Dokter Post - Mata Terkena Percikan Rokok: Panduan Komprehensif Diagnosis dan Terapi Trauma Okuli untuk Dokter Umum

Mata Terkena Percikan Rokok: Panduan Komprehensif Diagnosis dan Terapi Trauma Okuli untuk Dokter Umum

21 Jul 2025 • mata

Deskripsi

Mata Terkena Percikan Rokok: Panduan Komprehensif Diagnosis dan Terapi Trauma Okuli untuk Dokter Umum

Pendahuluan

Trauma mata akibat percikan rokok merupakan salah satu insiden yang mungkin sering dihadapi oleh dokter umum di unit layanan primer. Meskipun terkadang dianggap sebagai cedera ringan, percikan rokok dapat menyebabkan kerusakan mata yang signifikan jika tidak ditangani dengan tepat. Aktivitas sehari-hari seperti merokok, terutama di lingkungan yang kurang kondusif, dapat menjadi pemicu trauma ini. 

Penting untuk disadari bahwa cedera akibat percikan rokok seringkali bukan merupakan trauma tunggal, melainkan gabungan dari beberapa mekanisme cedera—termal, kimiawi, dan benda asing—yang masing-masing memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya. Kelalaian dalam mengenali salah satu komponen cedera ini dapat berujung pada tatalaksana yang tidak optimal dan berpotensi menimbulkan komplikasi jangka panjang.

Peran dokter umum dalam tatalaksana awal trauma okuli, termasuk yang disebabkan oleh percikan rokok, sangatlah krusial. Penanganan yang cepat dan akurat dapat mencegah komplikasi lebih lanjut, mengurangi morbiditas, dan menentukan prognosis visual pasien. Selain itu, dokter umum berada di garda terdepan untuk menentukan kapan seorang pasien memerlukan rujukan ke dokter spesialis mata. 

Artikel ilmiah populer ini bertujuan untuk menyajikan panduan praktis yang komprehensif, berbasis bukti ilmiah dari jurnal terindeks Pubmed, mengenai Diagnosis dan Terapi Trauma Okuli akibat percikan rokok. Pembahasan akan mencakup patofisiologi ringkas, langkah-langkah diagnosis, tatalaksana awal termasuk 

Dosis Obat Trauma Okuli, kriteria rujukan yang jelas, potensi komplikasi yang perlu diwaspadai, serta aspek pencegahan yang dapat diedukasikan kepada pasien. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan dokter umum dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi pasien dengan kondisi ini, sekaligus mengoptimalkan sistem rujukan kesehatan mata.

I. Memahami Cedera Mata Akibat Percikan Rokok: Tiga Serangkai Ancaman

Cedera mata yang disebabkan oleh percikan rokok pada hakikatnya merupakan kombinasi dari tiga mekanisme trauma yang dapat terjadi secara simultan dan saling memperburuk kondisi. Pemahaman akan ketiga komponen ini adalah dasar untuk tatalaksana yang holistik.

  • Trauma Termal (Luka Bakar)

Panas dari bara api atau percikan rokok yang mengenai permukaan mata dapat menyebabkan luka bakar termal. Suhu tinggi akan mengakibatkan denaturasi protein pada jaringan superfisial mata seperti konjungtiva dan kornea, memicu respons inflamasi, edema, dan nyeri. Tingkat kerusakan bergantung pada suhu dan durasi kontak.

  • Trauma Kimiawi (Iritasi/Luka Bakar Kimia)

Abu rokok yang panas maupun dingin mengandung berbagai produk sisa pembakaran yang dapat bersifat iritatif atau bahkan memiliki pH yang ekstrem (basa/alkali). Abu rokok cenderung bersifat alkali. Luka bakar akibat zat alkali umumnya lebih berbahaya dibandingkan zat asam karena kemampuannya untuk melakukan saponifikasi asam lemak pada membran sel dan disosiasi kolagen, sehingga dapat berpenetrasi lebih dalam ke jaringan mata. 

Kerusakan akibat trauma kimiawi dapat mengenai epitel kornea, stroma, bahkan endotel, serta berpotensi merusak sel punca (stem sel) limbus jika paparannya cukup parah dan lama, yang berdampak buruk pada regenerasi permukaan mata.

Gambar 1. Iskemia limbal pada kuadran inferonasal setelah 8 hari luka bakar zat alkali

Figure 1


  • Trauma Benda Asing

Partikel bara atau abu rokok itu sendiri berfungsi sebagai benda asing ketika masuk ke mata. Keberadaan benda asing ini akan menyebabkan iritasi mekanis pada konjungtiva dan kornea, memicu sensasi mengganjal, refleks berkedip, dan produksi air mata berlebih. Gesekan benda asing dengan permukaan mata dapat mengakibatkan abrasi kornea atau konjungtiva.

Gambar 2. Benda asing di Kornea

Figure 2.

Ketiga mekanisme ini seringkali tidak berdiri sendiri. Benda asing berupa abu rokok dapat sekaligus membawa komponen kimia dan panas. Luka bakar termal dapat merusak barrier epitel, sehingga permukaan mata menjadi lebih rentan terhadap penetrasi zat kimia dari abu atau kolonisasi mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi sekunder. 

Oleh karena itu, pendekatan tatalaksana harus mempertimbangkan ketiga aspek ini secara komprehensif. Misalnya, tindakan irigasi mata tidak hanya bertujuan membersihkan benda asing, tetapi juga untuk mendinginkan permukaan mata yang terkena trauma termal dan menetralkan pH akibat paparan zat kimia dari abu rokok.

II. Diagnosis Trauma Okuli Akibat Percikan Rokok di Layanan Primer: Langkah Kritis Awal

Penegakan Diagnosis Trauma Okuli yang akurat di layanan primer merupakan fondasi untuk tatalaksana yang tepat. Proses ini melibatkan anamnesis yang cermat dan pemeriksaan fisik mata yang sistematis.

  • Anamnesis Kunci

Informasi detail dari pasien sangat penting untuk mengarahkan diagnosis dan menentukan tingkat keparahan:

  • Kronologi Kejadian: Tanyakan kapan dan bagaimana cedera terjadi (misalnya, terkena percikan langsung saat merokok, abu tertiup angin).

  • Sifat Percikan: Apakah berupa bara api, abu panas, atau abu dingin.

  • Gejala Utama: Keluhan yang paling sering muncul meliputi nyeri (bisa tajam, perih, atau sensasi mengganjal), mata merah (hiperemia konjungtiva), sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia), produksi air mata berlebih (lakrimasi), penglihatan kabur, dan sensasi adanya benda asing di mata.

