Mengurai Bula Hipopion: Algoritma Praktis Diagnosis dan Terapi Impetigo Bulosa untuk Dokter Umum

26 Apr 2025 • Kulit

Deskripsi

Mengurai Bula Hipopion: Algoritma Praktis Diagnosis dan Terapi Impetigo Bulosa untuk Dokter Umum

Pendahuluan

Menemui pasien dengan lesi bula (lepuh berisi cairan) dalam praktik sehari-hari dapat menjadi tantangan diagnostik bagi dokter umum. Variasi penyebabnya luas, mulai dari infeksi hingga kondisi autoimun. 

Salah satu gambaran klinis yang mungkin ditemui dan menarik perhatian adalah adanya "tanda hipopion" pada bula. Memahami makna tanda ini dan kaitannya dengan berbagai kemungkinan diagnosis, terutama Impetigo Bulosa (IB), sangatlah penting untuk tatalaksana yang tepat.

Artikel ilmiah populer ini bertujuan untuk membekali Dokter Umum di Indonesia, khususnya yang berusia 25-35 tahun, dengan panduan praktis berbasis bukti dari riset terindeks PubMed. 

Fokus utama adalah pada pengenalan tanda hipopion, pemahaman mendalam mengenai Impetigo Bulosa sebagai salah satu penyebabnya, serta penerapan algoritma diagnosis dan prinsip tatalaksana yang efektif di layanan primer. Artikel ini juga akan mengoptimalkan informasi terkait kata kunci "Diagnosis dan Terapi Impetigo Bulosa" serta "Dosis Obat Impetigo Bulosa".

Memahami Tanda Hipopion

Tanda hipopion, yang terkadang disebut sebagai "lepuh setengah-setengah" (half-half blister), merujuk pada gambaran klinis spesifik pada lesi vesikel atau bula.1 Tanda ini ditandai oleh adanya akumulasi pus (nanah) yang mengendap di bagian bawah lesi, membentuk batas horizontal yang tegas dengan cairan serosa (jernih) di bagian atasnya.1 

Gambaran ini paling jelas terlihat ketika pasien berada dalam posisi tegak, karena gaya gravitasi menyebabkan materi purulen yang lebih berat mengendap di dasar bula.1


Gambar 1. Beberapa bula pada abdomen dengan lapisan pus di bagian bawah dan cairan serous di bagian atas (hypopyon sign)1

Mekanisme terbentuknya tanda hipopion berkaitan dengan adanya proses inflamasi neutrofilik yang intens di dalam rongga bula.2 Akumulasi neutrofil yang signifikan, baik akibat respons peradangan steril maupun infeksi bakteri sekunder, menghasilkan pus. Karena pus lebih padat daripada cairan serosa, ia akan mengendap di bagian dependen dari bula.2

Penting untuk dipahami bahwa tanda hipopion bukanlah tanda patognomonik atau khas untuk satu penyakit saja.1 Kehadirannya merupakan indikator adanya akumulasi neutrofil yang signifikan di dalam lesi, yang dapat terjadi pada berbagai kondisi dermatosis vesikobulosa dan pustular.2 Beberapa kondisi yang dapat menunjukkan tanda hipopion antara lain:

  • Impetigo Bulosa 3

  • Subcorneal Pustular Dermatosis (SPD) atau penyakit Sneddon-Wilkinson 1

  • IgA Pemphigus 2

  • Pemphigus Vulgaris atau Foliaseus (dengan inflamasi atau infeksi sekunder) 1

  • Psoriasis Pustular (tipe generalisata atau anular) 2

  • Acute Generalized Exanthematous Pustulosis (AGEP) 3

  • Varicella (yang terinfeksi bakteri sekunder) 3

  • Kandidiasis Kutaneus 2

Oleh karena itu, temuan tanda hipopion harus mendorong klinisi untuk mempertimbangkan diagnosis banding yang melibatkan inflamasi neutrofilik, namun diagnosis akhir memerlukan korelasi dengan gambaran klinis lain, riwayat pasien, dan pemeriksaan penunjang yang relevan.

Fokus pada Impetigo Bulosa (IB)

Impetigo Bulosa (IB) merupakan salah satu penyebab penting bula dengan tanda hipopion, terutama pada populasi anak.

