Dokter Post - Diagnosis & Terapi Ulkus Kronis di Layanan Primer – Panduan Dokter Umum

Diagnosis dan Terapi Ulkus Kronis di Layanan Primer: Panduan Praktis Komprehensif untuk Dokter Umum

1 Sep 2025 • Kulit

Deskripsi

Diagnosis dan Terapi Ulkus Kronis di Layanan Primer: Panduan Praktis Komprehensif untuk Dokter Umum

Pendahuluan

Ulkus kronis didefinisikan sebagai luka yang gagal melewati tahapan penyembuhan yang normal, teratur, dan tepat waktu. Secara umum, sebuah luka dianggap kronis jika tidak menunjukkan kemajuan penyembuhan yang signifikan setelah empat minggu perawatan standar, atau tidak sembuh sepenuhnya dalam tiga bulan. 

Kondisi ini merupakan tantangan kesehatan masyarakat yang signifikan secara global, dengan prevalensi diperkirakan mencapai 1-2% dari populasi di negara maju, dan ulkus tungkai kronis sendiri memiliki prevalensi sekitar 1.51 per 1000 populasi. Ulkus kronis tidak hanya berdampak negatif pada kualitas hidup pasien tetapi juga membebani sistem layanan kesehatan. 

Bagi dokter umum, periode empat minggu tanpa progres penyembuhan yang berarti dapat menjadi acuan praktis untuk melakukan evaluasi ulang dan mempertimbangkan intervensi lebih lanjut atau rujukan.

Gambar 1. Foto klinis Diabetic foot ulcer

Dokter umum (DU) memegang peranan sentral dalam tatalaksana awal ulkus kronis. Sebagai lini pertama kontak pasien, diagnosis yang akurat dan diagnosis dan terapi ulkus kronis yang tepat oleh DU dapat mencegah komplikasi serius, mempercepat proses penyembuhan, dan mengurangi angka rujukan yang tidak perlu ke tingkat spesialis. 

Peran DU mencakup identifikasi etiologi ulkus, memulai terapi dasar yang sesuai, memberikan edukasi komprehensif kepada pasien dan keluarga, serta menentukan waktu yang tepat untuk merujuk pasien ke spesialis. Sayangnya, masih terdapat kesenjangan antara pedoman berbasis bukti dan praktik aktual di layanan primer, khususnya dalam tatalaksana ulkus vena. Artikel ilmiah populer ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan tersebut dengan menyajikan panduan praktis dan komprehensif bagi DU.

Diagnosis Ulkus Kronis: Pendekatan Sistematis

Pendekatan diagnostik yang sistematis adalah kunci untuk tatalaksana ulkus kronis yang berhasil. Ini dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, diikuti oleh evaluasi luka yang komprehensif dan pemeriksaan penunjang dasar.

  • Anamnesis Kunci dan Pemeriksaan Fisik Umum

Anamnesis yang mendalam harus mencakup riwayat ulkus (durasi, dugaan etiologi, terapi sebelumnya), riwayat penyakit sistemik yang relevan seperti diabetes melitus, penyakit vaskular (arteri dan vena), penyakit neurologis, kondisi malnutrisi, atau status imunosupresi. Faktor risiko seperti kebiasaan merokok, imobilitas, obesitas, serta status fungsional pasien juga perlu digali. 

Pemeriksaan fisik harus menyeluruh, meliputi evaluasi status vaskular (misalnya, palpasi nadi perifer di ekstremitas bawah), status neurologis (terutama tes sensasi dengan monofilamen untuk kecurigaan ulkus diabetik), status nutrisi, dan tingkat mobilitas pasien. 

Penting bagi DU untuk secara proaktif menanyakan faktor-faktor yang mungkin tidak disadari pasien sebagai kontributor terhadap masalah ulkus, seperti kebiasaan merokok yang dapat mengganggu sirkulasi dan penyembuhan luka, status nutrisi yang buruk, atau penggunaan obat-obatan tertentu (misalnya, NSAID yang dapat memicu ulkus peptikum atau kortikosteroid yang dapat menghambat penyembuhan luka secara umum).

  • Evaluasi Luka Komprehensif (Prinsip TIME dan Karakteristik Luka)

Evaluasi luka secara komprehensif merupakan landasan penting. Prinsip TIME (Tissue, Infection/Inflammation, Moisture, Edge) menyediakan kerangka kerja fundamental untuk persiapan dasar luka (wound bed preparation).

  • T (Tissue/Jaringan): Identifikasi jenis jaringan yang ada di dasar luka, seperti jaringan nekrotik (hitam, keras), slough (kuning, lembek), jaringan granulasi (merah, berbenjol-benjol, menandakan penyembuhan), atau jaringan epitelisasi (merah muda, tipis, di tepi luka). Perkirakan persentase jaringan non-viable (nekrotik atau slough).