  • Upaya yang Sudah Dilakukan: Apakah pasien sudah mencoba mengeluarkan benda asing sendiri, mengucek mata, atau membilas mata dengan air atau cairan lain. Mengucek mata berpotensi memperparah abrasi atau mendorong benda asing lebih dalam.

  • Riwayat Penggunaan Lensa Kontak: Penting diketahui karena pengguna lensa kontak memiliki risiko infeksi yang lebih tinggi, terutama oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa, sehingga memengaruhi pilihan antibiotik profilaksis.

  • Riwayat Penyakit Mata Sebelumnya dan Alergi Obat: Informasi ini berguna untuk mengidentifikasi faktor predisposisi atau kontraindikasi terhadap obat tertentu.

  • Pemeriksaan Fisik Mata oleh Dokter Umum
    Pemeriksaan mata harus dilakukan secara sistematis, idealnya menggunakan loupe atau senter dengan pencahayaan yang baik.

  • Inspeksi Umum: Perhatikan adanya pembengkakan pada kelopak mata (edema palpebra), kemerahan pada mata secara keseluruhan, dan adanya sekret atau kotoran mata.

  • Tajam Penglihatan (Visus): Pemeriksaan visus menggunakan Snellen chart adalah langkah wajib dan merupakan "vital sign" untuk mata. Periksa visus kedua mata, bahkan jika keluhan hanya pada satu mata, untuk perbandingan. Jika Snellen chart tidak tersedia atau pasien tidak kooperatif, dapat digunakan metode hitung jari, lambaian tangan, atau persepsi cahaya. Penurunan tajam penglihatan merupakan salah satu tanda bahaya yang penting.

  • Pemeriksaan Segmen Anterior Sederhana:

  • Palpebra (Kelopak Mata): Cari tanda-tanda edema, luka bakar superfisial, atau laserasi. Lakukan eversi kelopak mata atas dan bawah secara hati-hati untuk mencari benda asing yang mungkin tersembunyi di forniks atau permukaan tarsal.

  • Konjungtiva: Amati adanya hiperemia (kemerahan, apakah difus atau terlokalisir), kemosis (pembengkakan konjungtiva), perdarahan subkonjungtiva, benda asing yang menempel, atau tanda-tanda luka bakar kimia. Pada luka bakar kimia, perhatikan adanya area pucat (iskemia) pada konjungtiva, terutama di daerah limbus, karena ini menandakan prognosis yang lebih buruk.

  • Kornea: Nilai kejernihan kornea. Cari adanya benda asing (identifikasi warna, ukuran, dan perkiraan kedalamannya), defek epitel (abrasi), edema (kornea tampak berkabut), infiltrat (bercak putih atau kekuningan yang menandakan kemungkinan infeksi), atau tanda-tanda perforasi seperti bilik mata depan yang dangkal atau pupil yang ireguler.

  • Bilik Mata Depan (BMD): Perhatikan kedalaman BMD. Adanya darah di BMD (hifema) atau tanda-tanda peradangan seperti flare atau sel (jika dapat terlihat dengan pembesaran sederhana) merupakan temuan penting.

  • Pupil: Amati bentuk pupil (normalnya bulat dan reguler). Pupil yang ireguler, misalnya berbentuk seperti air mata (tear-drop pupil) atau peaked, dapat mengindikasikan adanya prolaps iris akibat perforasi kornea. Periksa juga ukuran pupil dan refleks cahaya langsung serta tidak langsung.

  • Tes Fluorescein:

  • Teknik Aplikasi: Basahi strip fluorescein steril dengan sedikit cairan NaCl 0.9% steril atau air mata buatan (jangan terlalu basah). Minta pasien melihat ke atas, tarik kelopak mata bawah, lalu sentuhkan strip fluorescein secara lembut pada konjungtiva forniks inferior atau tarsal inferior. Hindari kontak langsung strip dengan kornea. Minta pasien berkedip beberapa kali untuk menyebarkan fluorescein.

  • Interpretasi: Amati kornea di bawah sinar biru kobalt (jika tersedia pada oftalmoskop atau penlight dengan filter biru). Area defek epitel kornea (abrasi atau area luka bakar) akan menyerap fluorescein dan tampak berwarna hijau terang. Catat ukuran, bentuk (misalnya linier, pungtata), dan lokasi defek tersebut.

  • Tes Seidel: Jika dicurigai ada kebocoran cairan akuos dari kornea (perforasi), aplikasikan fluorescein pekat pada area yang dicurigai. Adanya aliran cairan bening yang "mencuci" atau mengencerkan fluorescein (membentuk sungai kecil berwarna hijau muda) dari lokasi defek menandakan tes Seidel positif, yang berarti adanya kebocoran aktif. Temuan ini adalah indikasi rujukan segera ke spesialis mata.

Pemeriksaan awal yang teliti, seperti identifikasi iskemia limbus pada kasus trauma kimiawi akibat abu rokok atau tes Seidel yang positif , dapat secara signifikan mengubah alur tatalaksana dari yang semula mungkin ditangani mandiri oleh dokter umum menjadi kasus rujukan darurat ke dokter spesialis mata. Kemampuan dokter umum untuk mengenali tanda-tanda krusial ini sangat menentukan prognosis pasien. Penekanan pada pemeriksaan visus sebagai parameter fundamental dan penggunaan fluorescein secara rutin pada setiap kasus trauma mata akan meningkatkan kualitas diagnosis dan tatalaksana di layanan primer.

III. Tatalaksana Awal dan Terapi Trauma Okuli Akibat Percikan Rokok oleh Dokter Umum

Setelah diagnosis ditegakkan, langkah selanjutnya adalah Terapi Trauma Okuli yang cepat dan tepat. Tatalaksana awal oleh dokter umum bertujuan untuk meminimalkan kerusakan lebih lanjut, meredakan gejala, mencegah infeksi, dan mempersiapkan rujukan jika diperlukan.

  • A. Pertolongan Pertama Esensial di Ruang Praktik

  • Irigasi Mata Segera dan Adekuat:

  • Rasionalisasi: Ini adalah langkah paling krusial, terutama jika ada dugaan komponen kimiawi dari abu rokok atau untuk mendinginkan luka bakar termal dan membersihkan partikel benda asing yang mungkin masih ada. Irigasi membantu menetralkan pH permukaan mata, mengurangi konsentrasi zat iritan, dan membersihkan debris.