  • Etiologi: IB disebabkan secara eksklusif oleh strain Staphylococcus aureus yang memproduksi toksin eksfoliatif, khususnya Exfoliative Toxin A (ETA).13 Strain ini seringkali termasuk dalam phage group II, dengan tipe 71 sebagai yang paling umum.13

  • Patogenesis: ETA memiliki target molekuler yang sangat spesifik, yaitu Desmoglein-1 (Dsg-1).13 Dsg-1 adalah protein adhesi kunci yang menghubungkan sel-sel keratinosit pada lapisan superfisial epidermis, tepatnya di stratum granulosum.
    ETA bekerja sebagai protease yang memecah Dsg-1, mengakibatkan hilangnya perlekatan antar sel (akantolisis) pada lapisan tersebut dan terbentuknya celah yang kemudian terisi cairan, membentuk bula intraepidermal.13 Pemahaman patogenesis ini penting karena secara langsung menjelaskan karakteristik klinis IB.
    Lokasi pemecahan Dsg-1 yang sangat superfisial menyebabkan atap bula menjadi tipis dan mudah kendur (flasid).13 Akibatnya, bula IB mudah pecah, seringkali hanya menyisakan dasar erosi yang dikelilingi sisa atap bula berupa sisik tipis berbentuk kerah (disebut collarette of scale).13
    Gambaran ini berbeda dengan bula yang lebih tegang pada pemfigoid bulosa (pemisahan subepidermal) atau akantolisis yang lebih dalam pada pemfigus vulgaris. Selain itu, pada IB, produksi toksin biasanya terlokalisir pada area infeksi kulit, berbeda dengan Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) di mana toksin menyebar secara sistemik melalui aliran darah, menyebabkan pengelupasan kulit yang luas.13


Gambar 2. Impetigo bulosa pada area genital – pustula intak dan flasid13


  • Manifestasi Klinis Khas:

  • Bula: Lesi primer berupa bula berdinding tipis dan kendur (flasid), berukuran bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari 2 cm.13 Awalnya berisi cairan jernih kekuningan, namun cepat menjadi keruh atau purulen karena respons inflamasi terhadap bakteri.13 Tanda hipopion dapat terlihat jelas pada bula ini.3

  • Erosi dan Krusta: Bula sangat rapuh dan mudah pecah, meninggalkan dasar erosi yang lembab, mengkilap, dan eritematosa. Seringkali ditemukan sisa atap bula di tepi erosi membentuk collarette of scale.13 Pembentukan krusta tebal berwarna kuning madu (honey-colored crust) kurang dominan dibandingkan pada impetigo non-bulosa.1


Gambar 2. Impetigo Bulosa – deskuamasi collarette

  • Lokasi: Predileksi pada area lembab dan lipatan (intertriginosa) seperti ketiak, leher, lipat paha, dan area popok pada bayi.13 Namun, dapat juga muncul di wajah, badan, dan ekstremitas.13 Lesi di telapak tangan dan kaki juga bisa terjadi.13

  • Usia: Paling sering terjadi pada neonatus dan anak-anak di bawah usia 5 tahun, meskipun dapat terjadi pada usia berapa pun.14

  • Tanda Nikolsky: Tanda Nikolsky (pengelupasan epidermis normal saat digeser dengan tekanan jari) biasanya negatif pada IB terlokalisir.24 Hal ini berbeda dengan SSSS atau Pemphigus Vulgaris di mana tanda ini seringkali positif.24 Oleh karena itu, tidak adanya tanda Nikolsky tidak menyingkirkan diagnosis IB. Sebaliknya, jika tanda Nikolsky positif, perlu dipertimbangkan kemungkinan SSSS atau diagnosis banding lain seperti pemfigus.

  • Gejala Sistemik: Demam ringan atau malaise dapat menyertai, terutama jika lesi luas atau pada bayi.16 Limfadenopati regional jarang terjadi.16

Diagnosis Banding Praktis untuk Dokter Umum

Ketika seorang dokter umum menjumpai pasien dengan bula yang menunjukkan tanda hipopion, penting untuk mempertimbangkan beberapa diagnosis banding utama selain IB. Berikut adalah beberapa kondisi yang relevan untuk dipertimbangkan di layanan primer:

  • Subcorneal Pustular Dermatosis (SPD) / Sneddon-Wilkinson: Biasanya terjadi pada wanita usia pertengahan. Lesi berupa pustul-pustul steril (bukan bula primer) yang berkelompok, sering membentuk pola anular atau serpiginosa, terutama di badan dan area fleksura. Tanda hipopion klasik sering terlihat pada pustul ini.1 Diagnosis memerlukan biopsi kulit.

