Dokter Post - Efektivitas dan Dosis Obat Digoxin pada Atrial Fibrilasi Respons Ventrikel Cepat (AF RVR): Panduan Praktis untuk Dokter Umum Berdasarkan Jurnal PubMed Terkini

Efektivitas dan Dosis Obat Digoxin pada Atrial Fibrilasi Respons Ventrikel Cepat (AF RVR): Panduan Praktis untuk Dokter Umum Berdasarkan Jurnal PubMed Terkini

4 Aug 2025 •

Deskripsi

Efektivitas dan Dosis Obat Digoxin pada Atrial Fibrilasi Respons Ventrikel Cepat (AF RVR): Panduan Praktis untuk Dokter Umum Berdasarkan Jurnal PubMed Terkini

1. Pendahuluan

Artikel ini akan mengulas secara komprehensif efektivitas dan keamanan penggunaan digoxin dalam tata laksana atrial fibrilasi dengan respons ventrikel cepat (AF RVR). Fokus utama akan diberikan pada panduan praktis mengenai dosis obat AF Rapid yang aman dan efektif, relevan bagi dokter umum di layanan primer. 

Pembahasan akan mencakup mekanisme kerja digoxin, bukti klinis dari jurnal terindeks PubMed mengenai perannya dalam mengontrol laju ventrikel, pertimbangan khusus pada pasien dengan gagal jantung, serta aspek penting terkait penyesuaian dosis, potensi efek samping, interaksi obat yang signifikan, dan panduan pemantauan terapi. Artikel ini bertujuan untuk membekali dokter umum dengan pengetahuan berbasis bukti untuk optimalisasi penggunaan digoxin pada kasus AF RVR.

Memahami Atrial Fibrilasi Respons Ventrikel Cepat (AF RVR) dan Tantangannya bagi Dokter Umum

Atrial fibrilasi (AF) merupakan aritmia supraventrikular yang paling sering dijumpai dalam praktik klinis, ditandai dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi dan ireguler, yang mengakibatkan respons ventrikel yang juga ireguler. Ketika laju respons ventrikel pada AF ini melampaui 100 denyut per menit (bpm), atau menurut beberapa sumber melebihi 110 bpm, kondisi ini dikenal sebagai Atrial Fibrilasi dengan Respons Ventrikel Cepat (AF RVR). 

Pemahaman yang jelas mengenai definisi AF dan AF RVR menjadi landasan penting bagi dokter umum untuk diagnosis akurat dan penentuan strategi manajemen awal. Laju ventrikel yang cepat pada AF RVR menjadi target utama dalam terapi inisial.Signifikansi klinis AF RVR tidak dapat diabaikan. Kondisi ini dapat menimbulkan beragam keluhan simtomatik yang mengganggu kualitas hidup pasien, seperti palpitasi, dispnea (sesak napas), pusing, nyeri dada, dan kelelahan. 

Lebih jauh, laju ventrikel yang cepat dan ireguler secara berkelanjutan dapat berdampak negatif pada fungsi hemodinamik. Hal ini terjadi karena berkurangnya waktu pengisian ventrikel dan penurunan volume sekuncup, yang pada akhirnya dapat memicu atau memperburuk kondisi gagal jantung (heart failure/HF). 

Komplikasi jangka panjang lain yang mungkin timbul adalah kardiomiopati akibat takikardia (tachycardia-induced cardiomyopathy). Potensi AF RVR untuk memicu atau memperburuk gagal jantung menggarisbawahi pentingnya intervensi kontrol laju yang efektif. Dalam konteks ini, digoxin, dengan peran historis dan mekanisme kerja spesifiknya, termasuk efek inotropik positif, memegang peranan penting, terutama pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri.

Dokter umum di fasilitas layanan primer memegang peran krusial dalam tata laksana awal AF RVR. Peran ini mencakup identifikasi dini pasien, penilaian status hemodinamik, pemberian terapi awal untuk mengendalikan laju ventrikel jika terindikasi, dan pengambilan keputusan rujukan yang tepat ke spesialis kardiologi. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai pilihan farmakoterapi awal, termasuk digoxin, menjadi esensial.

Artikel ilmiah populer ini bertujuan untuk menyediakan panduan praktis yang didasarkan pada bukti ilmiah terkini dari jurnal-jurnal yang terindeks di PubMed, mengenai efektivitas dan penggunaan digoxin dalam tata laksana AF RVR. Penekanan khusus akan diberikan pada aspek dosis, yang sering menjadi pertanyaan kunci dalam praktik sehari-hari ("dosis obat AF Rapid"), untuk membantu dokter umum dalam membuat keputusan klinis yang tepat dan aman.

2. Digoxin: Mekanisme Kerja dan Peran Farmakologis pada AF RVR

Mekanisme kerja utama digoxin melibatkan inhibisi selektif dan reversibel terhadap subunit alfa dari pompa natrium-kalium adenosin trifosfatase (Na+/K+ ATPase) yang terdapat pada membran sel miokardium. Inhibisi pompa ini mengakibatkan peningkatan konsentrasi natrium di dalam sel.

Peningkatan natrium intraseluler ini selanjutnya mengubah gradien elektrokimia yang memengaruhi kerja penukar natrium-kalsium (Na+/Ca2+ exchanger), menyebabkan penurunan efluks kalsium dari sel atau peningkatan influks kalsium ke dalam sel. Akibatnya, terjadi akumulasi kalsium intraseluler. 

Peningkatan konsentrasi kalsium sitosolik ini meningkatkan ketersediaan kalsium untuk berikatan dengan protein kontraktil (aktin dan miosin) selama fase sistolik, yang pada gilirannya meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. 

Efek ini dikenal sebagai efek inotropik positif. Efek inotropik ini menjadi sangat relevan pada pasien AF RVR yang juga disertai dengan gagal jantung sistolik, di mana peningkatan kontraktilitas dapat membantu memperbaiki curah jantung.