  • Larutan Irigasi: Larutan Ringer Laktat steril adalah pilihan ideal karena osmolaritasnya paling mendekati humor aqueus, sehingga mengurangi risiko edema kornea. Namun, NaCl 0.9% steril juga dapat digunakan secara luas. Jika kedua larutan tersebut tidak tersedia, air bersih mengalir (misalnya dari keran atau air mineral kemasan) dapat digunakan sebagai alternatif awal.

  • Teknik Irigasi: Gunakan volume yang besar. Untuk kecurigaan paparan zat kimia, minimal 1-2 liter larutan per mata. Irigasi dilakukan selama minimal 15-30 menit. Sebelum memulai irigasi, berikan anestesi topikal (misalnya, tetrakain HCl 0.5% atau proparakain HCl 0.5%) untuk mengurangi nyeri dan mempermudah pasien membuka mata serta kooperatif selama prosedur. Pastikan seluruh permukaan mata, termasuk forniks superior dan inferior (dengan melakukan eversi kelopak mata), teririgasi dengan baik. Arahkan aliran larutan dari sudut mata bagian nasal ke arah temporal untuk mencegah kontaminasi silang ke mata yang sehat.

Gambar 3. Irigasi mata

Figure 4.
  • Pengecekan pH: Setelah irigasi awal (misalnya setelah 15-20 menit atau penggunaan 1 liter cairan), periksa pH permukaan konjungtiva menggunakan strip pH universal atau kertas lakmus. Tujuan adalah mencapai pH netral (sekitar 7.0-7.3). Jika pH masih abnormal, lanjutkan irigasi dan periksa kembali pH secara berkala hingga netral tercapai.

  • Upaya Pengangkatan Benda Asing Superfisial yang Aman:

  • Indikasi dan Kehati-hatian: Hanya dilakukan jika benda asing terlihat jelas di permukaan (konjungtiva atau kornea superfisial), tidak menancap dalam, dan dapat diangkat dengan mudah. Jangan pernah mencoba mengeluarkan benda asing yang dicurigai telah menembus kornea atau sklera.

  • Teknik: Setelah pemberian anestesi topikal, benda asing yang sangat superfisial dan longgar dapat diangkat menggunakan ujung aplikator kapas steril yang telah dibasahi dengan larutan saline steril, atau dengan hati-hati menggunakan jarum suntik steril ukuran kecil (misalnya 25G atau 27G) secara tangensial di bawah pembesaran (loupe). Hindari gerakan mengorek atau menekan yang dapat menyebabkan abrasi lebih luas atau mendorong benda asing lebih dalam. Jika terdapat keraguan atau benda asing sulit diangkat, lebih baik rujuk ke dokter spesialis mata.

  • Pasca Pengangkatan: Setelah benda asing berhasil diangkat, lakukan irigasi kembali pada mata untuk membersihkan sisa-sisa partikel atau debris.

  • B. Manajemen Medis Lanjutan: Dosis Obat Trauma Okuli dan Pertimbangan Klinis
    Setelah pertolongan pertama, terapi medis bertujuan untuk mencegah infeksi, mengurangi nyeri dan inflamasi, serta mempercepat proses penyembuhan epitel. Berikut adalah panduan Dosis Obat Trauma Okuli untuk kasus superfisial yang dapat ditangani dokter umum:

  • Antibiotik Topikal (Profilaksis Infeksi):

  • Indikasi: Diberikan pada semua kasus abrasi kornea, defek epitel pasca pengangkatan benda asing, atau luka bakar superfisial untuk mencegah infeksi sekunder.

  • Pilihan dan Dosis: (Lihat Tabel 1)

  • Salep mata Kloramfenikol 1% atau Tetrasiklin HCl 1%: Oleskan selapis tipis ke dalam sakus konjungtiva inferior 3-4 kali sehari selama 3-5 hari.

  • Tetes mata Ofloxacin 0.3% atau Levofloxacin 0.5%: 1 tetes setiap 4-6 jam selama 3-5 hari.

  • Salep mata Erythromycin 0.5%: Oleskan pita salep sepanjang 0.5 inci ke dalam sakus konjungtiva inferior 4 kali sehari selama 3-5 hari.

  • Larutan mata Polymyxin B/trimethoprim: 1 tetes 4 kali sehari selama 3-5 hari.

  • Pertimbangan: Salep mata memberikan efek lubrikasi yang lebih lama dan kontak obat yang lebih panjang, namun dapat menyebabkan pandangan kabur sementara. Tetes mata lebih nyaman untuk penggunaan di siang hari. Jika pasien adalah pengguna lensa kontak, atau jika ada risiko infeksi Pseudomonas (misalnya dari kontaminasi tanah atau air), antibiotik dengan spektrum anti-pseudomonal seperti golongan fluoroquinolone (Ciprofloxacin, Ofloxacin, Levofloxacin) atau Aminoglikosida (Gentamicin, Tobramycin) lebih diutamakan.

  • Analgesik (Pengurang Nyeri):

  • NSAID Topikal (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs):

  • Ketorolac tromethamine 0.4% atau 0.5% tetes mata: 1 tetes 4 kali sehari, digunakan tidak lebih dari 2-3 hari.

  • Diclofenac sodium 0.1% tetes mata: 1 tetes 4 kali sehari, digunakan tidak lebih dari 2-3 hari.

  • Manfaat: Efektif mengurangi nyeri okular, fotofobia, dan dapat mengurangi kebutuhan akan analgesik oral.

  • Peringatan: Penggunaan harus jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi menunda penyembuhan epitel kornea, menyebabkan toksisitas kornea, atau bahkan corneal melt pada kasus tertentu. Hati-hati pada pasien dengan riwayat alergi terhadap NSAID atau dengan kelainan perdarahan.

  • Analgesik Oral Sistemik:

  • Parasetamol: Dosis 500-1000 mg setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan (maksimal 4 gram/hari).

  • Ibuprofen: Dosis 200-400 mg setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan (maksimal 1200-2400 mg/hari, tergantung formulasi dan kondisi pasien), jika tidak ada kontraindikasi seperti riwayat ulkus peptikum atau gangguan ginjal.

  • Manfaat: Membantu mengatasi nyeri yang mungkin tidak sepenuhnya hilang dengan analgesik topikal saja.

  • Sikloplegik Jangka Pendek (Midriatikum):

  • Indikasi: Dipertimbangkan pada kasus dengan nyeri hebat atau fotofobia berat yang diduga disebabkan oleh spasme otot siliaris. Penggunaannya tidak rutin untuk abrasi kornea sederhana atau ringan.

