3 Oct 2025 • mata
1. Pendahuluan: Mengenali Kegawatdaruratan Trauma Kimia Mata
Trauma kimia mata merupakan salah satu kondisi kegawatdaruratan oftalmologi yang paling destruktif, berpotensi menyebabkan kerusakan berat pada struktur segmen anterior mata, kehilangan penglihatan permanen, dan serangkaian komplikasi serius lainnya.
Kondisi ini menyumbang proporsi yang signifikan dari keseluruhan kasus trauma okular, dengan laporan insidensi berkisar antara 7.7% hingga 22.1%. Angka ini mengindikasikan bahwa dokter umum di berbagai fasilitas layanan kesehatan primer kemungkinan besar akan berhadapan dengan kasus trauma kimia mata dalam praktik sehari-hari mereka.
Kecepatan dan ketepatan intervensi adalah faktor krusial yang menentukan prognosis. Penanganan yang efektif dan cepat, dimulai dari evaluasi klinis yang akurat hingga terapi segera, memegang peranan esensial dalam mencapai hasil visual yang lebih baik dan menekan angka komplikasi.
Setiap detik penundaan dalam memberikan pertolongan pertama, terutama irigasi, dapat memperburuk kerusakan jaringan mata secara eksponensial. Meskipun trauma kimia mata sering diasosiasikan dengan kecelakaan di lingkungan kerja, terutama pada populasi pria usia muda, penting untuk disadari bahwa insiden ini juga tidak jarang terjadi di lingkungan rumah tangga.
Paparan bahan kimia yang umum ditemukan di rumah, seperti pembersih saluran air, pemutih pakaian, amonia, atau bahkan beberapa jenis perekat, dapat menyebabkan cedera yang sama parahnya. Lebih lanjut, cedera yang disebabkan oleh tindak kekerasan atau penyerangan seringkali memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi dan prognosis yang lebih buruk.
Konsekuensi dari trauma kimia mata yang parah tidak hanya terbatas pada aspek medis dan fungsional penglihatan, tetapi juga menimbulkan beban sosial, ekonomi, dan psikologis yang signifikan bagi pasien dan keluarganya. Oleh karena itu, peran dokter umum dalam memberikan tatalaksana awal yang optimal menjadi sangat vital untuk memitigasi kerusakan dan mengurangi dampak jangka panjang tersebut.
Gambar 1. Beberapa Derajat kasus trauma kimia mata. A-F: Derajat 1-6
2. Memahami Kerusakan: Patofisiologi Trauma Kimia Asam dan Basa
Mekanisme kerusakan jaringan mata akibat paparan bahan kimia sangat bergantung pada sifat kimiawi agen penyebab, terutama apakah agen tersebut bersifat asam atau basa (alkali). Pemahaman mengenai perbedaan patofisiologi ini fundamental karena secara langsung memengaruhi strategi tatalaksana dan prediksi prognosis.
Bahan Basa (Alkali): Agen alkali, seperti natrium hidroksida (NaOH) yang terkandung dalam pembersih saluran air, amonia (NH3) dalam produk pembersih rumah tangga, atau kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dari kapur, cenderung menyebabkan kerusakan yang lebih parah dan luas. Bahan basa bekerja dengan cara menyebabkan saponifikasi (penyabunan) asam lemak pada membran sel dan denaturasi kolagen stroma kornea. Proses ini merusak integritas sel dan jaringan, memungkinkan agen basa untuk menembus dengan cepat dan dalam ke stroma kornea, kamera anterior, bahkan berpotensi mencapai struktur yang lebih posterior seperti lensa dan retina. Karakteristik penting dari trauma basa adalah kerusakan yang bersifat progresif; selama agen basa masih berkontak dengan jaringan, proses destruktif akan terus berlanjut. Hal ini mengimplikasikan kebutuhan akan irigasi yang lebih agresif dan prolong untuk memastikan eliminasi total agen penyebab.
Bahan Asam: Sebaliknya, agen asam, seperti asam sulfat (H2SO4) dari aki kendaraan atau asam asetat pekat, umumnya menyebabkan kerusakan yang lebih terbatas pada permukaan. Paparan asam mengakibatkan koagulasi protein jaringan secara cepat. Koagulasi ini membentuk suatu lapisan eskar atau barrier protektif yang cenderung menghambat penetrasi asam lebih lanjut ke lapisan jaringan yang lebih dalam. Dengan demikian, kerusakan utama biasanya terjadi pada saat kontak awal. Namun, terdapat pengecualian penting, yaitu asam hidrofluorat (HF). Asam hidrofluorat, yang sering ditemukan dalam produk pembersih karat atau pemoles logam, memiliki sifat unik. Meskipun tergolong asam, ion fluorida bebasnya yang kecil dan lipofilik mampu menembus jaringan dengan cara yang mirip dengan basa, menyebabkan kerusakan yang dalam dan progresif. Oleh karena itu, trauma akibat asam hidrofluorat harus ditangani dengan kewaspadaan serupa dengan trauma basa.
