Membedakan Tinea dan Dermatitis Seboroik: Algoritma Diagnosis dan Panduan Tatalaksana Praktis untuk Dokter Umum

2 May 2025 • Kulit

Deskripsi

Membedakan Tinea dan Dermatitis Seboroik: Algoritma Diagnosis dan Panduan Tatalaksana Praktis untuk Dokter Umum

Pendahuluan

Tinea dan Dermatitis Seboroik (DS) merupakan kondisi kulit yang umum dijumpai dalam praktik dokter umum. Keduanya dapat menimbulkan keluhan berupa lesi kemerahan berskuama, namun berasal dari penyebab yang berbeda: Tinea adalah infeksi jamur dermatofita, sedangkan DS adalah kondisi inflamasi kronis yang sering dikaitkan dengan jamur Malassezia

Prevalensi DS diperkirakan mencapai 1-12% pada populasi umum, sementara risiko seumur hidup untuk terkena Tinea adalah 10-20%. Meskipun umum, gambaran klinis keduanya seringkali tumpang tindih, terutama antara Tinea korporis atau fasiei dengan lesi anularnya, atau Tinea kapitis dengan skuama di kulit kepala, dengan manifestasi DS di area seboroik. 

Gejala klinis saja seringkali tidak cukup untuk membedakan kedua kondisi ini secara pasti.8 Kesalahan diagnosis dapat berakibat pada pemberian terapi yang tidak tepat dan berlarut-larutnya penyakit. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai perbedaan kunci, pendekatan diagnostik yang sistematis, serta tatalaksana yang tepat sangat penting bagi dokter umum. 

Artikel ilmiah populer ini bertujuan untuk menyajikan panduan praktis berbasis bukti (berdasarkan tinjauan literatur dari PubMed) untuk membantu dokter umum dalam membedakan Tinea (khususnya Tinea korporis, kapitis, dan fasiei) dan DS, meliputi algoritma diagnosis serta prinsip manajemen terkini.

Sekilas tentang Tinea

Definisi

Tinea adalah istilah umum untuk infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Jamur ini menginfeksi jaringan berkeratin seperti kulit, rambut, dan kuku.1 Klasifikasi Tinea didasarkan pada lokasi anatomis infeksi. Artikel ini akan berfokus pada:

  • Tinea Corporis: Infeksi dermatofita pada kulit tubuh (batang tubuh, leher, lengan, tungkai), tidak termasuk tangan, kaki, wajah, area jenggot, lipat paha, dan kuku. Sering disebut sebagai 'ringworm'.

  • Tinea Capitis: Infeksi dermatofita pada kulit kepala dan batang rambut.4

  • Tinea Faciei: Infeksi dermatofita pada kulit wajah (area non-berjenggot).10

Etiologi

Penyebab Tinea adalah jamur dermatofita dari tiga genera utama: Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Spesies penyebab tersering bervariasi tergantung jenis Tinea dan lokasi geografis:

  • Tinea Corporis/Faciei: Paling sering disebabkan oleh Trichophyton rubrum (penyebab tersering dermatofitosis secara global), diikuti Microsporum canis (sering ditularkan dari hewan peliharaan seperti anjing atau kucing), dan Trichophyton tonsurans (sering berkaitan dengan Tinea kapitis).

  • Tinea Capitis: Penyebab utama adalah spesies Microsporum dan Trichophyton.12 Di Amerika Serikat, T. tonsurans adalah penyebab dominan 9, sementara di Eropa dan beberapa wilayah lain, M. canis juga umum ditemukan. Trichophyton violaceum juga merupakan penyebab signifikan di beberapa area.

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan manusia (anthropophilic) atau hewan (zoophilic) yang terinfeksi, kontak dengan tanah (geophilic), atau melalui benda-benda yang terkontaminasi (fomites) seperti topi, sisir, sarung bantal (terutama untuk Tinea kapitis). Faktor risiko penularan Tinea kapitis termasuk kebersihan yang kurang baik dan kondisi padat penduduk.

Patofisiologi

Dermatofita membu

tuhkan keratin untuk pertumbuhannya. Jamur ini menginvasi lapisan terluar kulit (stratum korneum) 13 dan, pada Tinea kapitis, masuk ke folikel rambut dan batang rambut.12 Untuk dapat menginvasi jaringan keratin, dermatofita menghasilkan enzim seperti protease dan keratinase. Respon imun pejamu, terutama imunitas seluler, berperan penting dalam mengontrol infeksi dan menentukan gambaran klinis yang muncul.

Tingkat inflamasi yang bervariasi dapat terjadi.9 Pada Tinea kapitis, pola invasi jamur pada batang rambut dapat dibedakan menjadi endothrix (spora di dalam batang rambut, contoh: T. tonsurans), ectothrix (spora di luar batang rambut, contoh: M. canis), atau favus (pola inflamasi kronis dengan krusta khas, contoh: T. schoenleinii).