Selain efek inotropiknya, digoxin juga memiliki peran penting dalam mengontrol laju ventrikel pada AF RVR melalui efeknya pada nodus atrioventrikular (AV). Digoxin meningkatkan tonus sistem saraf parasimpatis (vagotonik) dan secara langsung menekan nodus AV. Peningkatan tonus vagal ini menyebabkan perlambatan konduksi impuls listrik melalui nodus AV dan memperpanjang periode refrakter efektif nodus tersebut. 

Akibatnya, jumlah impuls atrium yang berhasil melewati nodus AV dan merangsang ventrikel selama AF akan berkurang. Hal ini menghasilkan penurunan laju respons ventrikel, sehingga laju ventrikel menjadi lebih lambat dan terkontrol. Mekanisme ini, termasuk peningkatan concealed conduction di nodus AV, adalah dasar utama penggunaan digoxin untuk kontrol laju pada AF RVR.

Digoxin juga diketahui memiliki efek neurohormonal tambahan, seperti peningkatan sensitivitas baroreseptor, penurunan pelepasan norepinefrin, dan modulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS). Meskipun efek ini mungkin tidak menjadi mekanisme primer dalam penanganan AF RVR akut, efek ini dapat berkontribusi pada manfaat jangka panjangnya, terutama pada pasien dengan gagal jantung kronis.

Kombinasi efek ganda digoxin—kontrol laju ventrikel melalui modulasi nodus AV dan efek inotropik positif—menjadikannya pilihan yang menarik secara teoritis pada pasien AF RVR yang disertai gagal jantung. Namun, penting untuk dipahami bahwa ketergantungan efek kontrol laju digoxin pada peningkatan tonus vagal memiliki implikasi klinis. 

Efektivitasnya dalam mengontrol laju ventrikel mungkin berkurang selama aktivitas fisik atau dalam kondisi stres, di mana terjadi peningkatan tonus simpatis. Peningkatan aktivitas simpatis dapat "mengalahkan" efek vagotonik digoxin, sehingga kontrol laju mungkin kurang optimal dibandingkan saat istirahat. Hal ini menjadi pertimbangan penting bagi dokter umum dalam memilih agen pengendali laju yang paling sesuai dengan profil aktivitas dan kondisi klinis pasien.

3. Efektivitas Klinis Digoxin pada AF RVR: Tinjauan Bukti Ilmiah dari PubMed

Evaluasi efektivitas klinis digoxin pada AF RVR memerlukan tinjauan terhadap berbagai aspek, termasuk kemampuannya dalam mengendalikan laju ventrikel, perannya pada pasien dengan gagal jantung penyerta, onset kerjanya, dan pertimbangan pada kondisi klinis khusus seperti hipotensi.

  • Pengendalian Laju Ventrikel (Rate Control) Secara Umum:

Digoxin telah lama digunakan dan terbukti efektif dalam menurunkan laju ventrikel pada pasien AF RVR, terutama saat pasien dalam kondisi istirahat. Mekanisme utama yang mendasari efek ini adalah perlambatan konduksi melalui nodus AV akibat peningkatan tonus vagal. Namun, efektivitas digoxin dalam mengendalikan laju ventrikel cenderung berkurang selama aktivitas fisik atau dalam kondisi di mana tonus simpatis meningkat (misalnya, demam, hipertiroidisme, atau stres akut). 

Dalam situasi seperti ini, agen lain seperti beta-blocker atau calcium channel blocker (CCB) non-dihidropiridin mungkin menunjukkan superioritas. Dokter umum perlu menyadari bahwa meskipun laju ventrikel target mungkin tercapai saat pasien istirahat di klinik, pasien tersebut mungkin masih mengalami gejala saat beraktivitas jika hanya mengandalkan digoxin sebagai monoterapi.

  • Penggunaan pada Pasien AF RVR dengan Gagal Jantung (Heart Failure/HF) Penyerta:
    Digoxin memegang peranan penting dalam tata laksana pasien AF RVR yang disertai gagal jantung, khususnya gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang menurun (HFrEF). Efek inotropik positif digoxin dapat membantu memperbaiki gejala gagal jantung dan telah terbukti mengurangi angka hospitalisasi pada populasi HFrEF, meskipun tidak secara konsisten menunjukkan penurunan mortalitas secara keseluruhan.

    Pedoman klinis dari berbagai organisasi profesional, seperti European Society of Cardiology (ESC) dan American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA), merekomendasikan digoxin untuk kontrol laju ventrikel pada pasien AF dengan HFrEF, seringkali sebagai terapi tambahan jika beta-blocker tidak adekuat atau tidak dapat ditoleransi.

    Studi penting seperti RATE-AF menunjukkan bahwa pada pasien usia lanjut dengan AF permanen dan gejala gagal jantung, penggunaan digoxin dosis rendah memberikan kualitas hidup yang sebanding, atau bahkan lebih baik pada beberapa parameter sekunder, dengan profil efek samping yang lebih ringan dibandingkan dengan beta-blocker.

    Ini adalah niche klinis utama untuk digoxin, dan dokter umum sebaiknya mempertimbangkan digoxin pada pasien AF RVR dengan HFrEF, terutama jika laju ventrikel belum terkontrol dengan beta-blocker atau jika terdapat kontraindikasi atau intoleransi terhadap beta-blocker.

  • Onset Kerja (Onset of Action) Intravena (IV):

Dibandingkan dengan agen intravena lain yang sering digunakan untuk kontrol laju akut pada AF RVR, seperti diltiazem, verapamil, atau metoprolol, onset kerja digoxin IV umumnya lebih lambat. Waktu median yang dibutuhkan untuk mencapai kontrol laju ventrikel dengan digoxin IV dilaporkan sekitar 6 jam, dengan rentang antara 3 hingga 15 jam.

Sebagai perbandingan, agen seperti diltiazem IV dapat menunjukkan efek penurunan laju ventrikel yang signifikan dalam beberapa menit hingga satu jam. Implikasi klinis dari onset kerja yang lebih lambat ini adalah bahwa dalam situasi AF RVR akut yang memerlukan penurunan laju ventrikel dengan segera untuk stabilisasi hemodinamik atau meredakan gejala berat, digoxin IV mungkin tidak menjadi pilihan tunggal tercepat.