Iritan: Kategori lain adalah iritan, seperti alkohol atau deterjen rumah tangga ringan. Agen-agen ini biasanya hanya menyebabkan de-epitelisasi superfisial pada kornea atau konjungtiva. Kerusakan ini umumnya bersifat ringan dan permukaan mata akan sembuh dengan baik tanpa meninggalkan sekuele visual yang signifikan, asalkan tidak ada komplikasi sekunder.
Beberapa faktor menentukan tingkat keparahan cedera kimia mata, antara lain jenis agen kimia (asam atau basa, serta konsentrasinya), pH larutan, durasi kontak dengan permukaan mata, volume bahan kimia yang mengenai mata, serta yang paling krusial adalah kecepatan dan ketepatan terapi awal yang diberikan, terutama irigasi.
3. Langkah Kunci Diagnosis dan Klasifikasi Awal di Layanan Primer untuk "Diagnosis dan Terapi Trauma Kimia Mata"
Penegakan diagnosis yang cepat dan klasifikasi awal keparahan trauma kimia mata merupakan landasan untuk tatalaksana yang tepat dan efektif di tingkat layanan primer.
Anamnesis Cepat dan Tepat:
Informasi yang akurat mengenai kejadian trauma sangat penting. Dokter umum harus segera menanyakan:
Agen kimia penyebab: Jika diketahui, mintalah pasien atau pengantar untuk membawa kemasan produk atau Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS/SDS) jika tersedia.
Waktu dan durasi paparan: Kapan kejadian terjadi dan berapa lama mata terpapar bahan kimia tersebut.
Tindakan pertolongan pertama: Apakah sudah dilakukan upaya pertolongan pertama, terutama irigasi mata, dan bagaimana caranya.
Penggunaan lensa kontak: Lensa kontak harus segera dilepas karena dapat menjebak bahan kimia dan memperpanjang paparan.
Keluhan utama: Nyeri hebat, penurunan atau kehilangan penglihatan, fotofobia (sensitif terhadap cahaya), sensasi benda asing, mata merah, bengkak, dan blefarospasme (kelopak mata sulit dibuka) adalah keluhan yang umum.
Pemeriksaan Fisik Esensial:
Prioritaskan ABCs: Pada kasus paparan bahan kimia yang luas atau dicurigai adanya paparan sistemik (misalnya, melalui inhalasi atau ingesti bersamaan dengan trauma mata), penilaian dan stabilisasi jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi (Circulation) harus didahulukan.
Tajam Penglihatan (Visus): Periksa tajam penglihatan sesegera mungkin, idealnya sebelum tindakan lain, namun jika pasien mengalami nyeri hebat dan blefarospasme, pemberian anestesi topikal dapat memfasilitasi pemeriksaan. Catat hasil pemeriksaan visus sebagai data dasar.
Pemeriksaan pH Permukaan Mata: Ini adalah langkah diagnostik KRUSIAL dan tidak boleh terlewatkan. Gunakan kertas lakmus steril atau strip pH khusus mata. Tempelkan strip dengan lembut pada forniks konjungtiva inferior (kantong kelopak mata bawah) sebelum memulai irigasi dan ulangi pemeriksaan setiap 15-30 menit selama proses irigasi berlangsung. Lakukan pemeriksaan pH pada kedua mata, bahkan jika hanya satu mata yang tampak terkena. Target pH adalah netral, yaitu antara 7.0 hingga 7.2. Pemeriksaan pH tidak hanya mengonfirmasi adanya paparan bahan kimia tetapi juga menjadi panduan objektif untuk menentukan durasi irigasi yang adekuat.
Inspeksi Eksterna: Perhatikan adanya keterlibatan kulit kelopak mata (palpebra), bulu mata (silia), serta konjungtiva (kemerahan/hiperemia, pembengkakan/kemosis, perdarahan subkonjungtiva).
Pemeriksaan Kornea: Gunakan senter (penlight) atau idealnya slit lamp jika tersedia. Amati kejernihan kornea. Adanya kekeruhan (haze) atau opasitas total harus dicatat. Defek epitel kornea dapat divisualisasikan lebih jelas dengan pewarnaan fluorescein, namun ini sebaiknya dilakukan setelah irigasi selesai dan pH permukaan mata telah kembali netral.
Pemeriksaan Limbus: Limbus adalah area transisi antara kornea dan sklera. Perhatikan tanda-tanda iskemia limbus, yang tampak sebagai area pucat atau avaskular (tidak ada pembuluh darah). Iskemia limbus merupakan indikator prognostik yang sangat penting karena menunjukkan kerusakan pada sel punca (stem cells) limbus yang vital untuk regenerasi permukaan kornea. Adanya iskemia limbus, bahkan jika kekeruhan kornea belum masif, adalah tanda bahaya (red flag) yang mengindikasikan prognosis buruk dan kebutuhan rujukan segera.
Pemeriksaan Segmen Anterior Lainnya: Jika memungkinkan, perhatikan kedalaman kamera okuli anterior, kejernihan humor aqueus, bentuk pupil, dan reaksi pupil terhadap cahaya.
Tekanan Intraokular (TIO): Pengukuran TIO sebaiknya dilakukan setelah kondisi mata stabil dan pH permukaan mata netral. TIO dapat meningkat, menurun, atau berfluktuasi pada kasus trauma kimia.
