Dokter Post - SVT Tidak Stabil pada Kehamilan: Diagnosis & Terapi Terkini

Panduan Komprehensif: Diagnosis dan Terapi SVT Tidak Stabil pada Ibu Hamil, Termasuk Dosis Obat Terkini

26 Sep 2025 • Obgyn

Deskripsi

Panduan Komprehensif: Diagnosis dan Terapi SVT Tidak Stabil pada Ibu Hamil, Termasuk Dosis Obat Terkini

1. Pendahuluan: Mengenal Supraventricular Tachycardia (SVT) pada Kehamilan

Supraventricular Tachycardia (SVT) merupakan sebuah terminologi yang merujuk pada sekelompok takiaritmia yang berasal dari atau di atas nodus atrioventrikular (AV). Kondisi ini ditandai dengan laju atrium yang melebihi 100 denyut per menit (bpm) saat istirahat, umumnya dengan kompleks QRS yang sempit (kurang dari 120 milidetik) pada elektrokardiogram (EKG), meskipun konduksi aberan yang menyebabkan pelebaran kompleks QRS dapat pula terjadi. Laju jantung pada SVT tipikal berkisar antara 150 hingga 220 bpm.

SVT dilaporkan dapat mempersulit sekitar 0,02% hingga 0,5% kehamilan. Lebih lanjut, SVT merupakan jenis aritmia berkelanjutan yang paling sering ditemui selama periode kehamilan. Studi lain mencatat prevalensi Paroxysmal Supraventricular Tachycardia (PSVT) sekitar 22 hingga 33 kasus per 100.000 kehamilan. 

Sebuah aspek penting yang perlu digarisbawahi adalah bahwa bagi sekitar 50% wanita, episode SVT selama kehamilan merupakan manifestasi pertama dari kondisi ini. Fakta ini menekankan bahwa banyak wanita mungkin tidak menyadari kerentanan mereka terhadap SVT sebelum hamil, sehingga meningkatkan urgensi bagi para klinisi untuk memiliki kewaspadaan tinggi, bahkan pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya.

Kehamilan sendiri membawa serangkaian perubahan fisiologis signifikan yang secara kolektif dapat meningkatkan kerentanan seorang wanita terhadap SVT. Peningkatan insiden SVT pada kehamilan tidak disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan merupakan hasil dari konvergensi kompleks antara perubahan hemodinamik, hormonal, dan otonom. Perubahan hemodinamik utama meliputi peningkatan volume plasma dan curah jantung, yang mengakibatkan peregangan pada otot-otot jantung. 

Peregangan miokardium ini dapat memicu atau mempermudah terjadinya aritmia. Secara simultan, terjadi peningkatan aktivitas simpatis vasomotor dan sensitivitas baroreseptor. Denyut jantung istirahat juga cenderung meningkat, yang mungkin disertai dengan remodeling pada kanal ion jantung. Fluktuasi hormonal, khususnya peningkatan kadar estrogen dan progesteron, juga turut berkontribusi dalam meningkatkan eksitabilitas jantung. 

Misalnya, peningkatan kadar katekolamin yang bersirkulasi dapat menyebabkan penambahan jumlah reseptor adrenergik, yang selanjutnya meningkatkan eksitabilitas miokardium. Mengingat perubahan-perubahan fisiologis ini merupakan bagian integral dari adaptasi tubuh terhadap kehamilan, upaya pencegahan primer terhadap SVT menjadi terbatas. Oleh karena itu, fokus utama dalam praktik klinis adalah pada pengenalan dini gejala dan manajemen yang cepat serta efektif ketika SVT terjadi.

Pentingnya diagnosis dan terapi SVT tidak stabil pada ibu hamil tidak dapat dilebih-tekankan. SVT yang disertai dengan instabilitas hemodinamik merupakan kondisi kegawatdaruratan medis yang memerlukan intervensi segera untuk mencegah morbiditas dan mortalitas maternal maupun fetal. 

Meskipun sebagian besar episode aritmia pada kehamilan mungkin tidak secara langsung mengancam jiwa, keberadaan aritmia, termasuk SVT, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian ibu, komplikasi maternal lainnya, serta komplikasi pada janin. 