  • Pertimbangan pada Pasien dengan Hipotensi:

Karena digoxin umumnya tidak menyebabkan efek hipotensi yang signifikan (bahkan pada beberapa kasus gagal jantung, efek inotropiknya dapat sedikit meningkatkan tekanan darah), obat ini dapat menjadi pilihan yang lebih aman untuk kontrol laju pada pasien AF RVR yang juga mengalami hipotensi.

Pada kondisi ini, penggunaan beta-blocker atau CCB (yang memiliki potensi menurunkan tekanan darah) mungkin dikontraindikasikan atau memerlukan kehati-hatian ekstra. Ini merupakan skenario klinis penting lainnya di mana digoxin dapat menawarkan keunggulan dibandingkan agen rate-control lainnya.

Peran digoxin dalam tata laksana AF RVR telah mengalami evolusi. Jika sebelumnya mungkin dianggap sebagai terapi lini pertama yang lebih luas, kini penggunaannya menjadi lebih tersegmentasi dan ditargetkan pada subpopulasi pasien tertentu. 

Bukti terbaru, seperti dari studi RATE-AF , mendukung penggunaannya pada populasi lansia dengan AF permanen dan gejala gagal jantung, menunjukkan bahwa obat "tua" ini masih memiliki nilai signifikan jika digunakan dengan tepat dan bijaksana. Dokter umum perlu melakukan stratifikasi pasien yang cermat sebelum memutuskan penggunaan digoxin.

4. Panduan Dosis Obat Digoxin untuk AF RVR

Pemberian dosis obat AF Rapid menggunakan digoxin memerlukan individualisasi yang cermat, mengingat indeks terapeutiknya yang sempit. Faktor-faktor seperti fungsi ginjal (terutama Klirens Kreatinin/CrCl), usia, berat badan ideal, status elektrolit (khususnya kalium, magnesium, dan kalsium), serta penggunaan obat-obatan lain yang berpotensi berinteraksi harus menjadi pertimbangan utama. 

Tujuan utama terapi adalah mencapai laju ventrikel target (misalnya, <110 bpm untuk strategi lenient control) dengan dosis efektif terendah guna meminimalkan risiko toksisitas.

  • Dosis Awal (Loading Dose) untuk Kontrol Laju Cepat pada AF RVR:
    Dosis awal atau loading dose bertujuan untuk mencapai konsentrasi terapeutik digoxin dalam tubuh lebih cepat.

  • Oral Loading Dose: Regimen yang umum digunakan adalah 0.75 mg hingga 1.5 mg (750-1500 mikrogram) yang diberikan dalam dosis terbagi selama 24 jam. Sebagai contoh, dosis awal 0.5 mg (500 mikrogram) dapat diberikan, diikuti oleh 0.25-0.5 mg (250-500 mikrogram) setiap 6-8 jam hingga total dosis loading tercapai atau respons laju ventrikel yang adekuat teramati. Pedoman ACC/AHA/ACCP/HRS tahun 2023 merekomendasikan dosis awal oral 0.25 hingga 0.5 mg, dengan dosis tambahan 0.25 mg dapat diberikan setiap 6 jam, dengan total dosis tidak melebihi 1.5 mg dalam 24 jam pertama.

  • Intravena (IV) Loading Dose: Rute IV digunakan jika diperlukan digitalisasi yang lebih cepat dan pasien tidak dapat menggunakan rute oral. Dosis total loading IV umumnya berkisar antara 0.5 mg hingga 1.0 mg (500-1000 mikrogram). Dosis ini diberikan secara perlahan dalam dosis terbagi, misalnya 0.25 - 0.5 mg (250-500 mikrogram) IV sebagai dosis awal, diikuti oleh dosis tambahan 0.125 - 0.25 mg (125-250 mikrogram) IV setiap 4-6 jam atau 6-8 jam, disesuaikan dengan respons laju ventrikel dan toleransi pasien. Sebuah studi pada pasien kritis menunjukkan median total loading dose IV sebesar 11 μg/kg (sekitar 750 μg total untuk pasien dengan berat badan rata-rata), seringkali didistribusikan dalam interval 6 jam. Proses loading dose digoxin, baik oral maupun IV, bukanlah proses "satu dosis langsung efektif" melainkan upaya untuk mencapai saturasi jaringan miokardium secara bertahap hingga kadar terapeutik. Hal ini berbeda dengan beberapa obat IV lain yang bekerja lebih langsung pada reseptor. Implikasinya, dokter umum perlu memantau respons klinis (penurunan laju ventrikel) secara bertahap selama periode loading dan tidak mengharapkan efek maksimal instan setelah dosis pertama.

  • Dosis Pemeliharaan (Maintenance Dose):

Dosis pemeliharaan biasanya dimulai 12-24 jam setelah dosis loading terakhir selesai diberikan.

  • Oral: Dosis pemeliharaan harian umumnya berkisar antara 0.0625 mg (62.5 mikrogram) hingga 0.25 mg (250 mikrogram) sekali sehari. Dosis yang lebih rendah (misalnya, 0.0625 mg atau 0.125 mg) seringkali sudah cukup, terutama pada pasien usia lanjut atau pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

  • Penyesuaian Dosis Obat AF Rapid pada Kondisi Khusus:

  • Gangguan Fungsi Ginjal: Ini adalah faktor paling krusial yang mempengaruhi eliminasi digoxin. Baik loading dose maupun maintenance dose harus dikurangi secara signifikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Sebagai contoh, berdasarkan pedoman GGC Medicines , penyesuaian dosis pemeliharaan oral berdasarkan CrCl adalah sebagai berikut:

  • CrCl >50 ml/menit: 0.125 - 0.375 mg/hari (tergantung berat badan).

  • CrCl 20–50 ml/menit: 0.125 - 0.1875 mg/hari (tergantung berat badan).

  • CrCl <20 ml/menit: 0.0625 – 0.125 mg/hari, atau bahkan diberikan selang sehari. Loading dose pada gangguan ginjal (misalnya CrCl <30ml/menit) mungkin perlu dikurangi menjadi 500 mikrogram oral diikuti 250-375 mikrogram dalam dosis terbagi, atau total 250-500 mikrogram IV.

