Hipoglikemia neonatus merupakan gangguan metabolik yang paling sering terjadi pada periode bayi baru lahir. Kondisi ini menjadi perhatian klinis utama karena merupakan penyebab kerusakan otak yang sebenarnya dapat dicegah. Prevalensinya cukup tinggi, diperkirakan mempengaruhi hingga 15% dari seluruh bayi baru lahir dan sekitar 50% bayi yang memiliki faktor risiko.
Mengingat potensi konsekuensi serius jangka panjang, termasuk cedera otak permanen dan gangguan perkembangan saraf , deteksi dini dan tatalaksana yang cepat dan tepat menjadi kompetensi krusial bagi dokter umum, yang seringkali menjadi lini pertama kontak pasien di fasilitas kesehatan primer maupun sekunder.
Tingginya angka kejadian hipoglikemia neonatus , ditambah dengan potensi bahaya serius yang dapat dicegah , menciptakan urgensi klinis yang signifikan. Kegagalan dalam mengenali atau mengelola kondisi ini secara adekuat dan tepat waktu dapat berakibat fatal atau menimbulkan beban morbiditas jangka panjang yang signifikan bagi pasien, keluarga, dan sistem kesehatan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai panduan praktis tatalaksana kondisi ini sangatlah esensial.
Meskipun hipoglikemia neonatus adalah kondisi yang umum dijumpai, masih terdapat kontroversi dan kurangnya konsensus dalam literatur medis mengenai definisi pasti, ambang batas glukosa darah yang memerlukan intervensi, serta strategi tatalaksana yang paling optimal.
Berbagai pedoman klinis dari organisasi profesi yang berbeda terkadang memberikan rekomendasi yang bervariasi. Namun demikian, tujuan utama dari tatalaksana hipoglikemia neonatus tetap sama, yaitu untuk mencegah atau meminimalkan risiko terjadinya cedera otak.
Di tengah area abu-abu dan perdebatan yang masih berlangsung, panduan ini bertujuan untuk menyajikan rekomendasi praktis yang paling umum diterima berdasarkan bukti ilmiah terkini dari sumber-sumber terpercaya, dengan fokus utama pada diagnosis dan tatalaksana awal yang dapat dilakukan oleh dokter umum.
Tekanan untuk melakukan skrining dan intervensi pada bayi berisiko memang tinggi , namun bukti ilmiah yang secara definitif menghubungkan episode hipoglikemia transien yang asimtomatik dengan luaran buruk jangka panjang masih belum sepenuhnya kuat atau bahkan menunjukkan hasil yang bertentangan.
Hal ini menempatkan klinisi dalam dilema: menyeimbangkan risiko overtreatment (intervensi berlebihan) pada bayi sehat yang sedang menjalani adaptasi fisiologis normal pasca lahir, dengan risiko undertreatment (intervensi inadekuat) pada bayi yang benar-benar berisiko mengalami cedera otak akibat hipoglikemia patologis. Artikel ini akan berfokus pada ambang batas operasional yang diterima secara luas untuk memandu tindakan praktis di tengah ketidakpastian ini.
Langkah pertama yang krusial dalam manajemen hipoglikemia neonatus adalah identifikasi bayi-bayi yang berisiko. Hal ini sangat penting karena manifestasi klinis hipoglikemia seringkali tidak spesifik atau bahkan tidak muncul sama sekali (asimtomatik), terutama pada periode awal kehidupan. Oleh karena itu, skrining glukosa darah rutin sangat direkomendasikan untuk kelompok bayi dengan faktor risiko tinggi.
Berbagai pedoman klinis internasional menunjukkan konsensus mengenai faktor-faktor risiko utama yang perlu diwaspadai. Faktor risiko ini seringkali terkait dengan mekanisme dasar berupa ketidakseimbangan antara suplai glukosa (cadangan glikogen yang rendah atau gangguan produksi glukosa endogen) dan/atau peningkatan penggunaan glukosa (misalnya akibat hiperinsulinisme atau peningkatan kebutuhan metabolik) selama masa adaptasi krusial dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin.