  • I (Infection/Inflammation/Infeksi/Inflamasi): Perhatikan tanda-tanda infeksi klinis, meliputi eritema (kemerahan) di sekitar luka, nyeri yang meningkat, rasa hangat pada perabaan, pembengkakan, adanya pus (nanah), dan bau tidak sedap yang khas. Penting untuk membedakan infeksi klinis dari kolonisasi bakteri, di mana bakteri hadir tanpa menyebabkan respons inflamasi atau kerusakan jaringan. Jika infeksi dicurigai, kultur jaringan dalam (bukan sekadar swab permukaan) direkomendasikan untuk identifikasi patogen dan uji sensitivitas antibiotik.

  • M (Moisture/Kelembapan): Keseimbangan kelembapan sangat krusial. Luka yang terlalu kering akan menghambat migrasi sel dan proses penyembuhan, sementara luka yang terlalu basah (maserasi) dapat merusak kulit di sekitar luka dan meningkatkan risiko infeksi.

  • E (Edge/Tepi Luka): Amati kondisi tepi luka. Apakah tepi luka menempel dengan baik ke dasar luka, menggulung ke dalam (rolled edges), terdapat rongga di bawah kulit sekitar tepi luka (undermining), atau terbentuk saluran (sinus tract)? Perhatikan juga progres epitelisasi dari tepi luka ke tengah.

Selain prinsip TIME, karakteristik luka lain yang perlu didokumentasikan meliputi lokasi pasti ulkus, ukuran (panjang, lebar, dan kedalaman), bentuk, kondisi dasar luka, jenis dan jumlah eksudat (cairan luka), ada tidaknya bau, tingkat nyeri yang dirasakan pasien, serta kondisi kulit di sekitar ulkus. 

Untuk ulkus tekan, penentuan stadium (Stadium I-IV, Unstageable, atau Deep Tissue Injury) sangat penting karena memandu tatalaksana. Implementasi kerangka TIME secara konsisten oleh DU bukan hanya sebagai alat asesmen, tetapi juga sebagai langkah "kontrol kualitas" dasar sebelum menentukan terapi lanjutan atau merujuk pasien. 

Kegagalan dalam mengatasi salah satu komponen TIME, misalnya debridemen jaringan nekrotik yang tidak adekuat, akan menghambat efektivitas balutan modern secanggih apapun dan mempersulit proses penyembuhan secara keseluruhan.

  • Pemeriksaan Penunjang Dasar di Layanan Primer

Beberapa pemeriksaan penunjang dasar dapat dilakukan di layanan primer untuk membantu diagnosis etiologi ulkus:

  • Ankle-Brachial Index (ABI): Pemeriksaan ini esensial untuk semua pasien dengan ulkus di tungkai bawah. ABI bertujuan untuk menyingkirkan adanya penyakit arteri perifer (PAD) yang signifikan sebelum aplikasi terapi kompresi, yang merupakan standar emas untuk ulkus vena. ABI dihitung dengan membagi tekanan sistolik tertinggi di pergelangan kaki dengan tekanan sistolik tertinggi di lengan. Interpretasi hasil ABI adalah sebagai berikut: nilai normal 1.0-1.3. Nilai <0.9 mengindikasikan PAD. Jika ABI <0.7 (beberapa sumber menyebut <0.8 ), terapi kompresi umumnya tidak dianjurkan atau harus dilakukan dengan sangat hati-hati, dan pasien sebaiknya dirujuk ke spesialis vaskular. Nilai ABI >1.3 dapat mengindikasikan kalsifikasi arteri, yang sering ditemukan pada pasien diabetes melitus; pada kasus ini, pertimbangkan pemeriksaan Toe-Brachial Index (TBI) jika tersedia. Penguasaan teknik dan interpretasi ABI merupakan kompetensi inti bagi DU yang menangani ulkus tungkai, karena nilai ABI tidak hanya alat diagnostik PAD tetapi juga prediktor penyembuhan luka dan pemandu terapi yang krusial. Kesalahan dalam interpretasi atau pengabaian ABI dapat berakibat fatal, misalnya aplikasi kompresi pada pasien dengan PAD berat dapat menyebabkan nekrosis.

  • Skrining Neuropati (untuk Ulkus Diabetik): Meliputi tes sensasi menggunakan monofilamen Semmes-Weinstein 10g, tes persepsi getar dengan garpu tala, dan pemeriksaan refleks Achilles.

  • Pemeriksaan Darah Dasar: Pemeriksaan gula darah penting untuk semua pasien ulkus (mengingat prevalensi DM yang tinggi), hemoglobin untuk mendeteksi anemia yang dapat mengganggu penyembuhan, albumin untuk menilai status nutrisi, serta penanda inflamasi seperti C-Reactive Protein (CRP) atau Laju Endap Darah (LED) jika dicurigai adanya infeksi sistemik atau osteomielitis.