Salah satu kejadian merugikan yang paling umum dilaporkan pada janin adalah kelahiran prematur. Bagi wanita yang telah memiliki riwayat SVT sebelum kehamilan, terdapat kemungkinan sekitar 50% untuk mengalami perburukan atau peningkatan frekuensi episode aritmia selama masa kehamilan. 

Perburukan ini juga berkorelasi dengan peningkatan risiko kejadian merugikan pada neonatus atau janin. Hal ini menggarisbawahi krusialnya konseling prakonsepsi dan pemantauan yang lebih ketat pada kelompok pasien ini selama kehamilan. Artikel ini bertujuan untuk memberikan panduan komprehensif mengenai "Diagnosis dan terapi SVT tidak stabil pada Ibu Hamil," termasuk informasi terkini mengenai dosis obat yang relevan.

2. Diagnosis SVT Tidak Stabil pada Ibu Hamil: Gejala Kunci dan Kriteria Klinis

Pengenalan dini SVT, khususnya yang bersifat tidak stabil, pada ibu hamil memerlukan pemahaman terhadap spektrum gejala yang mungkin timbul serta kemampuan untuk membedakannya dari keluhan umum selama kehamilan.

Gambar 1. Supraventricular Tchycardia

Gejala Umum SVT yang Perlu Diwaspadai:

Pasien dengan SVT dapat datang dengan berbagai keluhan, yang paling umum adalah palpitasi atau sensasi jantung berdebar kencang. Gejala lain yang sering menyertai meliputi sesak napas (dispnea), nyeri atau ketidaknyamanan dada, pusing (lightheadedness), episode kehilangan kesadaran sementara (sinkop), atau perasaan akan pingsan (presinkop). Karakteristik penting dari gejala SVT adalah onsetnya yang seringkali mendadak dan penghentiannya yang juga tiba-tiba.

Salah satu tantangan diagnostik yang signifikan adalah tumpang tindihnya gejala SVT dengan berbagai keluhan fisiologis yang umum dialami selama kehamilan, seperti palpitasi ringan atau pusing. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan diagnosis jika gejala tersebut dianggap sebagai bagian normal dari kehamilan. Oleh karena itu, dokter umum harus memiliki ambang batas kecurigaan yang lebih rendah dan mempertimbangkan pemeriksaan EKG pada ibu hamil yang mengeluhkan palpitasi, pusing yang tidak dapat dijelaskan, atau gejala sugestif lainnya, bahkan jika tampak ringan.

Tanda-Tanda Spesifik Instabilitas Hemodinamik:

Identifikasi SVT tidak stabil bergantung pada pengenalan tanda-tanda klinis yang mengindikasikan kompromi hemodinamik. Kriteria instabilitas ini meliputi:

  • Hipotensi: Tekanan darah rendah yang signifikan.

  • Perubahan Status Mental: Kebingungan, agitasi, letargi, atau penurunan tingkat kesadaran.

  • Tanda-Tanda Syok: Perfusi organ akhir yang buruk, seperti kulit dingin dan lembap, oliguria, atau takipnea.

  • Nyeri Dada Iskemik (Angina): Menunjukkan suplai oksigen ke miokardium yang tidak adekuat.

  • Dispnea Berat atau Gagal Jantung Akut: Kesulitan bernapas yang parah atau tanda-tanda kongesti paru.

  • Hipoksia: Saturasi oksigen yang rendah.

Gejala dan tanda instabilitas ini lebih sering muncul ketika laju denyut jantung melebihi 150 kali per menit. Laju jantung yang sangat cepat secara drastis mengurangi waktu pengisian ventrikel selama diastol, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan volume sekuncup dan curah jantung. Penilaian cepat status hemodinamik menjadi langkah paling kritis setelah EKG mengkonfirmasi adanya SVT, karena keputusan untuk melakukan kardioversi elektrik darurat versus farmakoterapi sangat bergantung pada ada atau tidaknya tanda-tanda instabilitas ini.