Gambaran Klinis Kunci

  • Tinea Corporis/Faciei: Gambaran klasik adalah lesi anular (berbentuk cincin) yang berbatas tegas, dengan tepi yang meninggi, kemerahan (eritematosa), dan berskuama (aktif), serta bagian tengah yang tampak lebih tenang (central clearing).1 Lesi biasanya terasa gatal (pruritus) 4 dan meluas secara sentrifugal (ke arah luar).1 Distribusi lesi seringkali asimetris.13 Tampilan ini dapat menyerupai eksim numular atau psoriasis.4 Penggunaan kortikosteroid topikal sebelumnya dapat mengubah gambaran klasik menjadi Tinea incognito, di mana lesi menjadi kurang berbatas tegas dan skuama berkurang.13

Gambar 1. Tinea Corporis4

Gambar 2. Tinea Incognito hasil dari tinea corporis yang mendapat pengobatan kortikosteroid sebelumnya1

  • Tinea Capitis: Manifestasi klinis bervariasi, mulai dari skuama ringan hingga inflamasi berat.17 Gambaran umum meliputi bercak-bercak kerontokan rambut (alopesia) yang tidak teratur atau berbatas tegas, disertai skuama, kemerahan, terkadang pustul, rasa gatal, dan seringkali pembesaran kelenjar getah bening di leher (limfadenopati servikal).4 Tanda khas adalah adanya rambut yang patah tepat di permukaan kulit kepala, meninggalkan titik-titik hitam ("black dots"), terutama pada infeksi T. tonsurans.4 Bentuk inflamasi berat disebut Kerion, berupa benjolan (nodul) atau abses yang nyeri dan dapat menyebabkan alopesia sikatrikal (permanen).7 Favus adalah bentuk kronis yang ditandai dengan krusta tebal kekuningan berbentuk mangkuk (skutula).12 Tinea kapitis perlu dibedakan dari DS, psoriasis, dan alopesia areata.4 Perbedaan klinis yang paling menonjol dengan DS adalah adanya alopesia dan "black dots" pada Tinea kapitis, yang tidak ditemukan pada DS. Selain itu, tepi lesi Tinea korporis/fasiei yang aktif dan meninggi dengan central clearing kontras dengan skuama DS yang cenderung difus dan berminyak.

Gambar 3. Tinea capitis12

Sekilas tentang Dermatitis Seboroik (DS)

Definisi

Dermatitis Seboroik (DS) adalah kondisi peradangan kulit yang bersifat kronis dan umum terjadi.19 Ditandai dengan munculnya bercak kemerahan (eritematosa) yang berbatas kurang tegas, disertai skuama yang seringkali tampak berminyak dan kekuningan.2 DS terutama mengenai area kulit yang kaya akan kelenjar sebasea (kelenjar minyak).2 Kondisi ini juga dikenal sebagai eksim seboroik.3 Bentuk paling ringan pada kulit kepala dikenal sebagai ketombe (pityriasis capitis).7

Etiologi dan Peran Malassezia

Penyebab DS bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi kompleks antara flora normal kulit (terutama jamur Malassezia spp.), komposisi dan aktivitas sebum, serta kerentanan dan respon imun individu.2

  • Peran Malassezia: Jamur lipofilik Malassezia merupakan bagian dari flora normal kulit. Proliferasi berlebih dari jamur ini diduga kuat berperan dalam patogenesis DS.2 Spesies yang sering dikaitkan adalah M. globosa dan M. restricta 25, meskipun M. furfur juga dilaporkan.19 Malassezia memetabolisme lipid (lemak) pada sebum, menghasilkan asam lemak bebas yang dapat memicu reaksi inflamasi.2

  • Disbiosis Mikrobioma: Perubahan keseimbangan mikrobioma kulit, seperti peningkatan rasio Malassezia atau Staphylococcus dibandingkan Cutibacterium acnes, juga diduga berkontribusi.19

  • Perdebatan Ilmiah: Meskipun Malassezia sangat terkait erat dengan DS, peran pastinya (apakah sebagai penyebab utama atau faktor sekunder yang memperburuk kondisi pada individu rentan) masih menjadi bahan diskusi.19 Beberapa bukti menunjukkan disregulasi imun dan gangguan barrier kulit mungkin merupakan faktor sentral.19 Namun, keberhasilan terapi antijamur dalam mengatasi DS secara signifikan mendukung keterlibatan penting Malassezia dalam patogenesisnya.2

Faktor Risiko

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko atau memicu DS antara lain: usia (bayi dan dewasa muda/paruh baya), jenis kelamin laki-laki, peningkatan aktivitas kelenjar sebasea, kondisi imunodefisiensi (HIV/AIDS, limfoma, transplantasi organ), penyakit neurologis dan psikiatri (penyakit Parkinson, stroke, depresi berat), penggunaan obat-obatan tertentu (antagonis dopamin, litium), serta faktor lingkungan seperti kelembaban udara rendah, suhu dingin, dan stres.2

Patofisiologi

Mekanisme terjadinya DS melibatkan respon inflamasi terhadap Malassezia atau produk metabolitnya.2 Hal ini mencakup disregulasi sistem imun (perubahan respon sel T, aktivasi komplemen), gangguan fungsi barier kulit, pelepasan mediator pro-inflamasi, dan proses deskuamasi (pengelupasan) keratinosit yang abnormal.19