Klasifikasi Keparahan:
Untuk mempermudah penilaian keparahan dan prognosis, serta komunikasi saat rujukan, dapat digunakan sistem klasifikasi. Klasifikasi Roper-Hall (modifikasi dari Ballen) adalah sistem yang relatif sederhana, umum digunakan, dan memiliki nilai prognostik yang baik. Klasifikasi ini didasarkan pada dua parameter utama: tingkat kekeruhan kornea dan derajat iskemia limbus.
Tabel 1: Klasifikasi Keparahan Trauma Kimia Mata (Adaptasi Roper-Hall untuk Dokter Umum)
Grade | Gambaran Kornea (Sederhana) | Gambaran Limbus (Derajat Iskemia) | Prognosis Umum |
I | Hanya kerusakan epitel, kornea jernih | Tidak ada iskemia limbus | Baik |
II | Kekeruhan ringan, detail iris tampak | Iskemia limbus <1/3 lingkaran | Baik |
III | Kekeruhan stroma, detail iris kabur | Iskemia limbus 1/3–1/2 lingkaran | Meragukan |
IV | Kornea opak, iris & pupil tak tampak | Iskemia limbus >1/2 lingkaran | Buruk |
Meskipun terdapat klasifikasi lain yang lebih detail seperti Klasifikasi Dua et al., yang turut memperhitungkan keterlibatan konjungtiva , pemahaman dan aplikasi Klasifikasi Roper-Hall sudah cukup memadai bagi dokter umum untuk membuat keputusan tatalaksana awal dan menentukan urgensi rujukan.
Dokumentasi yang teliti mengenai temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik awal, termasuk visus, pH awal dan akhir irigasi, serta grade klasifikasi, sangat krusial untuk memantau perkembangan kondisi pasien dan menjadi informasi berharga bagi dokter spesialis mata yang menerima rujukan.
4. Tatalaksana Segera: Irigasi Adalah Segalanya!
Pada kasus trauma kimia mata, tindakan yang paling fundamental dan berpotensi menyelamatkan penglihatan adalah IRIGASI SEGERA, MASIF, dan BERKELANJUTAN. Prinsip ini tidak bisa ditawar dan harus didahulukan sebelum melakukan pemeriksaan mata yang lebih detail, kecuali jika terdapat kondisi yang mengancam jiwa seperti gangguan jalan napas akibat inhalasi bahan kimia. Penundaan irigasi, bahkan hanya beberapa menit, untuk mencari antidotum spesifik atau cairan irigasi "ideal" dapat berakibat fatal terhadap prognosis visual. Kecepatan memulai irigasi jauh lebih penting daripada jenis cairan irigasi yang digunakan pada tahap awal.
Pilihan Cairan Irigasi:
Pra-Rumah Sakit/Lokasi Kejadian: Jika tidak ada cairan steril yang tersedia, air keran bersih adalah pilihan pertama dan harus segera digunakan. Meskipun air keran bersifat hipotonis dibandingkan stroma kornea dan secara teoritis dapat menyebabkan edema kornea, manfaatnya dalam membersihkan dan melarutkan bahan kimia jauh lebih besar daripada risiko tersebut.
Di Fasilitas Kesehatan: Larutan Salin Normal (NaCl 0.9%), Ringer Laktat (RL), atau Balanced Salt Solution (BSS) merupakan pilihan ideal karena lebih isotonis terhadap jaringan mata dan umumnya tersedia dalam jumlah banyak. Ringer Laktat sering menjadi pilihan utama di unit gawat darurat karena ketersediaannya. Larutan amfoterik, seperti Diphoterine®, telah diusulkan sebagai alternatif karena kemampuannya menetralkan baik asam maupun basa serta menarik bahan kimia keluar dari jaringan secara osmosis. Namun, ketersediaannya mungkin terbatas, dan bukti ilmiah definitif mengenai superioritasnya dibandingkan irigasi masif dengan larutan standar dalam semua kasus trauma kimia masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Volume dan Durasi Irigasi:
Durasi dan volume irigasi harus disesuaikan dengan jenis bahan kimia dan keparahan cedera, dengan panduan utama adalah pencapaian pH netral pada permukaan mata.
Untuk cedera ringan, irigasi minimal 1-2 liter per mata atau dilakukan secara kontinu selama minimal 30 menit.
Cedera yang lebih berat, terutama akibat paparan bahan basa, mungkin memerlukan irigasi yang jauh lebih lama, bisa mencapai 2 hingga 4 jam secara kontinu, dengan volume cairan irigasi hingga 10 liter atau bahkan lebih.
Irigasi harus dilanjutkan hingga pH permukaan mata (diukur pada forniks inferior dengan kertas lakmus atau strip pH) mencapai rentang netral, yaitu 7.0-7.2, dan pH tersebut tetap stabil selama minimal 30 menit setelah irigasi dihentikan.
Teknik Irigasi:
Anestesi Topikal: Sebelum memulai irigasi, teteskan anestesi topikal (misalnya, tetrakain HCl 0.5% atau proparakain HCl 0.5%) untuk mengurangi rasa nyeri hebat dan blefarospasme. Ini akan sangat membantu pasien untuk lebih kooperatif dan memungkinkan irigasi dilakukan secara lebih efektif dan menyeluruh.