  • Pilihan dan Dosis: (Lihat Tabel 1)

  • Cyclopentolate HCl 1% tetes mata: 1 tetes, dapat diulang satu kali setelah 5-10 menit jika diperlukan.

  • Homatropine HBr 2% atau 5% tetes mata: 1 tetes.

  • Manfaat: Merelaksasi otot siliaris, sehingga mengurangi nyeri tipe siliar dan fotofobia.

  • Peringatan: Menyebabkan dilatasi pupil (midriasis) yang mengakibatkan penglihatan kabur sementara dan peningkatan sensitivitas terhadap cahaya. Kontraindikasi absolut pada pasien dengan riwayat glaukoma sudut tertutup atau yang memiliki bilik mata depan anatomis dangkal karena berisiko memicu serangan glaukoma akut.

  • Air Mata Buatan (Lubrikan):

  • Indikasi: Sangat dianjurkan pada semua kasus trauma superfisial mata untuk meningkatkan kenyamanan pasien, melumasi permukaan mata, melindungi epitel yang sedang dalam proses penyembuhan, dan mengurangi gesekan kelopak mata.

  • Pilihan: Tersedia dalam bentuk tetes mata atau gel. Sediaan tanpa pengawet (preservative-free) lebih dianjurkan jika diperlukan penggunaan yang sering (lebih dari 4-6 kali sehari) atau jangka panjang.

  • Dosis: Diberikan sesuai kebutuhan pasien, bisa setiap 1-2 jam jika keluhan mata kering atau iritasi cukup berat, kemudian frekuensi dikurangi seiring perbaikan gejala.

  • Peran Patching (Bebebat Mata):

  • Rekomendasi Berbasis Bukti: Umumnya TIDAK dianjurkan untuk abrasi kornea traumatik sederhana yang tidak komplikasi.

  • Alasan Ilmiah: Studi meta-analisis menunjukkan bahwa patching tidak terbukti mempercepat penyembuhan epitel kornea atau mengurangi nyeri secara signifikan dibandingkan tanpa patching. Sebaliknya, patching dapat meningkatkan risiko infeksi karena menciptakan lingkungan yang hangat dan lembab, menghalangi drainase normal sekret mata, dan menyebabkan ketidaknyamanan akibat hilangnya persepsi kedalaman (penglihatan binokular).

  • Penggunaan Steroid Topikal:

  • Peringatan Keras untuk Dokter Umum: Penggunaan steroid topikal (misalnya, dexamethasone, prednisolone) pada tatalaksana awal trauma okuli superfisial oleh dokter umum umumnya harus DIHINDARI, kecuali atas instruksi atau dalam pengawasan langsung dokter spesialis mata.

  • Risiko Signifikan: Steroid topikal dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO) yang berujung pada glaukoma steroid, memperburuk atau memicu infeksi (terutama infeksi herpes simpleks keratitis atau infeksi jamur), menunda penyembuhan defek epitel kornea, dan pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior. Perlu diingat bahwa merokok sendiri telah terbukti dapat menghambat proses penyembuhan luka pada kornea , sehingga penambahan steroid tanpa indikasi yang jelas dapat memperburuk keadaan.

  • Kapan Dipertimbangkan (oleh Spesialis): Penggunaan steroid topikal mungkin dipertimbangkan oleh dokter spesialis mata pada kasus-kasus tertentu dengan inflamasi intraokular berat yang non-infeksius (misalnya iritis traumatika berat) setelah kemungkinan infeksi disingkirkan.

Pilihan jenis dan dosis obat harus selalu disesuaikan dengan kondisi klinis pasien, tingkat keparahan cedera, ada tidaknya faktor risiko lain (seperti penggunaan lensa kontak), dan ketersediaan obat. Dokter umum harus menyeimbangkan antara efikasi terapi dan potensi risiko efek samping. Misalnya, NSAID topikal sangat membantu untuk nyeri, namun penggunaannya harus dibatasi durasinya. 

Sikloplegik dapat meredakan nyeri berat akibat spasme siliar, namun skrining terhadap risiko glaukoma sudut tertutup harus dilakukan. Penekanan pada "kapan aman menggunakan" dan "kapan harus berhati-hati atau bahkan menghindari" untuk setiap golongan obat sangat penting bagi dokter umum.

Tabel 1: Rekomendasi Dosis Obat Trauma Okuli Superfisial untuk Dokter Umum


Kategori Obat

Nama Generik (Contoh Merek)

Konsentrasi Sediaan

Dosis Lazim (Frekuensi & Durasi)

Poin Penting/Peringatan Utama

Antibiotik Topikal

Kloramfenikol

Salep 1%

Oleskan 3-4x/hari, 3-5 hari

Spektrum luas.

Tetrasiklin HCl

Salep 1%

Oleskan 3-4x/hari, 3-5 hari


Ofloxacin

Tetes 0.3%

1 tetes 4-6x/hari, 3-5 hari

Golongan fluoroquinolone, baik untuk pengguna lensa kontak.


Levofloxacin

Tetes 0.5%

1 tetes 4-6x/hari, 3-5 hari

Golongan fluoroquinolone, baik untuk pengguna lensa kontak.


Erythromycin

Salep 0.5%

0.5 inci pita 4x/hari, 3-5 hari

Alternatif untuk alergi penisilin/sulfa.

NSAID Topikal

Ketorolac tromethamine

Tetes 0.4% atau 0.5%

1 tetes 4x/hari, maks. 2-3 hari

Efektif untuk nyeri. Hati-hati penggunaan jangka panjang (risiko toksisitas kornea). Hindari pada alergi NSAID.


Diclofenac sodium

Tetes 0.1%

1 tetes 4x/hari, maks. 2-3 hari

Sama seperti ketorolac. Hati-hati pada gangguan perdarahan.

Analgesik Oral

Parasetamol

Tablet 500mg

1-2 tablet setiap 4-6 jam prn

Relatif aman, perhatikan dosis maksimal harian.


Ibuprofen

Tablet 200mg/400mg

1 tablet setiap 4-6 jam prn

Kontraindikasi pada ulkus peptikum, gangguan ginjal berat, alergi NSAID.

Sikloplegik Jangka Pendek

Cyclopentolate HCl

Tetes 1%

1 tetes, bisa diulang 1x setelah 5-10 menit jika perlu

Untuk nyeri/fotofobia berat akibat spasme siliar. Kontraindikasi glaukoma sudut tertutup. Menyebabkan pandangan kabur.