Gambaran Klinis Kunci

  • Morfologi: Lesi DS berupa bercak atau plakat kemerahan (salmon-colored) dengan skuama halus berwarna putih atau kekuningan yang tampak berminyak (greasy scale).2 Batas lesi seringkali kurang tegas dibandingkan Tinea.3 Rasa gatal (pruritus) bervariasi, bisa ringan hingga sedang, namun umumnya tidak seintens Tinea.3

Gambar 4. Dermatitis Seboroik22

  • Distribusi: Lokasi lesi adalah kunci diagnosis DS.22 Lesi timbul di area kaya kelenjar sebasea, meliputi: kulit kepala (ketombe, skuama difus, kemerahan), wajah (alis, glabela/antara alis, lipatan nasolabial, area jenggot, kelopak mata/blefaritis), telinga (belakang telinga, liang telinga luar), dada bagian depan, punggung atas, dan area lipatan (ketiak, bawah payudara, lipat paha).2 Distribusi lesi cenderung simetris.

  • DS Infantil: Biasanya muncul pada usia 2 minggu hingga 3 bulan pertama kehidupan dan cenderung membaik spontan dalam 6-12 bulan.3 Manifestasi tersering adalah "cradle cap", yaitu skuama tebal, berminyak, kekuningan yang melekat di kulit kepala.3 Lesi juga bisa timbul di wajah, area popok, dan lipatan kulit.3 Umumnya tidak gatal dan bayi tampak nyaman.3

  • DS Dewasa: Memiliki perjalanan penyakit kronis dengan periode relaps (kambuh) dan remisi (membaik).19 Gejala cenderung memburuk saat stres atau cuaca dingin/kering, dan membaik dengan paparan sinar matahari.2 Lesi anular atau petaloid (seperti kelopak bunga) dapat ditemukan di dada atau wajah, namun gambaran "ringworm" klasik Tinea jarang terjadi.22 Varian pityriasiformis (menyerupai pityriasis rosea) juga jarang.22

Ciri khas DS yang membedakannya dari Tinea adalah skuama yang berminyak kekuningan, distribusi di area seboroik, batas lesi yang kurang tegas, dan tidak adanya kerontokan rambut yang signifikan pada kulit kepala (berbeda dengan Tinea kapitis).

Algoritma Diagnosis: Membedakan Tinea dan Dermatitis Seboroik

Pendekatan diagnostik yang sistematis sangat penting untuk membedakan Tinea dan DS secara akurat. Berikut adalah algoritma yang diusulkan:

Langkah 1: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

  • Anamnesis (Penggalian Riwayat Penyakit):

  • Tanyakan onset, durasi, dan perkembangan lesi (membaik, memburuk, menyebar?).28

  • Gali keluhan subjektif: Gatal (pruritus)? Nyeri? Panas? Bagaimana intensitasnya?.28 Pruritus hebat lebih sering pada Tinea.4

  • Riwayat penyakit dahulu: Pernah mengalami lesi serupa? Riwayat atopi?.28

  • Riwayat paparan: Kontak dengan hewan peliharaan (kucing/anjing)? Kontak tanah? Olahraga kontak fisik (gulat)? (Curiga Tinea).1

  • Riwayat keluarga: Ada anggota keluarga dengan keluhan serupa?

  • Faktor risiko DS: Kondisi imunosupresi (HIV), penyakit neurologis (Parkinson), stres, penggunaan obat tertentu?.20

  • Riwayat pengobatan sebelumnya: Pernah menggunakan obat topikal (terutama steroid)? Bagaimana responnya? (Worsening Tinea with steroids suggests Tinea incognito).4

  • Gejala penyerta: Demam, malaise (prodromal Tinea?).29

  • Pemeriksaan Fisik:

  • Morfologi Lesi: Perhatikan secara detail karakteristik lesi:

  • Skuama: Kering, halus, perifer pada Tinea 1 vs Berminyak, kekuningan pada DS.2

  • Batas Lesi: Tegas, meninggi, aktif pada Tinea 1 vs Kurang tegas pada DS.2

  • Bentuk Lesi: Anular dengan central clearing pada Tinea korporis/fasiei 1 vs Bercak/plak difus, bisa petaloid pada DS.22

  • Tanda Lain: Vesikel/pustul di tepi lesi (bisa pada keduanya, lebih sering di tepi aktif Tinea).4 Likenifikasi (penebalan kulit) pada lesi kronis.30

  • Distribusi Lesi: Catat lokasi lesi secara cermat:

  • Tinea: Bisa di mana saja, T. korporis/fasiei sering asimetris 13, T. kapitis di kulit kepala.4

  • DS: Khas di area seboroik (kulit kepala, wajah, telinga, dada, punggung atas, lipatan), sering simetris.2

  • Pemeriksaan Rambut dan Kuku:

  • Rambut Kepala: Cari tanda Tinea kapitis: rambut patah ("black dots"), alopesia, kerion, skutula.4 DS biasanya tidak menyebabkan kerontokan rambut signifikan.9

  • Kuku: Periksa adanya onikomikosis (Tinea unguium) yang bisa menyertai infeksi Tinea di tempat lain.4

  • Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening: Palpasi KGB regional, terutama servikal pada kecurigaan Tinea kapitis (sering membesar).4

Langkah 2: Pemeriksaan Penunjang (jika diagnosis belum pasti)

  • Indikasi: Pemeriksaan penunjang diindikasikan jika diagnosis klinis meragukan 4, terutama pada kasus suspek Tinea kapitis (memerlukan konfirmasi) 4 atau presentasi atipikal.