Memahami mekanisme ini membantu klinisi mengantisipasi risiko pada kelompok bayi tertentu. Sebagai contoh, bayi dari ibu diabetes (IDM) dan bayi besar untuk usia kehamilan (LGA) sering mengalami hiperinsulinisme janin sebagai respons terhadap kadar glukosa maternal yang tinggi.
Setelah lahir, kadar insulin bayi yang tinggi ini menetap meskipun pasokan glukosa dari ibu terputus, menyebabkan peningkatan utilisasi glukosa dan risiko hipoglikemia. Sebaliknya, bayi kecil untuk usia kehamilan (SGA) atau yang mengalami hambatan pertumbuhan janin (FGR), serta bayi prematur, memiliki cadangan glikogen hepar yang terbatas dan sistem glukoneogenesis yang belum matang sempurna, sehingga kesulitan mempertahankan kadar glukosa darah setelah lahir.
Kondisi stres perinatal seperti asfiksia, sepsis, atau hipotermia dapat menghabiskan cadangan glikogen dengan cepat dan meningkatkan kebutuhan metabolik, juga mengarah pada ketidakseimbangan suplai dan permintaan glukosa.
Berikut adalah rangkuman faktor risiko utama yang perlu diidentifikasi:
Tabel 1: Faktor Risiko Utama Hipoglikemia Neonatus
Faktor Risiko Utama | Deskripsi Singkat |
Bayi dari Ibu Diabetes (IDM) | Termasuk diabetes gestasional maupun pregestasional; terkait hiperinsulinisme janin. |
Besar untuk Usia Kehamilan (LGA) | Berat lahir > persentil ke-90 atau >4500 g; seringkali terkait dengan hiperinsulinisme. |
Kecil untuk Usia Kehamilan (SGA) / FGR | Berat lahir < persentil ke-10 atau <2500 g; terkait cadangan glikogen rendah dan gangguan glukoneogenesis. |
Prematuritas | Usia kehamilan <37 minggu, terutama late preterm (34-36 6/7 minggu); terkait imaturitas adaptasi metabolik dan cadangan glikogen rendah. |
Stres Perinatal | Asfiksia, iskemia, fetal distress, sepsis, hipotermia, sindrom aspirasi mekonium, polisitemia, eritroblastosis fetalis; meningkatkan kebutuhan glukosa. |
Lainnya | Riwayat keluarga (genetik), sindrom kongenital (mis. Beckwith-Wiedemann), obat ibu (mis. labetalol), postmaturitas (>42 minggu). |
Setelah mengidentifikasi bayi berisiko, langkah selanjutnya adalah melakukan skrining dan diagnosis. Penting untuk diingat bahwa tanda klinis hipoglikemia pada neonatus bisa sangat bervariasi dan tidak spesifik.
Gejala yang mungkin muncul meliputi jitteriness (gemetar halus), tremor, episode sianosis (kebiruan), apnea (henti napas) atau takipnea (napas cepat), kejang, tangisan yang lemah atau melengking (high-pitched cry), hipotonia (lemas), letargi, kesulitan menyusu, atau gerakan mata yang aneh (eye-rolling).
Namun, banyak bayi dengan hipoglikemia, terutama pada periode transisi awal, tidak menunjukkan gejala sama sekali (asimtomatik). Oleh karena itu, skrining aktif pada kelompok berisiko menjadi sangat penting.
Jadwal skrining yang direkomendasikan umumnya dimulai dalam beberapa jam pertama setelah kelahiran. Beberapa pedoman menyarankan skrining awal pada usia 1-4 jam , sementara yang lain merekomendasikan pada usia 2 jam setelah pemberian makan (menyusu) pertama kali.
Setelah skrining awal, pemeriksaan glukosa darah diulang secara berkala, biasanya setiap 3-4 jam atau 3-6 jam , idealnya dilakukan sebelum waktu menyusu berikutnya. Skrining dilanjutkan hingga kadar glukosa darah terpantau stabil dalam beberapa kali pengukuran berturut-turut.