Pemeriksaan EKG: Identifikasi SVT dan Pembedaannya:

Pemeriksaan EKG 12 sadapan memegang peranan sentral dalam diagnosis SVT. Temuan khas SVT adalah takikardia dengan kompleks QRS yang sempit (durasi <120 ms) dan laju jantung biasanya di atas 100 denyut per menit, seringkali antara 150-220 bpm.

Selain mengidentifikasi laju dan ritme, EKG harus dievaluasi secara cermat untuk mencari petunjuk etiologi atau kondisi penyerta, seperti:

  • Gelombang Delta: Mengindikasikan adanya jalur aksesori dan pre-eksitasi ventrikel, seperti pada sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW).

  • Bukti Infark Miokard Sebelumnya: Gelombang Q patologis.

  • Blok Konduksi atau Blok Cabang Berkas (Bundle Branch Block): Dapat menyebabkan kompleks QRS lebar.

  • Tanda Hipertrofi Ventrikel.

  • Interval QTc yang Memanjang atau Inversi Gelombang T.

Perlu diingat bahwa takikardia dengan kompleks QRS lebar dapat merupakan Ventricular Tachycardia (VT), namun juga bisa merupakan SVT dengan konduksi aberan (blok cabang berkas fungsional akibat laju tinggi) atau SVT pada pasien dengan jalur pre-eksitasi (misalnya, konduksi antidromik pada WPW). Terdapat kriteria EKG spesifik, seperti kriteria Brugada, yang dapat membantu membedakan VT dari SVT dengan konduksi aberan. Meskipun fokus utama adalah SVT kompleks QRS sempit, kewaspadaan terhadap potensi SVT yang bermanifestasi sebagai takikardia kompleks lebar penting untuk menghindari misdiagnosis dan tatalaksana yang tidak tepat.

3. Terapi SVT Tidak Stabil pada Ibu Hamil: Pendekatan Cepat dan Tepat

Manajemen SVT tidak stabil pada ibu hamil menuntut tindakan yang cepat dan terarah, dengan prioritas utama adalah stabilisasi kondisi ibu. Prinsip fundamental dalam situasi darurat pada kehamilan adalah bahwa manfaat dari pengobatan segera untuk menyelamatkan ibu seringkali lebih besar daripada potensi risiko teratogenik dari intervensi tersebut.

Algoritma Penanganan Darurat:

Langkah awal selalu melibatkan penilaian cepat Airway, Breathing, Circulation (ABC), yang segera diikuti oleh evaluasi stabilitas hemodinamik. Jika pasien menunjukkan tanda-tanda instabilitas hemodinamik seperti hipotensi, perubahan status mental, nyeri dada iskemik, atau tanda-tanda syok, maka intervensi agresif diperlukan.

Gambar 2. Algoritma tatalaksana takiaritmia pada kehamilan

Kardioversi Elektrik Sinkronisasi:

  • Indikasi: Kardioversi elektrik sinkronisasi adalah terapi lini pertama dan pilihan utama untuk pasien SVT yang tidak stabil secara hemodinamik. Intervensi ini juga diindikasikan jika terapi farmakologis gagal mengkonversi irama, tidak efektif, atau terdapat kontraindikasi terhadap penggunaannya.

  • Prosedur Singkat: Defibrilator harus diatur dalam mode sinkronisasi. Mode ini memastikan bahwa syok listrik dihantarkan bersamaan dengan kompleks QRS pasien, sehingga menghindari penghantaran syok pada gelombang T (fenomena R-on-T) yang berpotensi memicu fibrilasi ventrikel.

  • Dosis Energi: Dosis energi awal yang direkomendasikan untuk kardioversi SVT umumnya adalah 50-100 Joule. Pada beberapa kasus refrakter, seperti pada sindrom Wolff-Parkinson-White dengan instabilitas, dosis yang lebih tinggi mungkin diperlukan; sebagai contoh, 150 Joule pernah dilaporkan digunakan.

  • Keamanan pada Kehamilan: Kardioversi elektrik sinkronisasi telah terbukti aman untuk dilakukan pada semua trimester kehamilan, termasuk selama proses persalinan. Meskipun demikian, terdapat catatan bahwa pada trimester ketiga, prosedur ini berpotensi memicu persalinan prematur.