Homatropine HBr

Tetes 2% atau 5%

1 tetes

Sama seperti cyclopentolate, durasi kerja lebih lama.

Air Mata Buatan

Berbagai jenis (Na Hyaluronat, HPMC, CMC, PEG, dll.)

Tetes/Gel

Sesuai kebutuhan (bisa tiap 1-2 jam)

Aman, membantu lubrikasi dan penyembuhan. Pilih tanpa pengawet jika sering digunakan.

Catatan: Tabel ini adalah panduan umum. Selalu sesuaikan dengan kondisi klinis pasien dan ketersediaan obat. Dosis dan durasi dapat bervariasi.

Dengan panduan dosis dan pertimbangan klinis yang jelas, dokter umum diharapkan dapat lebih percaya diri dalam memberikan terapi farmakologis yang rasional dan aman untuk kasus trauma okuli superfisial akibat percikan rokok, sekaligus menghindari polifarmasi yang tidak perlu atau penggunaan obat yang berisiko tinggi tanpa pengawasan spesialis.

IV. Kriteria Rujukan ("Red Flags"): Kapan Harus Merujuk ke Dokter Spesialis Mata?

Meskipun sebagian besar kasus trauma mata superfisial akibat percikan rokok dapat dikelola dengan baik di layanan primer, identifikasi dini kondisi yang memerlukan intervensi spesialistik adalah kunci untuk mencegah komplikasi serius dan kehilangan penglihatan permanen. Dokter umum harus waspada terhadap tanda-tanda bahaya ("red flags") berikut sebagai kriteria untuk merujuk pasien ke dokter spesialis mata.

  • Daftar Tanda Bahaya dan Kriteria Rujukan Spesifik:

  • Penurunan Tajam Penglihatan Signifikan: Visus kurang dari 6/18 (atau setara dengan 20/60 pada Snellen chart) yang tidak membaik setelah tatalaksana awal, atau adanya penurunan visus yang bersifat progresif meskipun telah diberikan terapi.

  • Dugaan Penetrasi Bola Mata atau Benda Asing Intraokular:

  • Mekanisme trauma melibatkan benda asing berkecepatan tinggi atau proyektil.

  • Adanya luka tembus yang jelas pada kornea atau sklera.

  • Bentuk pupil yang ireguler (misalnya, peaked atau seperti tetesan air mata), yang mengindikasikan kemungkinan prolaps jaringan uvea (iris) melalui luka.

  • Bilik mata depan yang tampak dangkal atau bahkan datar dibandingkan mata sebelahnya.

  • Hifema (darah di bilik mata depan).

  • Tes Seidel positif, yang menunjukkan adanya kebocoran cairan akuos dari bola mata.

  • Luka Bakar Kimia Berat:

  • Kekeruhan kornea yang luas dan signifikan, mengaburkan detail iris.

  • Adanya iskemia limbus (area perbatasan antara kornea dan sklera tampak pucat atau putih seperti porselen). Iskemia yang melibatkan lebih dari sepertiga hingga setengah lingkar limbus merupakan indikator prognosis yang buruk dan memerlukan penanganan agresif oleh spesialis.

  • Hifema (Darah di Bilik Mata Depan): Setiap adanya darah di bilik mata depan, sekecil apapun, memerlukan evaluasi oleh dokter spesialis mata untuk menyingkirkan kemungkinan cedera intraokular lain yang menyertai dan untuk memantau risiko glaukoma sekunder atau perdarahan ulang.

  • Abrasi Kornea yang Luas atau Dalam: Defek epitel kornea yang melibatkan lebih dari 50% luas permukaan kornea, atau abrasi yang dicurigai melibatkan lapisan stroma kornea (lebih dalam dari epitel).

  • Benda Asing Kornea yang Sulit atau Berisiko Diangkat oleh Dokter Umum:

  • Benda asing yang tertanam dalam di stroma kornea.

  • Benda asing berukuran besar.

  • Benda asing yang terletak di sentral kornea (tepat di aksis visual).

  • Adanya cincin karat (rust ring) yang signifikan di sekitar benda asing metalik yang sulit dibersihkan sepenuhnya.

  • Tanda-Tanda Infeksi Kornea (Keratitis) atau Ulkus Kornea:

  • Adanya infiltrat kornea (bercak putih atau kekuningan pada kornea yang sebelumnya jernih).

  • Sekret mata yang purulen (kental, berwarna kuning atau hijau).

  • Nyeri hebat yang bersifat progresif dan tidak mereda dengan analgesik biasa.

  • Pembengkakan kelopak mata yang signifikan.

  • Tidak Ada Perbaikan Klinis dalam 24-48 Jam: Jika gejala (nyeri, mata merah, fotofobia) atau temuan klinis (misalnya, ukuran defek epitel pada pemeriksaan fluorescein) tidak menunjukkan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 24 hingga 48 jam tatalaksana awal yang adekuat oleh dokter umum.

  • Nyeri Hebat yang Tidak Terkontrol: Nyeri yang sangat berat dan tidak dapat diatasi dengan analgesik topikal dan sistemik yang telah diberikan secara adekuat.

  • Laserasi Palpebra yang Melibatkan Tepi Kelopak Mata (Margo Palpebra) atau Sistem Lakrimalis (Kanalikuli Lakrimalis): Cedera pada area ini memerlukan teknik penjahitan khusus oleh dokter spesialis mata (seringkali okuloplasti) untuk memastikan fungsi kelopak mata dan sistem drainase air mata tetap optimal, serta mencegah komplikasi jangka panjang seperti deformitas kelopak, trikiasis, atau epifora kronis (mata berair terus-menerus).

  • Riwayat Trauma Tumpul Berat yang Menyertai: Jika percikan rokok terjadi bersamaan dengan trauma tumpul lain pada mata atau wajah (misalnya, pukulan atau benturan), perlu diwaspadai adanya cedera intraokular lain yang lebih serius, seperti perdarahan vitreus, edema retina (commotio retinae), ablasio retina, atau fraktur dinding orbita.

  • Keraguan Diagnosis atau Tatalaksana: Prinsip "jika ragu, rujuk" sangat berlaku, terutama bagi dokter umum yang mungkin baru memulai praktik atau menghadapi kasus yang kompleks. Merujuk pasien untuk mendapatkan pendapat kedua atau penanganan lebih lanjut oleh spesialis bukanlah tanda kegagalan, melainkan bagian dari tanggung jawab profesional untuk memastikan pasien mendapatkan perawatan terbaik.

