Dokter Post - Diagnosis dan Terapi Combusio: Panduan Komprehensif untuk Dokter Umum Berbasis Bukti Ilmiah Terkini

Diagnosis dan Terapi Combusio: Panduan Komprehensif untuk Dokter Umum Berbasis Bukti Ilmiah Terkini

9 Oct 2025 • Kulit

Deskripsi

Diagnosis dan Terapi Combusio: Panduan Komprehensif untuk Dokter Umum Berbasis Bukti Ilmiah Terkini

I. Pendahuluan: Memahami Urgensi Diagnosis dan Terapi Combusio yang Tepat

Luka bakar atau combusio merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang signifikan secara global. Lebih dari 90% kematian terkait cedera termal terjadi pada tatanan sumber daya rendah. Angka ini menggarisbawahi betapa pentingnya penanganan yang cepat dan tepat, terutama di area dengan akses terbatas ke pusat luka bakar spesialistik. Dalam konteks ini, Dokter Umum (DU) memegang peranan krusial, khususnya pada periode "golden hours" pasca-cedera. Intervensi awal yang dilakukan oleh DU dalam

diagnosis dan terapi combusio dapat secara substansial memengaruhi luaran pasien, termasuk tingkat kelangsungan hidup dan morbiditas jangka panjang. Pengetahuan dan keterampilan DU dalam melakukan diagnosis dan terapi combusio yang akurat dan berbasis bukti menjadi fondasi penting untuk menjembatani kesenjangan akses terhadap perawatan spesialistik dan pada akhirnya dapat berkontribusi pada penurunan angka mortalitas. 

Artikel ilmiah populer ini bertujuan untuk menyajikan panduan komprehensif bagi para Dokter Umum mengenai diagnosis dan terapi combusio berdasarkan tinjauan literatur ilmiah terkini yang terindeks di PubMed, sehingga dapat diaplikasikan dalam praktik klinis sehari-hari.

II. Diagnosis Akurat sebagai Fondasi Terapi Combusio Efektif

Penegakan diagnosis yang cermat dan akurat merupakan langkah awal yang fundamental dalam menentukan strategi terapi combusio yang optimal. Proses diagnosis meliputi penilaian awal kondisi pasien secara sistematis, klasifikasi kedalaman luka bakar, perhitungan luas permukaan tubuh yang terbakar, serta identifikasi potensi cedera inhalasi.

A. Penilaian Awal Pasien Luka Bakar (Prinsip ABCDE)

Setiap pasien trauma, termasuk pasien luka bakar, harus melalui penilaian awal yang sistematis menggunakan pendekatan "ABCDE" sesuai protokol Advanced Burn Life Support (ABLS). Pendekatan ini memastikan identifikasi dan penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam jiwa.

  • A (Airway) dan C-spine control: Penilaian jalan napas menjadi prioritas utama. Periksa patensi jalan napas, cari tanda-tanda cedera inhalasi seperti suara serak, adanya jelaga di hidung atau mulut, atau luka bakar pada wajah. Jika terdapat kecurigaan cedera inhalasi, penting untuk mengantisipasi terjadinya edema laring yang progresif dan cepat. Konsultasi dini dengan pusat luka bakar mengenai kemungkinan perlunya intubasi sebelum transportasi sangat dianjurkan, mengingat onset edema yang bisa sangat cepat. Jangan lupakan stabilisasi tulang leher jika ada mekanisme trauma yang mendukung.

  • B (Breathing) dan Ventilasi: Setelah jalan napas dipastikan aman, evaluasi pernapasan dan ventilasi. Periksa frekuensi napas, usaha napas, saturasi oksigen, dan auskultasi paru. Kondisi seperti tension pneumotoraks, pneumotoraks terbuka, atau hematotoraks masif dapat menjadi penyebab distres napas akut pada pasien luka bakar dengan trauma penyerta dan memerlukan dekompresi segera. Perlu diingat bahwa luka bakar sirkumferensial pada dada dapat menghambat ekspansi dinding dada dan mengganggu ventilasi, yang mungkin memerlukan tindakan eskarotomi. Meskipun eskarotomi adalah prosedur spesialistik, Dokter Umum perlu mengenali indikasinya.

  • C (Circulation) dan Kontrol Perdarahan: Penilaian status sirkulasi meliputi pemeriksaan denyut nadi, tekanan darah, waktu pengisian kapiler, dan tanda-tanda syok. Pasang dua jalur intravena (IV) perifer berkaliber besar sesegera mungkin. Akses IV dapat dipasang melalui kulit yang terbakar jika akses di area kulit intak sulit didapatkan, namun hindari pemasangan pada ekstremitas dengan luka bakar sirkumferensial jika memungkinkan. Jika terjadi hipotensi, segera mulai resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik.

  • D (Disability) dan Status Neurologis: Lakukan penilaian status neurologis menggunakan skala GCS (Glasgow Coma Scale). Pasien dengan luka bakar terisolasi biasanya sadar dan waspada. Penurunan kesadaran dapat mengindikasikan adanya keracunan karbon monoksida (CO) atau sianida (CN), terutama jika mekanisme cedera terjadi di ruang tertutup, atau adanya cedera kepala penyerta.

  • E (Exposure/Environment) dan Kontrol Lingkungan: Buka seluruh pakaian pasien untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh dari kepala hingga kaki, guna mengidentifikasi semua area luka bakar dan cedera penyerta. Lepaskan semua benda yang bersifat konstriktif seperti cincin, jam tangan, atau perhiasan lainnya sebelum edema meluas. Pasien luka bakar sangat rentan mengalami hipotermia akibat hilangnya barrier kulit. Oleh karena itu, pemeriksaan harus dilakukan di lingkungan yang hangat (suhu ruangan 28-33 derajat Celsius) dan pasien harus segera ditutup dengan selimut hangat untuk mencegah kehilangan panas.