  • IgA Pemphigus: Kelainan autoimun yang jarang, ditandai deposit IgA interselular di epidermis. Lesi dapat berupa vesikel atau pustul flasid, terkadang berkelompok menyerupai SPD atau dermatitis herpetiformis. Tanda hipopion bisa ditemukan.2 Diagnosis pasti memerlukan biopsi dan pemeriksaan imunofluoresensi.

  • Psoriasis Pustular (Generalisata/Anular): Ditandai munculnya pustul-pustul steril multipel di atas kulit yang eritematosa secara luas (generalisata) atau dalam pola cincin (anular). Sering disertai gejala sistemik seperti demam dan malaise.29 Tanda hipopion dapat terlihat pada pustul yang lebih besar.2 Riwayat psoriasis vulgaris sebelumnya dapat membantu diagnosis.

  • Acute Generalized Exanthematous Pustulosis (AGEP): Merupakan reaksi obat akut (lebih dari 90% kasus), ditandai onset cepat (beberapa jam hingga hari setelah paparan obat), demam tinggi, dan munculnya banyak pustul kecil (ukuran kepala jarum pentul), steril, non-folikular di atas dasar kulit yang eritematosa dan edematosa luas. Predileksi di area lipatan.3 Hipopion bisa tampak pada pustul yang lebih besar.3 Anamnesis penggunaan obat baru sangat krusial.

  • Kandidiasis Kutaneus: Infeksi jamur Candida, sering terjadi di area intertriginosa (lipatan kulit). Gambaran khas berupa eritema merah terang (beefy red), maserasi, dengan lesi-lesi satelit berupa papul atau pustul kecil di sekitar area utama.12 Tanda hipopion bisa muncul pada pustul satelit.2 Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH akan menunjukkan adanya pseudohifa atau blastospora.12 Faktor risiko seperti obesitas, diabetes melitus, kelembaban tinggi, penggunaan antibiotik atau steroid sistemik/topikal jangka panjang, dan kondisi imunosupresi perlu digali.12

  • Varicella (Cacar Air) dengan Infeksi Sekunder: Lesi primer varicella adalah vesikel umbilikasi yang khas. Namun, lesi ini dapat mengalami infeksi bakteri sekunder, seringkali oleh S. aureus, menjadi pustular atau bahkan bulosa. Tanda hipopion dapat terbentuk pada lesi yang terinfeksi ini.3 Riwayat kontak dengan penderita cacar air dan distribusi lesi yang menyebar (sentrifugal) dapat membantu.

Untuk membantu membedakan kondisi-kondisi ini, tabel berikut merangkum fitur-fitur kunci:

Tabel 1: Diagnosis Banding Utama Bula/Pustul dengan Tanda Hipopion untuk Dokter Umum


Fitur Klinis

Impetigo Bulosa (IB)

Subcorneal Pustular Dermatosis (SPD)

IgA Pemphigus

Psoriasis Pustular (Generalisata)

Acute Generalized Exanthematous Pustulosis (AGEP)

Kandidiasis Kutaneus

Usia Tipikal

Neonatus, Anak <5 thn 16

Wanita paruh baya 8

Dewasa

Dewasa (bisa anak)

Dewasa (bisa anak)

Semua usia, terutama bayi (popok), obesitas, DM 32

Lesi Primer

Bula flasid, jernih -> purulen 13

Pustul superfisial, steril 8

Vesikel/Pustul flasid, steril 27

Pustul kecil steril di atas eritema 29

Pustul kecil steril non-folikular 3

Papul/Pustul eritematosa 12

Morfologi Lanjutan

Erosi basah, collarette of scale 13

Pustul berkelompok, anular/serpiginosa 8

Pustul berkelompok, krusta

Pustul menyatu ("lake of pus"), skuama

Eritema luas, deskuamasi setelahnya 30

Eritema merah terang, maserasi, lesi satelit 12

Distribusi Khas

Intertriginosa, wajah, badan, ekstremitas 13

Badan, fleksura, intertriginosa 8

Badan, ekstremitas, fleksura

Generalisata, fleksura, anular 29

Generalisata, terutama lipatan 3

Intertriginosa (lipatan), area popok 12

Tanda Hipopion

Sering 3

Klasik 1

Mungkin ada 2

Mungkin ada 2

Mungkin ada 3

Mungkin ada (pada lesi satelit) 2

Gejala Lain

Gatal ringan-sedang, bisa demam 16

Gatal ringan/tidak ada, kronik relaps 8

Gatal, bisa nyeri

Demam tinggi, malaise, artralgia 29

Demam tinggi, gatal/rasa terbakar 30

Gatal, rasa terbakar, bau khas 32

Pemeriksaan Lab Sederhana

Gram: Kokus G+; Kultur: S. aureus 13

Steril (Gram/Kultur negatif)