Pengenalan dini terhadap "red flags" ini akan memandu dokter umum dalam mengambil keputusan rujukan yang cepat dan tepat. Beberapa kondisi, seperti abrasi kornea ukuran sedang atau benda asing yang "tampaknya" superfisial, bisa menjadi area abu-abu yang memerlukan pertimbangan klinis matang. 

Bagi dokter umum, terutama yang berusia muda dan mungkin memiliki pengalaman klinis yang belum sebanyak seniornya dalam menilai kedalaman benda asing atau tingkat keparahan iskemia limbus, sikap kehati-hatian dan tidak ragu untuk merujuk adalah sangat penting.

Tabel 2: Tanda Bahaya ("Red Flags") dan Kriteria Rujukan Trauma Okuli Akibat Percikan Rokok ke Dokter Spesialis Mata

Tanda/Gejala Klinis

Kemungkinan Implikasi/Diagnosis Serius

Tindakan Awal oleh GP

Kriteria Rujukan (Ke Dokter Spesialis Mata)

Penurunan visus signifikan (<6/18 atau progresif)

Kerusakan struktur vital mata, edema kornea berat, hifema, dll.

Catat visus awal, jangan memanipulasi berlebih.

SEGERA

Tes Seidel positif

Perforasi kornea/sklera (ruptur globus)

Jangan berikan tekanan pada mata, tutup mata dengan pelindung (shield) tanpa menekan, jangan berikan salep.

SEGERA (CITO)

Pupil ireguler (peaked, tear-drop), BMD dangkal/datar

Prolaps iris, perforasi kornea

Sama seperti tes Seidel positif.

SEGERA (CITO)

Luka bakar kimia berat (kornea keruh luas, iskemia limbus >1/3)

Kerusakan berat permukaan mata, risiko kebutaan

IRIGASI MASIF segera (minimal 1-2L/mata, target pH netral), anestesi topikal, jangan tunda rujukan untuk irigasi.

SEGERA (CITO)

Hifema (darah di BMD)

Perdarahan intraokular, risiko glaukoma sekunder, perdarahan ulang

Istirahat baring dengan kepala elevasi 30-45°, tutup mata dengan pelindung.

SEGERA/URGENT

Benda asing kornea dalam, sentral, atau ada rust ring signifikan

Risiko skar kornea, infeksi, sulit diangkat

Jangan mencoba mengangkat jika dalam/sulit. Berikan antibiotik topikal.

URGENT (dalam 24 jam)

Infiltrat kornea, sekret purulen

Keratitis infeksiosa, ulkus kornea

Jangan berikan steroid. Ambil sampel untuk kultur jika memungkinkan. Berikan antibiotik topikal spektrum luas.

URGENT (dalam 24 jam)

Tidak ada perbaikan dalam 24-48 jam setelah terapi adekuat

Kemungkinan komplikasi, infeksi, atau diagnosis lain

Evaluasi ulang, pertimbangkan resistensi atau komplikasi.

Dalam 24-48 jam

Laserasi margo palpebra atau area kanalikuli

Risiko deformitas, trikiasis, epifora kronis

Bersihkan luka, tutup steril.

URGENT (dalam 24-48 jam)

Kriteria rujukan yang jelas dan dipahami dengan baik akan mempercepat akses pasien ke perawatan spesialis yang tepat, yang sangat krusial untuk prognosis visual pada kasus-kasus yang berpotensi mengancam penglihatan.

V. Potensi Komplikasi Trauma Okuli Akibat Percikan Rokok: Konsekuensi yang Perlu Diwaspadai

Meskipun trauma mata akibat percikan rokok seringkali bersifat superfisial, penanganan yang tidak adekuat atau cedera awal yang cukup parah dapat menimbulkan berbagai komplikasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pemahaman akan potensi komplikasi ini penting bagi dokter umum untuk memberikan edukasi yang tepat kepada pasien dan melakukan pemantauan yang cermat.

  • Komplikasi Jangka Pendek:

  • Abrasi Kornea Persisten atau Rekuren: Kegagalan epitel kornea untuk sembuh secara sempurna atau kecenderungan epitel untuk terkikis kembali dengan mudah setelah trauma ringan. Hal ini bisa disebabkan oleh penyembuhan awal yang tidak optimal atau adanya masalah pada permukaan mata.

  • Infeksi Sekunder (Keratitis Bakterial/Jamur): Setiap kerusakan pada barrier epitel kornea membuka pintu masuk bagi mikroorganisme. Risiko infeksi meningkat jika terdapat defek epitel yang luas, kebersihan pasien kurang, penggunaan lensa kontak, atau adanya benda asing organik yang tertinggal. Keratitis dapat berkembang menjadi ulkus kornea yang mengancam penglihatan.

  • Iritis Traumatika (Uveitis Anterior Traumatika): Inflamasi pada iris dan badan siliar akibat trauma. Gejalanya meliputi nyeri yang dalam dan tumpul, fotofobia berat, mata merah perilimbus (ciliary injection), dan kadang-kadang penurunan visus. Dapat terbentuk sinekia posterior (perlekatan antara iris dan lensa) jika tidak ditangani.

  • Komplikasi Jangka Panjang:

  • Jaringan Parut Kornea (Sikatriks Kornea): Jika cedera mengenai lapisan stroma kornea, atau jika terjadi infeksi sekunder yang berat, proses penyembuhan dapat meninggalkan jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menyebabkan penglihatan kabur permanen, silau (glare), atau astigmatisme ireguler, terutama jika terletak di aksis visual.

  • Gangguan Penglihatan Permanen: Dapat disebabkan oleh jaringan parut kornea yang signifikan, katarak traumatika (meskipun jarang pada cedera superfisial kecuali ada penetrasi atau trauma tumpul berat yang menyertai), atau glaukoma sekunder akibat kerusakan trabecular meshwork atau sinekia anterior perifer yang luas.

  • Dry Eye Syndrome (Mata Kering): Luka bakar termal atau kimia yang cukup luas dapat merusak sel goblet di konjungtiva (yang memproduksi komponen mukus air mata) atau kelenjar meibom di kelopak mata (yang memproduksi komponen lipid air mata). Hal ini dapat mengganggu stabilitas lapisan air mata dan menyebabkan gejala mata kering kronis. Penting untuk diingat bahwa merokok itu sendiri merupakan faktor risiko independen untuk mata kering.