Prinsip Umum Tatalaksana Ulkus Kronis

Tatalaksana ulkus kronis memerlukan pendekatan yang komprehensif, tidak hanya terfokus pada luka itu sendiri tetapi juga pada pasien secara keseluruhan.

  • Manajemen Holistik Pasien

Manajemen holistik meliputi upaya mengatasi penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi penyembuhan ulkus, seperti kontrol glikemik yang optimal pada pasien diabetes melitus, manajemen gagal jantung atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang mungkin membatasi mobilitas atau oksigenasi jaringan. Optimalisasi status nutrisi juga krusial; kebutuhan protein pada pasien dengan ulkus kronis dapat meningkat hingga 250%. 

Intervensi gaya hidup seperti penghentian merokok, manajemen stres, dan peningkatan aktivitas fisik (jika memungkinkan) juga berperan penting. Kegagalan penyembuhan ulkus kronis seringkali bukan hanya masalah pada luka lokal, melainkan cerminan dari kondisi sistemik pasien yang tidak terkontrol atau faktor risiko yang tidak termodifikasi. 

Oleh karena itu, edukasi pasien mengenai hubungan antara kondisi sistemik mereka dengan proses penyembuhan luka sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan terhadap manajemen penyakit komorbid dan perubahan gaya hidup.

  • Perawatan Luka Dasar: Debridemen, Kontrol Infeksi, Keseimbangan Kelembapan (Pemilihan Balutan)

Perawatan luka dasar yang baik adalah fondasi dari semua terapi ulkus kronis.

  • Debridemen: Merupakan tindakan menghilangkan jaringan nekrotik (mati) dan slough (jaringan avital lunak) dari dasar luka. Tujuannya adalah untuk mengurangi bioburden (jumlah mikroorganisme pada luka), menghilangkan tempat berkembang biaknya bakteri, dan menstimulasi proses penyembuhan. Beberapa metode debridemen yang dikenal antara lain debridemen autolitik (menggunakan balutan yang menciptakan lingkungan lembap untuk merangsang enzim tubuh sendiri), debridemen enzimatik (menggunakan salep yang mengandung enzim pemecah jaringan nekrotik), debridemen mekanik (misalnya, irigasi, wet-to-dry dressing, atau sharp debridement oleh tenaga medis terlatih menggunakan skalpel atau kuret), dan debridemen biologis (menggunakan larva lalat steril atau maggot debridement therapy). Sharp debridement dianggap sebagai standar emas jika dilakukan oleh tenaga yang kompeten. Debridemen mekanik superfisial seringkali dapat dilakukan di layanan primer dengan penggunaan anestesi topikal untuk kenyamanan pasien.

  • Kontrol Infeksi: Semua ulkus kronis dianggap terkontaminasi atau terkolonisasi oleh bakteri, sehingga upaya mengurangi bioburden sangat penting. Antibiotik sistemik HANYA diindikasikan jika terdapat tanda-tanda infeksi klinis yang invasif, seperti selulitis yang meluas, limfangitis, gejala sistemik (demam, leukositosis), atau kecurigaan osteomielitis. Antibiotik sistemik tidak dianjurkan untuk kolonisasi bakteri tanpa infeksi klinis. Jika infeksi dicurigai, kultur jaringan dalam (biopsi atau aspirasi) sebaiknya dilakukan sebelum memulai terapi antibiotik untuk memandu pemilihan antibiotik yang tepat. Antiseptik topikal (misalnya, povidone-iodine, cadexomer iodine, hypochlorous acid, PHMB) dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi bakteri pada permukaan luka, namun penggunaannya umumnya tidak dianjurkan untuk jangka panjang (biasanya tidak lebih dari 2 minggu) untuk menghindari potensi toksisitas pada sel-sel penyembuh.

  • Keseimbangan Kelembapan (Pemilihan Balutan): Menjaga keseimbangan kelembapan pada dasar luka adalah prinsip fundamental. Pepatah "Jika basah, keringkan; jika kering, basahi" (if it is wet, dry it; if it is dry, wet it) dapat menjadi panduan sederhana. Pemilihan balutan harus disesuaikan dengan jumlah eksudat dan kondisi luka:

  • Untuk luka dengan eksudat minimal atau cenderung kering: hidrogel atau transparent film dapat membantu menjaga kelembapan.

  • Untuk luka dengan eksudat sedang: hidrokoloid atau foam dressing dapat menjadi pilihan.

  • Untuk luka dengan eksudat banyak: balutan dengan daya serap tinggi seperti alginat, hidrofiber, atau foam dressing khusus untuk eksudat berat lebih sesuai. Pemilihan balutan sebaiknya tidak didasarkan pada merek tertentu, melainkan pada fungsi balutan tersebut berdasarkan hasil asesmen luka yang cermat (sesuai prinsip TIME). Dokter umum perlu memahami kategori-kategori balutan yang ada dan indikasi penggunaannya masing-masing, bukan sekadar menghafal nama dagang, agar dapat membuat pilihan yang rasional dan efektif biaya.

