Dokter Post - Diagnosis dan Terapi Paronikia pada Pasien Diabetes Mellitus: Panduan Praktis untuk Dokter Umum

Diagnosis dan Terapi Paronikia pada Pasien Diabetes Mellitus: Panduan Praktis untuk Dokter Umum

18 Jun 2025 • Kulit

Deskripsi

Diagnosis dan Terapi Paronikia pada Pasien Diabetes Mellitus: Panduan Praktis untuk Dokter Umum

Pendahuluan

Paronikia, suatu kondisi inflamasi pada lipatan jaringan di sekitar kuku (lipatan kuku proksimal dan/atau lateral), merupakan salah satu infeksi tangan yang paling umum ditemui dalam praktik klinis. Kondisi ini dapat bersifat akut (kurang dari 6 minggu) atau kronis (lebih dari 6 minggu) dan timbul akibat gangguan pada barrier protektif antara lempeng kuku dan lipatan kuku. 

Meskipun sering dianggap sebagai masalah minor, paronikia dapat menyebabkan nyeri signifikan, gangguan fungsi, dan pada kasus yang jarang, komplikasi serius seperti selulitis atau osteomielitis. Bagi dokter umum, terutama yang melayani populasi pasien berusia 25-35 tahun, pemahaman mendalam mengenai diagnosis dan terapi paronikia sangatlah penting. 

Tantangan diagnosis dan manajemen meningkat secara signifikan pada pasien dengan Diabetes Mellitus (DM). Pasien diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami infeksi kulit dan penyembuhan luka yang lebih lambat, menjadikan paronikia pada kelompok ini memerlukan perhatian khusus dan pendekatan tatalaksana yang cermat. 

Artikel ini bertujuan memberikan panduan praktis berbasis bukti ilmiah dari sumber terindeks PubMed mengenai diagnosis dan terapi paronikia, dengan fokus pada pasien diabetes mellitus.

Etiologi dan Patofisiologi Paronikia

Pemahaman mengenai penyebab dan mekanisme terjadinya paronikia adalah kunci untuk penatalaksanaan yang tepat. Terdapat perbedaan mendasar antara paronikia akut dan kronis.

Paronikia Akut

Paronikia akut umumnya berlangsung kurang dari enam minggu dan seringkali disebabkan oleh infeksi bakteri. Etiologi tersering adalah inokulasi bakteri, terutama flora kulit seperti Staphylococcus aureus (termasuk MRSA) dan Streptococcus pyogenes, ke dalam lipatan kuku setelah terjadi trauma minor. 

Trauma ini dapat berupa gigitan kuku (onikofagia), menghisap jari, manikur atau pedikur yang agresif, kuku tumbuh ke dalam (onkokriptosis), atau manipulasi hangnail

Kontak dengan sekret oral (misalnya pada anak yang menghisap jari atau orang dewasa yang menggigit kuku) dapat memasukkan flora oral, termasuk bakteri anaerob (Fusobacterium, Peptostreptococcus, Prevotella) dan aerob seperti Eikenella corrodens

Penyebab non-bakteri yang lebih jarang meliputi infeksi jamur (Candida albicans) atau virus (Herpes simplex virus, menyebabkan herpetic whitlow). Beberapa obat, seperti inhibitor EGFR dan kemoterapi sitotoksik, juga dapat memicu paronikia akut.

Secara patofisiologis, paronikia akut terjadi ketika barrier protektif antara lempeng kuku dan lipatan kuku (kutikula atau eponikium) rusak. Kerusakan ini menciptakan portal masuk bagi mikroorganisme. Invasi patogen ini memicu respons inflamasi akut pada jaringan periungual, yang ditandai dengan eritema, edema, nyeri, dan potensi pembentukan abses.

Gambar 1. Paronikia akut (A) menunjukkan adanya eritema, bengkak dan pus. (B) paronikia akut dengan formasi abses

Paronikia Kronis

Berbeda dengan paronikia akut, paronikia kronis berlangsung selama enam minggu atau lebih dan kini lebih dipandang sebagai bentuk dermatitis atau eksema pada tangan, bukan infeksi primer. Faktor utama adalah paparan berulang terhadap iritan lingkungan (air, deterjen, bahan kimia) dan alergen, yang merusak kutikula dan mengganggu barrier kulit. Pekerjaan yang melibatkan tangan basah atau paparan iritan (seperti pencuci piring, bartender, petugas kebersihan, perawat, perenang) merupakan faktor risiko signifikan.