  • Pemeriksaan Kerokan KOH (Kalium Hidroksida):

  • Prosedur: Kerok skuama dari tepi lesi yang aktif (Tinea) atau area lesi menggunakan skalpel tumpul atau kaca objek. Letakkan hasil kerokan di atas kaca objek, tetesi larutan KOH 10-20%, tutup dengan kaca penutup. Pemanasan ringan dapat membantu melarutkan keratin.4 Periksa di bawah mikroskop.

  • Interpretasi: Ditemukannya elemen jamur berupa hifa (filamen panjang, bersepta, bercabang) memastikan diagnosis Tinea.9 Pada Tinea kapitis, dapat ditemukan spora di dalam atau di luar batang rambut.9 Pada DS, pemeriksaan KOH negatif untuk hifa dermatofita. Jamur Malassezia (bentuk ragi/yeast) mungkin terlihat, namun karena merupakan flora normal, temuan ini tidak diagnostik untuk DS pada pemeriksaan KOH rutin.3

  • Keterbatasan: Sensitivitas bervariasi, hasil negatif palsu cukup sering terjadi (bisa mencapai 15% pada Tinea korporis 10) akibat teknik pengambilan sampel yang kurang tepat atau pasien sudah menggunakan antijamur. Hasil positif palsu juga mungkin terjadi.4 Meskipun demikian, KOH merupakan pemeriksaan kunci dan cepat untuk konfirmasi Tinea.4

  • Kultur Jamur:

  • Prosedur: Menggunakan sampel kerokan kulit atau rambut yang dicabut (Tinea kapitis).7

  • Manfaat: Merupakan baku emas untuk konfirmasi diagnosis Tinea dan identifikasi spesies dermatofita penyebab.4 Penting pada Tinea kapitis (untuk data epidemiologi dan pemilihan terapi berdasarkan spesies, misal Microsporum vs Trichophyton), kasus refrakter, atau atipikal.4

  • Keterbatasan: Membutuhkan waktu beberapa hari hingga minggu untuk hasil.10

  • Pemeriksaan Lampu Wood:

  • Manfaat: Dahulu berguna untuk Tinea kapitis, namun saat ini terbatas karena penyebab tersering di banyak wilayah (T. tonsurans) tidak berfluoresensi.9 Beberapa spesies Microsporum (misal M. canis) dapat menunjukkan fluoresensi hijau kekuningan.9 Tidak berguna untuk Tinea korporis atau DS.

  • Biopsi Kulit:

  • Indikasi: Jarang diperlukan untuk kasus Tinea atau DS tipikal.4 Dipertimbangkan pada kasus atipikal, diagnosis tidak pasti setelah pemeriksaan lain, kecurigaan Majocchi granuloma (Tinea profunda) 13, atau untuk menyingkirkan diagnosis banding lain seperti psoriasis, lupus kulit, atau limfoma kulit sel T.16 Biopsi dapat mengkonfirmasi DS (menunjukkan parakeratosis, sumbatan folikel, spongiosis).2 Pewarnaan PAS (Periodic Acid-Schiff) dapat membantu visualisasi elemen jamur pada Tinea.16

  • Dermoskopi/Trikoskopi:

  • Manfaat: Alat bantu diagnosis non-invasif yang berkembang. Dapat menunjukkan gambaran khas: pada Tinea (skuama perifer, pola vaskular titik-titik/patchy, rambut koma/corkscrew pada T. kapitis) 6; pada DS (membantu membedakan dari psoriasis berdasarkan pola kapiler).7 Berpotensi mengurangi kebutuhan biopsi pada beberapa kasus.33

Tabel Perbedaan Kunci Tinea vs Dermatitis Seboroik

Untuk membantu diagnosis banding cepat, berikut rangkuman perbedaan klinis dan diagnostik utama:


Fitur

Tinea (Corporis/Faciei/Capitis)

Dermatitis Seboroik (DS)

Sumber

Skuama

Kering, halus, seringkali di tepi (aktif)

Berminyak, kekuningan

1

Tepi Lesi

Berbatas tegas, meninggi, aktif

Seringkali kurang tegas

1

Morfologi

Anular, central clearing (T. corporis/faciei)

Bercak/plak difus, kadang petaloid

1

Distribusi

Bervariasi, sering asimetris (T. corporis/faciei)

Area seboroik (kulit kepala, wajah, dada, lipatan)

2

Rambut

Rambut patah, "black dots", alopesia (T. capitis)

Biasanya tidak ada kerontokan rambut signifikan

4

Pruritus

Seringkali sedang hingga berat

Bervariasi, seringkali ringan atau tidak ada

3

Kerokan KOH

Positif: Hifa/spora

Negatif: Hifa (ragi mungkin ada)

3

Panduan Tatalaksana Berbasis Bukti

Tatalaksana Tinea

Non-Medikamentosa

  1. Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab

  2. Mencegah penularan dan memutuskan rantai infeksi64

  • Prinsip Umum: Tujuan utama adalah eradikasi infeksi dermatofita. Pilihan terapi (topikal atau sistemik) bergantung pada lokasi infeksi (Tinea kapitis selalu memerlukan terapi sistemik 4), luasnya penyakit, tingkat keparahan, faktor pejamu (misalnya, imunosupresi), dan riwayat kegagalan terapi sebelumnya.4