Proses ABCDE ini bukanlah sekadar daftar periksa statis, melainkan sebuah proses dinamis. Khususnya pada kasus luka bakar, komponen "A" (Airway) dan "B" (Breathing) dapat mengalami perburukan dengan sangat cepat akibat progresivitas edema atau dampak cedera inhalasi. 

Oleh karena itu, penilaian yang proaktif dan kewaspadaan tinggi terhadap potensi perubahan kondisi, serta komunikasi dini dengan fasilitas rujukan mengenai kemungkinan tindakan seperti intubasi , menjadi sangat krusial. Kegagalan dalam mengidentifikasi dan menangani kompromi jalan napas secara dini, seringkali akibat meremehkan potensi cedera inhalasi atau laju pembentukan edema, dapat berujung pada konsekuensi fatal. Dengan demikian, langkah awal dalam

diagnosis dan terapi combusio ini memiliki potensi penyelamatan jiwa yang besar.

B. Klasifikasi Kedalaman dan Perhitungan Luas Permukaan Tubuh (TBSA) pada Combusio

Setelah stabilisasi awal, langkah diagnosis berikutnya adalah menentukan kedalaman luka bakar dan memperkirakan luas permukaan tubuh (Total Body Surface Area - TBSA) yang terkena. Kedua parameter ini sangat penting untuk menentukan prognosis, kebutuhan resusitasi cairan, keputusan terapi topikal, dan indikasi rujukan.

  • Kedalaman Luka Bakar:

  • Derajat Satu (Superfisial): Mengenai epidermis saja. Kulit tampak kemerahan, kering, nyeri, tanpa disertai bula (lepuh). Contoh klasik adalah luka bakar akibat sinar matahari.

  • Derajat Dua (Partial-Thickness): Melibatkan epidermis dan sebagian dermis. Dibagi lagi menjadi:

  • Superfisial Partial-Thickness (Derajat IIa): Mengenai epidermis dan bagian atas dermis papilaris. Ditandai dengan kulit kemerahan atau merah muda, adanya bula berisi cairan jernih, permukaan lembab, dan sangat nyeri. Pengisian kapiler cepat. Umumnya sembuh dalam 2-3 minggu dengan risiko parut minimal.

  • Deep Partial-Thickness (Derajat IIb): Mengenai epidermis hingga bagian lebih dalam dari dermis retikularis. Warna kulit bervariasi dari merah pucat hingga putih berbintik, bula bisa ada atau sudah pecah, permukaan bisa lembab atau kering. Nyeri berkurang dibandingkan superfisial partial-thickness karena kerusakan ujung saraf. Pengisian kapiler lambat atau tidak ada. Penyembuhan lebih lama (3-8 minggu) dan seringkali meninggalkan jaringan parut hipertrofik.


Gambar 1. Partial Thickness burn

  • Derajat Tiga (Full-Thickness): Mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis, bahkan bisa mencapai jaringan subkutan, otot, atau tulang. Kulit tampak putih seperti lilin, coklat tua, hitam, atau hangus. Permukaan kering, keras (seperti kulit samak/eskar), dan tidak nyeri karena ujung-ujung saraf rusak total. Pengisian kapiler tidak ada. Tidak dapat sembuh secara spontan dan memerlukan tindakan bedah (eksisi dan grafting).

Tes tusuk jarum (pin prick test) dapat membantu dalam menilai tingkat nyeri untuk membedakan kedalaman luka bakar. Tingkat pucatnya kulit saat ditekan (blanching) juga dapat membantu diagnosis kedalaman. Penting untuk dipahami bahwa kedalaman luka bakar dapat bertambah dalam beberapa jam hingga hari pertama pasca cedera, terutama jika pendinginan awal tidak adekuat atau terjadi gangguan perfusi.

  • Luas Permukaan Tubuh (TBSA):

Perhitungan TBSA yang akurat sangat krusial. Metode yang umum digunakan untuk estimasi cepat pada orang dewasa di unit gawat darurat adalah "Rule of Nines". Metode ini membagi permukaan tubuh menjadi area-area yang merupakan kelipatan 9% (misalnya, kepala dan leher 9%, setiap lengan atas 9%, setiap tungkai bawah 9%, dada depan 18%, punggung 18%, perineum 1%). 

Untuk anak-anak dan penilaian yang lebih akurat, diagram Lund-Browder lebih direkomendasikan, namun Rule of Nines tetap praktis untuk penilaian awal oleh Dokter Umum. Penting untuk ditekankan bahwa luka bakar derajat satu (superfisial) tidak diikutsertakan dalam perhitungan TBSA untuk tujuan resusitasi cairan maupun penentuan kriteria rujukan. Kesalahan dalam estimasi TBSA oleh fasilitas perujuk merupakan masalah yang sering terjadi dan dapat berdampak signifikan terhadap keputusan triase.

Gambar 2. Rule of Nine

Akurasi dalam penilaian TBSA dan kedalaman luka bakar bukanlah sekadar latihan akademis. Kedua parameter ini secara langsung menentukan volume cairan resusitasi yang dibutuhkan, sebagaimana dihitung menggunakan formula seperti Parkland , dan menjadi dasar utama dalam pengambilan keputusan rujukan ke pusat luka bakar.

Estimasi TBSA yang berlebihan dapat mengakibatkan resusitasi cairan yang agresif dan berisiko menimbulkan komplikasi "fluid creep" atau kelebihan cairan , sementara estimasi yang terlalu rendah dapat menyebabkan resusitasi yang tidak adekuat dan berujung pada syok hipovolemik serta kegagalan organ. 

Frekuensi kesalahan estimasi TBSA yang dilaporkan dalam literatur mengisyaratkan adanya isu sistemik yang perlu diwaspadai. Bagi Dokter Umum, hal ini berarti perlunya kehati-hatian ekstra, melakukan pemeriksaan ulang perhitungan, dan mungkin memanfaatkan alat bantu visual atau aplikasi jika tersedia, serta menyadari potensi jebakan umum ini.