Patofisiologi paronikia kronis melibatkan siklus inflamasi berulang. Kerusakan kutikula akibat paparan iritan memungkinkan masuknya alergen dan patogen sekunder. Inflamasi berulang menyebabkan edema dan fibrosis pada lipatan kuku proksimal dan lateral, yang kemudian menarik diri (retraksi) dari lempeng kuku.

Retraksi ini semakin mengekspos sulkus kuku, memperburuk kerusakan barrier dan memfasilitasi masuknya iritan/alergen lebih lanjut, menciptakan lingkaran setan yang menghambat regenerasi kutikula. Fibrosis juga dapat mengganggu suplai vaskular ke area tersebut, mempersulit penetrasi obat topikal. 

Meskipun Candida albicans sering ditemukan pada kultur (hingga 95% kasus), perannya dianggap sebagai kolonisasi sekunder pada barrier yang rusak, bukan penyebab utama inflamasi. Penyebab lain yang lebih jarang termasuk penyakit Psoriasis, Keganasan, atau efek samping obat seperti retinoid dan inhibitor protease.

Gambar 2. Patogenesis Paronikia kronis

Peran Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus secara signifikan meningkatkan risiko dan dapat memperburuk paronikia, baik akut maupun kronis. Beberapa mekanisme berkontribusi terhadap hal ini:

  1. Gangguan Imunitas: Hiperglikemia dapat mengganggu fungsi neutrofil dan sistem imun seluler, membuat pasien lebih rentan terhadap infeksi bakteri dan jamur.

  2. Gangguan Vaskular: DM seringkali disertai dengan penyakit mikrovaskular dan makrovaskular, yang mengurangi aliran darah ke ekstremitas. Suplai darah yang buruk menghambat penyembuhan luka dan pengiriman sel imun serta antibiotik ke lokasi infeksi.

  3. Neuropati Perifer: Kehilangan sensasi protektif akibat neuropati diabetik dapat menyebabkan pasien tidak menyadari adanya trauma minor pada jari tangan atau kaki, yang merupakan pemicu umum paronikia akut.

  4. Penyembuhan Luka Lambat: Proses penyembuhan luka secara umum lebih lambat pada pasien diabetes, terutama jika kontrol glikemik tidak optimal. Hal ini dapat menyebabkan paronikia akut lebih mudah berkembang menjadi kronis atau mengalami komplikasi.

  5. Peningkatan Kolonisasi Jamur: Pasien diabetes lebih rentan terhadap infeksi jamur, termasuk Candida, yang dapat berperan sebagai kolonisator sekunder pada paronikia kronis.

Oleh karena itu, evaluasi status diabetes dan tingkat kontrol glikemik merupakan bagian integral dari diagnosis dan perencanaan terapi paronikia pada pasien ini.

Diagnosis Paronikia pada Pasien Diabetes

Diagnosis paronikia, baik akut maupun kronis, pada prinsipnya ditegakkan secara klinis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun, pada pasien diabetes, kewaspadaan terhadap potensi komplikasi dan perlunya menyingkirkan diagnosis banding menjadi lebih penting.

Presentasi Klinis

  • Paronikia Akut: Ditandai dengan onset cepat (beberapa jam hingga hari) berupa nyeri hebat, eritema (kemerahan), dan edema (pembengkakan) pada satu atau lebih lipatan kuku, biasanya hanya pada satu jari. Jika terjadi pembentukan abses, dapat terlihat pus berwarna kekuningan di bawah kutikula atau lipatan kuku tampak fluktuatif (boggy) dan tegang. Demam atau limfangitis jarang terjadi kecuali pada infeksi yang parah atau disebabkan oleh Streptococcus pyogenes.

  • Paronikia Kronis: Berkembang secara bertahap selama lebih dari enam minggu. Gejala inflamasi seperti nyeri, kemerahan, dan bengkak biasanya lebih ringan dibandingkan bentuk akut, namun dapat mengalami eksaserbasi intermiten, terutama setelah terpapar air atau iritan. Beberapa jari seringkali terlibat. Tanda khas meliputi pembengkakan lipatan kuku (terutama proksimal) yang terangkat dari lempeng kuku, hilangnya kutikula, dan perubahan pada lempeng kuku seperti penebalan, perubahan warna, serta munculnya rigi-rigi transversal (Beau's lines). Pus mungkin dapat sedikit diekspresikan dari bawah kutikula.

Pendekatan Diagnostik

  1. Anamnesis:

  • Tanyakan onset, durasi, dan progresi gejala.

