26 Nov 2025 • urologi
Epididimo-orchitis (EO), inflamasi pada epididimis dan testis, merupakan salah satu penyebab tersering keluhan nyeri skrotum akut yang ditemui dalam praktik klinis sehari-hari dan di unit gawat darurat.
Kondisi ini, dengan insidensi yang dilaporkan mencapai 2,45 kasus per 1000 pria di Inggris, dapat menyerang pria di segala usia. Bagi dokter di lini pertama, tantangan diagnostik utama dan yang paling krusial adalah membedakan EO dari torsio testis.
Torsio testis merupakan kegawatdaruratan urologi sejati yang menuntut intervensi bedah segera untuk menyelamatkan testis.
Peran dokter umum dalam skenario ini bukan hanya sebagai penegak diagnosis, melainkan juga sebagai penjaga gerbang (gatekeeper) yang melakukan stratifikasi risiko. Konsultasi awal menjadi titik penentu yang kritis bagi nasib pasien; apakah akan diarahkan pada tatalaksana rawat jalan yang tepat atau rujukan bedah darurat.
Keterlambatan dalam mengidentifikasi torsio testis, yang memerlukan pembedahan dalam kurun waktu empat hingga enam jam sejak onset gejala untuk mencegah nekrosis, dapat berakibat fatal berupa kehilangan testis.
Oleh karena itu, kemampuan untuk melakukan triase secara cepat dan akurat menjadi kompetensi fundamental. Artikel ini bertujuan menyajikan kerangka kerja sistematis berbasis bukti dari literatur terindeks PubMed untuk diagnosis dan terapi epididimo-orchitis, guna memandu pengambilan keputusan klinis yang tepat di layanan primer.

Secara definitif, epididimitis adalah peradangan pada epididimis, struktur tubular di bagian posterosuperior testis tempat pematangan sperma. Orchitis adalah peradangan pada testis. Karena kedekatan anatomis keduanya, proses inflamasi hampir selalu melibatkan keduanya, yang disebut sebagai epididimo-orchitis (EO).
Proses ini umumnya dimulai sebagai epididimitis yang kemudian meluas ke testis. Kasus orchitis yang terisolasi jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh infeksi virus sistemik, seperti gondongan (mumps).
Berdasarkan durasinya, EO dapat bersifat akut (gejala <6 minggu), subakut, atau kronis (gejala >3 bulan), di mana kondisi kronis dapat berdampak jangka panjang pada fungsi seksual dan kesuburan.
Mekanisme utama terjadinya EO infeksius adalah penyebaran patogen secara retrograd (naik) dari uretra atau kandung kemih melalui vas deferens ke epididimis. Infeksi ini sering kali berawal dari infeksi saluran kemih (ISK) yang sudah ada sebelumnya, seperti uretritis, prostatitis, atau sistitis.
Proses inflamasi yang terjadi memicu pembengkakan, edema, dan pengumpulan cairan serosa di sekitar testis yang dikenal sebagai hidrokel reaktif. Pada kasus yang berat, peradangan dapat berkembang menjadi destruksi purulen dan pembentukan abses.
Beberapa faktor risiko yang memfasilitasi aliran balik urine yang terinfeksi ini meliputi obstruksi saluran keluar kandung kemih (misalnya, Benign Prostatic Hyperplasia - BPH), penggunaan kateter urine jangka panjang, dan riwayat instrumentasi urogenital.
Pemilihan terapi empiris yang efektif sangat bergantung pada identifikasi patogen penyebab yang paling mungkin, yang sangat berkorelasi dengan usia dan riwayat seksual pasien.
Pria Usia < 35 Tahun (atau Pria Aktif Seksual pada Usia Berapapun): Penyebab paling umum adalah patogen Infeksi Menular Seksual (IMS), terutama Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
Pria Usia > 35 Tahun: Penyebabnya cenderung bakteri enterik (koliform) yang berasal dari flora usus, dengan Escherichia coli sebagai patogen yang paling sering diisolasi. Kasus-kasus ini sering dikaitkan dengan kelainan urologis struktural atau fungsional.
Etiologi Lainnya: Penyebab lain yang lebih jarang termasuk virus (virus Mumps adalah penyebab klasik orchitis terisolasi) , penyebab non-infeksius seperti efek samping obat (misalnya, amiodarone), trauma, dan penyakit autoimun. Dalam konteks klinis yang spesifik, efek samping imunologis dari terapi kanker seperti
immune checkpoint inhibitors (misalnya, pembrolizumab) juga dilaporkan dapat menyebabkan EO.