C. Mendeteksi Ancaman Tersembunyi: Diagnosis Cedera Inhalasi

Cedera inhalasi merupakan komplikasi serius pada pasien luka bakar yang seringkali tidak langsung terlihat jelas namun dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas secara signifikan. Cedera ini terjadi akibat terhirupnya produk-produk pembakaran panas atau bahan kimia toksik.

  • Tanda dan Gejala Klinis: Kecurigaan cedera inhalasi harus tinggi jika ditemukan riwayat luka bakar dalam ruang tertutup, luka bakar pada wajah atau leher, alis atau bulu hidung yang hangus, adanya jelaga (soot) dalam sputum atau orofaring, suara serak, stridor, batuk, sesak napas, atau mengi (wheezing).

  • Kecurigaan Keracunan Karbon Monoksida (CO) dan Sianida (CN): Pada pasien dengan penurunan kesadaran, terutama yang berasal dari kebakaran di ruang tertutup, perlu dicurigai adanya keracunan CO atau CN. Pemberian oksigen aliran tinggi 100% merupakan tatalaksana awal yang esensial.

  • Implikasi Klinis: Diagnosis dini cedera inhalasi sangat penting karena kondisi ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas akibat edema, bronkospasme, gangguan pertukaran gas, dan peningkatan risiko pneumonia. Selain itu, pasien dengan cedera inhalasi diketahui membutuhkan volume resusitasi cairan yang lebih banyak dibandingkan pasien tanpa cedera inhalasi dengan luas luka bakar yang sama.

Cedera inhalasi sering dijuluki sebagai "pembunuh senyap" karena progresivitasnya yang cepat dan terkadang gejalanya tidak kentara di awal. Indeks kecurigaan klinis yang tinggi dari Dokter Umum menjadi kunci utama, mengingat diagnosis definitif seperti bronkoskopi seringkali berada di luar lingkup fasilitas layanan primer. 

Namun, tindakan awal yang dilakukan Dokter Umum, seperti pemberian oksigen aliran tinggi dan pertimbangan rujukan cepat, memiliki dampak vital. Adanya dugaan cedera inhalasi secara otomatis meningkatkan tingkat kegawatan kasus luka bakar, yang akan memengaruhi baik manajemen cairan maupun urgensi rujukan, seringkali terlepas dari persentase TBSA semata.

Tabel 1: Klasifikasi Kedalaman Luka Bakar dan Estimasi TBSA


Derajat/Kedalaman

Gambaran Klinis (Warna, Bula, Kelembaban)

Sensasi Nyeri

Pengisian Kapiler (Capillary Refill)

Potensi Penyembuhan & Parut

Superfisial (Derajat I)

Merah, kering, tanpa bula

Nyeri

Cepat

Sembuh dalam beberapa hari, tanpa parut

Dermal Superfisial (Derajat IIa)

Merah/merah muda, bula (+, berisi cairan jernih), permukaan lembab

Sangat nyeri

Cepat

Sembuh 2-3 minggu, parut minimal

Dermal Dalam (Derajat IIb)

Merah pucat/putih berbintik, bula (+/- , bisa pecah), permukaan lembab/kering

Nyeri berkurang

Lambat/tidak ada

Sembuh 3-8 minggu, sering dengan parut hipertrofik, kontraktur

Full-thickness (Derajat III)

Putih seperti lilin, coklat tua, hitam, hangus; kering, keras (eskar)

Tidak nyeri

Tidak ada

Tidak sembuh spontan, perlu grafting, parut signifikan, kontraktur

Ilustrasi Sederhana Rule of Nines (Dewasa):

  • Kepala & Leher: 9%

  • Badan Depan: 18%

  • Badan Belakang: 18%

  • Setiap Lengan: 9%

  • Setiap Tungkai: 18%

  • Perineum: 1%

III. Langkah Kritis dalam Terapi Awal Combusio

Setelah diagnosis ditegakkan, langkah-langkah terapi combusio awal yang tepat dan cepat menjadi penentu keberhasilan penanganan selanjutnya. Fokus utama adalah menghentikan proses terbakar, melakukan resusitasi cairan yang adekuat, dan manajemen nyeri.

A. Manajemen Pra-Rumah Sakit dan Pertolongan Pertama Luka Bakar

Intervensi yang dilakukan segera setelah kejadian luka bakar, bahkan sebelum pasien tiba di fasilitas kesehatan, dapat memberikan dampak signifikan.

  • Hentikan Proses Terbakar: Jauhkan korban dari sumber api atau panas. Padamkan api pada pakaian atau tubuh korban.

  • Pendinginan Luka Bakar: Segera dinginkan area yang terbakar dengan air mengalir suhu ruangan (bukan air es atau sangat dingin) selama minimal 10 menit. Pendinginan bertujuan untuk menghilangkan panas residual, mengurangi nyeri, membatasi kedalaman luka bakar, dan mengurangi edema. Hindari pendinginan berlebihan, terutama pada anak-anak dan luka bakar luas, untuk mencegah hipotermia sistemik. Penggunaan air yang sangat dingin harus dihindari karena dapat menyebabkan vasokonstriksi, memperburuk perfusi dermal, dan justru meningkatkan kedalaman cedera.

  • Lepaskan Benda Konstriktif: Lepaskan cincin, jam tangan, gelang, dan pakaian ketat dari area yang terbakar atau berisiko mengalami edema, kecuali jika pakaian tersebut melekat erat pada luka.

  • Pembersihan Luka Awal: Luka dapat dibersihkan secara lembut menggunakan sabun lunak dan air. Beberapa ahli merekomendasikan sabun yang mengandung chlorhexidine gluconate karena aktivitasnya terhadap flora normal kulit.

  • Penutupan Luka Sementara: Tutup area luka bakar dengan balutan yang bersih dan kering, atau plastik pembungkus makanan (cling film) steril untuk jangka pendek selama transportasi. Hindari mengoleskan bahan-bahan rumahan seperti mentega, pasta gigi, atau kecap. Jika pasien kemungkinan akan dirujuk, sebaiknya hindari penggunaan krim silver sulfadiazine (SSD) karena akan menyulitkan penilaian luka saat tiba di pusat rujukan akibat perlunya pembersihan krim yang seringkali nyeri.