Metode Irigasi: Irigasi dapat dilakukan menggunakan selang infus yang dihubungkan ke botol cairan irigasi, botol irigasi mata khusus, atau jika tersedia, lensa irigasi seperti Morgan Lens yang memungkinkan aliran cairan kontinu ke seluruh permukaan mata.
Area Irigasi: Pastikan seluruh permukaan okular, termasuk area di bawah kelopak mata atas dan bawah (forniks superior dan inferior), teririgasi dengan baik. Lakukan eversi (melipat keluar) kelopak mata atas dan bawah secara hati-hati untuk membersihkan sisa bahan kimia atau partikel yang mungkin tersembunyi, terutama pada kasus trauma akibat kapur atau bahan partikulat lainnya. Kegagalan membersihkan partikel sisa, khususnya dari forniks, dapat menyebabkan inflamasi berkelanjutan dan kerusakan lebih lanjut, meskipun pH permukaan mata telah mencapai netral.
Pasien Tidak Kooperatif: Pada anak-anak atau pasien dewasa yang tidak kooperatif, pemeriksaan dan irigasi di bawah anestesi umum (EUA) mungkin diperlukan untuk memastikan pembersihan bahan kimia dan partikel secara adekuat.
Setelah proses irigasi dianggap cukup berdasarkan pengukuran pH, lakukan pemeriksaan ulang dengan seksama, termasuk melakukan double eversion pada kelopak mata atas, untuk memastikan tidak ada lagi sisa partikel bahan kimia yang tertinggal. Kesiapsiagaan fasilitas layanan primer dalam menyediakan perlengkapan dasar untuk irigasi mata darurat (cairan irigasi steril, selang infus atau irigator mata, strip pH, dan anestesi topikal) dapat secara signifikan memengaruhi prognosis pasien trauma kimia mata.
5. Terapi Medikamentosa Trauma Kimia Mata: Panduan "Dosis Obat Trauma Kimia Mata" untuk Dokter Umum
Setelah irigasi adekuat telah dilakukan dan pH permukaan mata kembali netral, terapi medikamentosa bertujuan untuk mengontrol inflamasi, mencegah infeksi sekunder, mempercepat proses re-epitelisasi permukaan okular, mengurangi nyeri, dan mencegah timbulnya komplikasi seperti ulserasi kornea dan glaukoma sekunder. Fase akut, yaitu 0 hingga 7 hari pasca trauma, merupakan periode kritis untuk intervensi medikamentosa ini. Berikut adalah panduan dosis obat trauma kimia mata yang relevan untuk dokter umum:
Antibiotik Topikal (Profilaksis):
Tujuan: Mencegah infeksi bakteri sekunder pada permukaan mata yang epitelnya rusak dan rentan.
Pilihan: Salep antibiotik spektrum luas tanpa pengawet lebih diutamakan. Salep mata Eritromisin 0.5% merupakan pilihan yang baik dan relatif aman. Alternatif lain adalah salep atau tetes mata Kloramfenikol. Sebaiknya hindari penggunaan antibiotik golongan aminoglikosida (seperti Gentamisin atau Tobramisin) sebagai terapi tunggal awal karena potensi toksisitasnya terhadap epitel kornea. Namun, sediaan kombinasi antibiotik-steroid yang mengandung aminoglikosida (misalnya, Tobramisin-Deksametason) dapat dipertimbangkan untuk jangka pendek dengan pengawasan ketat.
Dosis: Contoh: Salep mata Eritromisin 0.5%, aplikasikan lapisan tipis ke dalam sakus konjungtiva inferior 3-4 kali sehari.
Sikloplegik Topikal:
Tujuan: Mengurangi nyeri yang disebabkan oleh spasme otot siliaris, mencegah pembentukan sinekia posterior (perlekatan antara iris dan lensa), serta membantu menstabilkan sawar darah-akuos.
Pilihan: Siklopentolat HCl 1% (kerja sedang) atau Atropin Sulfat 1% (kerja panjang dan lebih poten, untuk kasus lebih berat).
Dosis: Contoh: Tetes mata Siklopentolat HCl 1%, 1 tetes diberikan 2-3 kali sehari. Untuk Atropin Sulfat 1%, 1 tetes diberikan 1-2 kali sehari.
Antiinflamasi (Kortikosteroid Topikal):
Tujuan: Mengurangi reaksi inflamasi akut yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut. Sangat krusial pada fase awal pasca trauma.
Pilihan: Tetes mata Prednisolon asetat 1% atau Deksametason 0.1%.
Dosis & Rejimen: Pada kasus berat, dapat dimulai dengan dosis intensif, misalnya 1 tetes setiap 1-2 jam selama 24-48 jam pertama, kemudian frekuensi diturunkan secara bertahap (tapering off) selama 7-14 hari tergantung respons klinis.
PERHATIAN PENTING: Penggunaan kortikosteroid topikal memerlukan kehati-hatian. Meskipun sangat bermanfaat untuk mengontrol inflamasi di awal, penggunaan jangka panjang (umumnya lebih dari 7-14 hari tanpa pengawasan ketat) atau pada kondisi epitel kornea yang belum sembuh sempurna dapat menghambat proses re-epitelisasi, meningkatkan risiko infeksi sekunder (terutama jamur atau virus herpes), dan berpotensi menyebabkan penipisan atau pelelehan kornea (corneal melt) serta peningkatan tekanan intraokular (glaukoma steroid). Idealnya, penggunaan kortikosteroid lebih dari satu minggu harus berada di bawah pengawasan dokter spesialis mata.