  • Terapi Topikal:
    • Tinea Kapitis : Hanya sebagai terapi ajuvan terhadap terapi sistemik, tidak disarankan pemberian terapi topikal saja. Rambut dicuci dengan sampo selenium sulfida 1% atau 2,5% atau sampo ketokonazol 2% 2-3 kali/minggu selama 2-4 minggu64

    • Tinea barbae : Hanya sebagai terapi ajuvan. Zinc pyrithione 1% atau 2%; Povidone-iodine 2,5%64

    • Tinea Fasialis :
      • Golongan alilamin (terbinafin) sekali sehari, selama 3-4 minggu.2

      • Golongan azol (mikonazol, ketokonazol, klotrimazol) dua kali sehari, selama 4-6 minggu. 64

    • Tinea korporis dan Tinea kruris:
      • Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin) 1-2 kali sehari selama 1-2 minggu. 64

      • Alternatif: :
        • Golongan imidazol (krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol, ekonazol) 2 kali sehari selama 4 minggu.1

        • Tolnaftat, 2 kali sehari selama 2-4 minggu

        • Butenafin (sintetik alilamin), 1-2 kali sehari selama 1-4 minggu

        • Siklopirok (menghambat DNA, RNA, dan sintesis protein) 2 kali sehari

        • Gentian violet (antifungal, antibiotik) 1-2 kali sehari, dapat mengotori kulit dan pakaian 64

    • Tinea incognito : Sesuai dengan tinea korporis namun jika terdapat penebalan perlu ditambahkan asam salisil 3-6%

    • Tinea Pedis :
      • Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin) sekali sehari selama 1-2 minggu. (1A) 64

      • Alternatif:
        • Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol 2 kali sehari selama 2-6 minggu.(1A)

        • Siklopiroksolamin (ciclopirox gel 0,77% atau krim 1%) 2 kali sehari selama 4 minggu untuk tinea pedis dan tinea interdigitalis (1A) 64

    • Tinea Manus :
      • Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafine) sekali sehari selama 1-2 minggu.

      • Alternatif: : Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol 2 kali sehari selama 2-6 minggu64

  • Terapi Sistemik:
    • Tinea Kapitis :
      • Dewasa:

  1. Griseofulvin 20-25 mg/kg/hari, selama 6-8 minggu

  2. Terbinafin 250 mg/hari, selama 2-8 minggu

  3. Itrakonazol 5 mg/kgBB/hari, selama 2-4 minggu

  4. Flukonazol 6 mg/kgBB/hari, selama 3-6 minggu

  • Anak:
    • Griseofulvin, per hari selama 6-8 minggu

Usia 1 bulan – 2 tahun: 10 mg/kg/hari

Usia ≥ 2 tahun: 20-25 mg/kg/hari (mikro)

Usia ≥ 2 tahun: 10-15 mg/kg/hari (ultramikro)

  • Terbinafin, per hari, selama 2-4 minggu

Berat <20 kg: 62,5 mg/hari

Berat 20 – 40 kg: 125 mg/hari

Berat > 40 kg: 250 mg/hari

  • Itrakonazol

3-5 mg/kg/hari, selama 2-4 minggu

  1. mg/kg/hari, selama 1 minggu/bulan selama 2-3 bulan

  • Kortikosteroid sistemik pada 1 minggu pertama bermanfaat pada kasus inflamasi berat64

  • Tinea barbae :
    • Griseofulvin 1 g/hari selama 6 minggu

    • Terbinafin 250 mg/hari selama 2-4 minggu

    • Itrakonazol 200 mg/hari selama 2-4 minggu

    • Flukonazol 200 mg/hari selama 4-6 minggu

    • Kortikosteroid sistemik pada 1 minggu pertama bermanfaat pada kasus inflamasi berat64

  • Tinea Fasialis : Diberikan jika dengan pengobatan topikal tidak memberikan perbaikan2 atau sesuai indikasi:
    • Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2-6 minggu. Anak-anak 3-6 mg/KgBB/hari selama 2 minggu.1

    • Itrakonazol 100-200 mg/hari selama 1 minggu. Anak-anak 5 mg/KgBB/hari selama 1 minggu.1

    • Flukonazol 150-300 mg/minggu selama 4-6 minggu.64

  • Tinea korporis dan Tinea kruris: Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi:
    • Obat pilihan: Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2-4 minggu atau 3-6 mg/kg/hari selama 2 minggu

    • Alternatif:

  1. Itrakonazol 100 mg/hari selama 1 minggu atau 5 mg/kg/hari selama 1 minggu

  2. Flukonazol 150-300 mg/hari selama 4-6 minggu

  3. Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu 64

  • Tinea incognito :
    • Terbinafin 250 mg/hari selama 4 minggu

    • Itrakonazol 200-400 mg/hari selama 4-6 minggu (1A)64

  • Tinea Pedis :
    • Obat pilihan: Terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Anak-anak 3-6 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.(1A)

    • Alternatif:

  1. Itrakonazol 100-200mg/hari selama 1-4 minggu. (1A)

  2. Flukonazol 150 mg/minggu selama 3-4 minggu. (1A)64

  • Tinea Manus :
    • Obat pilihan: Terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Anak-anak 3-6 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. (1A)

    • Alternatif:

  1. Itrakonazol 100-200mg/hari selama 1-4 minggu. (1A)

  2. Flukonazol 150 mg/minggu selama 3-4 minggu. (1A) 64

Diagnosis dan Terapi Dermatitis Seboroik

  • Prinsip Umum: Tatalaksana DS bertujuan untuk mengontrol inflamasi, mengurangi kolonisasi Malassezia, mengatasi skuama, dan mengendalikan produksi sebum.2 Mengingat sifatnya yang kronis dan rekuren pada dewasa, terapi pemeliharaan jangka panjang seringkali diperlukan.2 Pendekatan terapi disesuaikan dengan lokasi, tingkat keparahan, dan usia pasien.41

  • Terapi Topikal (Lini Pertama):

  • Antijamur: Merupakan terapi utama untuk mengurangi Malassezia. Pilihan meliputi ketokonazol (krim/sampo/gel/busa 1-2%), siklopiroks (krim/gel/sampo 0.77-1%), mikonazol, klotrimazol. Sampo antijamur lain seperti selenium sulfida (1-2.5%) dan zinc pyrithione (1-2%) juga efektif, terutama untuk kulit kepala.2 Krim/gel biasanya digunakan 1-2 kali sehari selama 2-4 minggu untuk fase akut, kemudian dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan beberapa kali seminggu.2 Sampo digunakan 2-3 kali seminggu.41

  • Kortikosteroid: Efektif untuk mengurangi inflamasi dan gatal. Pilih potensi rendah (misalnya, hidrokortison 1%, desonide 0.05%) untuk wajah dan lipatan kulit; potensi menengah hingga tinggi dapat digunakan untuk kulit kepala (misalnya, klobetasol propionat 0.05% larutan/busa, fluosinolon 0.01% larutan/sampo, betametason valerat 0.12% busa).2 2 kali sehari selama 4 minggu.64

  • Inhibitor Kalsineurin: krim pimekrolimus 1% (1A), salep takrolimus 0,1% 2 kali sehari selama 4 minggu 64

  • Terapi Sistemik (untuk Kasus Berat/Refrakter):
    • Itrakonazol 200 mg/hari selama 1 minggu kemudian 200 mg/hari selama 2 hari/bulan selama 11 bulan(1A)

    • Terbinafin 250 mg/hari selama 4-6 minggu (regimen kontinu) atau 250 mg/hari selama 12 hari/bulan untuk 3 bulan (regimen intermiten)(1A)

    • Daerah skalp : Flukonazol 50 mg/hari selama 2 minggu atau 200-300 mg/minggu selama 2-4 minggu (1A) 64

  • Tatalaksana DS Infantil (Cradle Cap):

  • Umumnya bersifat swasirna (self-limiting).21 Edukasi orang tua penting untuk mengurangi kecemasan.

  • Membersihkan kulit kepala bayi secara teratur dengan sampo bayi yang lembut. Gunakan emolien (misalnya, minyak mineral, petroleum jelly) untuk melunakkan skuama, kemudian sikat lembut untuk mengangkatnya.2

  • Daerah skalp
    • Antijamur topikal: sampo ketokonazol 2% 2 kali/minggu selama 4 minggu(1A)

    • Emolien: white petrolatum ointment sebagai penggunaan sehari-hari

    • AIAFp: krim piroctone olamine/alglycera/bisabolol setiap 12 jam (1A) 64

  • Daerah non skalp
    • Antijamur topikal: krim ketokonazol 2% 1 kali sehari selama 7 hari (1A)

  • Kortikosteroid topikal kelas I: krim hidrokortison 1% 1 kali sehari selama 7 hari(1A)64

  • Perawatan Penunjang:

  • Gunakan pembersih non-sabun (soap substitute) dan pelembap yang sesuai.3 Produk dermokosmetik dapat membantu.23

  • Identifikasi dan modifikasi faktor pemicu seperti stres.3 Diet (misalnya, tinggi buah) mungkin berperan.22

Manajemen DS pada dewasa seringkali membutuhkan kombinasi terapi (misalnya, antijamur dan anti-inflamasi) dan strategi pemeliharaan jangka panjang untuk mengontrol kekambuhan. Pemilihan agen steroid-sparing seperti inhibitor kalsineurin penting untuk area sensitif.

Gambar 5. Bagan Alur Tatalaksana Dermatitis Seboroik 64

Kesimpulan

Membedakan Tinea dari Dermatitis Seboroik merupakan tantangan diagnostik yang sering dihadapi di layanan primer. Meskipun terdapat tumpang tindih klinis, pemahaman mengenai perbedaan kunci dalam morfologi lesi (anular, tepi aktif, skuama kering pada Tinea vs. skuama berminyak, batas kurang tegas pada DS), distribusi (sering asimetris pada Tinea korporis vs. area seboroik pada DS), dan keterlibatan rambut (rambut patah/black dots pada Tinea kapitis vs. umumnya tidak ada pada DS) sangat membantu. 