  • Manajemen Nyeri
    Nyeri merupakan keluhan yang umum dan signifikan pada pasien dengan ulkus kronis, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kepatuhan terhadap pengobatan. Penting untuk mengidentifikasi penyebab nyeri, apakah terkait infeksi, iskemia, inflamasi, atau akibat prosedur perawatan luka itu sendiri. Pendekatan analgesia dapat meliputi:

  • Analgesik Topikal: Krim lidokain/prilokain atau ibuprofen foam terbukti efektif mengurangi nyeri yang terkait dengan luka kronis dan prosedur perawatan luka.

  • Analgesik Sistemik: Dapat dimulai dengan analgesik non-opioid. Jika nyeri berat, pertimbangkan penggunaan opioid sesuai tangga analgesik WHO. Untuk nyeri neuropatik yang sering menyertai ulkus diabetik, gabapentin atau pregabalin dapat dipertimbangkan. Manajemen nyeri yang efektif tidak hanya meningkatkan kenyamanan pasien tetapi juga dapat meningkatkan kepatuhan mereka terhadap jadwal penggantian balutan dan mendorong mobilitas, yang keduanya penting untuk proses penyembuhan.

Tatalaksana Spesifik Ulkus Kronis Umum dan Terapi Farmakologis (Termasuk Dosis Obat Ulkus Kronis)

Setelah diagnosis etiologi ditegakkan, tatalaksana spesifik dapat dimulai. Berikut adalah panduan untuk beberapa jenis ulkus kronis yang umum dijumpai di layanan primer:

  • Ulkus Vena (Venous Leg Ulcers - VLUs)

  • Diagnosis: Biasanya didasari riwayat insufisiensi vena kronis (CVI), adanya edema tungkai yang memburuk di sore hari, perubahan kulit seperti hiperpigmentasi hemosiderin, lipodermatosklerosis (pengerasan kulit dan jaringan subkutan), atau eksema vena. Lokasi tipikal adalah di area maleolus (mata kaki) atau sepertiga bawah tungkai ("area gaiter"). Pemeriksaan ABI biasanya menunjukkan hasil normal atau >0.8 (setelah PAD signifikan disingkirkan).

  • Terapi Utama: Terapi kompresi bertingkat (graduated compression) adalah landasan utama tatalaksana VLU, dengan catatan ABI telah memastikan tidak ada kontraindikasi arteri yang signifikan. Kompresi dapat diberikan menggunakan perban kompresi multilapis (dua, tiga, atau empat lapis) atau stoking kompresi medis. Elevasi tungkai saat istirahat dan latihan otot betis juga dianjurkan untuk membantu pompa vena.

  • Farmakoterapi (Dosis Obat Ulkus Kronis):

  • Pentoksifilin: Diberikan dengan dosis 400 mg tiga kali sehari per oral. Pentoksifilin, sebagai terapi adjuvan pada VLU, terbukti lebih efektif dibandingkan plasebo dalam meningkatkan angka penyembuhan ulkus (Risiko Relatif/RR 1.70; 95% Interval Kepercayaan/CI 1.30 hingga 2.24). Obat ini dapat mempercepat laju penyembuhan dan mencapai perbaikan signifikan (reduksi ukuran ulkus >60%). Efek samping gastrointestinal seperti mual atau dispepsia mungkin terjadi.

  • Flavonoid (Micronized Purified Flavonoid Fraction - MPFF): Contohnya adalah kombinasi Diosmin-Hesperidin. Dosis yang umum digunakan adalah 1000 mg sekali sehari atau 500 mg dua kali sehari per oral. MPFF bermanfaat untuk mengurangi gejala insufisiensi vena kronis dan dapat membantu mempercepat penyembuhan ulkus vena bila digunakan sebagai terapi tambahan. Mekanisme kerjanya meliputi peningkatan tonus vena, pengurangan permeabilitas kapiler, dan efek antiinflamasi. Kepatuhan jangka panjang terhadap terapi kompresi merupakan tantangan terbesar dalam pencegahan rekurensi VLU. Edukasi pasien yang efektif, pemilihan sistem kompresi yang nyaman, mudah digunakan, dan dapat diterima oleh pasien, serta dukungan berkelanjutan sangat krusial untuk keberhasilan terapi jangka panjang.

  • Ulkus Diabetik (Diabetic Foot Ulcers - DFUs)

  • Diagnosis: Terjadi pada pasien dengan diabetes melitus, seringkali disertai dengan neuropati perifer (gangguan saraf tepi) dan/atau penyakit arteri perifer (PAD). Lokasi tipikal adalah pada area telapak kaki yang mendapat tekanan berlebih (plantar aspect), ujung jari, atau area deformitas kaki. Penggunaan sistem klasifikasi standar seperti IWGDF/IDSA untuk derajat infeksi dan WIfI (Wound, Ischemia, and foot Infection) untuk risiko amputasi sangat dianjurkan.