Steril (Gram/Kultur negatif)

Steril (Gram/Kultur negatif)

Steril (Gram/Kultur negatif), Eosinofilia darah

KOH: Pseudohifa/spora (+) 12

Pemicu/Riwayat Khas

Kontak (+), Higiene kurang

Idiopatik, terkait IgA paraproteinemia

Idiopatik, autoimun

Riwayat Psoriasis, penghentian steroid

Obat baru (>90%) 30

DM, obesitas, antibiotik/steroid, lembab 12


Diagnosis Bula Hipopion di Layanan Primer

  1. Mulai dari Pasien: Identifikasi pasien dengan lesi bula yang menunjukkan tanda hipopion.

  2. Anamnesis : Gali informasi kunci:

  • Usia pasien (IB dominan pada bayi/anak).16

  • Riwayat kontak dengan orang bergejala serupa (meningkatkan kecurigaan IB).16

  • Riwayat penggunaan obat baru dalam beberapa hari/minggu terakhir (curiga AGEP).3

  • Riwayat penyakit kulit sebelumnya (atopi, psoriasis) atau penyakit sistemik.

  • Faktor risiko seperti diabetes, obesitas, atau imunosupresi (meningkatkan kecurigaan Kandidiasis).12

  1. Pemeriksaan Fisik : Lakukan pemeriksaan kulit menyeluruh:

  • Evaluasi morfologi bula: Apakah kendur/flasid? Adakah sisa atap bula membentuk collarette of scale setelah pecah? (Khas IB).13

  • Perhatikan distribusi lesi: Apakah dominan di area intertriginosa, wajah, atau badan? (Khas IB).13

  • Cari lesi satelit (papul/pustul kecil di sekitar lesi utama): Jika ada, curiga kuat Kandidiasis.12

  1. Pemeriksaan Penunjang Sederhana : Berdasarkan temuan klinis:

  • Jika curiga Kandidiasis (misal, lesi satelit, lokasi intertriginosa, faktor risiko), lakukan pemeriksaan KOH dari kerokan dasar lesi atau skuama.12 Hasil positif (pseudohifa/spora) mengarahkan ke diagnosis Kandidiasis Kutaneus.

  • Jika curiga Impetigo Bulosa (misal, bula flasid, collarette, usia muda, riwayat kontak), lakukan Pewarnaan Gram dan Kultur Bakteri dari cairan bula atau dasar erosi.13 Temuan kokus Gram positif bergerombol dan/atau pertumbuhan S. aureus pada kultur sangat mendukung diagnosis IB.

  • Kombinasi gambaran klinis khas IB (bula flasid, collarette, lokasi tipikal, usia muda) dengan hasil Gram/Kultur positif S. aureus memberikan dasar kuat untuk diagnosis IB di layanan primer.13

  1. Diagnosis Kerja dan Rujukan :

  • Jika temuan klinis dan laboratorium sederhana mengarah kuat ke IB atau Kandidiasis, diagnosis kerja dapat ditegakkan dan tatalaksana dimulai.

  • Jika diagnosis masih belum jelas, atau jika curiga kondisi lain seperti SPD, IgA Pemphigus, Psoriasis Pustular, AGEP, atau jika pasien tidak merespons terapi awal, rujukan ke Dokter Spesialis Dermatologi, Venereologi, dan Estetika (Sp.D.V.E) atau Spesialis Kulit dan Kelamin (Sp.K.K) sangat dianjurkan untuk evaluasi dan tatalaksana lebih lanjut.

Diagnosis dan Terapi Impetigo Bulosa

Setelah diagnosis IB ditegakkan atau sangat dicurigai berdasarkan algoritma di atas, langkah selanjutnya adalah tatalaksana yang tepat.

  • Konfirmasi Diagnosis: Diagnosis IB sebagian besar ditegakkan secara klinis berdasarkan gambaran bula flasid yang khas, lokasi predileksi, dan usia pasien, didukung oleh temuan pewarnaan Gram (kokus Gram positif bergerombol) dan/atau hasil kultur bakteri (S. aureus) dari spesimen lesi.13 Biopsi kulit jarang diperlukan untuk kasus tipikal di layanan primer.16

  • Tatalaksana Umum (Non-farmakologis):

  • Edukasi Higiene: Menjaga kebersihan kulit dengan mandi secara teratur menggunakan sabun ringan sangat penting.