  • Gali riwayat trauma (gigitan kuku, manikur, cedera), paparan pekerjaan (air, iritan), kebiasaan (menghisap jari).

  • Tanyakan riwayat penyakit penyerta, terutama Diabetes Mellitus (lama menderita, tingkat kontrol glikemik terakhir, komplikasi), kondisi imunosupresi lain (HIV, keganasan), dan penyakit kulit (psoriasis, eksema).

  • Catat riwayat pengobatan sebelumnya dan daftar obat yang sedang dikonsumsi (terutama retinoid, inhibitor EGFR, kemoterapi, antibiotik).

  1. Pemeriksaan Fisik:

  • Inspeksi area periungual dengan cermat, perhatikan tanda-tanda inflamasi (eritema, edema), adanya pus atau fluktuasi, kondisi kutikula, dan perubahan lempeng kuku.

  • Palpasi lipatan kuku untuk menilai nyeri tekan dan adanya fluktuasi yang menandakan abses.

  • Digital Pressure Test: Pada kasus abses yang tidak jelas, tes ini dapat membantu. Tekanan lembut pada aspek volar ujung jari yang terkena akan menyebabkan area pucat (blanching) yang lebih luas di sekitar kuku jika terdapat abses di bawahnya.

  • Periksa seluruh jari tangan dan kaki, serta kulit di area lain untuk mencari tanda penyakit kulit sistemik atau infeksi lain.

  • Pada pasien diabetes, lakukan pemeriksaan kaki menyeluruh untuk mencari tanda neuropati, penyakit vaskular perifer, dan ulkus.

  1. Pemeriksaan Penunjang:

  • Kultur Bakteri/Jamur: Dianjurkan jika terdapat pus atau abses yang didrainase, terutama pada infeksi berat, rekuren, atipikal, atau pada pasien imunosupresi (termasuk diabetes). Kultur membantu mengidentifikasi patogen dan menentukan sensitivitas antibiotik. Pengambilan sampel sebaiknya berupa aspirasi pus atau spesimen jaringan.

  • Pemeriksaan KOH: Dapat dilakukan pada kerokan dari bawah lipatan kuku pada kasus kronis jika dicurigai infeksi jamur sekunder, meskipun Candida seringkali hanya kolonisasi.

  • Pemeriksaan Glukosa Darah: Wajib diperiksa pada pasien diabetes untuk menilai tingkat kontrol glikemik saat ini. Pemeriksaan ini juga dapat mengidentifikasi kasus diabetes yang belum terdiagnosis. Fructosamine dapat digunakan untuk menilai kontrol glikemik 2-3 minggu terakhir jika HbA1c tidak tersedia.

  • Pemeriksaan Darah Lain: Hitung darah lengkap dan penanda inflamasi (CRP, LED) umumnya tidak diperlukan kecuali pada kasus berat dengan selulitis luas atau tanda sistemik.

  • Pencitraan (Radiografi): Diindikasikan jika dicurigai adanya benda asing, fraktur, atau osteomielitis (infeksi tulang), terutama pada infeksi kronis atau yang tidak kunjung sembuh. Ultrasonografi dapat membantu mengkonfirmasi keberadaan abses jika pemeriksaan fisik meragukan.

Diagnosis Banding

Beberapa kondisi dapat menyerupai paronikia dan perlu dipertimbangkan, terutama pada kasus kronis atau atipikal :

  • Herpetic whitlow: Infeksi HSV pada jari, seringkali dengan vesikel multipel. Drainase bedah dikontraindikasikan.

  • Felon: Abses pada pulpa jari (bantalan jari distal).

  • Onikomikosis: Infeksi jamur pada lempeng kuku.

  • Psoriasis kuku: Dapat menyebabkan perubahan kuku dan inflamasi lipatan kuku.

  • Dermatitis kontak iritan/alergi: Penyebab umum paronikia kronis.

  • Keganasan: Karsinoma sel skuamosa, penyakit Bowen, atau melanoma subungual/periungual dapat bermanifestasi sebagai lesi mirip paronikia kronis yang tidak sembuh. Biopsi diindikasikan jika ada kecurigaan.

  • Tumor lain: Seperti pyogenic granuloma atau periungual fibroma.

  • Retronikia: Pertumbuhan kuku proksimal ke dalam lipatan kuku proksimal.