Penting untuk dipahami bahwa "aturan usia 35 tahun" adalah sebuah heuristik yang berguna, namun bisa menjadi penyederhanaan yang berlebihan. Faktor penentu yang sesungguhnya adalah perilaku seksual dan adanya patologi urologis, bukan usia semata.
Sebagai contoh, pedoman Eropa tahun 2016 menyoroti perlunya mempertimbangkan antibiotik fluoroquinolone dengan aktivitas anti-klamidia pada pria berusia di atas 35 tahun yang aktif secara seksual.
Hal ini menyiratkan pengakuan bahwa batas usia tersebut tidak kaku. Pendekatan klinis modern menuntut anamnesis riwayat seksual yang teliti dan penilaian faktor risiko urologis pada
semua pasien dewasa untuk menghindari kesalahan tatalaksana, seperti mengabaikan IMS pada pria yang lebih tua atau gagal mencakup patogen enterik pada pria muda dengan masalah saluran kemih.
Anamnesis yang cermat dan pemeriksaan fisik yang teliti adalah pilar utama dalam diagnosis EO dan sering kali dapat mengarahkan pada diagnosis yang tepat.
Anamnesis: Pasien EO biasanya mengeluhkan nyeri dan bengkak pada skrotum yang timbul secara bertahap dalam beberapa hari, berbeda dengan torsio testis yang onsetnya mendadak dan sangat hebat. Gejala penyerta dapat meliputi demam, malaise, dan gejala saluran kemih bawah (Lower Urinary Tract Symptoms - LUTS) seperti disuria, frekuensi, dan urgensi. Penggalian riwayat seksual yang komprehensif, termasuk jumlah pasangan dan penggunaan kondom, tidak dapat ditawar.
Pemeriksaan Fisik: Temuan khas adalah nyeri tekan saat palpasi epididimis, yang sering kali dimulai dari kutub postero-inferior dan menjalar ke atas. Nyeri tekan pada testis itu sendiri menandakan adanya orchitis. Skrotum mungkin tampak bengkak, eritematosa (kemerahan), dan terasa hangat. Refleks kremaster harus diperiksa; pada EO, refleks ini normal atau intak, sebuah temuan kunci yang membantu membedakannya dari torsio testis di mana refleks ini umumnya tidak ada. Pemeriksaan colok dubur (Digital Rectal Examination - DRE) penting dilakukan, terutama pada pria di atas 35 tahun, untuk menilai adanya BPH atau prostatitis.
Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan berfungsi untuk mengkonfirmasi diagnosis, mengidentifikasi patogen, dan yang terpenting, menyingkirkan torsio testis secara definitif.
Laboratorium:
Urinalisis: Dapat menunjukkan piuria (leukosituria) dan hematuria, yang mengindikasikan adanya inflamasi atau infeksi. Namun, urinalisis bisa saja normal; sensitivitasnya untuk mendeteksi EO hanya sekitar 58%. Hasil urinalisis yang negatif tidak dapat menyingkirkan diagnosis EO.
Kultur Urin: Penting untuk mengidentifikasi bakteri penyebab (terutama patogen enterik) dan menentukan profil kepekaan antibiotik. Sampel idealnya diambil sebelum memulai terapi antibiotik.
Tes IMS: Usap uretra atau sampel urin tampung pertama untuk Nucleic Acid Amplification Testing (NAAT) diindikasikan untuk mendeteksi C. trachomatis dan N. gonorrhoeae pada pria yang aktif secara seksual atau jika ada kecurigaan IMS.
Penanda Inflamasi: Hitung sel darah putih (leukosit), C-Reactive Protein (CRP), dan Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio (NLR) bisa meningkat tetapi tidak spesifik. Beberapa studi menunjukkan bahwa NLR cenderung lebih tinggi pada EO dibandingkan torsio testis, sehingga berpotensi membantu dalam diagnosis banding.
Pencitraan (USG Doppler Skrotum): Ini adalah modalitas pencitraan pilihan utama. USG Doppler memiliki peran krusial untuk menyingkirkan torsio testis dengan menunjukkan adanya aliran darah ke testis. Pada EO, USG akan memperlihatkan epididimis dan/atau testis yang membesar dan hiperemis (peningkatan aliran darah). Selain itu, USG dapat mengidentifikasi komplikasi seperti pembentukan abses atau adanya hidrokel reaktif. Sensitivitas dan spesifisitas USG untuk EO dilaporkan tinggi, masing-masing sekitar 79% dan 98%.