  • Luka Bakar Kimia: Irigasi area yang terkena dengan air mengalir dalam jumlah banyak selama mungkin (minimal 20-30 menit). Usahakan untuk mengidentifikasi agen kimia penyebab. Jangan mencoba menetralisir luka bakar akibat asam dengan basa, atau sebaliknya, karena reaksi netralisasi bersifat eksotermik dan dapat menghasilkan panas tambahan yang memperparah cedera.

  • Luka Bakar Aspal atau Tar: Dinginkan terlebih dahulu. Agen penyebab akan melekat pada kulit. Upaya melepaskan bahan tersebut secara fisik dapat menyebabkan kerusakan kulit lebih lanjut. Lebih baik menggunakan pelarut yang sesuai (misalnya, petroleum-based ointment) untuk melunakkan dan mengangkatnya secara bertahap.

  • Profilaksis Tetanus: Berikan suntikan booster tetanus toxoid jika status imunisasi pasien tidak terkini (belum mendapat booster dalam 5 tahun terakhir).

Tindakan pertolongan pertama yang efektif, khususnya pendinginan luka bakar yang adekuat, merupakan intervensi sederhana namun memiliki kekuatan besar untuk mengubah perjalanan progresi luka bakar. Anjuran spesifik "pendinginan dengan air mengalir selama 10 menit" adalah panduan yang jelas dan dapat ditindaklanjuti oleh Dokter Umum untuk disampaikan kepada pasien atau penolong pertama, serta untuk diimplementasikan di fasilitas kesehatan. 

Beberapa menit awal pasca-cedera sangat krusial; jika Dokter Umum dapat mengedukasi dan mengimplementasikan hal ini secara efektif, maka kedalaman dan keparahan akhir luka bakar dapat dimitigasi, yang berdampak positif pada luaran jangka panjang. Anjuran untuk menghindari penggunaan silver sulfadiazine sebelum rujukan juga penting untuk diperhatikan. 

Meskipun SSD adalah agen topikal yang umum digunakan, aplikasinya yang prematur dapat menghalangi penilaian luka yang akurat di pusat rujukan. Hal ini menekankan perlunya koordinasi dan pemahaman terhadap keseluruhan alur penanganan pasien.

B. Resusitasi Cairan: Kunci Stabilitas Hemodinamik pada Combusio (Formula Parkland dan "Rule of 10" untuk dewasa)

Luka bakar yang luas, umumnya mendekati 15-20% TBSA pada orang dewasa (persentase lebih rendah pada anak-anak dan lansia), akan memicu respons inflamasi sistemik masif yang menyebabkan pergeseran cairan intravaskular ke interstisial. Hal ini mengakibatkan edema luka bakar dan syok hipovolemik (syok luka bakar), sehingga resusitasi cairan formal menjadi mutlak diperlukan. Kriteria admisi ICU untuk luka bakar >20% TBSA pada dewasa juga mengimplikasikan kebutuhan resusitasi agresif.

  • Formula Parkland: Ini adalah formula yang paling umum digunakan.

  • Dewasa: Kebutuhan cairan Ringer Laktat (RL) adalah 4 ml / kg /%TBSA dalam 24 jam pertama. Setengah dari total volume diberikan dalam 8 jam pertama sejak kejadian luka bakar (bukan sejak tiba di rumah sakit), dan setengah sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.

  • Anak-anak: Kebutuhan cairan RL adalah 3 ml / kg /%TBSA dalam 24 jam pertama, ditambah dengan cairan rumatan (maintenance). Cairan rumatan untuk anak dihitung berdasarkan berat badan: 4 ml/kg/jam untuk anak dengan berat 0–10 kg; 40 ml/jam+2 ml/kg/jam untuk anak dengan berat 10–20 kg; 60 ml/jam+1 ml/kg/jam untuk anak dengan berat >20 kg. Ringer Laktat adalah cairan kristaloid pilihan awal.

  • "Rule of 10" (untuk dewasa >40kg, sebagai laju awal):

Ini adalah formula yang disederhanakan untuk menentukan laju cairan awal pada pasien dewasa dengan berat badan antara 40-80 kg.

  1. Estimasi %TBSA, bulatkan ke angka puluhan terdekat (misalnya, 23% menjadi 20%, 28% menjadi 30%).

  2. Kalikan %TBSA tersebut dengan 10 untuk mendapatkan laju cairan awal dalam ml/jam. (Contoh: TBSA 20% × 10 = 200 ml/jam).

  3. Untuk pasien dengan berat badan di atas 80 kg, tambahkan 100 ml/jam untuk setiap 10 kg kelebihan berat badan di atas 80 kg. (Contoh: Pasien 100 kg dengan TBSA 30% → (30 × 10) + (2 × 100) = 300 + 200 = 500 ml/jam).
    Penting untuk ditekankan bahwa "Rule of 10" adalah panduan untuk laju awal resusitasi dan bukan merupakan strategi resusitasi lengkap. Tujuannya adalah untuk memulai terapi cairan dengan cepat sambil menunggu perhitungan yang lebih detail dan menghindari kegagalan organ serta komplikasi "fluid creep" atau kelebihan cairan. Formula ini tidak boleh digunakan untuk pasien anak-anak.

  • Pemantauan Resusitasi: Parameter klinis utama yang praktis untuk dipantau oleh Dokter Umum adalah produksi urin, dengan target 0.5–1 ml/kg/jam pada dewasa dan 1 ml/kg/jam pada anak-anak. Parameter lain seperti tekanan arteri rerata (MAP), tekanan vena sentral (CVP), dan saturasi oksigen vena sentral (ScvO2) merupakan target ideal yang dipantau di unit perawatan intensif dan memberikan gambaran mengenai tujuan akhir resusitasi.