Durasi total skrining dapat bervariasi tergantung pada faktor risiko spesifik; misalnya, pada bayi LGA atau IDM yang stabil, skrining mungkin dapat dihentikan setelah 12 jam jika kadar glukosa tetap normal, sedangkan pada bayi SGA atau prematur, skrining mungkin perlu dilanjutkan hingga 36-48 jam atau lebih sampai pemberian makan enteral sudah mapan dan kadar glukosa konsisten normal.
Untuk pemeriksaan glukosa darah, metode yang paling umum digunakan di samping tempat tidur pasien (Point-of-Care Testing/POCT) adalah glukometer. Alat ini memungkinkan skrining yang cepat dan praktis. Namun, perlu disadari bahwa akurasi glukometer, terutama pada rentang kadar glukosa yang rendah, mungkin terbatas.
Keterbatasan teknologi ini menekankan pentingnya konfirmasi hasil POCT yang rendah menggunakan sampel plasma atau serum yang diperiksa di laboratorium sentral, terutama sebelum memulai terapi intravena (IV) atau untuk mendiagnosis hipoglikemia persisten.
Meskipun demikian, jika bayi menunjukkan gejala hipoglikemia atau hasil POCT menunjukkan kadar glukosa yang sangat rendah, tatalaksana tidak boleh ditunda hanya untuk menunggu hasil konfirmasi laboratorium. Keputusan klinis seringkali harus dibuat berdasarkan kombinasi hasil POCT, gambaran klinis, dan faktor risiko yang ada.
Dalam praktik klinis sehari-hari, diperlukan ambang batas operasional yang jelas untuk memandu kapan intervensi perlu dilakukan. Meskipun definisi hipoglikemia "sebenarnya" masih menjadi perdebatan dan kadar glukosa fisiologis pada jam-jam pertama kehidupan bisa lebih rendah , nilai ambang batas yang paling banyak dikutip dan digunakan secara luas untuk intervensi pada periode transisi awal (umumnya dalam 48-72 jam pertama) adalah kadar glukosa darah <47 mg/dL (setara dengan <2.6 mmol/L).
Penggunaan ambang batas pragmatis ini mencerminkan pendekatan untuk meminimalkan risiko potensi bahaya secara proaktif dalam menghadapi ketidakpastian definisi absolut.
Beberapa pedoman mungkin menyarankan ambang batas yang sedikit berbeda atau bahkan lebih rendah pada beberapa jam pertama kehidupan (misalnya, <1.8 mmol/L atau sekitar <32-35 mg/dL dianggap signifikan). Secara praktis:
Bayi simtomatik dengan kadar glukosa darah <47 mg/dL (<2.6 mmol/L) memerlukan intervensi segera dengan terapi IV.
Bayi asimtomatik dengan kadar glukosa darah antara 1.8 mmol/L hingga 2.5 mmol/L (sekitar 32 mg/dL hingga 45 mg/dL) mungkin memerlukan intervensi awal berupa suplementasi enteral (pemberian makan tambahan) atau pemberian gel dekstrosa oral, diikuti dengan pemeriksaan ulang.
Bayi asimtomatik dengan kadar glukosa darah sangat rendah (misalnya, <1.8 mmol/L atau <32 mg/dL) juga seringkali memerlukan terapi IV.
Tujuan utama tatalaksana hipoglikemia neonatus adalah menaikkan dan mempertahankan kadar glukosa darah pada tingkat yang dianggap aman untuk mencegah terjadinya cedera neurologis. Pada periode transisi awal (umumnya <72 jam), target terapi biasanya adalah menjaga kadar glukosa darah di atas ambang batas intervensi, yaitu ≥47 mg/dL (≥2.6 mmol/L). Pendekatan tatalaksana bersifat bertahap, dimulai dari intervensi minimal.
Langkah 1: Nutrisi Oral dan Gel Dekstrosa
Intervensi paling awal adalah memastikan asupan nutrisi yang adekuat melalui pemberian makan, baik dengan menyusu langsung pada ibu (ASI) maupun dengan susu formula. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin, termasuk menyusui lebih lama dan dari kedua payudara, sangat direkomendasikan.