Air Mata Buatan (Lubrikan):
Tujuan: Melumasi permukaan mata, membantu proses re-epitelisasi, mengurangi gesekan antara kelopak mata dan kornea yang cedera, serta memberikan kenyamanan.
Pilihan: Preparat air mata buatan tanpa bahan pengawet sangat dianjurkan, terutama untuk penggunaan frekuen.
Dosis: Diberikan sesering mungkin sesuai kebutuhan, misalnya 1 tetes setiap 1-2 jam, atau lebih sering jika diperlukan.
Analgesik Sistemik:
Tujuan: Mengontrol nyeri sedang hingga berat yang mungkin tidak sepenuhnya teratasi dengan terapi topikal.
Pilihan: Parasetamol, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen atau asam mefenamat. Pada kasus nyeri yang sangat hebat, analgesik opioid jangka pendek dapat dipertimbangkan.
Dosis: Sesuai dengan standar dosis dewasa untuk masing-masing obat.
Terapi Suportif Tambahan (Oral):
Vitamin C (Asam Askorbat):
Tujuan: Berperan sebagai antioksidan dan merupakan kofaktor esensial dalam sintesis kolagen, sehingga membantu mempercepat penyembuhan luka kornea dan mengurangi risiko ulserasi atau perforasi stroma.
Dosis: 1 hingga 2 gram per hari per oral, dapat dibagi dalam beberapa dosis (misalnya, tablet Vitamin C 500 mg diberikan 4 kali sehari, atau 1 gram diberikan 2 kali sehari). Pemberian Asam Askorbat topikal 10% juga disebutkan dalam literatur, namun formulasi dan ketersediaannya mungkin kurang praktis untuk layanan primer.
Doksisiklin (Golongan Tetrasiklin):
Tujuan: Memiliki kemampuan menghambat aktivitas enzim kolagenase (Matrix Metalloproteinases/MMPs) yang dilepaskan oleh sel-sel radang dan sel epitel yang beregenerasi. Enzim ini dapat menyebabkan degradasi kolagen stroma dan berujung pada pelelehan kornea. Doksisiklin juga memiliki efek antiinflamasi independen.
Dosis: Doksisiklin 20 mg hingga 50 mg per oral, diberikan dua kali sehari. Beberapa referensi menyebutkan dosis hingga 100 mg dua kali sehari. Alternatif lain adalah Tetrasiklin 250 mg per oral, diberikan empat kali sehari.
Obat Anti-Glaukoma:
Tujuan: Menurunkan tekanan intraokular (TIO) jika terjadi peningkatan (glaukoma sekunder). Peningkatan TIO dapat memperburuk kerusakan saraf optik dan menghambat penyembuhan kornea.
Pilihan: Agen topikal seperti beta-blocker (misalnya, Timolol maleat 0.5% 1 tetes 2 kali sehari), alpha-2 agonist (misalnya, Brimonidin tartrat), atau carbonic anhydrase inhibitor topikal (misalnya, Dorzolamid HCl). Sebaiknya hindari penggunaan analog prostaglandin pada fase akut karena berpotensi meningkatkan inflamasi. Jika TIO sangat tinggi dan tidak terkontrol dengan obat topikal, carbonic anhydrase inhibitor sistemik (misalnya, Asetazolamid tablet) dapat dipertimbangkan dengan hati-hati.
Keseimbangan dalam penggunaan obat, terutama kortikosteroid, adalah titik kritis yang memerlukan pemahaman mendalam. Manfaat antiinflamasi yang kuat pada fase awal harus selalu ditimbang dengan potensi risiko komplikasi jika penggunaannya tidak tepat atau tanpa pengawasan adekuat, khususnya jika defek epitel kornea belum menutup sempurna.
Pemberian Vitamin C dan Doksisiklin oral merupakan intervensi sistemik yang relatif aman, mudah dilakukan oleh dokter umum, dan dapat memberikan manfaat suportif yang signifikan dalam proses penyembuhan stroma kornea dan pencegahan ulserasi. Ketersediaan obat-obatan esensial ini di fasilitas layanan primer menjadi faktor penting untuk tatalaksana awal yang komprehensif.
Perlu dicatat bahwa untuk beberapa agen seperti Tetrasiklin, bukti ilmiah dari uji klinis terkontrol pada manusia dengan trauma kimia mata masih terbatas, dan banyak rekomendasi didasarkan pada studi hewan atau pendapat ahli. Meskipun demikian, dalam situasi kegawatdaruratan, terapi dengan dasar rasional yang kuat dan potensi manfaat yang besar tetap dianjurkan.