  • Pencegahan Autoinokulasi: Edukasi pasien (atau orang tua) untuk tidak menggaruk atau memecahkan bula secara sengaja, karena ini dapat menyebarkan infeksi ke area kulit lain.16 Kuku sebaiknya dipotong pendek.

  • Pencegahan Penularan: Impetigo sangat menular. Gunakan handuk, pakaian, dan sprei terpisah untuk pasien. Cuci barang-barang ini dengan air panas.16 Anak dengan impetigo sebaiknya tidak masuk sekolah atau tempat penitipan anak sampai lesi mengering atau setidaknya 24-48 jam setelah memulai terapi antibiotik yang efektif untuk mencegah penularan.22 Anggota keluarga atau kontak erat lainnya yang menunjukkan gejala serupa juga perlu diperiksa dan diobati.

  • Mengatasi/identifikasi faktor predisposisi dan keadaan komorbid, misalnya infestasi parasit, dermatitis atopik, edema, obesitas dan insufisiensi vena62

  • Indikasi Terapi Antibiotik:

  • Berbeda dengan impetigo non-bulosa yang sangat terbatas (mungkin bisa diobati topikal saja), Impetigo Bulosa umumnya memerlukan terapi antibiotik sistemik.16 Hal ini disebabkan oleh peran toksin ETA yang dihasilkan S. aureus, yang implikasinya lebih dari sekadar infeksi superfisial biasa dan berpotensi menyebar. Pemberian antibiotik sistemik bertujuan untuk mengeradikasi bakteri penyebab dan menghentikan produksi toksin lebih lanjut.

  • Antibiotik topikal seperti Mupirocin atau Retapamulin dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan untuk lesi IB, atau mungkin sebagai terapi tunggal hanya pada kasus yang sangat terbatas (misalnya, satu atau dua bula kecil) dan tanpa disertai gejala sistemik sama sekali.23 Namun, untuk sebagian besar kasus IB, terapi sistemik tetap menjadi pilihan utama.

Fokus pada Diagnosis dan Terapi Impetigo Bulosa yang komprehensif, meliputi identifikasi klinis dan mikrobiologis serta kombinasi tatalaksana umum dan farmakologis, adalah kunci keberhasilan penanganan di layanan primer.

Dosis Obat Impetigo Bulosa

Pemilihan antibiotik untuk IB harus efektif melawan S. aureus. Mengingat kemungkinan resistensi, terutama Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), pertimbangan pemilihan obat menjadi penting.

  • Antibiotik Topikal (Sebagai tambahan atau kasus sangat ringan):
    • Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka dengan permanganas kalikus 1/5000, asam salisilat 0,1%, rivanol 1‰, larutan povidon iodin 1%; dilakukan 3 kali sehari masing-masing ½-1 jam selama keadaan akut. (2C)

    • Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin 2% (1A). Dioleskan 2-3 kali sehari, selama 7-10 hari.62

  • Antibiotik Oral (Lini Pertama untuk Mayoritas Kasus IB): Durasi terapi standar adalah 7 hari.47
    • Kloksasilin/dikloksasilin**: dewasa 4x250-500 mg/hari per oral; anak-anak 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis (1A)

    • Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500 mg/hari; anak-anak 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis (1A)

    • Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis. (1A)62

  • Lini kedua:
    • Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250 mg (hari 2-5) (2C)

    • Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis. (1A)

    • eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 20-50 mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis(1A)62

  • Antibiotik Oral (Alternatif atau Pertimbangan MRSA):

  • Klindamisin: Pilihan baik jika ada riwayat alergi penisilin/sefalosporin atau jika dicurigai MRSA (jika strain lokal sensitif).

  • Dewasa: 150 mg hingga 450 mg, diberikan 3 hingga 4 kali sehari.47

  • Anak: 10 hingga 30 mg/kg berat badan per hari, dibagi dalam 3 hingga 4 dosis.54

  • Trimetoprim-Sulfametoksazol (TMP-SMX): Efektif untuk sebagian besar strain MRSA komunitas, namun kurang efektif untuk Streptococcus pyogenes (yang bisa menjadi ko-patogen pada impetigo non-bulosa, meskipun jarang pada IB murni).

  • Dewasa: 1 tablet forte (160 mg TMP/800 mg SMX), diberikan 2 kali sehari.47

  • Anak (>2 bulan): 8-12 mg TMP/kg berat badan per hari, dibagi dalam 2 dosis.47

  • Doksisiklin: Opsi untuk MRSA, namun tidak direkomendasikan untuk anak di bawah usia 8 tahun karena risiko diskolorasi gigi.

