23 Feb 2016 • Internal Medicine
Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 dengan onset cepat, sistematik dan mengancam nyawa. Jika reaksi tersebut hebat dapat menimbulkan syok yang disebut syok anafilaktik. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Untuk itu dokter membutuhkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik.
Belum ada data yang akurat dalam insiden dan prevalensi terjadinya syok anafilaktik di Indonesia. Insiden syok anafilaktik 40-60 persen adalah akibat gigitan serangga, 20-40 persen akibat zat kontras radiografi, dan 10-20 persen akibat pemberian obat penisilin.
Penisilin merupakan penyebab kematian 100 dari 500 kematian akibat reaksi anafilaksis. Rencana injeksi penisilin dan obat-obat berpotensi menimbulkan syok anafilaksis di tempat praktek dokter harus mempersiapkan semua kemungkinan terburuk terjadinya syok anafilaksis paska-injeksi.
Faktor risiko terjadinya syok anafilaksis antara lain usia, jenis kelamin, rute pajanan, maupun riwayat atopi. Anafilaksis lebih sering terjadi pada wanita dewasa (60%) yang umumnya terjadi pada usia kurang dari 39 tahun.
Pada anak-anak usia dibawah 15 tahun, reaksi anafilaksis lebih sering terjadi pada laki-laki. Rute pejanan parenteral biasanya menimbulkan reaksi yang lebih berat.
Gamabaran atau gejala klinis suatu reaksi anafilaksis berbeda-beda derajatnya sesuai dengan tingkat sensitivitas seseorang, namun pada tingkat yang berat berupa syok anafilaktik, gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi.
Kedua gangguan tersebut dapat timbul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya sangat bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa jam. Pada dasarnya, makin cepat reaksi timbul makin berat keadaan penderita.
Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang kemudian segera diikuti dengan sesak napas.
Gejala pada kulit merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada reaksi anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting untuk diperhatikan sebab ini merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala yang lebih berat berupa gangguan napas dan gangguan sirkulasi.
Oleh karena itu setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai untuk kemungkinan timbulnya gejala yang lebih berat. Manifestasi dari gangguan gatrointestinal berupa perut kram, mual, muntah sampai diare yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala gangguan napas dan sirkulasi.
Beberapa tanda kelainan fisik yang muncul pada pasien yang mengalami reaksi anafilaksis adalah tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis karena edema laring dan bronkospasme.
Hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik. Adanya takikardia, edema periorbital, mata berair, hiperemi konjungtiva. Tanda prodromal pada kulit berupa urtikaria dan eritema.
Syok anafilaktik terjadi tiba-tiba dan mengancam nyawa. Tindakan cepat gawat darurat harus dilakukan untuk meminimalkan resiko pasien. Beberapa langkah sistematis dapat dilakukan seperti diagram dibawah ini.
Setelah kegawatdaruratan teratasi, maka selanjutnya dilakukan terapi stabilisasi dan work-up untuk menegakkan diagnosis reaksi anafilaksis.
Beberapa gambaran khas yang menunjang diagnosis reaksi anafilaksis dapat dilakukan dengan pemeriksaan sederhana dan kompleks. Pemeriksaan laboratorium hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal.
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit (skin prick test/SPT) untuk mencari faktor pencetus yang disebabkan oleh alergen hirup dan makanan dapat dilakukan setelah pasiennya sehat.
World Allergy Organization telah membuat beberapa kriteria dimana reaksi anafilaksis dinyatakan sangat mungkin bila:
Onset gejala akut (beberapa menit hingga beberapa jam) yang melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (misal: urtikaria generalisata, pruritus, dengan kemerahan, pembengkakan bibir/lidah/uvula) an sedikitnya salah satu dari tanda berikut ini :
Atau dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera (beberapa menit hingga beberapa jam) setelah terpapar alergen yang mungkin (likely allergen), yaitu:
Atau, penurunan tekanan darah segera (beberapa menit atau jam) setelah terpapar alergen yang diketahui (known allergen), sesuai kriteria berikut:
30% dari tekanan darah sistolik semula
Setelah kegawatdaruratan teratasi dan diagnosis klinis berhasil ditegakkan maka tugas dokter selanjutnya adalah mencari penyebab reaksi anafilaksis dan mencatatnya di rekam medis serta memberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk menghindari alergen penyebab agar tidak terjadi reaksi anafilaksis lagi.
Keluarga perlu diberitahu mengenai penyuntikan apapun bentuknya terutama obat-obatan yang telah dilaporkan bersifat antigen (serum, penisilin, anestesi lokal, dll) harus selalu diwaspadai untuk timbulnya reaksi anafilaksis. Penderita yang tergolong risiko tinggi (ada riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-penyakit alergi lainnya) harus lebih diwaspadai lagi. Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi berapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat lain yang lebih aman.
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.
=
Tahukah anda bahwa menurut survei yang dilakukan admin dokter post, buku Panduan Praktik Klinis Penatakasanaan PAPDI (TENGAH) adalah buku yang paling diinginkan oleh dokter di seluruh Indonesia?
Yang menarik, buku setebal 1000 halaman ini adalah buku yang tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan medik Dokter Umum dan Dokter Spesialis saja, buku seberat 2,3 kg ini juga banyak dicari dokter manajer Rumah Sakit sebagai referensi menyusun Panduan Praktik Klinis internal di Rumah Sakit dalam menghadapi Akreditasi versi KARS 2012.
Jika kamu belum punya, segera saja SMS/WA 081234008737untuk pemesanan
Sebelum kehabisan!
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11
9 May 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020
2 May 2020
Bergabung dengan Dokter Post Untuk Karier Anda 🌟