  • Risiko: Resusitasi cairan yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipoperfusi, syok, dan kegagalan organ. Sebaliknya, resusitasi cairan yang berlebihan ("fluid creep") dapat menyebabkan edema paru, edema serebral, sindrom kompartemen abdomen (ACS), dan memperpanjang kebutuhan ventilasi mekanis. Resusitasi yang tertunda juga diketahui membutuhkan volume cairan yang lebih besar.

Resusitasi cairan pada pasien luka bakar adalah tindakan penyeimbangan yang rumit. Meskipun berbagai formula seperti Parkland, Modified Brooke, atau Evans telah dikembangkan untuk memberikan panduan awal , tidak ada satu formula pun yang sempurna untuk semua pasien. Tren saat ini bergerak menuju terapi yang berorientasi pada target (goal-directed therapy) untuk menghindari baik resusitasi yang kurang maupun yang berlebihan. Pengenalan "Rule of 10" mencerminkan upaya untuk menyederhanakan

inisiasi terapi cairan pada dewasa, namun titrasi berdasarkan respons klinis pasien tetap menjadi hal yang paling utama. Tujuan akhirnya adalah memberikan jumlah cairan seminimal mungkin yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi organ adekuat. Pemantauan produksi urin sebagai indikator perfusi ginjal menjadi parameter yang paling mudah diakses dan diinterpretasikan oleh Dokter Umum. 

Pemahaman akan risiko ganda ini—baik kekurangan maupun kelebihan cairan—sangat penting bagi Dokter Umum, tidak hanya untuk manajemen awal tetapi juga untuk komunikasi yang efektif saat melakukan rujukan. Pengecualian eksplisit penggunaan "Rule of 10" untuk anak-anak serta penekanan kebutuhan glukosa dalam resusitasi pediatrik menggarisbawahi bahwa penanganan luka bakar pada anak bukanlah sekadar "penanganan luka bakar dewasa dalam skala kecil" dan memerlukan pengetahuan spesifik.

C. Manajemen Nyeri Akut pada Pasien Combusio

Nyeri merupakan keluhan utama pada pasien luka bakar, terutama pada luka bakar derajat dua (partial-thickness). Manajemen nyeri yang adekuat tidak hanya penting untuk kenyamanan pasien tetapi juga untuk mengurangi respons stres fisiologis.

  • Pilihan Farmakologis: Analgesik narkotik (opioid) intravena, seperti morfin, merupakan pilihan utama karena absorpsinya yang lebih dapat diprediksi pada pasien dengan luka bakar luas atau dalam kondisi syok. Hindari pemberian analgesik melalui rute intramuskular (IM) atau subkutan (SC) karena absorpsi yang tidak menentu akibat gangguan perfusi perifer.

  • Terapi Ajuvan Non-Farmakologis: Pendinginan luka bakar yang tepat pada fase akut juga membantu mengurangi nyeri. Penggunaan balutan yang sesuai dan menjaga lingkungan yang tenang juga dapat memberikan kontribusi.

  • Dukungan Psikologis: Memberikan reassurance dan menciptakan lingkungan yang tenang sangat membantu dalam mengurangi kecemasan pasien yang dapat memperberat persepsi nyeri.

Rute pemberian analgesik, khususnya opioid, menjadi detail kritis yang harus diperhatikan oleh Dokter Umum. Pemberian secara intravena (IV) untuk opioid pada kasus luka bakar signifikan didasarkan pada pertimbangan fisiologis penting. Syok luka bakar, yang dapat terjadi pada luka bakar >15-20% TBSA , melibatkan hipoperfusi sistemik. 

Obat-obatan yang diberikan secara IM atau SC sangat bergantung pada perfusi jaringan lokal untuk absorpsinya. Jika perfusi perifer terganggu, absorpsi obat menjadi tidak menentu, lambat, dan tidak dapat diandalkan. 

Hal ini tidak hanya menyebabkan manajemen nyeri yang tidak efektif tetapi juga berisiko terjadinya absorpsi masif secara tiba-tiba jika perfusi membaik setelah resusitasi cairan, yang dapat menyebabkan depresi napas dan overdosis. Oleh karena itu, rute IV memastikan bioavailabilitas yang lebih pasti dan kemampuan untuk melakukan titrasi dosis secara lebih aman dan efektif.

Tabel 2: Panduan Praktis Resusitasi Cairan pada Combusio


Formula

Perhitungan Kebutuhan Cairan (RL)

Laju Pemberian

Target Output Urin

Catatan Penting

Parkland Dewasa

4 ml / kg /%TBSA

½ vol dalam 8 jam pertama, ½ vol dalam 16 jam berikutnya

0.5 - 1 ml/kg/jam

RL adalah pilihan utama. Waktu dihitung sejak kejadian.

Parkland Anak

3 ml / kg /%TBSA

½ vol dalam 8 jam pertama, ½ vol dalam 16 jam berikutnya

1 ml/kg/jam

RL + cairan rumatan (mengandung glukosa jika perlu).

Rule of 10 Dewasa (>40kg)

%TBSA (dibulatkan ke 10 terdekat) × 10 = Laju awal (ml/jam)

Laju awal konstan, disesuaikan berdasarkan respons

0.5 - 1 ml/kg/jam

Hanya untuk inisiasi pada dewasa 40-80kg. Tambah 100 ml/jam per 10kg di atas 80kg. Bukan untuk anak.

IV. Terapi Topikal Modern dalam Perawatan Luka Combusio

Perawatan luka topikal merupakan komponen penting dalam terapi combusio yang bertujuan untuk mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan, dan meminimalkan pembentukan jaringan parut. Pemilihan balutan (dressing) yang tepat memegang peranan kunci.

A. Prinsip Pemilihan Balutan Luka Bakar Ideal

Pemilihan balutan luka bakar harus didasarkan pada beberapa prinsip untuk menciptakan lingkungan luka yang optimal bagi proses penyembuhan. Idealnya, sebuah balutan luka bakar harus:

  • Memberikan perlindungan terhadap kontaminasi bakteri dan infeksi.