  • Dewasa/Anak >45 kg: 100 mg, diberikan 2 kali sehari.47

  • Pertimbangan MRSA:

  • Kecurigaan MRSA perlu ditingkatkan jika pasien tidak menunjukkan respons terhadap antibiotik beta-laktam lini pertama dalam 48-72 jam, memiliki riwayat infeksi MRSA sebelumnya, atau berasal dari lingkungan dengan prevalensi MRSA tinggi.23 Lesi yang tampak nekrotik atau sangat purulen juga bisa menjadi petunjuk.

  • Idealnya, lakukan kultur dan uji sensitivitas dari spesimen lesi, terutama pada kasus yang tidak responsif atau berat, untuk memandu pemilihan antibiotik definitif.19

  • Jika MRSA sangat dicurigai secara klinis sebelum hasil kultur tersedia, pemilihan antibiotik empiris seperti Klindamisin atau TMP-SMX dapat dipertimbangkan sambil menunggu hasil kultur.47 Rujuk pasien ke spesialis jika kasus berat, tidak responsif, atau memerlukan antibiotik intravena.

  • Kasus yang berat, disertai infeksi sitemik atau infeksi di daerah berbahaya (misalnya maksila), antibiotik diberikan parenteral.62
    • Nafcillin 1-2 gram IV tiap 4 jam, anak 100-150 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis. (1A)

    • Penisilin G 2-4 juta unit IV tiap 4-6 jam, anak: 60-100.000 unit/kgBB tiap 6 jam. (1A)

    • Cefazolin IV 1 gram tiap 8 jam, anak: 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis. (1A)

    • Ceftriaxone IV 1-2 gram ,1 kali/hari. (1A)

    • Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada infeksi berat: vankomisin 1-2 gram/hari dalam dosis terbagi atau 15-20 mg/kgBB setiap 8-12 jam intravena, selama 7-14 hari (1A). Anak: vankomisin 15 mg/kgBB IV tiap 6 jam. (1A)

    • Linezolid 600 mg IV atau oral 2 kali sehari selama 7-14 hari (1A), anak-anak 10 mg/kgBB oral atau intravena tiap 8 jam. (1A)

    • Klindamisin IV 600 mg tiap 8 jam atau 10-13 mg/kgBB tiap 6-8 jam. (1A)

    • Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan hasil kultur dan resistensi.62

  • Tindakan

Apabila lesi abses besar, nyeri, disertai fluktuasi, dilakukan insisi dan drainase. (1A)62

Pengetahuan mengenai Dosis Obat Impetigo Bulosa yang tepat, termasuk pertimbangan resistensi, sangat penting untuk keberhasilan terapi.

Tabel 2: Dosis Antibiotik Umum untuk Tatalaksana Impetigo Bulosa


Antibiotik

Sediaan Umum

Dosis Dewasa

Dosis Anak

Durasi Tipikal

Catatan

Topikal (Tambahan)



Mupirocin

Salep/Krim 2%

Oleskan tipis 2-3x/hari

Sama seperti dewasa (usia ≥2 bulan)

5-10 hari

Lini pertama topikal 47

Retapamulin

Salep 1%

Oleskan tipis 2x/hari

Sama seperti dewasa (usia ≥9 bulan)

5 hari

Alternatif topikal 47

Oral (Utama)






Sefaleksin

Kapsul/Sirup

250-500 mg, 4x/hari

25-50 mg/kg/hari, dibagi 3-4 dosis (usia >1 thn)

7 hari

Lini pertama oral 47

Dikloksasilin

Kapsul/Sirup

250-500 mg, 4x/hari

25-50mg/kg/hari, dibagi 4 dosis (anak <40 kg)

7 hari

Lini pertama oral 47

Amoksisilin-Klavulanat

Tablet/Sirup

Dosis Amoksisilin: 875 mg, 2x/hari (contoh)

Dosis Amoksisilin: 25-45 mg/kg/hari, dibagi 2 dosis

7 hari

Lini pertama oral 47

Lini Kedua







Azitromisin


Tablet/Sirup


1x500 mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250 mg (hari 2-5)



5 Hari

Lini kedua oral62

Eritromisin

Kapsul/Sirup

4x250-500 mg/hari

20-50 mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis

.