  • Usia Lanjut (>70-75 tahun): Pasien lansia umumnya memerlukan dosis yang lebih rendah karena potensi penurunan fungsi ginjal (bahkan dengan kadar kreatinin serum yang tampak normal), penurunan massa tubuh tanpa lemak, dan kemungkinan peningkatan sensitivitas terhadap efek digoxin. Dosis awal dan pemeliharaan harus dimulai dari batas bawah rentang dosis yang direkomendasikan (misalnya, 0.0625 mg atau 0.125 mg sehari atau selang sehari).

  • Berat Badan Rendah (<60kg): Pasien dengan berat badan ideal yang rendah atau massa tubuh tanpa lemak yang kurang mungkin memerlukan dosis yang lebih kecil karena volume distribusi digoxin yang lebih kecil. Pedoman GGC menyediakan panduan dosis yang berbeda untuk pasien dengan berat badan <60kg.

  • Gangguan Tiroid: Hipotiroidisme dapat menurunkan klirens digoxin, sehingga mungkin memerlukan dosis yang lebih rendah. Sebaliknya, hipertiroidisme dapat meningkatkan klirens digoxin, yang mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi untuk mencapai efek terapeutik.

Variasi dalam rekomendasi dosis loading yang spesifik antar sumber bukanlah kontradiksi absolut. Hal ini lebih menyoroti tidak adanya satu dosis universal dan menggarisbawahi pentingnya individualisasi dosis berdasarkan respons klinis, fungsi ginjal, usia, berat badan, dan faktor risiko pasien. Ini adalah pesan kunci yang harus ditekankan kepada dokter umum: dosis obat AF Rapid untuk digoxin tidak bersifat one-size-fits-all.

Tabel 1: Panduan Praktis Dosis Obat Digoxin untuk AF RVR pada Dewasa di Layanan Primer


Fase Terapi

Rute Pemberian

Dosis Tipikal

Frekuensi & Durasi Loading

Pertimbangan Penyesuaian Dosis

Catatan Penting & Peringatan

Loading Dose

Oral

0.25 - 0.5 mg awal

Diikuti 0.25 mg setiap 6 jam, total tidak melebihi 1.5 mg dalam 24 jam pertama

CrCl <30ml/min: Pertimbangkan dosis total loading lebih rendah (misal 0.5 mg terbagi). Usia >75 tahun / BB <60kg: Mulai dengan dosis terendah, titrasi hati-hati.

Pantau respons laju ventrikel dan tanda toksisitas.

IV

0.25 - 0.5 mg awal (infus lambat >5 menit)

Diikuti 0.125 - 0.25 mg setiap 4-8 jam, total 0.5 - 1.0 mg. Studi pasien kritis: median total 11 µg/kg (~750 µg).

CrCl <30ml/min: Pertimbangkan dosis total loading lebih rendah (misal 0.25-0.5 mg total). Usia >75 tahun / BB <60kg: Gunakan dosis lebih rendah, titrasi hati-hati.

Hanya jika rute oral tidak memungkinkan atau diperlukan digitalisasi lebih cepat. Memerlukan pemantauan EKG dan hemodinamik.

Maintenance Dose

Oral

0.0625 - 0.25 mg

Sekali sehari

CrCl >50ml/min: 0.125-0.375 mg/hari (tgt BB). CrCl 30-50ml/min: 0.125-0.1875 mg/hari (tgt BB). CrCl <30ml/min: 0.0625-0.125 mg/hari atau selang sehari. Usia >75 tahun / BB <60kg: Seringkali 0.0625 mg/hari atau 0.125 mg selang sehari.

Dosis disesuaikan berdasarkan respons klinis, fungsi ginjal, dan SDC jika diukur. Dimulai 12-24 jam setelah loading dose.

  • BB: Berat Badan. Data dosis disintesis dari sumber yang dirujuk, terutama. Selalu rujuk pada pedoman institusi lokal dan informasi produk terbaru.

5. Aspek Keamanan Penggunaan Digoxin yang Perlu Diperhatikan Dokter Umum

Penggunaan digoxin memerlukan kewaspadaan tinggi karena indeks terapeutiknya yang sempit. Dokter umum harus memahami potensi efek samping, tanda toksisitas, kontraindikasi, dan interaksi obat yang signifikan.

  • Efek Samping Umum:

Keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia, dan diare sering dilaporkan. Gejala neurologis seperti pusing, sakit kepala, kelemahan, dan kebingungan juga dapat terjadi. Gangguan penglihatan, termasuk pandangan kabur, xantopsia (objek terlihat berwarna kuning atau hijau), fotofobia, dan persepsi halo di sekitar objek, merupakan efek samping yang khas. Edukasi pasien mengenai efek samping ini penting agar dapat dilaporkan segera, karena bisa menjadi manifestasi awal toksisitas.

  • Tanda dan Gejala Toksisitas Digoxin:

Toksisitas digoxin adalah risiko yang signifikan. Perburukan gejala gastrointestinal, neurologis, dan visual yang telah disebutkan dapat menjadi tanda awal. Manifestasi kardiak adalah yang paling berbahaya dan dapat mengancam jiwa, meliputi bradikardia simtomatik, berbagai derajat blok AV (derajat pertama, kedua Mobitz I atau II, hingga blok AV total), takiaritmia atrial dengan blok AV (misalnya, takikardia atrial dengan blok 2:1 atau variasi lainnya), denyut ektopik ventrikel (seperti premature ventricular contractions/PVCs, bigemini, trigemini), takikardia ventrikel (termasuk takikardia ventrikel bidireksional yang jarang namun patognomonik untuk toksisitas digitalis), dan fibrilasi ventrikel. Hiperkalemia sering menyertai toksisitas digoxin akut yang berat dan merupakan penanda prognostik yang buruk.

  • Kontraindikasi Absolut dan Relatif:

Beberapa kondisi merupakan kontraindikasi penggunaan digoxin:

  • Riwayat hipersensitivitas terhadap digoxin atau glikosida digitalis lainnya.