  • Pemantauan Janin: Setelah kondisi ibu stabil pasca kardioversi, pemantauan janin yang sesuai dengan usia kehamilan (misalnya, kardiotokografi) harus segera dilakukan. Dalam persentase kecil kasus (sekitar 7%), persalinan darurat dilaporkan diperlukan setelah prosedur kardioversi. Risiko-risiko ini, meskipun kecil, menggarisbawahi pentingnya kesiapan tim multidisiplin yang melibatkan ahli obstetri, kardiologi, dan neonatologi, terutama jika kardioversi dilakukan pada usia kehamilan lanjut.

Farmakoterapi Lini Pertama: Adenosin

Jika pasien SVT stabil atau sebagai langkah lanjutan setelah kardioversi yang tidak berhasil (pada pasien yang kemudian stabil), adenosin merupakan agen farmakologis lini pertama.

  • Mekanisme Kerja Singkat dan Keunggulan: Adenosin bekerja dengan sangat cepat dan memiliki waktu paruh yang ekstrem pendek, yaitu sekitar 10 detik. Karakteristik ini meminimalkan kemungkinannya untuk masuk ke dalam sirkulasi janin dalam jumlah signifikan.

  • Dosis Obat SVT Tidak Stabil pada Ibu Hamil: Adenosin IV:

  • Dosis awal yang direkomendasikan adalah 6 mg, diberikan sebagai bolus intravena (IV) cepat.

  • Jika dosis awal tidak berhasil mengkonversi irama dalam 1-2 menit, dosis dapat diulang sebesar 12 mg IV bolus cepat. Beberapa panduan menyebutkan rentang dosis bolus 9-18 mg atau dosis maksimal hingga 24 mg.

  • Keamanan dan Efek Samping Potensial: Adenosin dianggap sebagai agen farmakologis pilihan pertama untuk SVT akut di semua trimester kehamilan, termasuk selama persalinan. Berdasarkan pengalaman klinis yang luas dan pertimbangan teoretis, adenosin dinilai aman dan efektif, dengan tingkat keberhasilan konversi irama melebihi 90%.

  • Efek samping maternal yang mungkin timbul (dilaporkan sekitar 8%) umumnya bersifat transien, seperti flushing, nyeri dada sesaat, sesak napas, atau bronkospasme. Efek samping pada janin dilaporkan sekitar 6%. Terdapat laporan bahwa adenosin dapat memicu kontraksi uterus atau persalinan prematur, khususnya jika diberikan pada trimester ketiga.

Urutan intervensi yang jelas (kardioversi untuk pasien tidak stabil, diikuti adenosin, kemudian beta-blocker atau verapamil untuk pasien stabil atau jika lini pertama gagal) membentuk dasar algoritma penanganan. Namun, ketersediaan obat di fasilitas kesehatan dapat menjadi faktor pembatas. Sebagai contoh, dalam satu laporan kasus, ketiadaan adenosin di institusi memaksa penggunaan verapamil sebagai alternatif. Hal ini menyoroti pentingnya bagi dokter umum untuk tidak hanya mengetahui algoritma ideal tetapi juga memahami opsi terapi alternatif beserta profil keamanannya masing-masing dalam konteks kehamilan.

Pilihan Lini Kedua dan Alternatif (jika pasien stabil atau adenosin gagal/tidak tersedia):

  • Beta-blocker (Metoprolol):

  • Indikasi: Metoprolol dapat digunakan sebagai terapi lini kedua untuk episode SVT akut pada pasien yang stabil atau untuk terapi profilaksis jangka panjang guna mencegah rekurensi.

  • Dosis Obat SVT Tidak Stabil pada Ibu Hamil (Metoprolol IV): Untuk terminasi akut, dosis 2,5 hingga 5 mg metoprolol dapat diberikan secara intravena perlahan selama 2-5 menit. Dosis ini dapat diulang jika diperlukan, hingga dosis total sekitar 15 mg, untuk memperlambat laju jantung. Dosis oral untuk pemeliharaan sangat bervariasi (misalnya, 25-750 mg/hari dalam dosis terbagi untuk berbagai indikasi kardiovaskular) , namun untuk SVT akut, fokus utama adalah pemberian IV.