Gambar 1. Abses pada epididymis (tanda +)

Kekuatan diagnostik terletak pada sintesis dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan investigasi yang terarah. Ketergantungan pada satu tes tunggal adalah sebuah jebakan klinis. USG, meskipun sangat kuat, memiliki keterbatasan dan harus diinterpretasikan dalam konteks klinis.
Jika gejala pasien (misalnya, nyeri hebat yang tidak kunjung reda) tidak sebanding dengan temuan USG, kewaspadaan tinggi terhadap komplikasi seperti infark testis harus dipertahankan, dan konsultasi urologi sangat dianjurkan. Pertimbangan klinis tetap menjadi yang utama; tes adalah alat untuk membantu, bukan menggantikan, penilaian klinis.
Tindakan non-farmakologis sangat penting untuk mengendalikan gejala dan mempercepat pemulihan. Tatalaksana suportif ini direkomendasikan untuk semua pasien dan meliputi:
istirahat baring (bed rest), elevasi skrotum (misalnya dengan menggunakan gulungan handuk) untuk meningkatkan drainase limfatik dan mengurangi pembengkakan, pemberian analgesik (misalnya, NSAID), dan kompres dingin untuk meredakan nyeri. Hidrasi yang adekuat juga dianjurkan, terutama pada pasien dengan ISK penyerta.
Terapi antibiotik empiris harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis klinis ditegakkan, tanpa menunggu hasil kultur, untuk mencegah komplikasi dan penyebaran infeksi. Pilihan antibiotik didasarkan pada patogen yang paling mungkin berdasarkan profil risiko pasien.
Sayangnya, studi menunjukkan adanya tingkat kepatuhan yang rendah terhadap pedoman tes IMS di layanan primer, di mana sebuah studi di Inggris menemukan kurang dari 3% pria dengan EO menjalani tes klamidia.
Hal ini menekankan pentingnya memulai terapi empiris yang komprehensif. Selain itu, meningkatnya resistensi E. coli terhadap fluoroquinolone menjadi perhatian yang memerlukan pemilihan antibiotik yang bijaksana.
Tabel 1: Rekomendasi Regimen dan Dosis Antibiotik Empiris untuk Epididimo-orchitis Akut
Kelompok Pasien / Dugaan Etiologi | Regimen Lini Pertama (Dosis & Durasi) | Regimen Alternatif | Catatan Klinis Penting |
Pria <35 tahun ATAU Pria >35 tahun yang aktif secara seksual (Dugaan IMS: N. gonorrhoeae & C. trachomatis) | Ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal PLUS Doxycycline 100 mg PO 2x/hari selama 10-14 hari. | Ganti Doxycycline dengan Azithromycin 1 g PO dosis tunggal (jika ada kekhawatiran kepatuhan). | - Terapi pasangan seksual adalah wajib. - Anjurkan abstinensia hingga terapi selesai dan gejala hilang. - Pertimbangkan cakupan patogen enterik jika pasien melakukan hubungan anal insertif. |
Pria >35 tahun (Dugaan Patogen Enterik: E. coli, dll.) DAN risiko IMS rendah | Levofloxacin 500 mg PO 1x/hari selama 10 hari. ATAU Ofloxacin 300 mg PO 2x/hari selama 10 hari. | Trimethoprim-sulfamethoxazole (dosis sesuai pedoman lokal). | - Lakukan DRE untuk menyingkirkan prostatitis/BPH. - Perhatikan pola resistensi fluoroquinolone lokal. - Jika pasien juga aktif secara seksual, pertimbangkan regimen kombinasi seperti pada kelompok IMS. |
Pria yang Melakukan Hubungan Anal Insertif (Risiko IMS + Enterik) | Ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal PLUS Levofloxacin 500 mg PO 1x/hari selama 10 hari. | Regimen ini memberikan cakupan ganda untuk patogen IMS dan enterik. |
Keberhasilan pengobatan tidak hanya bergantung pada resep yang benar. Edukasi pasien memegang peranan penting. Pasien harus diinstruksikan untuk menyelesaikan seluruh rangkaian antibiotik, bahkan jika gejalanya sudah membaik, untuk mencegah resistensi dan kekambuhan.