Namun, perlu dipahami bahwa pada beberapa hari pertama kehidupan, volume ASI mungkin masih sedikit dan kandungan kalorinya belum maksimal, sehingga ASI saja terkadang tidak cukup efektif untuk menaikkan kadar glukosa darah secara signifikan pada bayi yang mengalami hipoglikemia.
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan gel dekstrosa 40% yang diberikan secara bukal (digosokkan ke selaput lendir pipi bagian dalam) semakin luas direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk episode hipoglikemia asimtomatik. Intervensi ini terbukti efektif mengurangi angka kegagalan terapi (yang memerlukan IV), menurunkan kebutuhan admisi ke unit perawatan intensif neonatal (NICU) akibat hipoglikemia, dan bahkan mendukung keberhasilan menyusui eksklusif.
Selain itu, terapi ini bersifat non-invasif dan relatif murah. Dosis standar yang direkomendasikan adalah 200 mg/kg berat badan, yang setara dengan pemberian 0.5 mL/kg berat badan gel dekstrosa 40%. Gel digosokkan perlahan ke mukosa bukal, dan segera diikuti dengan pemberian makan (menyusu atau formula).
Kadar glukosa darah harus diperiksa ulang sekitar 30-60 menit setelah pemberian gel dan makan. Jika kadar glukosa darah masih tetap rendah di bawah target setelah intervensi awal ini, maka langkah tatalaksana berikutnya diperlukan.
Langkah 2: Terapi Intravena (IV)
Terapi glukosa intravena diindikasikan pada kondisi berikut :
Bayi dengan hipoglikemia simtomatik (kadar glukosa <47 mg/dL atau <2.6 mmol/L).
Bayi (asimtomatik maupun simtomatik) dengan kadar glukosa darah sangat rendah (misalnya, <1.8 mmol/L atau <32 mg/dL).
Bayi asimtomatik yang kadar glukosa darahnya tetap rendah (<47 mg/dL atau <2.6 mmol/L) meskipun sudah diberikan intervensi nutrisi oral dan/atau gel dekstrosa.
Tatalaksana IV biasanya dimulai dengan pemberian bolus cepat untuk segera menaikkan kadar glukosa darah, diikuti dengan infus kontinu untuk pemeliharaan.
Bolus Awal: Dosis bolus yang umum digunakan adalah larutan Dekstrosa 10% (D10) sebanyak 2 mL/kg berat badan, diberikan secara intravena perlahan. Dosis ini setara dengan pemberian glukosa 200 mg/kg. Beberapa literatur menyebutkan rentang dosis bolus 2-3 mL/kg.
Infus Kontinu (Pemeliharaan): Setelah bolus, segera dimulai infus dekstrosa kontinu. Laju pemberian glukosa (Glucose Infusion Rate/GIR) awal yang direkomendasikan adalah 4-6 mg/kg/menit untuk bayi cukup bulan dan 6-8 mg/kg/menit untuk bayi prematur. Laju ini dapat dicapai misalnya dengan menggunakan larutan D10 yang diberikan dengan kecepatan total cairan sekitar 60-90 mL/kg/hari. Penting untuk menghitung GIR secara akurat menggunakan rumus: GIR(mg/kg/menit)=60×Berat Badan (kg)Laju Cairan (mL/jam)×Konsentrasi Dekstrosa (%)×10
Titrasi GIR: Kadar glukosa darah harus dipantau secara berkala setelah memulai infus IV. Jika kadar glukosa belum mencapai target (≥47 mg/dL atau ≥2.6 mmol/L), maka GIR perlu dinaikkan secara bertahap. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan laju total cairan infus atau dengan meningkatkan konsentrasi larutan dekstrosa (misalnya menjadi D12.5, D15, dst.). Setiap kali dilakukan penyesuaian GIR, kadar glukosa darah sebaiknya diperiksa ulang sekitar 30 menit kemudian. Perlu diingat bahwa larutan dekstrosa dengan konsentrasi lebih dari 12.5% (D12.5) bersifat hiperosmolar dan sebaiknya diberikan melalui akses vena sentral (misalnya kateter vena umbilikalis atau PICC) untuk menghindari risiko iritasi vena perifer atau ekstravasasi. Pada kasus hipoglikemia yang refrakter, GIR mungkin perlu dinaikkan hingga 15-20 mg/kg/menit atau bahkan lebih. Jika kebutuhan GIR untuk mempertahankan normoglikemia sangat tinggi (umumnya >10-12 mg/kg/menit), hal ini harus menjadi pertanda untuk mempertimbangkan kemungkinan adanya kondisi patologis yang mendasari (seperti hiperinsulinisme) dan perlunya investigasi lebih lanjut atau rujukan ke spesialis.