  • Manajemen Multidisiplin: Tatalaksana DFU memerlukan pendekatan tim multidisiplin. Komponen utama meliputi kontrol glikemik yang optimal, offloading (pengurangan tekanan pada area ulkus) menggunakan alat bantu seperti Total Contact Cast (TCC), Removable Cast Walker (RCW), atau sepatu khusus, perawatan luka yang baik (termasuk debridemen), manajemen infeksi jika ada, dan evaluasi serta manajemen vaskular jika terdapat PAD.

Gambar 2. Pendekatan Penanganan infeksi Diabetic foot

  • Manajemen Infeksi (Dosis Obat Ulkus Kronis):

  • Untuk infeksi DFU ringan (ditandai dengan adanya minimal dua tanda inflamasi lokal seperti kemerahan <2cm di sekitar ulkus, hangat, bengkak, nyeri tekan, atau pus, tanpa keterlibatan jaringan dalam atau tanda sistemik), terapi antibiotik oral empiris dapat dimulai di layanan primer. Pengambilan spesimen kultur jaringan dalam sebelum memulai antibiotik sangat direkomendasikan jika memungkinkan, untuk memandu terapi definitif.

  • Tabel: Pilihan Antibiotik Oral Empiris untuk Infeksi Ulkus Diabetik Ringan dan Dosis Umum Tabel ini merangkum pilihan antibiotik oral berdasarkan pedoman untuk infeksi DFU ringan, dengan fokus pada patogen umum (Gram-positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus) dan pertimbangan terhadap MRSA.


Antibiotik Pilihan

Dosis Umum (Dewasa)

Catatan

Cephalexin

500 mg per oral, 4 kali/hari

Pilihan utama untuk infeksi ringan tanpa riwayat/risiko MRSA

Amoxicillin-clavulanate

Sesuai dosis standar (misal 875/125 mg 2x/hari atau 500/125 mg 3x/hari)

Alternatif, cakupan lebih luas termasuk beberapa anaerob dan Gram-negatif

Clindamycin

300-450 mg per oral, 3-4 kali/hari

Pilihan jika alergi beta-laktam; cakupan baik untuk Gram-positif & anaerob. Risiko C.difficile

Doxycycline

100 mg per oral, 2 kali/hari

Aktivitas terhadap MRSA komunitas; cakupan S.pyogenes kurang baik

Trimethoprim/Sulfamethoxazole (TMP/SMX)

1 tablet Double Strength (160/800mg) per oral, 2 kali/hari

Tambahkan jika ada riwayat/risiko MRSA (pada , ditambahkan ke Cephalexin). Pertimbangkan dosis lebih tinggi jika BB >80kg atau penyakit luas.

Linezolid

600 mg per oral, 2 kali/hari

Alternatif untuk alergi cephalosporin ; cakupan MRSA baik. Mahal, risiko toksisitas (mielosupresi) pada penggunaan lama.


  • Ulkus Arteri

  • Diagnosis: Ditandai dengan riwayat klaudikasio intermiten (nyeri kram pada tungkai saat berjalan yang hilang dengan istirahat) atau nyeri iskemik saat istirahat (rest pain), terutama malam hari. Pemeriksaan fisik menunjukkan ABI rendah (<0.9, seringkali <0.5 pada iskemia kritis). Ulkus biasanya terasa sangat nyeri, dasar luka tampak pucat atau nekrotik, dan berlokasi di area distal seperti ujung jari kaki, tumit, atau tonjolan tulang lainnya.

  • Manajemen oleh DU: Prinsip utama adalah menjaga luka tetap bersih. Jika terdapat gangren kering, biarkan area tersebut tetap kering untuk mencegah infeksi sekunder. Manajemen nyeri yang adekuat sangat penting. HINDARI debridemen agresif atau aplikasi terapi kompresi pada ulkus arteri. Rujuk pasien SEGERA ke spesialis bedah vaskular untuk evaluasi dan tindakan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah). Latihan fisik terstruktur di bawah supervisi dapat bermanfaat pada beberapa kasus PAD stabil, namun harus dikonsultasikan dengan spesialis. Pada kasus ulkus arteri, intervensi lokal pada luka oleh DU sebaiknya minimal ("less is more"). Fokus utama adalah diagnosis cepat, manajemen nyeri suportif, dan memastikan rujukan segera ke spesialis. Intervensi yang salah, seperti debridemen pada kondisi iskemia berat tanpa rencana revaskularisasi, justru dapat memperburuk kondisi dan mengancam tungkai.