  • Fibrilasi ventrikel.

  • Blok AV derajat tinggi (derajat II Mobitz tipe 2 atau blok AV derajat III) tanpa adanya alat pacu jantung fungsional yang terpasang.

  • Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW) dengan AF: Digoxin dapat mempercepat konduksi melalui jalur aksesori, yang berpotensi menyebabkan laju ventrikel yang sangat cepat dan degenerasi menjadi fibrilasi ventrikel. Ini adalah kontraindikasi absolut yang sangat penting untuk diidentifikasi melalui EKG sebelum memulai terapi digoxin.

  • Kardiomiopati hipertrofik obstruktif (HOCM): Umumnya dihindari, kecuali jika terdapat AF dan gagal jantung bersamaan, dan itupun harus digunakan dengan sangat hati-hati dan pengawasan ketat.

  • Infark miokard akut: Beberapa pedoman menyebutkan ini sebagai kontraindikasi atau memerlukan kehati-hatian ekstrem, terutama jika ada instabilitas hemodinamik, risiko blok AV, atau iskemia berkelanjutan.

  • Interaksi Obat yang Signifikan secara Klinis:

Digoxin memiliki banyak interaksi obat yang penting untuk diketahui:

  • Obat yang Meningkatkan Kadar Digoxin (meningkatkan risiko toksisitas): Amiodarone (dapat menggandakan kadar digoxin; dosis digoxin harus dikurangi sekitar 30-50% atau dipantau ketat), verapamil, diltiazem, kuinidin, propafenon, beberapa antibiotik makrolida (seperti eritromisin, klaritromisin), siklosporin, dan antijamur azol (misalnya, itrakonazol).

  • Obat yang Menyebabkan Hipokalemia (meningkatkan sensitivitas miokardium terhadap efek aritmogenik digoxin): Diuretik boros kalium (seperti furosemide, hidroklorotiazid), kortikosteroid sistemik, dan amfoterisin B. Hipomagnesemia dan hiperkalsemia juga dapat meningkatkan risiko toksisitas digoxin.

  • Obat yang Menurunkan Absorpsi Digoxin atau Meningkatkan Klirensnya: Antasida, kolestiramin, kaolin-pektin, rifampisin, dan suplemen herbal seperti St. John's Wort.

  • Efek Farmakodinamik Aditif: Penggunaan bersamaan dengan obat lain yang juga memperlambat konduksi AV atau denyut jantung, seperti beta-blocker dan CCB non-dihidropiridin, dapat meningkatkan risiko bradikardia atau blok AV.

Keamanan penggunaan digoxin sangat bergantung pada kewaspadaan klinis terhadap faktor risiko toksisitas (seperti gangguan fungsi ginjal, usia lanjut, gangguan elektrolit, dan interaksi obat) serta pengenalan dini tanda-tanda toksisitas. Hal ini menempatkan tanggung jawab besar pada dokter umum untuk melakukan edukasi pasien secara komprehensif dan pemantauan yang cermat. 

Kontraindikasi pada sindrom WPW adalah contoh klasik bagaimana pemahaman patofisiologi aritmia (adanya jalur aksesori) sangat krusial untuk penggunaan obat yang aman. Kesalahan dalam identifikasi kondisi ini dapat berakibat fatal, yang menggarisbawahi perlunya diagnosis EKG yang akurat sebelum memulai terapi digoxin pada kasus AF RVR.

Tabel 2: Interaksi Obat Signifikan dengan Digoxin dan Implikasi Klinisnya bagi Dokter Umum


Obat Berinteraksi (Contoh)

Mekanisme Interaksi (Umum)

Efek pada Digoxin/Risiko Klinis

Rekomendasi Manajemen Praktis untuk Dokter Umum

Amiodarone

Inhibisi P-glikoprotein, penurunan klirens ginjal & non-ginjal

↑ Kadar digoxin (bisa 2x lipat), ↑ risiko toksisitas

Kurangi dosis digoxin 30-50% saat memulai amiodarone. Pantau SDC & EKG ketat.

Verapamil, Diltiazem

Inhibisi P-glikoprotein, penurunan klirens digoxin

↑ Kadar digoxin, ↑ risiko toksisitas, efek aditif pada nodus AV

Pertimbangkan pengurangan dosis digoxin. Pantau SDC, denyut jantung, EKG.

Kuinidin

Penurunan klirens ginjal & non-ginjal digoxin

↑ Kadar digoxin signifikan, ↑ risiko toksisitas

Umumnya dihindari jika memungkinkan. Jika harus, kurangi dosis digoxin & pantau SDC sangat ketat.

Antibiotik Makrolida (Eritromisin, Klaritromisin)

Perubahan flora usus (inaktivasi digoxin oleh bakteri usus berkurang), inhibisi P-glikoprotein

↑ Absorpsi & kadar digoxin, ↑ risiko toksisitas

Pantau SDC dan tanda toksisitas jika diberikan bersamaan, pertimbangkan alternatif antibiotik jika memungkinkan.

Diuretik (Loop: Furosemide; Tiazid: HCT)

Menyebabkan hipokalemia & hipomagnesemia

↑ Sensitivitas miokard terhadap digoxin, ↑ risiko aritmia & toksisitas (meskipun kadar digoxin normal)

Pantau elektrolit (K, Mg) secara berkala & koreksi jika perlu. Pertimbangkan suplemen K jika perlu.

Antasida, Kolestiramin, Kaolin-Pektin

Mengikat digoxin di saluran cerna

↓ Absorpsi digoxin, ↓ efektivitas

Berikan digoxin minimal 2 jam sebelum atau sesudah agen ini. Pantau respons klinis.

Beta-blocker, CCB Non-DHP (selain yang meningkatkan kadar digoxin)

Efek farmakodinamik aditif

↑ Risiko bradikardia, blok AV

Gunakan dengan hati-hati, pantau denyut jantung & EKG. Mungkin diperlukan penyesuaian dosis salah satu atau kedua obat.