Lini Kedua oral62

Untuk MRSA






Klindamisin

Kapsul/Sirup

150-450 mg, 3-4x/hari

10-30 mg/kg/hari, dibagi 3-4 dosis

7 hari

Alternatif (alergi beta-laktam), Opsi untuk MRSA 47

TMP-SMX

Tablet/Sirup

1 tablet Forte (160/800 mg), 2x/hari

8-12 mg TMP/kg/hari, dibagi 2 dosis (usia >2 bulan)

7 hari

Opsi utama MRSA komunitas, Kurang efektif untuk Strep. pyogenes 47

Doksisiklin

Kapsul/Tablet

100 mg, 2x/hari

Tidak direkomendasikan usia <8 tahun. >8 thn & <45kg: 2mg/kg/dosis 2x/hari

7 hari

Opsi MRSA (jika sensitif), Hindari pada anak <8 thn 47

(Catatan: Dosis dapat bervariasi tergantung pedoman lokal dan kondisi klinis pasien. Uji sensitivitas dianjurkan jika memungkinkan, terutama pada kasus refrakter atau dugaan MRSA).

Kesimpulan

Menemukan lesi bula dengan tanda hipopion merupakan petunjuk klinis penting yang mengarahkan pada diagnosis banding spesifik, namun bukan merupakan diagnosis definitif. Impetigo Bulosa, yang disebabkan oleh toksin Staphylococcus aureus, adalah salah satu penyebab umum bula hipopion, terutama pada anak-anak, dan ditandai oleh bula flasid yang mudah pecah meninggalkan collarette of scale.

Bagi Dokter Umum di Indonesia, penerapan algoritma diagnosis yang sistematis—meliputi anamnesis terarah, pemeriksaan fisik cermat (memperhatikan morfologi bula, distribusi, dan tanda penyerta seperti lesi satelit), serta pemanfaatan pemeriksaan penunjang sederhana seperti pewarnaan Gram dan kultur bakteri—sangat krusial untuk mengidentifikasi IB dan membedakannya dari kondisi lain.

Diagnosis dan Terapi Impetigo Bulosa yang efektif di layanan primer mencakup tatalaksana suportif berupa menjaga kebersihan dan mencegah penularan, serta pemberian antibiotik sistemik yang adekuat untuk mengeradikasi S. aureus. Pemilihan dan penentuan Dosis Obat Impetigo Bulosa, baik lini pertama maupun alternatif (termasuk untuk potensi MRSA), harus didasarkan pada usia pasien, tingkat keparahan infeksi, data resistensi lokal jika tersedia, dan respons klinis pasien. Rujukan ke spesialis dipertimbangkan pada kasus yang tidak jelas, berat, atau refrakter terhadap pengobatan awal.

Karya yang dikutip

  1. Hypopyon sign in pemphigus vulgaris - Indian Journal of Dermatology, Venereology and Leprology, diakses April 14, 2025, https://ijdvl.com/hypopyon-sign-in-pemphigus-vulgaris/

  2. (PDF) Hypopyon sign: a half full or half empty scenario - ResearchGate, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/376762637_Hypopyon_sign_a_half_full_or_half_empty_scenario

  3. “Hypopyon” sign in dermatology, diakses April 14, 2025, https://ijdvl.com/hypopyon-sign-in-dermatology/

  4. Hypopyon sign: a half full or half empty scenario - International Journal of Research in Dermatology, diakses April 14, 2025, https://www.ijord.com/index.php/ijord/article/download/1784/1001/8968

  5. (PDF) “Hypopyon” sign in dermatology - ResearchGate, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/375952127_Hypopyon_sign_in_dermatology

  6. Cutaneous signs in infectious diseases - Indian Journal of Dermatology, Venereology and Leprology, diakses April 14, 2025, https://ijdvl.com/cutaneous-signs-in-infectious-diseases/

  7. Bullous impetigo with hypopyon sign in a child. | European Journal of Pediatric Dermatology, diakses April 14, 2025, https://ejpd.com/index.php/journal/article/view/2575

  8. Subcorneal pustular dermatosis: Comprehensive review and report of a case presenting during pregnancy[image] - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7330443/

  9. Bacterial diseases of the skin - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16218899/

  10. Hypopyon sign as an unusual complication of varicella infection in a girl with atopic dermatitis - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7907047/

  11. Hypopyon sign as an unusual complication of varicella infection in a girl with atopic dermatitis | springermedizin.at, diakses April 14, 2025, https://www.springermedizin.at/hypopyon-sign-as-an-unusual-complication-of-varicella-infection-/18674714