  • Neovaskularisasi Kornea: Pertumbuhan pembuluh darah baru dari limbus ke dalam kornea yang avaskular. Ini merupakan respons terhadap hipoksia atau inflamasi kronis dan dapat mengganggu kejernihan kornea serta prognosis transplantasi kornea jika diperlukan di kemudian hari.

  • Simblefaron: Perlekatan antara konjungtiva palpebra (kelopak mata) dengan konjungtiva bulbi (bola mata) akibat proses penyembuhan luka bakar kimia atau termal yang berat.

  • Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Mata

Salah satu aspek penting yang perlu ditekankan kepada pasien perokok adalah bahwa kebiasaan merokok mereka dapat secara signifikan menghambat proses penyembuhan luka pada kornea.

Asap rokok, bahkan paparan asap rokok pasif (second-hand smoke), diketahui dapat menstimulasi respons inflamasi yang berlebihan di lokasi cedera, meningkatkan degradasi matriks ekstraseluler yang penting untuk migrasi sel epitel, dan menunda re-epitelisasi kornea. 

Ini menciptakan semacam "lingkaran setan" di mana merokok tidak hanya menjadi penyebab potensial trauma mata, tetapi juga menjadi faktor yang memperlambat penyembuhan dan meningkatkan risiko komplikasi.

Pemahaman akan berbagai potensi komplikasi ini memperkuat urgensi tatalaksana awal yang adekuat dan perlunya pemantauan (follow-up) yang tepat, terutama pada kasus-kasus yang tampak lebih dari sekadar abrasi ringan. 

Selain itu, ini menjadi dasar yang kuat bagi dokter umum untuk memberikan edukasi kepada pasien mengenai prognosis cedera mereka dan pentingnya modifikasi gaya hidup, termasuk upaya untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi kebiasaan merokok.

VI. Edukasi Pasien: Kunci Pencegahan Trauma Mata Akibat Rokok

Dokter umum memegang peranan strategis tidak hanya dalam mengobati, tetapi juga dalam mencegah terjadinya trauma mata akibat percikan rokok. Edukasi yang efektif kepada pasien, khususnya mereka yang merokok, dapat secara signifikan mengurangi risiko kejadian dan dampak buruknya.

  • Saran Praktis untuk Perokok Guna Mengurangi Risiko Trauma Mata:

  • Meningkatkan Kesadaran akan Risiko: Langkah pertama adalah menyadarkan pasien bahwa percikan api atau abu dari rokok yang menyala bukanlah hal sepele dan dapat menyebabkan cedera mata yang serius, bahkan mengancam penglihatan. Banyak perokok mungkin tidak menyadari potensi bahaya ini.

  • Mengadopsi Kebiasaan Merokok yang Lebih Aman (jika belum dapat berhenti total):

  • Hindari merokok di tempat yang berangin kencang, karena angin dapat dengan mudah meniupkan abu atau bara api ke arah mata.

  • Selalu gunakan asbak yang stabil dan cukup dalam untuk menampung abu dan puntung rokok. Jauhkan rokok dari wajah saat tidak sedang dihisap aktif.

  • Pastikan bara rokok telah benar-benar padam sebelum puntung rokok dibuang. Bara yang masih menyala dapat menjadi sumber percikan jika tertiup angin atau tersenggol.

  • Hindari merokok sambil melakukan aktivitas lain yang memerlukan konsentrasi penuh atau melibatkan gerakan cepat dan tidak terduga (misalnya, saat berkendara, bekerja dengan alat, atau berolahraga).

  • Berhati-hati saat merokok di dekat orang lain, terutama anak-anak, untuk mencegah paparan asap maupun risiko percikan.

  • Penggunaan Kacamata Pelindung: Meskipun tidak selalu praktis, penggunaan kacamata (bahkan kacamata baca atau kacamata hitam biasa, bukan safety goggles khusus) dapat memberikan lapisan perlindungan fisik tambahan terhadap percikan api atau abu yang tidak disengaja, terutama saat berada di luar ruangan atau dalam kondisi berangin. Untuk pekerjaan tertentu yang berisiko tinggi terhadap partikel beterbangan, penggunaan kacamata pelindung standar (misalnya, memenuhi standar ANSI Z87.1) harus ditekankan.

  • Menekankan Pentingnya Pemeriksaan Mata Rutin:

Edukasi pasien, terutama perokok, tentang pentingnya menjalani pemeriksaan mata secara rutin oleh dokter mata. Merokok diketahui secara signifikan meningkatkan risiko berbagai penyakit mata kronis yang dapat menyebabkan kebutaan, seperti katarak, degenerasi makula terkait usia (AMD), glaukoma, dan penyakit mata tiroid (Graves' ophthalmopathy), serta memperburuk kondisi mata kering. Pemeriksaan rutin dapat mendeteksi masalah ini lebih dini.

  • Menginformasikan Dampak Rokok terhadap Penyembuhan Luka Mata:

Pasien perlu diberi tahu bahwa jika mereka mengalami cedera mata (dari percikan rokok atau penyebab lain), kebiasaan merokok mereka dapat memperlambat proses penyembuhan dan meningkatkan risiko komplikasi. Asap rokok menginduksi inflamasi dan menghambat regenerasi epitel kornea.

  • Mendorong dan Mendukung Upaya Berhenti Merokok:

Meskipun fokus utama artikel ini adalah tatalaksana trauma akut, dokter umum memiliki kesempatan emas untuk memberikan konseling singkat mengenai bahaya merokok secara umum dan manfaat berhenti merokok bagi kesehatan mata dan kesehatan keseluruhan. Merujuk pasien ke program berhenti merokok atau memberikan informasi sumber daya yang tersedia dapat menjadi langkah penting.

Edukasi pencegahan tidak hanya terbatas pada bagaimana menghindari percikan rokok itu sendiri, tetapi juga mencakup pemahaman tentang bagaimana perilaku merokok secara umum dan kondisi lingkungan dapat berkontribusi terhadap peningkatan risiko. Misalnya, merokok di dalam mobil dengan jendela terbuka dapat meningkatkan risiko abu atau bara tertiup ke mata.

Dengan memberikan informasi yang komprehensif dan praktis, dokter umum dapat memberdayakan pasien untuk mengambil langkah-langkah proaktif dalam melindungi mata mereka, tidak hanya dari bahaya langsung percikan rokok tetapi juga dari dampak jangka panjang merokok terhadap kesehatan visual.