  • SDC: Serum Digoxin Concentration. Data interaksi disintesis dari sumber yang dirujuk, terutama. Selalu rujuk pada informasi produk terbaru dan pedoman interaksi obat yang komprehensif.

6. Pemantauan Terapi Digoxin: Kapan dan Bagaimana?

Pemantauan terapi digoxin adalah aspek krusial karena indeks terapeutiknya yang sempit dan variabilitas respons antar individu.

  • Peran Pemantauan Konsentrasi Digoxin Serum (SDC):

Digoxin memiliki batas keamanan yang sempit antara dosis terapeutik dan toksik. Meskipun kadar SDC tidak selalu berkorelasi sempurna dengan efikasi klinis atau toksisitas pada setiap individu, pengukurannya dapat menjadi panduan yang berguna dalam situasi klinis tertentu. Target SDC untuk kontrol laju pada AF umumnya adalah 0.8-1.5 ng/mL atau <0.9-1.2 ng/mL. 

Beberapa sumber, terutama untuk pasien dengan gagal jantung, menyarankan target yang lebih rendah, yaitu 0.5-0.9 ng/mL, untuk meminimalkan risiko mortalitas dan toksisitas. Risiko toksisitas meningkat signifikan pada kadar >2.0 ng/mL.

  • Situasi Klinis yang Memerlukan Pemantauan SDC:

Pemantauan SDC tidak rutin dilakukan pada semua pasien, tetapi diindikasikan pada kondisi berikut:

  • Adanya kecurigaan toksisitas digoxin berdasarkan gejala klinis atau temuan EKG.

  • Respons terapi yang tidak adekuat (laju ventrikel tetap cepat) atau terjadi perburukan kondisi klinis pasien.

  • Adanya gangguan fungsi ginjal (penurunan CrCl) atau perubahan signifikan fungsi ginjal.

  • Saat memulai atau menghentikan obat yang diketahui berinteraksi secara signifikan dengan farmakokinetik digoxin (misalnya, amiodarone, verapamil).

  • Pada pasien usia lanjut, karena perubahan farmakokinetik dan peningkatan risiko toksisitas.

  • Jika ada keraguan mengenai kepatuhan pasien terhadap regimen dosis.

  • Waktu Pengambilan Sampel SDC:

Untuk mendapatkan hasil yang akurat dan dapat diinterpretasikan dengan baik, sampel darah untuk pengukuran SDC idealnya diambil minimal 6-8 jam setelah pemberian dosis terakhir (untuk mencapai trough level atau kadar lembah), atau lebih baik lagi, tepat sebelum dosis berikutnya. Hal ini untuk memastikan bahwa fase distribusi obat telah selesai dan kadar yang terukur mencerminkan konsentrasi di jaringan.

  • Pemantauan Klinis dan EKG Lainnya:

Selain SDC, pemantauan komprehensif meliputi:

  • Laju Jantung: Pemantauan laju jantung secara berkala, baik saat istirahat maupun saat aktivitas (jika memungkinkan). Target laju ventrikel pada AF umumnya <110 bpm untuk strategi lenient control, atau <80 bpm saat istirahat untuk strategi strict control jika pasien masih simtomatik.

  • Tekanan Darah.

  • Elektrokardiogram (EKG): Pemantauan EKG serial untuk menilai laju dan irama ventrikel, interval PR, durasi QRS, dan ada tidaknya tanda-tanda toksisitas digitalis (misalnya, blok AV, aritmia ventrikel, perubahan segmen ST-T yang khas).

  • Fungsi Ginjal: Pemantauan kreatinin serum dan perhitungan Klirens Kreatinin (CrCl) secara berkala, terutama pada lansia dan pasien dengan risiko gangguan ginjal. Ketergantungan SDC pada fungsi ginjal dan usia berarti dokter umum harus secara rutin menilai CrCl pada pasien lansia yang memakai digoxin, bahkan jika kreatinin serum tampak normal, karena massa otot yang berkurang dapat menutupi penurunan fungsi ginjal yang sebenarnya.

  • Elektrolit Serum: Pemantauan kadar kalium, magnesium, dan kalsium serum secara berkala, karena abnormalitas elektrolit ini dapat meningkatkan risiko toksisitas digoxin.

Meskipun SDC dapat menjadi panduan terapi yang berguna, keputusan klinis tidak boleh semata-mata didasarkan pada angka SDC. Gejala yang dialami pasien, respons laju jantung terhadap terapi, dan ada atau tidaknya tanda-tanda klinis toksisitas tetap menjadi prioritas utama dalam penilaian. SDC adalah alat bantu, bukan pengganti penilaian klinis yang komprehensif. 

Pasien bisa saja mengalami toksisitas dengan SDC yang berada dalam rentang "normal", terutama jika ada faktor predisposisi seperti hipokalemia, atau sebaliknya, dapat mentoleransi SDC yang sedikit di atas rentang target tanpa menunjukkan gejala toksisitas.

7. Pertimbangan Praktis untuk Dokter Umum: Kapan Merujuk ke Spesialis Kardiologi?

Meskipun dokter umum dapat mengelola banyak kasus AF RVR dengan digoxin, terdapat situasi di mana rujukan ke spesialis kardiologi diindikasikan untuk memastikan tata laksana yang optimal dan aman.

  • Kesulitan Mencapai Target Laju Ventrikel: Jika laju ventrikel tetap persisten >110 bpm (atau target lain yang ditetapkan) meskipun sudah dilakukan optimalisasi dosis digoxin (dan agen pengendali laju lainnya jika dikombinasikan), atau jika pasien tetap simtomatik meskipun laju ventrikel tampak terkontrol.

  • Kecurigaan atau Terjadinya Toksisitas Digoxin: Terutama jika toksisitas disertai dengan aritmia jantung yang signifikan (misalnya, blok AV derajat tinggi, takikardia ventrikel) atau ketidakstabilan hemodinamik. Manajemen toksisitas digoxin yang berat mungkin memerlukan intervensi spesialis, termasuk pemberian antibodi spesifik digoxin (Digoxin Immune Fab).