  • Mempertahankan lingkungan luka yang lembab (moist wound environment), namun tidak terlalu basah hingga menyebabkan maserasi kulit sekitar.

  • Mampu mengelola eksudat luka secara efektif.

  • Meminimalkan nyeri saat penggantian balutan.

  • Bersifat non-toksik dan non-iritan terhadap dasar luka.

  • Tidak melekat pada dasar luka (non-adherent).

  • Memfasilitasi proses penyembuhan alami tubuh. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih balutan meliputi kedalaman luka bakar, luas dan lokasi luka, jumlah eksudat, kenyamanan pasien, ketersediaan, dan biaya.

Prinsip "penyembuhan luka dalam lingkungan lembab" (moist wound healing) merupakan konsep sentral dalam perawatan luka modern, termasuk luka bakar. Lingkungan lembab terbukti dapat mempercepat re-epitelisasi dan mengurangi pembentukan parut. Namun, hal ini merupakan sebuah keseimbangan yang rapuh. 

Meskipun bermanfaat, lingkungan lembab yang diciptakan oleh beberapa jenis balutan modern juga dapat meningkatkan risiko kolonisasi mikroorganisme dan infeksi jika tidak dikelola dengan tepat, misalnya dengan pemilihan balutan yang memiliki komponen antimikroba atau dengan frekuensi penggantian balutan yang sesuai. Pemahaman akan nuansa ini penting bagi Dokter Umum dalam memilih strategi perawatan topikal.

B. Jenis-jenis Balutan Modern dan Aplikasinya dalam Terapi Combusio

Kemajuan teknologi material medis telah menghasilkan berbagai jenis balutan modern dengan karakteristik dan fungsi yang beragam. Secara umum, balutan modern dapat dikategorikan sebagai berikut :

  • Balutan Interaktif (Interactive Dressings): Termasuk di dalamnya adalah film semipermeabel (semi-permeable films) dan busa (foams). Film semipermeabel bersifat transparan, memungkinkan pertukaran gas namun impermeabel terhadap bakteri dan cairan, cocok untuk luka superfisial dengan eksudat minimal. Busa poliuretan memiliki kapasitas absorpsi eksudat yang baik dan memberikan bantalan.

  • Balutan Interaktif Lanjut (Advanced Interactive Dressings): Terdiri dari hidrokoloid (hydrocolloids) dan hidrogel (hydrogels). Hidrokoloid membentuk gel saat kontak dengan eksudat, menciptakan lingkungan lembab dan autolitik debridement. Hidrogel adalah jejaring makromolekul yang sangat hidrofilik, tersedia dalam bentuk lembaran atau gel amorf, memberikan efek pendinginan dan rehidrasi pada luka kering atau nekrotik minimal.

  • Balutan Bioaktif (Bioactive Dressings): Kategori ini mencakup produk hasil rekayasa jaringan kulit (tissue-engineered skin equivalents). Produk ini lebih canggih dan umumnya digunakan di pusat luka bakar spesialistik, namun penting bagi Dokter Umum untuk mengetahuinya sebagai bagian dari spektrum perawatan luka bakar.

Banyak balutan modern saat ini telah ditingkatkan dengan penambahan berbagai agen untuk mengoptimalkan penyembuhan luka bakar, seperti agen antimikroba (misalnya, perak, iodine, chlorhexidine), antioksidan, senyawa anti-inflamasi, analgesik, hingga faktor pertumbuhan (growth factors).

Teknologi nano juga menunjukkan potensi besar dalam pengembangan balutan luka bakar, dengan penggunaan nanomaterial seperti nanopartikel, nanoserat, nanogel, dan nanoemulsi untuk menghantarkan agen antimikroba, faktor pertumbuhan, atau obat lain secara lebih efektif ke lokasi luka. 

Contohnya termasuk penggunaan biopolymeric mats yang mengandung obat herbal dan nanopartikel seng oksida, atau nanoserat poly (lactic-co-glycolic acid) dengan larutan propolis yang terbukti memfasilitasi penyembuhan luka bakar pada model hewan.

Meskipun terdapat berbagai inovasi, termasuk modernisasi pengobatan tradisional seperti penggunaan madu atau Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) , penting bagi Dokter Umum untuk memprioritaskan penggunaan balutan yang didukung oleh bukti klinis yang kuat dan tersedia di fasilitasnya. Pertimbangan praktis seperti kemudahan aplikasi, frekuensi penggantian, dan biaya tetap menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan di layanan primer.

Bidang balutan luka bakar terus berkembang pesat dengan munculnya material bioaktif dan aplikasi nanoteknologi. Meskipun Dokter Umum mungkin tidak secara rutin menggunakan opsi-opsi paling canggih ini, kesadaran akan tren tersebut penting untuk memahami konteks rujukan dan perkembangan praktik di masa depan. 

Kunci bagi Dokter Umum adalah memilih balutan yang tersedia dan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar perawatan luka yang baik, yaitu menciptakan lingkungan yang mendukung penyembuhan dan mencegah komplikasi. Perlu dicatat bahwa keterbatasan dalam uji klinis skala besar dan tantangan regulasi seringkali menghambat translasi cepat inovasi-inovasi ini ke dalam praktik klinis rutin. Oleh karena itu, Dokter Umum sebaiknya mengandalkan balutan dengan efikasi yang telah mapan dan ketersediaan yang terjamin di lingkungannya.

V. Pertimbangan Khusus dalam Terapi Combusio

Selain penanganan umum, terdapat beberapa kondisi khusus pada pasien combusio yang memerlukan perhatian dan pendekatan terapi yang lebih spesifik, salah satunya adalah cedera inhalasi.

A. Pendekatan Terapi pada Cedera Inhalasi Akibat Combusio

Manajemen cedera inhalasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, memperbaiki oksigenasi, dan mengurangi inflamasi serta obstruksi saluran napas.