Pendekatan sistematis yang menggabungkan anamnesis cermat, pemeriksaan fisik teliti, dan penggunaan pemeriksaan penunjang yang tepat, terutama kerokan KOH, dapat meningkatkan akurasi diagnosis secara signifikan.

Penegakan diagnosis yang benar adalah fondasi untuk tatalaksana yang efektif. Tinea memerlukan terapi antijamur yang ditargetkan, baik topikal maupun sistemik, dengan pertimbangan Dosis Obat Tinea yang sesuai dengan lokasi, spesies penyebab, dan potensi resistensi. 

Sementara itu, Diagnosis dan Terapi Dermatitis Seboroik melibatkan pendekatan multifaset untuk mengontrol inflamasi dan kolonisasi Malassezia, seringkali membutuhkan kombinasi agen topikal (antijamur, anti-inflamasi, keratolitik) dan strategi pemeliharaan jangka panjang. 

Dengan panduan berbasis bukti ini, diharapkan dokter umum dapat lebih percaya diri dalam mendiagnosis dan mengelola kedua kondisi dermatosis umum ini, sehingga meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil terapi bagi pasien.

Daftar Pustaka

Refresnsi

  1. Tinea corporis: an updated review - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7375854/

  2. Diagnosis and Treatment of Seborrheic Dermatitis | AAFP, diakses April 14, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2015/0201/p185.html

  3. Seborrheic dermatitis: Causes and treatment — DermNet, diakses April 14, 2025, https://dermnetnz.org/topics/seborrhoeic-dermatitis

  4. Diagnosis and Management of Tinea Infections | AAFP, diakses April 14, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2014/1115/p702.html

  5. Seborrheic dermatitis - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/7604759/

  6. Diagnosis and Management of Tinea Infections - ResearchGate, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/268450463_Diagnosis_and_Management_of_Tinea_Infections

  7. Topographic Differential Diagnosis of Chronic Plaque Psoriasis: Challenges and Tricks, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7695211/

  8. Guideline contact dermatitis: S1-Guidelines of the German Contact Allergy Group (DKG) of the German Dermatology Society (DDG), the Information Network of Dermatological Clinics (IVDK), the German Society for Allergology and Clinical Immunology (DGAKI), the Working Group for Occupational and Environmental Dermatology (ABD) of the DDG, the, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4484750/

  9. Dermatophyte Infections - AAFP, diakses April 14, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2003/0101/p101.html

  10. Tinea Corporis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544360/

  11. Tinea Corporis - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31335080/

  12. Tinea Capitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536909/

  13. Tinea corporis (Body Ringworm) — DermNet, diakses April 14, 2025, https://dermnetnz.org/topics/tinea-corporis

  14. tinea capitis caused: Topics by Science.gov, diakses April 14, 2025, https://www.science.gov/topicpages/t/tinea+capitis+caused

  15. Tinea Capitis in Infants: Recognition, Evaluation, and Management Suggestions - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3315884/

  16. Tinea capitis: Current concepts in clinical practice - ResearchGate, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/7208088_Tinea_capitis_Current_concepts_in_clinical_practice

  17. Comprehensive Review of Tinea Capitis in Adults: Epidemiology, Risk Factors, Clinical Presentations, and Management, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11122068/

  18. (PDF) S1 guidelines: Tinea capitis - ResearchGate, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/339074544_S1_guidelines_Tinea_capitis

  19. Seborrheic Dermatitis: Exploring the Complex Interplay with Malassezia - MDPI, diakses April 14, 2025, https://www.mdpi.com/1422-0067/26/6/2650

  20. Seborrheic Dermatitis - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2888552/

  21. Seborrheic Dermatitis - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31869171/

  22. Seborrheic Dermatitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551707/

  23. An Overview of the Diagnosis and Management of Seborrheic Dermatitis - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9365318/

  24. Seborrheic dermatitis - Symptoms, diagnosis and treatment | BMJ Best Practice US, diakses April 14, 2025, https://bestpractice.bmj.com/topics/en-us/89

  25. Seborrheic Dermatitis and Malassezia species: How Are They ..., diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2923939/

  26. Overview: Seborrheic dermatitis - InformedHealth.org - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532846/

  27. Cradle Cap - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531463/

  28. Dermatologic Drug Reactions, Contact Dermatitis, and Common Skin Conditions | Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 11e | AccessPharmacy, diakses April 14, 2025, https://accesspharmacy.mhmedical.com/CONTENT.ASPX?bookid=2577§ionid=239762003

  29. Pityriasis Rosea: An Update on Etiopathogenesis and Management of Difficult Aspects, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4966395/

  30. Contact Dermatitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459230/

  31. Current Topics in Dermatophyte Classification and Clinical Diagnosis - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9502385/

  32. Treatment of Tinea Capitis - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6615323/

  33. An Observational Study of Dermoscopic and Histopathological Correlation in Spongiotic Disorders - A Hospital Based Cross Sectional Study - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10869016/

  34. Update on therapy for superficial mycoses: review article part I - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3798354/

  35. Systemic antifungal therapy for tinea capitis in children - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8691867/

  36. Therapeutic Updates on the Management of Tinea Corporis or Cruris in the Era of Trichophyton Indotineae: Separating Evidence from Hype—A Narrative Review - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10718250/