  • Pertimbangan Keamanan: Metoprolol umumnya dianggap dapat digunakan pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Penting untuk dicatat bahwa atenolol, beta-blocker lain, diklasifikasikan sebagai Kategori D oleh FDA dan harus dihindari selama kehamilan, terutama pada trimester pertama, karena berisiko menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR). Farmakokinetik metoprolol mengalami perubahan signifikan selama kehamilan; klirens oralnya dapat meningkat, yang berarti dosis standar mungkin tidak memberikan efek terapeutik yang diharapkan. Oleh karena itu, pemantauan respons klinis yang cermat sangat penting, dan klinisi harus siap untuk melakukan penyesuaian dosis yang lebih agresif (peningkatan dosis atau frekuensi pemberian) jika respons tidak adekuat.

  • Verapamil (Calcium Channel Blocker):

  • Kapan Digunakan: Verapamil dapat dipertimbangkan jika adenosin atau beta-blocker tidak efektif, tidak tersedia, atau terdapat kontraindikasi penggunaannya. Verapamil efektif dalam menghentikan episode SVT akut.

  • Dosis Obat SVT Tidak Stabil pada Ibu Hamil (Verapamil IV):

  • Menurut Panduan SVT ACC/AHA/HRS: Dosis 5-10 mg (setara dengan 0,075-0,15 mg/kg berat badan) diberikan IV selama 2 menit. Jika tidak ada respons, dosis kedua dapat diberikan 30 menit setelah dosis awal, yang dapat diikuti dengan infus kontinu 0,005 mg/kg/menit.

  • Menurut Panduan ACLS: Bolus awal 2,5-5 mg IV selama minimal 2 menit (atau 3 menit pada pasien geriatri). Jika tidak ada respons adekuat dan tidak ada reaksi merugikan, dosis kedua sebesar 5-10 mg (sekitar 0,15 mg/kg) dapat diberikan 15 hingga 30 menit setelah dosis awal. Dosis total maksimal yang direkomendasikan adalah 20-30 mg.

  • Dalam laporan kasus spesifik, seperti pada pasien dengan WPW, dosis 5 mg IV bolus telah digunakan. Kasus lain melaporkan penggunaan hingga 10 mg IV.

  • Peringatan Khusus Selama Kehamilan: Penggunaan verapamil sebaiknya dihindari pada trimester pertama jika memungkinkan. Hal ini disebabkan verapamil dapat melewati plasenta dan berpotensi menyebabkan efek samping pada janin, seperti bradikardia, blok jantung, atau hipotensi. Verapamil juga memiliki risiko lebih tinggi untuk menyebabkan hipotensi maternal dibandingkan agen lain. Namun, salah satu keuntungannya adalah verapamil bersifat tokolitik dan tidak menyebabkan kontraksi uterus, berbeda dengan beberapa agen lain.

  • Obat Lain (Kurang Umum untuk SVT Tidak Stabil Lini Pertama/Kedua pada Kehamilan):

  • Procainamide (IV): Dapat direkomendasikan untuk terminasi akut takikardia yang melibatkan jalur pre-eksitasi. Procainamide juga dapat digunakan untuk menghentikan SVT yang refrakter terhadap terapi lain. Obat ini umumnya tampak aman dan ditoleransi dengan baik selama kehamilan.

  • Digoxin: Dianggap relatif aman digunakan pada trimester pertama, namun efektivitasnya sebagai agen tunggal untuk terminasi SVT akut mungkin terbatas. Relative Infant Dose (RID) digoxin melalui ASI dilaporkan sekitar 1-7%.

  • Amiodarone: Merupakan obat Kategori D FDA dan penggunaannya sangat dibatasi hanya untuk situasi yang mengancam jiwa. Biasanya, amiodarone digunakan bersamaan dengan kardioversi elektrik pada kasus-kasus yang sangat sulit ditangani.