  • Manajemen Awal: Seperti yang telah dibahas, pemberian oksigen 100% yang dilembabkan (humidified oxygen) merupakan langkah awal yang krusial. Pertimbangkan intubasi dini jika terdapat tanda-tanda obstruksi jalan napas progresif atau risiko tinggi aspirasi.

  • Terapi Medikamentosa Tambahan: Beberapa terapi medikamentosa dapat dipertimbangkan, seringkali diinisiasi atau dipandu oleh pusat luka bakar spesialistik, namun penting bagi Dokter Umum untuk mengetahuinya:

  • Heparin Nebulisasi: Misalnya, heparin tidak terfraksi 10.000 IU setiap 4-6 jam selama tujuh hari. Heparin diduga dapat mengurangi pembentukan fibrin cast di saluran napas.

  • N-asetilsistein (NAC) Nebulisasi: Misalnya, 3 ml NAC 20% setiap 4-6 jam selama tujuh hari. NAC bersifat mukolitik dan antioksidan.

  • Bronkodilator Nebulisasi: Dapat membantu mengurangi bronkospasme dan memfasilitasi pembersihan mukosiliar.

  • Prosedur Diagnostik dan Terapeutik Lanjutan: Di pusat spesialistik, evaluasi bronkoskopi fleksibel sering dilakukan pada pasien terintubasi dengan dugaan cedera inhalasi untuk konfirmasi diagnosis, menilai tingkat keparahan, dan melakukan lavaşe atau suction guna membersihkan saluran napas dari debris dan sumbatan mukus. Sebelum ekstubasi, dilakukan
    cuff leak test (CLT) untuk menilai risiko edema laring pasca-ekstubasi; jika CLT negatif, pemberian kortikosteroid IV dapat dipertimbangkan sebelum upaya ekstubasi berikutnya.

Meskipun manajemen definitif cedera inhalasi berat merupakan ranah spesialis, Dokter Umum memiliki peran penting dalam memulai terapi suportif esensial seperti pemberian oksigen aliran tinggi dan mengenali kapan terapi nebulisasi mungkin diindikasikan setelah berkonsultasi atau sebelum melakukan transfer pasien. 

Pengetahuan mengenai opsi terapi seperti heparin atau NAC nebulisasi membantu Dokter Umum memahami rasionalisasi jika pusat luka bakar menyarankan untuk memulainya, atau apa yang dapat diharapkan jika pasien dirujuk. Hal ini menjembatani kesenjangan antara perawatan lini pertama oleh Dokter Umum dan intervensi spesialistik yang lebih kompleks.

VI. Kapan Merujuk? Kriteria Rujukan Pasien Combusio ke Pusat Luka Bakar

Tidak semua pasien luka bakar memerlukan perawatan di pusat luka bakar spesialistik. Namun, identifikasi pasien yang memang membutuhkan perawatan multidisiplin dan sumber daya canggih di pusat luka bakar sangatlah penting untuk mengoptimalkan luaran.

A. Pedoman Rujukan Terbaru untuk Optimalisasi Hasil Pasien

Kriteria rujukan ke pusat luka bakar telah mengalami pembaruan melalui studi konsensus eDelphi pada tahun 2018, yang kini lebih dikenal sebagai "Pedoman Rekomendasi untuk Transfer dan Konsultasi" (Guidelines for Referral and Consultation). Tujuan utama dari pembaruan ini adalah untuk meningkatkan komunikasi antara fasilitas perujuk dan pusat luka bakar, serta untuk memastikan bahwa triase pasien disesuaikan dengan karakteristik individu pasien, tingkat keparahan cedera, kondisi geografis, dan kapabilitas institusi perujuk.

Berikut adalah ringkasan kriteria rujukan utama berdasarkan konsensus eDelphi 2018 :

  • Berdasarkan Kedalaman dan Luas Luka Bakar (TBSA):

  • Transfer segera direkomendasikan untuk luka bakar full-thickness (derajat III) dengan TBSA ≥5.

  • Transfer segera direkomendasikan untuk luka bakar deep partial-thickness (derajat IIb) atau lebih dalam dengan TBSA ≥10.

  • Berdasarkan Lokasi Anatomi Spesifik:

  • Luka bakar (derajat IIb atau III) yang mengenai wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum, atau sendi-sendi besar.

  • Berdasarkan Jenis Luka Bakar:

  • Semua luka bakar kimia yang signifikan.

  • Luka bakar listrik, termasuk cedera akibat petir (tegangan tinggi). Luka bakar listrik tegangan rendah sebaiknya mendapatkan minimal satu kali kunjungan tindak lanjut di pusat luka bakar.

  • Cedera inhalasi yang terkonfirmasi atau sangat dicurigai.

  • Berdasarkan Kelompok Usia:

  • Pasien usia lanjut (≥55 tahun) dengan luka bakar, karena mereka mungkin mendapat manfaat besar dari tim multidisiplin di pusat luka bakar bahkan dengan TBSA yang lebih kecil.

  • Anak-anak (≤16 tahun) dengan luka bakar TBSA <10% pun dapat diuntungkan dari admisi ke pusat luka bakar jika terdapat kompleksitas dalam penggantian balutan, kebutuhan rehabilitasi, atau kebutuhan khusus orang tua/pengasuh.

  • Adanya Trauma Penyerta atau Komorbiditas Signifikan:

  • Luka bakar pada pasien dengan trauma mayor penyerta.

  • Pasien luka bakar dengan kondisi medis penyerta yang sudah ada sebelumnya (komorbiditas) yang dapat mempersulit manajemen, memperpanjang pemulihan, atau meningkatkan risiko mortalitas.

  • Kondisi Khusus Lainnya:

  • Stevens-Johnson Syndrome (SJS) atau Toxic Epidermal Necrolysis (TENS) dengan pengelupasan epidermis.

  • Necrotizing Soft Tissue Infections (NSTI) atau infeksi jaringan lunak nekrotikans.

  • Frostbite (cedera dingin) derajat II hingga IV.