Weaning (Penyapihan) Infus: Setelah kadar glukosa darah stabil pada rentang target selama periode waktu tertentu (misalnya, stabil selama 12 jam atau beberapa hari pada kasus yang lebih persisten ) dan bayi sudah dapat mentoleransi asupan enteral (minum) dengan baik, infus dekstrosa dapat mulai diturunkan secara bertahap (weaning). Penurunan GIR dilakukan perlahan sambil terus memantau kadar glukosa darah untuk memastikan bayi dapat mempertahankan normoglikemia dengan asupan enteral saja.
Gambar 1. Strategi Terapi
Penyediaan dosis spesifik dalam satuan mg/kg maupun mL/kg untuk larutan standar seperti D10 dan gel 40%, serta pemahaman tentang perhitungan dan penyesuaian GIR, merupakan elemen kunci untuk aplikasi praktis yang aman dan efektif oleh dokter umum di lapangan.
Tabel 2: Dosis Awal Tatalaksana Hipoglikemia Neonatus
Intervensi | Indikasi Klinis Utama | Dosis Awal yang Direkomendasikan | Catatan Penting |
Gel Dekstrosa Oral 40% | Hipoglikemia Asimtomatik (GDS 1.8−2.5 mmol/L atau sesuai protokol lokal) | 200 mg/kg (0.5 mL/kg) per bukal, diikuti pemberian makan. | Lini pertama untuk kasus asimtomatik. Periksa ulang GDS 30-60 menit kemudian. |
Bolus IV Dekstrosa 10% | Hipoglikemia Simtomatik; GDS <1.8 mmol/L; Gagal terapi oral/gel | 200 mg/kg (2 mL/kg) IV perlahan. | Untuk menaikkan GDS dengan cepat. |
Infus IV Awal (GIR) | Setelah bolus; Perlu dukungan glukosa kontinu | Bayi Cukup Bulan: 4−6 mg/kg/menit <br> Bayi Prematur: 6−8 mg/kg/menit <br> (Contoh: D10 @ 60−90 mL/kg/hari) | Titrasi GIR berdasarkan respons GDS. Pantau GDS secara berkala. |
GDS = Glukosa Darah Sewaktu (atau Point-of-Care)
Konsultasikan protokol lokal dan pertimbangkan kondisi klinis individual pasien.
Sebagian besar kasus hipoglikemia pada bayi baru lahir bersifat transien, artinya hanya berlangsung sementara dan terkait dengan proses adaptasi fisiologis normal dalam 48 hingga 72 jam pertama kehidupan. Namun, sebagian kecil bayi dapat mengalami hipoglikemia persisten, yaitu kondisi hipoglikemia yang menetap atau berulang melebihi periode adaptasi awal tersebut.
Hipoglikemia persisten atau kasus yang memerlukan laju infus glukosa (GIR) yang sangat tinggi (umumnya >10-12 mg/kg/menit) untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal, harus dicurigai sebagai kondisi patologis yang memerlukan evaluasi lebih lanjut oleh spesialis.