  • Ulkus Tekan (Pressure Ulcers/Injuries - PIs)

  • Diagnosis: Terjadi pada area kulit di atas tonjolan tulang akibat tekanan yang berkepanjangan atau gesekan. Penentuan stadium ulkus tekan (Stadium I-IV, unstageable, atau deep tissue injury) penting untuk memandu tatalaksana dan prognosis.

  • Manajemen Utama: Kunci utama adalah redistribusi tekanan melalui reposisi rutin pasien (misalnya, setiap 2 jam), penggunaan alas tidur atau alas duduk khusus yang mengurangi tekanan, perawatan kulit untuk menjaga kebersihan dan kelembapan optimal, serta optimalisasi status nutrisi pasien. Perawatan luka dilakukan sesuai prinsip TIME. Pencegahan adalah strategi yang paling efektif dan hemat biaya dalam manajemen ulkus tekan. Edukasi kepada pasien, keluarga, dan caregiver mengenai identifikasi faktor risiko, tanda-tanda awal kerusakan kulit, dan strategi pencegahan (seperti teknik reposisi yang benar dan perawatan kulit) jauh lebih berdampak daripada mengobati ulkus yang sudah terbentuk.

  • Pilihan Balutan Modern (Berlaku Umum untuk Berbagai Jenis Ulkus, disesuaikan dengan kondisi luka)
    Selain balutan dasar yang telah disebutkan, beberapa balutan modern dengan kandungan aktif dapat dipertimbangkan:

  • Antiseptik Topikal:

  • Iodin (Povidone-iodine, Cadexomer iodine): Cadexomer iodine cocok untuk luka dengan eksudat sedang hingga banyak, sloughy, atau terinfeksi; beberapa studi menunjukkan dapat mempercepat penyembuhan VLU dibandingkan perawatan standar, namun perlu diperhatikan potensi efek samping seperti rasa gatal atau nyeri pada beberapa pasien. Povidone-iodine memiliki spektrum antimikroba yang luas dan disetujui FDA untuk perawatan luka akut superfisial jangka pendek.

  • Perak (Silver dressings): Menunjukkan efektivitas yang baik untuk DFU (OR 2.14), namun efeknya kurang signifikan secara statistik untuk VLU (OR 1.32). Durasi penggunaan perlu dipertimbangkan; beberapa analisis subgrup menunjukkan efek yang lebih kuat pada penggunaan <6 minggu, meskipun tidak signifikan secara statistik. Perlu diwaspadai potensi toksisitas silver nanoparticles (AgNPs) pada sel mamalia dan pertimbangan biaya.

  • Madu Medis (Medical Honey): Memiliki sifat antibakteri, antiinflamasi, dan mendukung debridemen autolitik. Beberapa bukti mendukung penggunaannya untuk luka bakar partial thickness dan luka pasca-operasi yang terinfeksi. Namun, bukti untuk VLU, DFU, dan ulkus tekan masih kurang kuat atau bahkan bertentangan. Satu pedoman tidak merekomendasikan penggunaan madu untuk VLU, tetapi dapat dipertimbangkan untuk ulkus tekan.

  • Penggunaan balutan antimikroba (iodin, perak, madu) harus bijaksana dan sejalan dengan prinsip antimicrobial stewardship. Penggunaan yang berlebihan atau tidak tepat dapat meningkatkan risiko resistensi mikroba dan menambah biaya perawatan. Indikasi klinis adanya infeksi atau bioburden yang tinggi harus jelas sebelum memutuskan penggunaan balutan antimikroba.

  • Analgesik Topikal (Dosis Obat Ulkus Kronis):

  • Krim Lidokain/Prilokain (misalnya, EMLA 5%): Aplikasikan lapisan tipis pada area luka dan kulit sekitarnya sekitar 30-60 menit sebelum prosedur yang mungkin menyakitkan (seperti debridemen atau penggantian balutan). Terbukti efektif mengurangi nyeri terkait luka.

  • Ibuprofen foam (misalnya, 10%): Aplikasikan pada area luka sesuai petunjuk produk. Terbukti signifikan mengurangi nyeri pada ulkus tungkai kronis. Penggunaan analgesik topikal secara proaktif sebelum prosedur yang berpotensi menyakitkan dapat meningkatkan toleransi pasien, memudahkan pelaksanaan prosedur perawatan luka yang lebih optimal, dan secara keseluruhan meningkatkan kualitas perawatan.

Edukasi Pasien untuk Pencegahan dan Perawatan Mandiri

Edukasi pasien dan keluarga/caregiver adalah komponen vital dalam tatalaksana ulkus kronis, terutama untuk pencegahan rekurensi. Poin-poin penting meliputi pemahaman mengenai kondisi ulkus dan penyakit dasarnya, pentingnya perawatan kulit rutin, kepatuhan terhadap terapi kompresi (khususnya untuk VLU), pemilihan alas kaki yang tepat dan inspeksi kaki rutin (khususnya untuk DFU), menjaga nutrisi dan hidrasi yang adekuat, melakukan aktivitas fisik atau latihan yang sesuai, serta elevasi tungkai jika diindikasikan. 