  • Peran Telemedisin: Penggunaan telemedisin sangat direkomendasikan untuk konsultasi jika tersedia, karena terbukti dapat meningkatkan akurasi triase dan mengurangi transfer pasien yang tidak perlu beserta biaya terkait. Konsultasi telemedisin dianjurkan untuk semua luka bakar yang berpotensi dalam dari berbagai ukuran.

Pembaruan kriteria rujukan ini menekankan pentingnya

konsultasi dan komunikasi antara fasilitas perujuk dengan pusat luka bakar, bukan sekadar mandat transfer yang kaku. Hal ini memberdayakan Dokter Umum untuk terlibat aktif dalam diskusi dengan spesialis di pusat luka bakar, berpotensi memanfaatkan teknologi telemedisin, guna mengambil keputusan triase yang lebih berdasar dan sesuai dengan kebutuhan individual pasien. 

Pergeseran ini dari kriteria yang lebih preskriptif di masa lalu menyiratkan bahwa peran Dokter Umum bukan hanya "mencentang kotak" untuk transfer, tetapi juga secara aktif berkomunikasi dan berkolaborasi untuk memastikan pasien mendapatkan tingkat perawatan yang tepat di tempat yang tepat, sekaligus meminimalkan beban transfer yang tidak perlu.

Bagi Dokter Umum, ini berarti pentingnya memahami tidak hanya kapan harus merujuk, tetapi juga bagaimana cara berkomunikasi secara efektif dengan pusat luka bakar, dengan menyediakan informasi yang akurat dan relevan (seperti estimasi TBSA, kedalaman, dugaan cedera inhalasi, dan kondisi komorbid) untuk memfasilitasi pengambilan keputusan kolaboratif. Pedoman ini berfungsi sebagai alat untuk mendukung proses komunikasi tersebut.

Tabel 3: Ringkasan Kriteria Rujukan Pasien Combusio ke Pusat Luka Bakar (berdasarkan Konsensus eDelphi 2018)


Kategori

Kriteria Spesifik untuk Rujukan/Konsultasi Segera

Pertimbangan Tambahan/Telemedisin

Kedalaman/Luas Luka Bakar

- FT ≥5 TBSA

- DPT atau lebih dalam ≥10 TBSA

Konsultasi telemedisin untuk semua luka bakar yang berpotensi dalam.

Area Anatomi Khusus

Luka bakar DPT/FT pada wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum, sendi besar

Jenis Luka Bakar

- Luka bakar kimia signifikan

- Luka bakar listrik (terutama tegangan tinggi, petir)

- Cedera inhalasi terkonfirmasi/sangat dicurigai

Luka bakar listrik tegangan rendah: minimal 1x follow-up di pusat luka bakar.

Usia

- Lansia (≥55 tahun) dengan luka bakar

- Anak (≤16 tahun) dengan pertimbangan kebutuhan khusus (balutan kompleks, rehabilitasi, dll.)

Trauma Penyerta/Komorbiditas

- Luka bakar dengan trauma mayor

- Luka bakar dengan komorbiditas signifikan


Kondisi Khusus

- SJS/TENS

- NSTI

- Frostbite derajat II-IV


VII. Kesimpulan: Peran Dokter Umum dalam Tata Laksana Holistik Combusio

Diagnosis dan terapi combusio merupakan tantangan klinis yang memerlukan pendekatan yang cepat, tepat, dan komprehensif. Dokter Umum berada di garda terdepan dalam penanganan awal pasien luka bakar dan memiliki peran yang tak tergantikan. Penguasaan terhadap prinsip-prinsip penilaian awal yang sistematis (ABCDE), klasifikasi kedalaman dan luas luka bakar yang akurat, pelaksanaan pertolongan pertama yang benar, resusitasi cairan yang adekuat dengan pemahaman di balik formula, pemilihan terapi topikal yang bijaksana, kewaspadaan terhadap cedera inhalasi, serta kemampuan untuk menentukan kapan pasien perlu dirujuk berdasarkan kriteria berbasis bukti adalah kompetensi kunci yang harus dimiliki.

Meskipun pusat luka bakar menyediakan perawatan spesialistik definitif untuk kasus-kasus kompleks, intervensi yang dilakukan oleh Dokter Umum pada jam-jam awal pasca cedera secara signifikan memengaruhi prognosis pasien. Penekanan pada pendekatan berbasis bukti, pemanfaatan sumber daya seperti telemedisin untuk konsultasi, dan kesadaran akan batasan kemampuan sambil terus belajar adalah sikap profesional yang diharapkan. 

Pada akhirnya, keberhasilan penanganan pasien combusio oleh Dokter Umum tidak diukur dari kemampuannya untuk menjadi spesialis luka bakar, melainkan dari penguasaan terhadap fundamental penanganan awal, kemampuan mengenali keterbatasan, dan efektivitas dalam berkolaborasi dengan sistem layanan kesehatan yang lebih tinggi, khususnya pusat luka bakar. Dengan demikian, Dokter Umum dapat memberikan kontribusi optimal dalam rantai perawatan holistik pasien combusio.

Referensi

  1. Burn management capacity in low and middle-income countries: a systematic review of 458 hospitals across 14 countries - PubMed, diakses Juni 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25152443/

  2. Medical and Surgical Care of Critical Burn Patients: A Comprehensive Review of Current Evidence and Practice - PubMed Central, diakses Juni 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9754771/

  3. A general overview of burn care - PMC, diakses Juni 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7951672/

  4. Updating the Burn Center Referral Criteria: Results From the 2018 ..., diakses Juni 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7510842/

  5. Updating the Burn Center Referral Criteria: Results From the 2018 eDelphi Consensus Study - PubMed, diakses Juni 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32123911/

  6. Fluid management in major burn injuries - PMC, diakses Juni 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3038406/

  7. A primer on burn resuscitation - PMC, diakses Juni 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3097558/

  8. Review on Current Advancements in Facilitation of Burn Wound ..., diakses Juni 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC12024970/