  12. Mycotic and Bacterial Infections - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6731118/

  13. Impetigo - review - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4008061/

  14. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome and Bullous Impetigo - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8623226/

  15. Molecular mechanisms of blister formation in bullous impetigo and staphylococcal scalded skin syndrome - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC151035/

  16. Impetigo - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430974/

  17. Microbial Infections of Skin and Nails - Medical Microbiology - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK8301/

  18. Treatment of bullous impetigo and the staphylococcal scalded skin syndrome in infants - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15482208/

  19. Diagnosis and Treatment of Impetigo - AAFP, diakses April 14, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2007/0315/p859.html

  20. Impetigo (Nursing) - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK568809/

  21. Impetigo: an overview - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/7899177/

  22. Non-bullous Impetigo: Incidence, Prevalence, and Treatment in the Pediatric Primary Care Setting in Italy - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9008221/

  23. Impetigo: diagnosis and treatment - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25250996/

  24. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448135/

  25. Nikolsky's sign: A pathognomic boon - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7114071/

  26. Mechanisms of Disease: Pemphigus and Bullous Pemphigoid - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5560122/

  27. Diagnosis & Clinical Features of Pemphigus Foliaceus - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3108573/

  28. Bullous Autoimmune Dermatoses: Clinical Features, Diagnostic Evaluation, and Treatment Options - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8380840/

  29. Pustular Psoriasis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537002/

  30. Bullous Drug Reactions - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9128954/

  31. Investigation of Intertriginous Mycotic and Pseudomycotic (Erythrasma) Infections and Their Causative Agents with Emphasize on Clinical Presentations, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6174041/

  32. Intertrigo and Secondary Skin Infections | AAFP, diakses April 14, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2014/0401/p569.html

  33. Intertrigo - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531489/

  34. Full article: Recurrent candidal intertrigo: challenges and solutions - Taylor & Francis Online, diakses April 14, 2025, https://www.tandfonline.com/doi/full/10.2147/CCID.S127841

  35. Intertrigo and secondary skin infections - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24695603/

  36. Candidiasis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560624/

  37. Tinea Cruris - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554602/

  38. Diaper Dermatitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559067/

  39. Recurrent candidal intertrigo: challenges and solutions - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5909782/

  40. A Clinician's Guide to the Diagnosis and Treatment of Candidiasis in Patients with Psoriasis, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4963441/

  41. Antifungal agents commonly used in the superficial and mucosal ..., diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3858657/

  42. Cutaneous manifestations of candidiasis - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/3364512/

  43. Staphylococcal bullous impetigo in a neonate - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4945591/

  44. Gram-Positive Bacteria - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470553/

  45. Impetigo - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28613693/

  46. Public Health Strategies for Scabies Outbreaks in Institutional Settings - CDC, diakses April 14, 2025, https://www.cdc.gov/scabies/php/public-health-strategy/index.html

  47. From the Cochrane Library: Interventions for Impetigo - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10334949/

  48. Treatment for impetigo: Evidence favours topical treatment with mupirocin, fusidic acid - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC518882/

  49. Interventions for impetigo - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7025440/

  50. Mupirocin - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK599499/

  51. Topical Antibiotic Treatment in Dermatology - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9952385/

  52. Retapamulin: a review of its use in the management of impetigo and other uncomplicated superficial skin infections - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18416589/

  53. Clinical and bacteriological efficacy of twice daily topical retapamulin ointment 1% in the management of impetigo and other uncomplicated superficial skin infections, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5418665/

  54. Impetigo Empiric Therapy - Medscape Reference, diakses April 14, 2025, https://emedicine.medscape.com/article/2059785-overview

  55. USE OF AMOXICILLIN AND CLAVULANIC ACID (AUGMENTIN) IN THE TREATMENT OF SKIN AND SOFT TISSUE INFECTIONS IN CHILDREN - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5530832/

  56. Cephalexin - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549780/

  57. Clindamycin - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519574/

  58. Current indications for the use of clindamycin: A critical review - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3250868/

  59. Summary of Systemic Therapies for Impetigo - Clinical Review Report: Ozenoxacin 1% Cream (Ozanex) - NCBI, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539428/

  60. Treatment of methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA): updated guidelines from the UK - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8210269/

  61. Staphylococcal skin infections in children: rational drug therapy recommendations - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15871629/

  62. Pioderma – Panduan Praktis Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia Tahun 2021

Daftar Sekarang!

Bergabung dengan Dokter Post Untuk Karier Anda 🌟