Pasien juga perlu diajarkan untuk mengenali tanda-tanda peringatan dini infeksi atau perburukan ulkus agar dapat segera mencari pertolongan medis. Pendekatan kolaboratif antara tenaga medis dan pasien, serta penyediaan program edukasi yang terstruktur dan berkelanjutan, sangat penting. 

Edukasi bukanlah peristiwa satu kali, melainkan proses berkesinambungan yang memerlukan penguatan informasi secara periodik dan penyesuaian materi dengan kebutuhan individu. Penggunaan berbagai metode edukasi (lisan, materi tertulis, visual, media digital) dan melibatkan keluarga atau caregiver secara aktif dapat meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien.

Kapan Merujuk ke Spesialis?

Dokter umum harus mengenali batas kompetensinya dan tidak ragu merujuk pasien ke spesialis jika diperlukan. Beberapa kriteria rujukan umum meliputi:

  • Ulkus tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan (misalnya, reduksi area permukaan luka sebesar 50%) dalam 4 minggu meskipun telah mendapatkan tatalaksana optimal di layanan primer.

  • Ulkus yang sangat luas, dalam, berlangsung lama (kronisitas >3 bulan untuk VLU), atau refrakter terhadap terapi standar.

  • Ulkus Vena: Jika refrakter terhadap terapi konservatif, berukuran sangat besar, atau berlangsung lebih dari 3 bulan.

  • Ulkus Arteri: Harus dirujuk SEGERA setelah diagnosis PAD signifikan ditegakkan (misalnya, ABI <0.7 atau <0.8) atau jika terdapat tanda-tanda iskemia kritis seperti nyeri istirahat yang hebat atau gangren.

  • Ulkus Diabetik:

  • Adanya infeksi sedang hingga berat (ditandai selulitis yang meluas >2cm dari tepi ulkus, tanda-tanda infeksi sistemik, abses dalam, gangren, atau kecurigaan kuat osteomielitis).

  • Adanya PAD signifikan yang memerlukan tindakan revaskularisasi.

  • Skor WIfI yang tinggi, yang mengindikasikan risiko amputasi yang juga tinggi.

  • Kebutuhan akan debridemen bedah yang ekstensif atau aplikasi offloading yang kompleks (misalnya, TCC) yang tidak dapat dilakukan di layanan primer.

  • Kegagalan manajemen rawat jalan sebelumnya.

  • Ulkus Tekan: Ulkus stadium III atau IV, terutama jika disertai komplikasi seperti dugaan osteomielitis, atau jika memerlukan tindakan bedah debridemen ekstensif atau rekonstruksi dengan flap.

  • Kecurigaan Ulkus Atipikal atau Malignansi: Jika gambaran ulkus tidak khas, tidak merespons terapi standar meskipun etiologi umum telah disingkirkan, atau jika terdapat riwayat keganasan pada pasien. Biopsi pada kasus seperti ini sangat dianjurkan.

  • Kebutuhan akan Terapi Lanjutan: Jika pasien dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi lanjutan seperti Negative Pressure Wound Therapy (NPWT), skin graft, atau terapi seluler yang umumnya dilakukan oleh spesialis. Sistem rujukan yang jelas dan kolaborasi yang baik antara dokter umum dan dokter spesialis adalah fundamental untuk tatalaksana ulkus kronis yang optimal. Dokter umum perlu memiliki kepercayaan diri dalam menangani kasus-kasus yang sesuai dengan lingkup kompetensinya, namun juga harus proaktif dalam merujuk pasien jika diperlukan, tanpa menyebabkan penundaan yang dapat merugikan pasien.

Kesimpulan: Peran Krusial Dokter Umum dalam Diagnosis dan Terapi Ulkus Kronis

Dokter umum memainkan peran yang sangat krusial dalam diagnosis dan terapi ulkus kronis. Kemampuan untuk melakukan diagnosis dini yang akurat, memberikan tatalaksana awal yang komprehensif dan berbasis bukti, melaksanakan edukasi pasien yang efektif, serta melakukan rujukan yang tepat waktu ke spesialis adalah kunci untuk meningkatkan hasil akhir pasien dengan ulkus kronis. Pendekatan holistik yang mempertimbangkan kondisi pasien secara keseluruhan, bukan hanya luka lokal, sangat ditekankan. 

Dengan terus memperbarui pengetahuan mengenai prinsip-prinsip perawatan luka modern, termasuk indikasi dan dosis obat ulkus kronis yang relevan, serta modalitas terapi lainnya, dokter umum dapat memberikan kontribusi signifikan dalam mengurangi beban masalah akibat ulkus kronis.