Tabel 2: Ringkasan Dosis Obat Trauma Kimia Mata untuk Dokter Umum (Setelah Irigasi Adekuat)
Jenis Obat | Contoh Preparat & Sediaan | Dosis & Frekuensi | Tujuan Utama | Catatan Penting/Peringatan |
Antibiotik Topikal | Salep mata Eritromisin 0.5% | Aplikasikan tipis 3-4x/hari | Profilaksis infeksi bakteri | Pilih tanpa pengawet jika memungkinkan. Hindari aminoglikosida tunggal awal. |
Tetes/Salep mata Kloramfenikol 0.5%-1% | 1 tetes/aplikasi tipis 3-4x/hari | Profilaksis infeksi bakteri | ||
Sikloplegik Topikal | Tetes mata Siklopentolat HCl 1% | 1 tetes 2-3x/hari | Mengurangi nyeri (spasme siliaris), cegah sinekia | Hati-hati pada pasien dengan sudut bilik mata depan dangkal. |
Tetes mata Atropin Sulfat 1% | 1 tetes 1-2x/hari (kasus berat) | Efek sikloplegik & midriasis lebih kuat & lama | Dapat menyebabkan pandangan kabur signifikan. | |
Kortikosteroid Topikal | Tetes mata Prednisolon Asetat 1% | Awal: 1 tetes tiap 1-2 jam, lalu tapering off | Mengurangi inflamasi akut | PERHATIAN: Risiko infeksi, hambat epitelisasi, corneal melt, glaukoma jika >7-14 hari tanpa pengawasan. Idealnya dipantau spesialis mata. |
Tetes mata Deksametason 0.1% | Awal: 1 tetes tiap 1-2 jam, lalu tapering off | Mengurangi inflamasi akut | Sama seperti Prednisolon. | |
Air Mata Buatan | Preparat tanpa pengawet (berbagai merek) | 1 tetes tiap 1-2 jam atau sesuai kebutuhan | Lubrikasi, bantu re-epitelisasi, kenyamanan | Sangat penting, terutama jika ada defek epitel atau mata kering. |
Vitamin C Oral | Tablet Asam Askorbat | 500 mg 4x/hari atau 1 gram 2x/hari (Total 1-2 g/hari) | Bantu sintesis kolagen, antioksidan, percepat penyembuhan | Relatif aman, dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan GI ringan. |
Doksisiklin Oral | Kapsul/Tablet Doksisiklin | 20-50 mg 2x/hari (atau hingga 100 mg 2x/hari) | Hambat kolagenase (cegah corneal melt), antiinflamasi | Kontraindikasi pada anak <8 tahun, ibu hamil/menyusui. Dapat menyebabkan fotosensitivitas. |
Kapsul/Tablet Tetrasiklin | 250 mg 4x/hari | Sama seperti Doksisiklin | Kontraindikasi dan perhatian sama dengan Doksisiklin. | |
Analgesik Sistemik | Parasetamol, Ibuprofen, As. Mefenamat | Sesuai dosis standar dewasa | Mengurangi nyeri | Pilih sesuai intensitas nyeri. |
Anti-Glaukoma Topikal (Jika TIO ↑) | Tetes mata Timolol Maleat 0.5% | 1 tetes 2x/hari | Menurunkan TIO | Kontraindikasi pada asma, PPOK berat, bradikardi. Hindari analog prostaglandin akut. |
6. Kapan Harus Merujuk? Panduan untuk Dokter Umum
Meskipun tatalaksana awal oleh dokter umum sangat krusial, hampir semua kasus trauma kimia mata memerlukan evaluasi dan penanganan lebih lanjut oleh dokter spesialis mata. Prinsip utama adalah memiliki ambang batas yang rendah untuk merujuk. Lebih baik merujuk kasus yang kemudian ternyata relatif ringan daripada menunda rujukan kasus yang berpotensi menyebabkan kebutaan. Peran dokter umum adalah melakukan stabilisasi awal dan memastikan pasien mendapatkan akses ke perawatan definitif sesegera mungkin.
Indikasi Rujukan Segera (Emergency Referral) ke Dokter Spesialis Mata meliputi:
Semua kasus trauma akibat bahan basa jenis apapun, mengingat potensi penetrasi yang dalam dan kerusakan progresif.
Trauma akibat bahan asam yang diketahui bersifat penetratif, contoh utamanya adalah asam hidrofluorat (HF).
Berdasarkan Klasifikasi Roper-Hall:
Grade II (meskipun detail iris masih terlihat, namun sudah terdapat iskemia limbus <1/3) hingga Grade IV. Secara praktis, adanya iskemia limbus yang jelas terlihat merupakan indikasi kuat dan mendesak untuk rujukan.
Kekeruhan kornea yang signifikan, yaitu jika kekeruhan sudah mengaburkan detail iris (setara atau lebih buruk dari Grade III Roper-Hall).
pH permukaan mata yang tidak berhasil kembali ke rentang netral (7.0-7.2) setelah dilakukan irigasi masif dan adekuat (misalnya, setelah lebih dari 30-60 menit irigasi kontinu dengan volume yang cukup).
Penurunan tajam penglihatan yang signifikan dan tidak menunjukkan perbaikan setelah irigasi.
Nyeri hebat yang tidak terkontrol dengan analgesik oral dan terapi topikal awal.
Peningkatan Tekanan Intraokular (TIO) yang signifikan atau tidak berhasil dikontrol dengan terapi awal.