Anjuran mengenai praktik seks yang aman juga penting untuk mencegah infeksi di masa depan. Untuk kasus yang disebabkan oleh IMS, pasien harus menghindari hubungan seksual sampai mereka dan semua pasangan seksualnya menyelesaikan pengobatan dan tidak lagi bergejala. Semua kontak seksual harus dirujuk untuk evaluasi dan pengobatan.
Meskipun sebagian besar kasus EO sembuh total dengan pengobatan yang tepat, diagnosis yang terlambat atau tatalaksana yang tidak adekuat dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan.
Komplikasi Akut: Meliputi pembentukan abses skrotum, infark testis (yang dapat berujung pada kehilangan testis), dan sepsis. Komplikasi yang sangat jarang namun mengancam jiwa Adalah emphysematous epididymo-orchitis, suatu infeksi nekrotikans dengan adanya gas di dalam jaringan, yang lebih sering terjadi pada pasien diabetes atau dengan gangguan imunitas.
Sekuele Jangka Panjang: Dapat berupa atrofi testis (terjadi pada sebagian derajat hingga 60% kasus orchitis), subfertilitas atau infertilitas akibat kerusakan jaringan, dan nyeri skrotum kronis.
Sebuah sistem staging klinis dapat membantu dokter umum menilai tingkat keparahan, memprediksi kemungkinan respons terhadap terapi konservatif, dan menentukan kapan intervensi spesialis diperlukan.
Tabel 2: Staging Klinis Epididimo-orchitis Akut (Diadaptasi untuk Praktik Umum)
Stage | Temuan Kunci (Palpasi & USG) | Implikasi untuk Dokter Umum & Rencana Tatalaksana | Tingkat Keberhasilan Terapi Konservatif |
I | Epididimis teraba membesar & nyeri, namun dapat dibedakan dari testis. Tidak ada hidrokel atau abses pada USG. | Prognosis sangat baik. Tatalaksana dengan antibiotik oral dan suportif. Follow-up untuk memastikan resolusi gejala. | 100% |
II | Epididimis dan testis masih dapat dibedakan. Terdapat hidrokel reaktif. USG menunjukkan tidak ada abses atau abses <0.5 cm. | Prognosis baik. Tatalaksana konservatif. Waspadai jika tidak ada perbaikan klinis dalam 48-72 jam, pertimbangkan rujukan. | ~85% |
IIIA | Massa inflamasi besar, epididimis dan testis tidak dapat dibedakan (E/T-). Terdapat hidrokel. USG tidak menunjukkan abses besar. | Risiko kegagalan terapi konservatif meningkat. Monitor ketat. Rujuk ke urologi jika tidak ada perbaikan signifikan dalam 48-72 jam. | ~53% |
IIIB | Massa inflamasi besar, tidak dapat dibedakan, dengan area pelunakan (malacia) pada palpasi. USG menunjukkan abses >0.5 cm. | Indikasi Rujukan Bedah Segera. Pasien ini memerlukan drainase bedah atau intervensi lain. Jangan tunda rujukan. | 0% (memerlukan pembedahan) |
Mengetahui kapan harus merujuk adalah keterampilan klinis yang vital. Berikut adalah daftar kriteria rujukan ("red flags"):
Rujukan Emergensi/Segera:
Setiap kecurigaan trosio testis berdasarkan anamnesis atau pemeriksaan fisik.
Pasien dengan tanda-tanda sistemik berat atau sepsis (demam tinggi, hipotensi, takikardia).
Kegagalan terapi rawat jalan, yang ditandai dengan tidak adanya perbaikan klinis (nyeri dan demam menetap) setelah 48-72 jam pemberian antibiotik yang adekuat.
Adanya komplikasi yang teridentifikasi pada USG, seperti abses besar atau tanda-tanda infark testis (penurunan atau ketiadaan aliran darah).
Kecurigaan emphysematous epididymo-orchitis.
Rujukan Elektif:
Kasus EO yang berulang (recurrent) untuk investigasi lebih lanjut terhadap kemungkinan adanya kelainan anatomi saluran kemih.
Nyeri skrotum kronis yang menetap setelah infeksi teratasi.
Adanya kekhawatiran mengenai status fertilitas pasca-infeksi.