Perubahan farmakokinetik berbagai obat selama kehamilan merupakan pertimbangan kritis yang tidak boleh diabaikan. Dosis standar yang efektif pada populasi umum mungkin tidak selalu menghasilkan efek yang sama pada ibu hamil karena perubahan volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat. Oleh karena itu, pemantauan ketat terhadap respons klinis pasien menjadi sangat penting, dengan potensi kebutuhan untuk penyesuaian dosis yang cermat guna mencapai efikasi terapeutik sambil meminimalkan risiko toksisitas.

4. Tabel Ringkasan: Dosis Obat SVT Tidak Stabil pada Ibu Hamil

Tabel berikut merangkum dosis obat intravena utama yang digunakan dalam tatalaksana akut SVT tidak stabil pada ibu hamil, beserta catatan keamanan penting. Informasi ini ditujukan sebagai referensi cepat bagi dokter umum.


Nama Obat

Dosis Intravena (IV) Akut

Keamanan Trimester (Ringkas)

Catatan Penting/Peringatan

Adenosin

6 mg bolus IV cepat. Jika gagal, ulangi dengan 12 mg bolus IV cepat setelah 1-2 menit. Dosis maksimal hingga 24 mg.

Aman di semua trimester.

Waktu paruh sangat pendek. Efek samping umum: flushing, nyeri dada transien, dispnea, bronkospasme. Dapat memicu kontraksi uterus pada trimester ketiga.

Metoprolol

2,5 - 5 mg IV perlahan selama 2-5 menit. Dapat diulang setiap 5-10 menit jika perlu, hingga dosis total maksimal 15 mg.

Umumnya aman pada trimester kedua dan ketiga. Hati-hati.

Pantau bradikardia maternal dan fetal, hipotensi. Atenolol (beta-blocker lain) kontraindikasi (risiko IUGR). Farmakokinetik berubah saat hamil, mungkin perlu dosis lebih tinggi.

Verapamil

2,5 - 5 mg IV selama 2 menit (3 menit pada geriatri). Dapat diulang dengan dosis 5-10 mg (sekitar 0,15 mg/kg) setelah 15-30 menit jika respons tidak adekuat dan tidak ada efek samping. Dosis total maksimal 20-30 mg. Alternatif: 5-10 mg (0,075-0,15 mg/kg) IV selama 2 menit; dosis kedua setelah 30 menit jika tidak ada respons, dapat diikuti infus 0,005 mg/kg/menit.

Hindari pada trimester pertama jika memungkinkan. Hati-hati pada trimester kedua dan ketiga.

Risiko hipotensi maternal signifikan. Dapat menyebabkan bradikardia, blok jantung, atau hipotensi pada janin. Tidak menyebabkan kontraksi uterus (bersifat tokolitik).

5. Aspek Fetal dalam Manajemen SVT Tidak Stabil

Manajemen SVT tidak stabil pada ibu hamil tidak hanya berfokus pada stabilisasi kondisi ibu, tetapi juga harus mempertimbangkan kesejahteraan janin secara cermat. Keputusan terapeutik selalu melibatkan penimbangan yang hati-hati antara risiko maternal, risiko fetal akibat penyakit ibu yang tidak terkontrol, dan potensi risiko fetal akibat intervensi medis itu sendiri.

Dampak SVT Maternal dan Terapinya terhadap Janin:

SVT maternal yang tidak terkontrol, terutama jika menyebabkan instabilitas hemodinamik, dapat mengakibatkan penurunan curah jantung ibu. Konsekuensinya adalah berkurangnya perfusi ke plasenta, yang berpotensi menyebabkan hipoksia dan gawat janin. Penting untuk dipahami bahwa tidak melakukan intervensi pada SVT tidak stabil juga membawa risiko signifikan bagi janin karena potensi kompromi sirkulasi uteroplasenta.