Adanya defek epitel kornea yang luas atau persisten (tidak menunjukkan tanda-tanda penyembuhan dalam 24-48 jam).
Kecurigaan adanya keterlibatan struktur intraokular lain, seperti uveitis anterior berat (hipopion, fibrin di kamera anterior) atau katarak traumatik akut.
Kecurigaan adanya perforasi kornea, yang ditandai dengan bilik mata depan dangkal, pupil ireguler, atau tes Seidel positif (kebocoran humor aqueus yang terlihat dengan fluorescein). Meskipun tes Seidel lebih sering diasosiasikan dengan trauma mekanik, prinsipnya dapat berlaku jika kerusakan kimia sangat berat hingga menyebabkan perforasi.
Semua kasus trauma kimia mata pada anak-anak, karena pemeriksaan yang akurat, pemberian obat, dan kepatuhan terhadap terapi seringkali lebih sulit dan memerlukan pendekatan khusus.
Jika dokter umum merasa tidak nyaman, ragu, atau fasilitas tidak memadai untuk melakukan penanganan lebih lanjut sesuai standar.
Dokumentasi yang jelas mengenai mekanisme cedera, termasuk paparan bahan kimia, merupakan salah satu "red flag" atau tanda bahaya dalam konteks keluhan mata merah akut yang mengindikasikan perlunya investigasi dan rujukan lebih lanjut ke spesialis.
Saat melakukan rujukan, komunikasi yang efektif dan informatif kepada dokter spesialis mata sangatlah penting. Dokter umum harus menyampaikan informasi kunci yang meliputi: dugaan jenis agen kimia penyebab, waktu pasti kejadian, detail tindakan pertolongan pertama yang telah dilakukan (terutama jenis cairan irigasi, volume, durasi, dan pH terakhir permukaan mata), temuan pemeriksaan fisik awal (tajam penglihatan, gambaran kornea dan konjungtiva, derajat iskemia limbus, TIO jika diukur), serta seluruh terapi medikamentosa yang sudah diberikan beserta dosisnya.
Informasi yang komprehensif ini akan memungkinkan dokter spesialis mata untuk melanjutkan tatalaksana dengan lebih cepat dan tepat, memastikan kesinambungan perawatan yang optimal bagi pasien. Adanya jalur rujukan yang jelas dan efisien dari layanan primer ke layanan oftalmologi sekunder atau tersier untuk kasus trauma kimia mata adalah aspek sistemik yang krusial, karena keterlambatan dalam mencapai perawatan definitif dapat memperburuk prognosis secara signifikan.
7. Sekilas Prognosis dan Waspada Komplikasi
Prognosis visual pada kasus trauma kimia mata sangat bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor kunci. Faktor prognostik yang paling utama adalah derajat dan luasnya iskemia limbus. Iskemia limbus mencerminkan kerusakan pada populasi sel punca (stem cells) limbus, yang krusial untuk regenerasi dan pemeliharaan permukaan kornea yang sehat.
Faktor lain yang signifikan termasuk kedalaman dan luasnya kekeruhan kornea awal, jenis bahan kimia (bahan basa umumnya memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan asam, kecuali asam hidrofluorat), durasi kontak bahan kimia dengan permukaan mata, serta yang tidak kalah penting adalah kecepatan dan ketepatan penanganan awal, terutama irigasi.
Secara umum, prognosis visual untuk trauma kimia mata yang berat cenderung buruk, meskipun perkembangan dalam strategi terapeutik modern, seperti transplantasi sel punca limbus dan keratoplasti (cangkok kornea), telah memberikan harapan baru untuk perbaikan visual pada kasus-kasus yang paling parah.
Pasien dengan trauma kimia mata berisiko mengalami berbagai komplikasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang:
Komplikasi Jangka Pendek (Hari hingga Minggu Pertama):
Defek epitel kornea yang persisten (tidak kunjung sembuh).
Ulkus kornea, yang bisa bersifat steril (akibat kerusakan jaringan dan inflamasi) atau terinfeksi bakteri/jamur.
Uveitis anterior (peradangan pada iris dan badan siliar).
Glaukoma sekunder akut (peningkatan tekanan intraokular secara tiba-tiba).
Edema kornea yang berat dan persisten.
Komplikasi Jangka Panjang (Minggu hingga Tahun Berikutnya) / Sekuele:
Jaringan parut kornea (opasitas kornea) yang permanen, menyebabkan penurunan tajam penglihatan.
Neovaskularisasi kornea (pertumbuhan pembuluh darah abnormal ke dalam kornea yang seharusnya avaskular).
Sindrom mata kering kronis (xerophthalmia) akibat kerusakan kelenjar air mata asesorius dan sel goblet.
Defisiensi sel punca limbus (LSCD), yang menyebabkan ketidakstabilan permukaan kornea, episode erosi berulang, dan konjungtivalisasi kornea.
Simblefaron (perlekatan antara konjungtiva palpebra dengan konjungtiva bulbi), yang dapat membatasi gerakan bola mata dan fungsi kelopak mata.
Ankiloblefaron (perlekatan antara tepi kelopak mata atas dan bawah).
Kelainan posisi kelopak mata seperti entropion (kelopak mata melipat ke dalam) atau ektropion (kelopak mata melipat ke luar).