  • Adanya Komorbiditas Jantung yang Kompleks atau Berat: Pasien dengan gagal jantung berat (NYHA kelas III-IV yang persisten), penyakit jantung struktural signifikan lainnya, penyakit ginjal kronis stadium lanjut yang mempersulit penyesuaian dosis dan meningkatkan risiko toksisitas, penyakit paru kronis berat yang memperumit gambaran klinis, atau riwayat aritmia ventrikel maligna sebelumnya.

  • Pertimbangan untuk Strategi Kontrol Irama (Rhythm Control): Jika strategi kontrol laju (rate control) tidak berhasil meredakan gejala secara adekuat, atau jika pasien dan dokter mempertimbangkan strategi kontrol irama (misalnya, kardioversi farmakologis atau elektrik, terapi ablasi kateter) sebagai pilihan yang lebih baik untuk jangka panjang. Keputusan dan pelaksanaan strategi kontrol irama biasanya berada dalam domain spesialis kardiologi.

Gambar 1. Pendekatan Menejemen Laju dan Irama Atrial Fibrilasi

  • Atrial Fibrilasi Onset Baru dengan Ketidakstabilan Hemodinamik: Pasien AF RVR yang baru pertama kali terdiagnosis dan menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik (misalnya, hipotensi simtomatik, syok kardiogenik, edema paru akut berat, atau iskemia miokard akut yang sedang berlangsung) memerlukan evaluasi dan manajemen segera di fasilitas rumah sakit dengan kemampuan intervensi kardiologi lanjutan.

  • Adanya Kontraindikasi atau Interaksi Obat yang Sulit Dikelola di Layanan Primer: Jika terdapat keraguan yang signifikan mengenai keamanan penggunaan digoxin karena potensi kontraindikasi yang kompleks atau interaksi obat yang sulit diantisipasi atau dikelola di tingkat layanan primer.

  • Pasien Usia Muda atau Atlet dengan AF RVR: Pada populasi ini, evaluasi lebih lanjut oleh kardiolog seringkali diperlukan untuk menyingkirkan penyakit jantung struktural atau kelainan konduksi primer dan untuk menentukan strategi manajemen jangka panjang yang paling sesuai, termasuk kelayakan untuk aktivitas fisik atau olahraga kompetitif.

Keputusan untuk merujuk seringkali bergantung pada kegagalan terapi lini pertama atau kedua yang dapat dikelola di layanan primer, munculnya komplikasi seperti toksisitas, atau adanya kondisi pasien yang membuat manajemen standar menjadi kompleks dan berisiko tinggi. Ini menekankan peran penting dokter umum sebagai penjaga gerbang (gatekeeper) yang juga harus mengenali batas kompetensi dan kapan kolaborasi dengan spesialis diperlukan untuk kepentingan terbaik pasien.

8. Kesimpulan: Posisi Digoxin dalam Tatalaksana AF RVR Saat Ini bagi Dokter Umum

Digoxin, meskipun merupakan salah satu obat kardiovaskular tertua, tetap memiliki peran dalam tata laksana atrial fibrilasi dengan respons ventrikel cepat (AF RVR) dalam praktik klinis modern, termasuk di tingkat layanan primer.

  • Ringkasan Efektivitas: Digoxin terbukti efektif untuk mengontrol laju ventrikel pada AF RVR, terutama pada pasien dalam kondisi istirahat dan pada pasien dengan gagal jantung sistolik penyerta, di mana efek inotropik positifnya dapat memberikan manfaat tambahan. Namun, efektivitasnya dalam mengontrol laju saat aktivitas fisik mungkin terbatas dibandingkan agen lain.

  • Ringkasan Keamanan: Profil keamanan digoxin memerlukan perhatian khusus karena indeks terapeutiknya yang sempit. Risiko toksisitas menjadi pertimbangan utama, yang dapat diminimalkan dengan individualisasi dosis obat AF Rapid yang cermat, pemantauan fungsi ginjal, perhatian terhadap usia pasien, status elektrolit, dan potensi interaksi obat.

  • Peran Digoxin Saat Ini: Berdasarkan bukti ilmiah terkini dari jurnal terindeks PubMed dan pedoman klinis (seperti ACC/AHA/ACCP/HRS 2023) , digoxin tidak lagi dianggap sebagai agen lini pertama universal untuk semua kasus AF RVR. Perannya lebih tersegmentasi, menjadi pilihan yang berharga pada subgrup pasien tertentu (misalnya, AF dengan HFrEF, pasien sedenter, atau ketika beta-blocker/CCB dikontraindikasikan atau tidak efektif) atau sebagai terapi tambahan.

  • Pentingnya Individualisasi Terapi dan Pemantauan Ketat: Kunci keberhasilan dan keamanan penggunaan digoxin terletak pada penyesuaian dosis yang cermat dan terindividualisasi, pemantauan klinis yang waspada terhadap respons dan tanda toksisitas, serta pemantauan kadar digoxin serum (SDC) jika diindikasikan. Edukasi pasien mengenai pentingnya kepatuhan dan pengenalan gejala toksisitas juga sangat vital.

  • Rekomendasi untuk Dokter Umum: Dokter umum dapat menginisiasi dan mengelola terapi digoxin untuk AF RVR pada pasien yang terseleksi dengan tepat, asalkan memiliki pemahaman yang baik mengenai farmakologi obat, prinsip dosis yang benar (termasuk penyesuaian dosis obat AF Rapid), profil keamanan, dan kriteria rujukan yang jelas ke spesialis kardiologi bila diperlukan.

Penggunaan digoxin yang aman dan efektif oleh dokter umum memerlukan keseimbangan antara pemahaman farmakologis yang telah mapan dan pembaruan berkelanjutan dari pedoman klinis terkini. Ini mencerminkan evolusi peran obat yang telah lama ada dalam menghadapi tantangan praktik medis modern, di mana terapi yang dipersonalisasi menjadi semakin penting.