Sebagian besar obat antiaritmia diketahui dapat melewati barier plasenta dan masuk ke sirkulasi janin. Beberapa obat memiliki potensi untuk menimbulkan efek samping langsung pada janin. Sebagai contoh, verapamil dapat menyebabkan bradikardia, blok jantung, atau hipotensi pada janin. Atenolol, salah satu jenis beta-blocker, dikaitkan dengan risiko retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) dan sebaiknya dihindari. Sebaliknya, adenosin, dengan waktu paruh yang sangat pendek, memiliki paparan sistemik yang minimal pada janin, menjadikannya pilihan yang lebih aman dari perspektif ini.

Kardioversi elektrik sinkronisasi umumnya dianggap aman untuk janin. Namun, pemantauan janin setelah prosedur tetap krusial. Terdapat laporan kasus yang mengindikasikan bahwa kardioversi, terutama pada trimester ketiga, dapat memicu persalinan prematur atau, dalam kasus yang jarang, memerlukan persalinan darurat pasca prosedur.

Pentingnya Pemantauan Janin Selama dan Setelah Intervensi:

Pemantauan kondisi janin merupakan komponen integral dari manajemen SVT pada ibu hamil. Pemantauan denyut jantung janin, biasanya menggunakan kardiotokografi (CTG) jika usia kehamilan sudah cukup (umumnya setelah 26-28 minggu), direkomendasikan selama episode SVT maternal akut dan setelah dilakukan intervensi, baik itu kardioversi maupun pemberian obat antiaritmia.

Setelah prosedur Direct Current Cardioversion (DCCV), pemantauan janin yang relevan dengan usia kehamilan harus dilakukan segera setelah kondisi ibu stabil. Istilah "relevan dengan usia kehamilan" menyiratkan bahwa strategi pemantauan dapat berbeda. Pada awal kehamilan, pemantauan mungkin terbatas pada konfirmasi viabilitas janin melalui ultrasonografi. Seiring bertambahnya usia kehamilan, CTG menjadi alat standar untuk menilai kesejahteraan janin secara lebih komprehensif.

Pemantauan janin tidak hanya bersifat pasif untuk mendeteksi masalah, tetapi juga dapat secara aktif menginformasikan dan memandu manajemen maternal. Sebagai contoh, jika pemantauan janin menunjukkan tanda-tanda gawat janin (seperti deselerasi variabel yang parah, deselerasi lambat, atau bradikardia janin persisten) selama episode SVT ibu atau setelah pemberian obat, ini dapat menjadi indikasi bahwa janin tidak mentoleransi kondisi tersebut atau mengalami efek samping dari terapi. 

Temuan semacam itu dapat mendorong tim medis untuk mengambil tindakan yang lebih agresif dalam mengembalikan irama sinus ibu, mempertimbangkan perubahan strategi terapi, atau bahkan, pada usia kehamilan yang viable, mempertimbangkan percepatan persalinan sebagai cara untuk mengatasi kompromi janin.

6. Kesimpulan: Poin Kunci untuk Praktik Dokter Umum

Manajemen Supraventricular Tachycardia (SVT) tidak stabil pada ibu hamil merupakan tantangan klinis yang memerlukan diagnosis cepat, intervensi tepat waktu, dan pemahaman mendalam mengenai keseimbangan antara risiko dan manfaat bagi ibu dan janin.

Ringkasan Strategi Diagnosis dan Terapi SVT Tidak Stabil pada Ibu Hamil:

  • Pengenalan Cepat: Kemampuan untuk segera mengenali tanda-tanda instabilitas hemodinamik (hipotensi, perubahan status mental, syok, nyeri dada iskemik, dispnea berat) adalah langkah krusial pertama.

  • Konfirmasi EKG: Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus segera dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis SVT dan mengidentifikasi karakteristiknya (misalnya, kompleks QRS sempit atau lebar, adanya gelombang delta).

  • SVT Tidak Stabil: Kardioversi elektrik sinkronisasi dengan energi awal 50-100 Joule adalah terapi pilihan utama dan harus dilakukan tanpa penundaan.

  • SVT Stabil atau Alternatif Farmakoterapi: Jika pasien stabil atau kardioversi tidak berhasil/tidak tersedia dan pasien kemudian stabil, adenosin IV (6 mg bolus cepat, dapat diulang 12 mg) adalah agen farmakologis lini pertama.