Pediatric Endocrine Society (PES) memberikan panduan kriteria kapan evaluasi untuk hipoglikemia persisten perlu dipertimbangkan. Mereka merekomendasikan evaluasi jika bayi berusia ≥48 jam tidak mampu secara konsisten mempertahankan kadar glukosa plasma pra-prandial (sebelum makan) >60 mg/dL (>3.3 mmol/L). Pedoman lain juga menyebutkan bahwa target kadar glukosa darah setelah usia 72 jam sebaiknya adalah ≥3.3 mmol/L (sekitar 60 mg/dL).
Adanya perbedaan target glukosa antara periode transisi awal (target >2.6 mmol/L atau >47 mg/dL) dengan periode setelahnya atau pada kasus persisten (target >3.3 mmol/L atau >60 mg/dL) ini penting untuk dipahami. Pergeseran target ini mencerminkan perubahan fokus dari sekadar mengatasi adaptasi fisiologis menjadi upaya memastikan suplai glukosa yang adekuat untuk perkembangan otak jangka panjang pada kondisi yang diduga patologis.
Penyebab hipoglikemia persisten sangat beragam dan seringkali melibatkan kelainan mendasar yang kompleks. Beberapa penyebab utama meliputi :
Hiperinsulinisme Kongenital: Produksi atau sekresi insulin yang berlebihan dan tidak sesuai dengan kadar glukosa darah. Ini bisa disebabkan oleh kelainan genetik pada sel beta pankreas.
Defisiensi Hormon Kontra-Regulasi: Kekurangan hormon penting untuk menaikkan gula darah, seperti kortisol (akibat insufisiensi adrenal) atau hormon pertumbuhan (growth hormone).
Kelainan Metabolisme Bawaan (Inborn Errors of Metabolism): Gangguan pada jalur metabolisme glukosa, glikogen (misalnya Glycogen Storage Disease/GSD), atau asam lemak (misalnya Fatty Acid Oxidation Disorders/FAOD).
Diagnosis definitif penyebab hipoglikemia persisten memerlukan pemeriksaan khusus yang biasanya dikoordinasikan oleh dokter spesialis anak konsultan endokrinologi atau metabolik. Kunci diagnosis terletak pada pengambilan 'critical sample', yaitu sampel darah dan urin yang diambil tepat pada saat bayi mengalami episode hipoglikemia (sebelum diberikan terapi glukosa).
Sampel ini akan dianalisis untuk kadar hormon (insulin, kortisol, GH), substrat metabolik (asam lemak bebas, keton), laktat, amonia, dan pemeriksaan metabolik lainnya untuk mengidentifikasi pola biokimia yang khas dari masing-masing kelainan.
Oleh karena itu, jika dokter umum mencurigai adanya hipoglikemia persisten berdasarkan kriteria di atas (hipoglikemia berlanjut >72 jam, sulit mempertahankan target >60 mg/dL, atau memerlukan GIR >10-12 mg/kg/menit), rujukan segera ke pusat layanan kesehatan dengan fasilitas spesialis anak (endokrinologi/metabolik) sangat dianjurkan untuk evaluasi dan tatalaksana lebih lanjut.
Hipoglikemia neonatus adalah kondisi klinis penting yang memerlukan kewaspadaan tinggi dari dokter umum. Mengingat prevalensinya yang tinggi pada bayi baru lahir, terutama pada kelompok berisiko, serta potensi dampak jangka panjang pada perkembangan saraf jika tidak ditangani dengan baik, pemahaman mengenai Diagnosis dan Terapi Hipoglikemia Neonatus menjadi sangat esensial.
Pesan kunci yang dapat diambil dari panduan praktis ini adalah:
Identifikasi Faktor Risiko: Kenali bayi-bayi yang berisiko tinggi mengalami hipoglikemia (IDM, LGA, SGA, prematur, stres perinatal, dll.) karena skrining proaktif sangat penting pada kelompok ini.
Skrining Tepat Waktu: Lakukan skrining glukosa darah pada bayi berisiko dimulai dari jam-jam pertama kehidupan dan ulangi secara berkala sesuai pedoman.