Jendela waktu evaluasi 48-72 jam merupakan titik keputusan kritis yang menentukan batas antara tatalaksana di layanan primer dan sekunder. Menjadwalkan kunjungan atau kontak tindak lanjut pada hari ke-2 atau ke-3 setelah memulai pengobatan bukan hanya praktik yang baik, tetapi merupakan bagian esensial dari algoritma manajemen. Kegagalan untuk menunjukkan perbaikan dalam rentang waktu ini adalah pemicu langsung untuk rujukan.
Tatalaksana epididimo-orchitis yang berhasil di layanan primer bergantung pada pendekatan yang sistematis dan berbasis bukti. Poin-poin kunci yang perlu diingat adalah:
Selalu Utamakan Torsio: Pada setiap kasus nyeri skrotum akut, torsio testis harus menjadi diagnosis banding utama yang pertama kali disingkirkan.
Stratifikasi Risiko: Gunakan usia, riwayat seksual, dan riwayat urologis untuk memandu pemilihan terapi antibiotik empiris yang tepat sasaran, mencakup patogen IMS atau enterik sesuai profil pasien.
Andalkan USG Doppler: Manfaatkan USG Doppler sebagai alat konfirmasi diagnosis, penyingkiran torsio, dan identifikasi komplikasi.
Manajemen Komprehensif: Terapkan manajemen suportif secara universal dan berikan edukasi yang jelas kepada pasien mengenai kepatuhan berobat, abstinensia selama masa infeksius, dan pentingnya pengobatan pasangan pada kasus IMS.
Gunakan Jendela 48-72 Jam: Jadikan periode 48-72 jam sebagai titik evaluasi kritis untuk menilai respons terapi. Jangan ragu untuk merujuk ke spesialis urologi jika terdapat "red flags" atau kegagalan pengobatan.
Dengan menerapkan pendekatan yang cepat, teliti, dan berbasis bukti, dokter umum dapat secara efektif mengelola sebagian besar kasus epididimo-orchitis, memaksimalkan luaran pasien, serta meminimalkan risiko komplikasi jangka panjang seperti infertilitas dan nyeri kronis.
Epididymitis and orchitis: an overview - PubMed, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19378875/
A Descriptive Analysis of Men Diagnosed With Epididymitis, Orchitis, or Both in the Emergency Department, diakses Juli 19, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8294204/
The 2016 European guideline on the management of epididymo ..., diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28632112/
Epididymitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Juli 19, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430814/
Managing epididymo-orchitis in general practice - PubMed, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23724748/
What is beyond testicular torsion and epididymitis? Rare differential diagnoses of acute scrotal pain in adults: A systematic review - PMC, diakses Juli 19, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7283975/
Orchitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Juli 19, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553165/
Acute epididymo-orchitis: staging and treatment - PMC - PubMed Central, diakses Juli 19, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3921787/
[Current Aspects of Epididymo-Orchitis] - PubMed, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27123660/
Understanding the Impact of Chronic Epididymo-Orchitis and Chronic Prostatitis on Testicular Volume, Testosterone Levels, Semen Quality, and Sexual Function: A Prospective, Descriptive Study - PMC, diakses Juli 19, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC12085772/
Testicular loss following bacterial epididymo-orchitis: Case report and literature review, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25844104/
Epididymo-orchitis caused by enteric organisms in men > 35 years old: beyond fluoroquinolones - PubMed, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29450767/
Severe Epididymo-Orchitis and Encephalitis Complicating Anti-PD-1 Therapy - PubMed, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30936376/
Assessing the Utility of Ultrasound and Urinalysis for Patients with Possible Epididymo-Orchitis - A Retrospective Study - PubMed, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32214857/
Predictive value of haematologic parameters in diagnosis of testicular torsion: Evidence from a systematic review and meta-analysis - PubMed, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31782182/
Acute epididymo-orchitis: staging and treatment - PubMed, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24578950/
Management of epididymo-orchitis in primary care: results from a large UK primary care database - PubMed, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20883615/
Epididymitis and Orchitis: An Overview - AAFP, diakses Juli 19, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2009/0401/p583.html/1000
Epididymitis and Orchitis: An Overview | AAFP, diakses Juli 19, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2009/0401/p583.html
An Overview of Emphysematous Epididymo-Orchitis: A Systematic Review of Case Reports, diakses Juli 19, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10228163/
An Overview of Emphysematous Epididymo-Orchitis: A Systematic Review of Case Reports, diakses Juli 19, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/37261165/