  • Pilihan Lini Kedua: Beta-blocker (seperti metoprolol IV 2,5-5 mg) atau calcium channel blocker (verapamil IV 2,5-5 mg, atau dosis sesuai panduan) dapat dipertimbangkan sebagai alternatif, dengan memperhatikan profil keamanan spesifik masing-masing obat selama kehamilan dan potensi interaksi atau kontraindikasi.

Penekanan pada Tindakan Cepat dan Kolaborasi Multidisiplin Jika Diperlukan:

Waktu adalah faktor esensial dalam penanganan SVT tidak stabil; penundaan intervensi dapat meningkatkan risiko morbiditas maternal dan fetal. Meskipun panduan ini bertujuan memberdayakan dokter umum untuk melakukan tindakan awal yang berpotensi menyelamatkan jiwa, penting untuk mengenali batas kompetensi.

Kolaborasi dengan spesialis Kardiologi dan Obstetri seringkali sangat diperlukan, terutama pada kasus-kasus yang kompleks, refrakter terhadap terapi awal, atau jika terdapat pertimbangan untuk persalinan. Tim multidisiplin juga penting dalam mengantisipasi dan menangani potensi komplikasi, seperti persalinan prematur pasca kardioversi. Selain itu, konseling yang jelas kepada pasien (dan keluarga) mengenai diagnosis, pilihan terapi yang tersedia, serta risiko dan manfaat dari masing-masing intervensi merupakan aspek fundamental dari perawatan yang baik dan berpusat pada pasien.

Optimalisasi pemahaman mengenai "Diagnosis dan terapi SVT tidak stabil pada Ibu Hamil" serta "Dosis Obat SVT Tidak stabil pada Ibu Hamil" diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas informasi kritis ini bagi para dokter umum, yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keamanan perawatan pasien hamil dengan kondisi aritmia ini.

Referensi

  1. Management of tachyarrhythmias in pregnancy – A review - PMC, diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7726166/

  2. Supraventricular Tachycardia - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Juni 7, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441972/

  3. Supraventricular tachycardia presenting in labour: A case report achieving vaginal birth and review of the literature - PMC, diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4950408/

  4. Wolff-Parkinson-White Syndrome in Third Trimester of Pregnancy ..., diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8975611/

  5. Impact of Paroxysmal Supraventricular Tachycardia on Pregnancy Outcomes - PMC, diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC12105748/

  6. Sustained Supraventricular Tachycardia While in Active Phase ..., diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11892395/

  7. Arrhythmias in Pregnancy - HMP Global Learning Network, diakses Juni 7, 2025, https://www.hmpgloballearningnetwork.com/site/eplab/article/8008

  8. Management of Atrial Fibrillation in Pregnancy - PMC - PubMed Central, diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4955905/

  9. Arrhythmias in Pregnancy - American College of Cardiology, diakses Juni 7, 2025, https://www.acc.org/Latest-in-Cardiology/Articles/2024/09/17/14/19/Arrhythmias-in-Pregnancy

  10. Supraventricular Tachycardia in Pregnancy: Gestational and Labor ..., diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8494174/

  11. Emergency therapy of maternal and fetal arrhythmias during ..., diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2884446/

  12. Supraventricular Tachycardia - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Juni 7, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/books/NBK441972/

  13. Diagnosis and Management of Common Types of Supraventricular Tachycardia - AAFP, diakses Juni 7, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2015/1101/p793.html

  14. Direct current cardioversion in pregnancy: a multicentre study, diakses Juni 7, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/37039253/

  15. Adenosine use in pregnant women with supraventricular tachycardia - PubMed, diakses Juni 7, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/7849336/

  16. Maternal Focal Atrial Tachycardia During Pregnancy: A Systematic ..., diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7719585/

  17. Pharmacokinetics of Metoprolol During Pregnancy and Lactation - PMC, diakses Juni 7, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5564514/

  18. Verapamil - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Juni 7, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538495/

  19. Verapamil in the treatment of maternal paroxysmal supraventricular tachycardia - PubMed, diakses Juni 7, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2024796/