  37. High‐dose oral terbinafine in the treatment of pediatric tinea capitis under 2 years old, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/357892405_High-dose_oral_terbinafine_in_the_treatment_of_pediatric_tinea_capitis_under_2_years_old

  38. The Brief Case: A case of tinea corporis caused by drug-resistant Trichophyton indotineae identified by broad-range fungal DNA sequencing - ASM Journals, diakses April 14, 2025, https://journals.asm.org/doi/10.1128/jcm.00234-24

  39. Clinical Use of Super-Bioavailable Itraconazole for the Management of Dermatophytosis: Consensus Statement by Dermatologists from India via the Modified Delphi Technique | Dermatology | Karger Publishers, diakses April 14, 2025, https://karger.com/drm/article/240/4/671/906871/Clinical-Use-of-Super-Bioavailable-Itraconazole

  40. Seborrheic Dermatitis: From Microbiome and Skin Barrier Involvement to Emerging Approaches in Dermocosmetic Treatment - MDPI, diakses April 14, 2025, https://www.mdpi.com/2079-9284/11/6/208

  41. Child and Adult Seborrheic Dermatitis: A Narrative Review of the Current Treatment Landscape - ResearchGate, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/389007948_Child_and_Adult_Seborrheic_Dermatitis_A_Narrative_Review_of_the_Current_Treatment_Landscape

  42. Diagnosis and treatment of seborrheic dermatitis - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25822272/

  43. A study on dermatologists' self-assessment of the efficacy of a 1% selenium disulfide—0.9% salicylic acid -based shampoo for scalp seborrheic dermatitis - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11976785/

  44. A comprehensive literature review and an international expert consensus on the management of scalp seborrheic dermatitis in adults - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38919137/

  45. Use of Topical Corticosteroids in the Treatment of Noninfectious Inflammatory Dermatoses of the Scalp: A Survey of Practicing Dermatologists and Dermatology Residents Using Delphi Methodology, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10959751/

  46. scalp seborrheic dermatitis: Topics by Science.gov, diakses April 14, 2025, https://www.science.gov/topicpages/s/scalp+seborrheic+dermatitis

  47. Child and Adult Seborrheic Dermatitis: A Narrative Review of the Current Treatment Landscape - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11909311/

  48. Comprehensive Review of Tinea Capitis in Adults: Epidemiology, Risk Factors, Clinical Presentations, and Management - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38786712/

  49. Comprehensive Review of Tinea Capitis in Adults: Epidemiology, Risk Factors, Clinical Presentations, and Management - MDPI, diakses April 14, 2025, https://www.mdpi.com/2309-608X/10/5/357

  50. Diagnosis and Management of Contact Dermatitis - AAFP, diakses April 14, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2010/0801/p249.html

  51. Use keywords to help readers find your work - American Nurse, diakses April 14, 2025, https://www.myamericannurse.com/use-keywords-to-help-readers-find-your-work/

  52. Keywords, discoverability, and impact - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4511049/

  53. Atopic Dermatitis: Epidemiology and Clinical Phenotypes - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8648436/

  54. How to Integrate SEO Keywords into Creative Content - Digital Marketing Agency, diakses April 14, 2025, https://www.v9digital.com/insights/how-to-naturally-integrate-keywords-into-creative-content/

  55. Pityriasis Rosea: An Updated Review - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32964824/

  56. Healthcare SEO: The Ultimate Guide to Medical SEO in 2025 - SeoProfy, diakses April 14, 2025, https://seoprofy.com/blog/healthcare-seo/

  57. Understanding Keywords for Healthcare Private Practices - Simplified SEO Consulting, diakses April 14, 2025, https://simplifiedseoconsulting.com/keywords-for-healthcare-private-practices-healthcare-seo/

  58. 4 Steps to Developing a Keyword Strategy That Drives Appointments, diakses April 14, 2025, https://www.cardinaldigitalmarketing.com/healthcare-resources/blog/healthcare-keyword-strategy-medical-practice/

  59. Medical Website Best Practices to Increase SEO - Boston Scientific, diakses April 14, 2025, https://www.bostonscientific.com/content/dam/bostonscientific/uro-wh/general/ams/Resources/MH-561403-AA_medical-website-best-practices-and-seo.pdf

  60. Analysis of Types of Skin Lesions and Diseases in Everyday Infectious Disease Practice—How Experienced Are We?, diakses April 14, 2025, https://repozitorij.mef.unizg.hr/en/islandora/object/mef%3A5375/datastream/FILE0/view

  61. Does anyone have experience doing SEO for a medical practice? - Reddit, diakses April 14, 2025, https://www.reddit.com/r/SEO/comments/1d0l9mm/does_anyone_have_experience_doing_seo_for_a/

  62. SEO for doctors: 5 ways to boost traffic to your site - The Intake - Tebra, diakses April 14, 2025, https://www.tebra.com/theintake/practice-growth/digital-marketing/local-seo-strategies-for-doctors

  63. Healthcare SEO: how to improve your organic performance - Siteimprove, diakses April 14, 2025, https://www.siteimprove.com/glossary/healthcare-seo/

  64. Dermatofitosis-Panduan Praktis Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia Tahun 2021