Referensi

  1. Digoxin - StatPearls - NCBI Bookshelf, accessed May 10, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556025/

  2. Atrial Fibrillation - StatPearls - NCBI Bookshelf, accessed May 10, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526072/

  3. Ventricular rate in atrial fibrillation and the risk of heart failure and ..., accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10228534/

  4. Impact of Atrial Fibrillation with Rapid Ventricular Response on Atrial Fibrillation Recurrence: From the CODE-AF Registry, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11432096/

  5. Identification, diagnosis and assessment of atrial fibrillation - PMC, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1861326/

  6. Atrial Fibrillation (A-Fib) With RVR - Cleveland Clinic, accessed May 10, 2025, https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/24578-atrial-fibrillation-with-rvr

  7. Digoxin: A systematic review in atrial fibrillation, congestive heart ..., accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4660476/

  8. Digoxin - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32310485/

  9. Digoxin Impact on Heart Failure Patients with Atrial Fibrillation - PMC, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8976896/

  10. An "account" of digitalis and atrial fibrillation - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/3886753/

  11. Rate control and digoxin - PMC, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2128644/

  12. Ventricular rate control in chronic atrial fibrillation during daily activity and programmed exercise: a crossover open-label study of five drug regimens - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9973007/

  13. Different rate‐controlling agents for the management of atrial fibrillation with rapid ventricular rate in the emergency department: a network meta‐analysis - PubMed Central, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7388727/

  14. Digoxin Use to Control Ventricular Rate in Patients with Atrial Fibrillation and Heart Failure Is Not Associated with Increased Mortality, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4691628/

  15. Recommendations | Atrial fibrillation: diagnosis and management ..., accessed May 10, 2025, https://www.nice.org.uk/guidance/ng196/chapter/Recommendations#managing-atrial-fibrillation

  16. Cost-effectiveness of digoxin versus beta blockers in permanent atrial fibrillation, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC12015011/

  17. Cost-effectiveness of digoxin versus beta blockers in permanent atrial fibrillation: the Rate Control Therapy Evaluation in Permanent Atrial Fibrillation (RATE-AF) randomised trial - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39819610/

  18. Different rate‐controlling agents for the management of atrial ..., accessed May 10, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7388727/

  19. Rate control with intravenous diltiazem, verapamil, and metoprolol in acute atrial fibrillation with rapid ventricular rate - PMC, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8155749/

  20. Efficacy and Safety of Intravenous Diltiazem Versus Metoprolol in the Management of Atrial Fibrillation with Rapid Ventricular Response in the Emergency Department, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11448758/

  21. Beta-blockers or Digoxin for Atrial Fibrillation and Heart Failure? - PMC, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5490978/

  22. Steady-state concentrations and dosage of digoxin in relation to kidney function in hospitalized patients over 70 years of age - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2007843/

  23. Atrial Fibrillation (AF) - Persistent - GGC Medicines, accessed May 10, 2025, https://handbook.ggcmedicines.org.uk/guidelines/cardiovascular-system/atrial-fibrillation-af-persistent/

  24. GDL15 DIGOXIN PRESCRIBING REGIMEN - The Royal Wolverhampton NHS Trust, accessed May 10, 2025, https://www.royalwolverhampton.nhs.uk/repo/about-us/documents/policies/GDL_15_PUBLIC.pdf

  25. Digoxin Loading Doses and Serum Digoxin Concentrations for Rate Control of Atrial Arrhythmias in Critically Ill Patients - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39531271/

  26. Relationship between plasma concentration and dose of digoxin in patients with and without renal impairment - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/709776/

  27. accessed January 1, 1970, https://www.sps.nhs.uk/articles/digoxin-what-are-the-considerations-for-prescribing-in-older-adults/

  28. The Bad Reputation of Digoxin in Atrial Fibrillation—Causality or Bias? Nationwide Nested Case-Control Study, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11957803/

  29. Cardiac Glycoside and Digoxin Toxicity - StatPearls - NCBI Bookshelf, accessed May 10, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459165/

  30. AFA Digoxin, accessed May 10, 2025, https://api.heartrhythmalliance.org/files/download/143a77e992cea6dc1f96f66f5bd45a03

  31. Magnesium reversal of digoxin-facilitated ventricular rate during atrial fibrillation in the Wolff-Parkinson-White syndrome - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/8030653/

  32. Digoxin, propranolol, and atrioventricular reentrant tachycardia in the Wolff-Parkinson-White syndrome - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/7103275/

  33. A Comparison of Verapamil and Digoxin for Heart Rate Control in Atrial Fibrillation - PMC, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3846001/

  34. P-glycoprotein system as a determinant of drug interactions: the case of digoxin-verapamil - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/10527640/

  35. Therapeutic Ranges of Serum Digoxin Concentrations in Patients With Heart Failure - PMC, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3646412/

  36. Role of Digoxin in Atrial Fibrillation - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27067743/

  37. Evaluation of therapeutic and toxic levels of serum digoxin concentration: a cross-sectional study from a tertiary hospital - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38375708/

  38. 9. Arrhythmia Management - Canadian Cardiovascular Society, accessed May 10, 2025, https://ccs.ca/guideline/2020-atrial-fibrillation/chapter-9-arrhythmia-management/

  39. Atrial Fibrillation: Diagnosis and Treatment - AAFP, accessed May 10, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2011/0101/p61.html

  40. Expert Consensus on the Diagnosis and Management of Digoxin Toxicity - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39265879

  41. Digoxin in Atrial Fibrillation: An Old Topic Revisited - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31237216/

  42. Guideline-Referral Criteria and Risk Profiles of Outpatients Referred to a Specialised Heart Failure Clinic - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/40060217

  43. ATRIAL FIBRILLATION - Canadian Cardiovascular Society, accessed May 10, 2025, https://ccs.ca/app/uploads/2020/11/AF_Gui_2018_PG_EN_web.pdf

  44. Management of newly detected atrial fibrillation: a clinical practice guideline from the American Academy of Family Physicians and the American College of Physicians - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/14678921/

  45. Atrial fibrillation: better symptom control with rate and rhythm management - PMC, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10866934/

  46. Rate Versus Rhythm Control for Atrial Fibrillation - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38073307/

  47. Acute management of atrial fibrillation with acute haemodynamic ..., accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1861334/