Referensi

  1. Chronic Wounds: Evaluation and Management - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32003952/

  2. Wound Assessment - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 27, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482198/

  3. Chronic wounds: Treatment consensus - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9305950/

  4. Primary care disease management for venous leg ulceration—study ..., diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8771170/

  5. Prevalence of chronic wounds in the general population: systematic review and meta-analysis of observational studies - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30497932/

  6. CHRONIC WOUNDS PRIMER - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10352385/

  7. The humanistic and economic burden of chronic wounds: a protocol for a systematic review, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5259833/

  8. A narrative review of the epidemiology and economics of chronic wounds - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34549421/

  9. Management of venous leg ulcers in general practice - a practical ..., diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25225642/

  10. Venous leg ulcer management in general practice--practice nurses and evidence based guidelines - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22558626/

  11. Pressure Ulcer - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 27, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553107/

  12. Ulkus - Gejala, Penyebab, dan Pengobatan - Halodoc, diakses Mei 27, 2025, https://www.halodoc.com/kesehatan/ulkus

  13. Management of Diabetic Foot Ulcers: A Review - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6368931/

  14. Management of Diabetic Foot Ulcers - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3508111/

  15. A Primary Care Provider's Guide to Prevention and Management of Pressure Injury and Skin Breakdown in People With Spinal Cord Injury, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7640915/

  16. Dressings and topical agents for arterial leg ulcers - PMC - PubMed Central, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6984409/

  17. Management of venous leg ulcers in general practice – a practical guideline - RACGP, diakses Mei 27, 2025, https://www.racgp.org.au/afp/2014/september/management-of-venous-leg-ulcers-in-general-practic

  18. Diabetic Foot Ulcers: A Review - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10723802/

  19. Strategies and challenges in the treatment of chronic venous leg ..., diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7674718/

  20. Preventing pressure ulcers: a systematic review - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16926357/

  21. Skin Ulcers: Pharmacotherapy - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33263974/

  22. Anti-infective management of infected skin ulcers - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11142418/

  23. Systemic therapy for leg ulcers - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4228672/

  24. Antibiotics and antiseptics for venous leg ulcers - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10580125/

  25. Therapeutic Indices of Topical Antiseptics in Wound Care: A Systematic Review - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39355996/

  26. Wound cleansing, topical antiseptics and wound healing - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7951490/

  27. Venous Ulcers: Diagnosis and Treatment - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31478635/

  28. Patient education for preventing venous leg ulceration - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6486020/

  29. Topical Analgesic and Local Anesthetic Agents for Pain Associated ..., diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32304447/

  30. Pharmacological adjuncts for chronic venous ulcer healing: a ..., diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26036247/

  31. Efficacy and Safety of Pentoxifylline for Venous Leg Ulcers: An Updated Meta-Analysis, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11869512/

  32. The Effects of Different Dosages on Micronized Purified Flavonoid Fraction's Treatment of Lower Limb Chronic Venous Disease: A Meta-Analysis - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39066519/

  33. Micronized Purified Flavonoid Fraction (MPFF) for Patients Suffering from Chronic Venous Disease: A Review of New Evidence - PubMed Central, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6824339/

  34. Diabetic Foot Infections - NCBI Bookshelf, diakses Mei 27, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553006/

  35. Clinical Pathway for the Management of Diabetic Foot Infections in ..., diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9834778/

  36. Mengenal Ulkus Diabetikum, Penyebab, Gejala, dan Perawatannya - Siloam Hospitals, diakses Mei 27, 2025, https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/mengenal-ulkus-diabetikum

  37. Venous and arterial leg ulcers - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1363917/

  38. Managing peripheral arterial disease and vascular ulcers - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23571037/

  39. Patient education materials on pressure injury prevention in ..., diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7948898/

  40. Impact of Silver Dressings on Wound Healing Rate in Patients with ..., diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11805542/

  41. Nanocrystalline silver dressings in wound management: a review - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2676636/

  42. Role of Honey in Advanced Wound Care - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8398244/

  43. Honey for Wound Management: A Review of Clinical Effectiveness ..., diakses Mei 27, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538361/

  44. Patient education for preventing diabetic foot ulceration - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7057029/

  45. Patient education for preventing diabetic foot ulceration. A systematic review - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12227125/

  46. Diabetic Foot Care - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses Mei 27, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553110/

  47. A Review of Patient's Knowledge and Practice of Diabetic Foot Self-Care - PMC, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10917598/

  48. Clinical practice guidelines of foot care practice for patients with type 2 diabetes: A scoping review using self-care model - PubMed, diakses Mei 27, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38831701/

  49. Repositioning for pressure ulcer prevention in adults - PMC - PubMed Central, diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6769133/

  50. Innovative Treatment Strategies to Accelerate Wound Healing ..., diakses Mei 27, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9367945/