Trikiasis (pertumbuhan bulu mata yang salah arah dan menggesek kornea).
Glaukoma kronis yang sulit dikontrol.
Katarak (kekeruhan lensa).
Pada kasus yang paling parah, dapat terjadi ftisis bulbi (bola mata menjadi kecil, tidak berfungsi, dan nyeri).
Dokter umum perlu menyadari bahwa bahkan setelah penanganan awal yang tampak berhasil (misalnya, pH permukaan mata kembali netral dan gejala akut mereda), risiko timbulnya komplikasi jangka panjang tetap ada. Oleh karena itu, edukasi kepada pasien mengenai pentingnya kepatuhan terhadap jadwal kontrol jangka panjang dengan dokter spesialis mata menjadi sangat krusial. Defisiensi sel punca limbus merupakan salah satu komplikasi sentral yang mendasari banyak masalah kronis lainnya. Pemahaman akan konsep ini akan meningkatkan apresiasi dokter umum terhadap pentingnya rujukan cepat pada setiap kasus yang menunjukkan tanda iskemia limbus. Lebih jauh, mengingat konsekuensi seumur hidup yang dapat ditimbulkan oleh trauma kimia mata, upaya pencegahan melalui edukasi publik mengenai penggunaan alat pelindung diri (APD) mata yang sesuai saat bekerja dengan bahan kimia, serta penanganan bahan kimia rumah tangga secara aman, merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang sangat penting dan relevan.
8. Kesimpulan: Pesan Kunci untuk Praktik Sehari-hari
Tatalaksana trauma kimia mata merupakan tantangan signifikan dalam praktik medis sehari-hari, namun dengan pemahaman yang tepat dan tindakan yang cepat, dokter umum dapat memainkan peran krusial dalam meminimalkan kerusakan dan meningkatkan prognosis pasien. Beberapa pesan kunci yang perlu diingat adalah:
IRIGASI SEGERA, MASIF, DAN BERKELANJUTAN adalah fondasi utama dan tindakan paling kritis dalam penanganan awal trauma kimia mata. Jangan tunda irigasi.
Lakukan diagnosis cepat dan akurat, yang mencakup anamnesis terarah, pemeriksaan pH permukaan mata sebelum dan selama irigasi, serta penilaian awal keparahan cedera dengan memperhatikan kejernihan kornea dan, yang terpenting, derajat iskemia limbus.
Setelah irigasi adekuat dan pH netral tercapai, berikan terapi medikamentosa awal yang tepat meliputi antibiotik topikal untuk profilaksis, sikloplegik untuk mengurangi nyeri dan mencegah sinekia, air mata buatan untuk lubrikasi dan penyembuhan epitel, pertimbangan hati-hati pemberian kortikosteroid topikal untuk mengontrol inflamasi akut, serta terapi suportif oral dengan Vitamin C dan Doksisiklin.
RUJUKAN TEPAT WAKTU ke dokter spesialis mata adalah keharusan untuk hampir semua kasus trauma kimia mata, kecuali yang paling ringan dan jelas. Ambang batas untuk merujuk harus rendah.
Jangan lupakan pentingnya edukasi pasien mengenai potensi komplikasi jangka panjang, perlunya kepatuhan terhadap follow-up, serta upaya pencegahan trauma kimia mata di lingkungan rumah dan tempat kerja.
Peran dokter umum dalam beberapa jam pertama setelah kejadian trauma kimia mata seringkali menjadi penentu utama bagi masa depan penglihatan pasien. Tindakan yang cepat dan tepat di layanan primer berfungsi sebagai "damage control" yang vital sebelum pasien mendapatkan perawatan definitif oleh spesialis. Artikel ini bertujuan untuk memberdayakan dokter umum dengan pengetahuan dan panduan praktis yang komprehensif mengenai "Diagnosis dan Terapi Trauma Kimia Mata" serta "Dosis Obat Trauma Kimia Mata," sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kompetensi dalam menangani salah satu kegawatdaruratan oftalmologi yang paling berpotensi merusak ini.
Epidemiology and etiology of chemical ocular injury: A brief review - PMC - PubMed Central, diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10013112/
Chemical injuries of the eye: current concepts in pathophysiology and therapy - PubMed, diakses Juni 7, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9104767/
An update on chemical eye burns - PMC, diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7002428/
Ocular Burns - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Juni 7, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459221/
Chemical eye injury: pathophysiology, assessment and management - PubMed, diakses Juni 7, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32572184/
Chemical eye injury: pathophysiology, assessment and ..., diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7784957/
Corneal Injury - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Juni 7, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459283/
Current and Upcoming Therapies for Ocular Surface Chemical ..., diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5191942/
Ocular chemical injuries and their management - PMC, diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3779420/
Management of corneal injuries in spaceflight and recommendations for planetary missions, diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11897398/
Acute management of ocular chemical burns: A review | Request PDF - ResearchGate, diakses Juni 7, 2025, https://www.researchgate.net/publication/368405483_Acute_management_of_ocular_chemical_burns_A_review
A Quality Improvement Project of Acute Red Eye Consultations in Primary Care - PubMed Central, diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10781424/