Gunakan Ambang Batas Operasional: Gunakan ambang batas kadar glukosa darah <47 mg/dL (<2.6 mmol/L) sebagai panduan praktis untuk memulai intervensi pada periode transisi awal (<72 jam), terutama jika bayi simtomatik atau kadar sangat rendah.
Tatalaksana Bertahap: Mulai intervensi dengan langkah minimal invasif. Pemberian makan yang adekuat dan gel dekstrosa oral 40% (dosis 0.5 mL/kg) merupakan lini pertama yang efektif untuk hipoglikemia asimtomatik.
Terapi IV Jika Diperlukan: Gunakan terapi IV (bolus D10 2 mL/kg, dilanjutkan infus dengan GIR awal 4-8 mg/kg/menit) untuk kasus simtomatik, kadar sangat rendah, atau gagal terapi oral/gel. Perhatikan Dosis Obat Hipoglikemia Neonatus yang tepat dan lakukan titrasi berdasarkan respons klinis dan pemantauan glukosa.
Kenali Tanda Bahaya Persisten: Waspadai hipoglikemia yang menetap >72 jam, sulit mencapai target >60 mg/dL (>3.3 mmol/L), atau memerlukan GIR tinggi (>10-12 mg/kg/menit). Kondisi ini memerlukan rujukan segera ke spesialis untuk investigasi lebih lanjut mengenai kemungkinan penyebab patologis.
Meskipun masih terdapat beberapa area ketidakpastian dalam literatur mengenai definisi dan signifikansi klinis setiap episode hipoglikemia, pendekatan proaktif dengan melakukan skrining pada bayi berisiko dan memberikan intervensi dini berdasarkan panduan praktis yang ada saat ini merupakan strategi terbaik untuk mencegah potensi bahaya dan mengoptimalkan luaran jangka panjang bagi pasien neonatus.
Clinical Aspects of Neonatal Hypoglycemia: A Mini Review - Frontiers, diakses April 29, 2025, https://www.frontiersin.org/journals/pediatrics/articles/10.3389/fped.2020.562251/full
Neonatal Hypoglycemia - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 29, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537105/
Clinical Aspects of Neonatal Hypoglycemia: A Mini Review - PMC, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7820332/
Infants Eligible for Neonatal Hypoglycemia Screening: A Systematic Review - PMC, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10546298/
Neonatal hypoglycemia: lack of evidence for a safe management - Frontiers, diakses April 29, 2025, https://www.frontiersin.org/journals/endocrinology/articles/10.3389/fendo.2023.1179102/full
Application of the screening test principles to screening for neonatal hypoglycemia, diakses April 29, 2025, https://www.frontiersin.org/journals/pediatrics/articles/10.3389/fped.2022.1048897/full
Recommendations from the Pediatric Endocrine Society for ..., diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11891912/
Hypoglycemia in Neonates, Infants, and Children - Endotext - NCBI Bookshelf, diakses April 29, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK594592/
Neonatal Hypoglycemia and Neurodevelopmental Outcomes—An Updated Systematic Review and Meta-Analysis - PMC - PubMed Central, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11677687/
Diagnosis and Management of Neonatal Hypoglycemia: A ..., diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10378472/
Management Strategies for Neonatal Hypoglycemia - PMC, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3775554/
Hypoglycaemia of the newborn: a review - PMC - PubMed Central, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2486945/
Update on Neonatal Hypoglycemia - PMC - PubMed Central, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4012366/
Systematic review of guidelines on neonatal hypoglycemia - PubMed, diakses April 29, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/37997458/
Revising WHO Guidelines on the management of hypoglycaemia in children - PMC, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8640692/
Neonatal hypoglycaemia - PMC, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11015200/
The screening and management of newborns at risk for low blood ..., diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6901164/
Screening guidelines for newborns at risk for low blood glucose - PMC, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2724150/
Hypoglycemia in Children: Major Endocrine-Metabolic Causes and Novel Therapeutic Perspectives - PubMed Central, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10459037/
Frequency and etiology of persistent neonatal hypoglycemia using the more stringent 2015 Pediatric Endocrine Society hypoglycemia guidelines - PMC, diakses April 29, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6587427/