VII. Kesimpulan: Peran Vital Dokter Umum dalam Menangani Trauma Okuli Akibat Rokok

Trauma okuli akibat percikan rokok, meskipun seringkali tampak ringan, merupakan kondisi cedera yang kompleks yang melibatkan mekanisme termal, kimiawi, dan benda asing. Pemahaman yang komprehensif mengenai ketiga aspek ini menjadi dasar bagi dokter umum untuk melakukan Diagnosis dan Terapi Trauma Okuli yang efektif di layanan primer.

Langkah-langkah diagnosis yang akurat, meliputi anamnesis yang teliti, pemeriksaan tajam penglihatan sebagai "vital sign" mata, dan penggunaan tes fluorescein untuk menilai integritas epitel kornea, adalah fundamental. 

Tatalaksana awal yang cepat dan tepat, terutama melalui irigasi mata yang adekuat untuk menetralisir agen kimia, mendinginkan luka bakar termal, dan membersihkan benda asing, serta manajemen nyeri dan pencegahan infeksi dengan Dosis Obat Trauma Okuli yang rasional, memegang peranan krusial dalam menentukan prognosis pasien.

Kemampuan dokter umum untuk mengenali tanda-tanda bahaya ("red flags") secara dini sangat penting untuk memastikan rujukan yang tepat waktu ke dokter spesialis mata. Rujukan yang cepat pada kasus-kasus yang berpotensi mengancam penglihatan, seperti perforasi bola mata, luka bakar kimia berat, atau hifema, dapat mencegah komplikasi berat dan mempertahankan fungsi visual pasien.

Kolaborasi yang baik antara dokter umum dan dokter spesialis mata dalam sistem rujukan yang efektif adalah kunci keberhasilan penanganan kasus trauma okuli. Selain aspek kuratif, edukasi mengenai pencegahan merupakan bagian integral dari tatalaksana. 

Memberikan saran praktis kepada pasien, khususnya perokok, mengenai cara mengurangi risiko trauma mata akibat percikan rokok dan menginformasikan dampak buruk merokok terhadap penyembuhan luka serta kesehatan mata secara umum, adalah tanggung jawab penting dokter umum.

Dengan bekal pengetahuan yang memadai, keterampilan klinis yang terasah, dan kesadaran akan batas kewenangan serta pentingnya rujukan, dokter umum dapat memainkan peran vital dan secara signifikan meningkatkan hasil akhir pasien yang mengalami trauma mata akibat percikan rokok. 

Pemberdayaan dokter umum melalui panduan praktis berbasis bukti seperti ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan mata di tingkat primer dan berkontribusi pada penurunan angka morbiditas akibat trauma okuli di masyarakat.

Referensi

  1. Managing eye injuries - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4790161/

  2. Ocular Trauma Prevention Strategies and Patient Counseling ... - NCBI, diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/books/n/statpearls/article-133081/

  3. Ocular Thermal Burn Injury in the Emergency Department - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7105268/

  4. Acute and Chronic Thermal Burn Evaluation and Management - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/books/NBK430730/

  5. An update on chemical eye burns - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7002428/

  6. The Ocular Surface Chemical Burns - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4106115/

  7. Chemical eye injury: pathophysiology, assessment and ..., diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7784957/

  8. Corneal Foreign Body - PubMed, diakses Mei 8, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30725662/

  9. Corneal Foreign Body - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536977/

  10. Assessing and managing eye injuries - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1705680/

  11. Evaluation and Management of Corneal Abrasions | AAFP, diakses Mei 8, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2013/0115/p114.html

  12. Acetone - CCOHS, diakses Mei 8, 2025, https://www.ccohs.ca/oshanswers/chemicals/chem_profiles/acetone.html

  13. Management of Corneal Abrasions | AAFP, diakses Mei 8, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2004/0701/p123.html

  14. Topical antibiotic therapy in eye infections - myths and certainties in ..., diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7739555/

  15. Evaluation and management of corneal abrasions - PubMed, diakses Mei 8, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23317075/

  16. Topical nonsteroidal anti-inflammatory drugs for corneal abrasions: meta-analysis of randomized trials - PubMed, diakses Mei 8, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15860701/

  17. Cochrane corner: topical anaesthetics for pain control following corneal abrasions - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10920656/

  18. Topical ophthalmic anesthetics for corneal abrasions - PMC - PubMed Central, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9121199/

  19. Cycloplegic and Noncycloplegic Refraction - StatPearls - NCBI ..., diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK580522/

  20. Management of corneal injuries in spaceflight and recommendations for planetary missions, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11897398/

  21. To evaluate the effects of artificial tears on ocular biological parameters in dry eye and non-dry eye patients - PubMed, diakses Mei 8, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/40216886/

  22. Effect of different artificial tears on tear film parameters in dry eye disease - PubMed, diakses Mei 8, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39729080/

  23. Patching for corneal abrasion - PMC - PubMed Central, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6457868/

  24. Should we patch corneal abrasions: a meta-analysis - NCBI, diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK67420/

  25. Topical corticosteroids for dry eye - PMC - PubMed Central, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9586197/

  26. Steroid-Induced Glaucoma - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430903/

  27. Second-hand cigarette smoke inhibits wound healing of the cornea by stimulating inflammation that delays corneal reepithelialization - PubMed, diakses Mei 8, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19660047/

  28. Corneoscleral Laceration and Ocular Burns Caused by Electronic ..., diakses Mei 8, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27191672/

  29. Anterior segment consequences of blunt ocular injury - PubMed, diakses Mei 8, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/6980668/

  30. An In-Depth Review on Cigarette Smoking and Its Impact on Ocular Health - PubMed, diakses Mei 8, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38021969/

  31. Through the Smoke: An In-Depth Review on Cigarette Smoking and Its Impact on Ocular Health - PubMed Central, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10676518/

  32. The effect of smoking on ocular surface and tear film based on clinical examination and optical coherence tomography - PubMed Central, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8374799/

  33. The effect of smoking on the ocular surface and the precorneal tear film - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3395277/

  34. Ocular Trauma Prevention Strategies and Patient Counseling - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 8, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK580537/

  35. National Institutes of Health Eye on Safety May 2018, diakses Mei 8, 2025, https://ors.od.nih.gov/sr/dohs/Documents/eye-on-safety-newsletter-2018-may.pdf

  36. The association between cigarette smoking and ocular diseases - PubMed, diakses Mei 8, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9635902/

  37. Smoking, urinary cotinine levels and incidence of visual impairment - PMC, diakses Mei 8, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7801542/