Terapi Paronikia pada Pasien Diabetes

Tujuan utama terapi paronikia adalah mengatasi inflamasi dan infeksi, meredakan gejala, memulihkan fungsi jari, serta mencegah komplikasi dan rekurensi. Pendekatan terapi harus disesuaikan dengan jenis paronikia (akut vs kronis), tingkat keparahan, ada tidaknya abses, dan kondisi pasien secara keseluruhan, terutama status diabetes dan kontrol glikemiknya.

Prinsip Umum dan Kontrol Glikemik

Prinsip fundamental dalam diagnosis dan terapi paronikia pada pasien diabetes adalah optimalisasi kontrol glikemik. Hiperglikemia terbukti menghambat fungsi imun dan proses penyembuhan luka. Mencapai target glukosa darah yang direkomendasikan merupakan komponen krusial untuk keberhasilan terapi, baik konservatif maupun bedah, serta untuk pencegahan. Edukasi pasien mengenai pentingnya kontrol gula darah harus selalu ditekankan.

Tatalaksana Paronikia Akut

Manajemen paronikia akut sangat bergantung pada ada atau tidaknya abses yang dapat didrainase.

  1. Tanpa Abses (Stadium Inflamasi/Selulitis Awal):

  • Tindakan Konservatif: Rendam jari yang terkena dalam air hangat selama 10-15 menit, 3-4 kali sehari. Dapat ditambahkan larutan antiseptik seperti larutan Burow (aluminium asetat) atau cuka (asam asetat 1%). Larutan antiseptik lain seperti povidone-iodine atau chlorhexidine juga dapat digunakan.

  • Terapi Topikal: Jika rendaman hangat saja tidak cukup setelah 2-3 hari, dapat ditambahkan antibiotik topikal (misalnya mupirocin, gentamicin, bacitracin/polymyxin B). Kombinasi dengan kortikosteroid topikal potensi rendah-sedang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi inflamasi lebih cepat.

  1. Dengan Abses:

  • Indikasi Drainase: Adanya abses yang jelas (fluktuasi, pus terlihat, atau positif pada digital pressure test) merupakan indikasi mutlak untuk insisi dan drainase (I&D).

  • Teknik Drainase:

  • Anestesi lokal (blok digital dengan lidokain 1% tanpa epinefrin) seringkali diperlukan karena area tersebut sangat nyeri.

  • Teknik sederhana: Elevasi lipatan kuku (lateral atau eponikium) dari lempeng kuku menggunakan ujung skalpel No. 11/15 (sisi tajam menjauhi dasar kuku), jarum hipodermik bevel-up, atau elevator kuku untuk memungkinkan pus keluar secara spontan.

  • Jika abses lebih besar atau melibatkan seluruh eponikium (run-around abscess), mungkin diperlukan insisi longitudinal tunggal atau ganda pada lipatan kuku.

  • Jika terdapat pus di bawah lempeng kuku (abses subungual), mungkin diperlukan pengangkatan sebagian atau seluruh lempeng kuku proksimal untuk drainase adekuat.

  • Perawatan Pasca-I&D: Irigasi kavitas abses dengan saline normal. Pemasangan kassa kecil di bawah lipatan kuku dapat dilakukan untuk menjaga drainase (dilepas setelah 1-2 hari). Lanjutkan rendaman hangat selama beberapa hari. Tutup luka dengan dressing steril.

  • Kultur: Ambil sampel pus saat drainase untuk kultur dan tes sensitivitas, terutama pada pasien diabetes atau kasus yang tidak biasa.

  1. Antibiotik Oral:

  • Umumnya tidak diperlukan setelah I&D yang adekuat pada kasus tanpa komplikasi.

  • Indikasi: Diberikan jika terdapat selulitis yang signifikan, limfangitis, tanda-tanda infeksi sistemik (demam), pasien dengan imunosupresi (termasuk diabetes yang tidak terkontrol), atau jika terapi konservatif/I&D gagal.

  • Pemilihan dan Dosis Obat Paronikia: Pilihan antibiotik harus menargetkan S. aureus dan Streptococcus. Pertimbangkan prevalensi MRSA lokal dan faktor risiko pasien (jika ada, pilih TMP/SMX, clindamycin, atau doxycycline). Jika ada riwayat gigitan kuku atau menghisap jari, pertimbangkan cakupan anaerob (misalnya, amoxicillin/clavulanate atau clindamycin). Durasi terapi biasanya 5-10 hari.

Tabel 1: Algoritma Tatalaksana Paronikia Akut pada Pasien Diabetes

Langkah Klinis

Temuan

Tindakan

1. Penilaian Awal

Nyeri, eritema, edema lipatan kuku

Anamnesis (trauma, durasi, riwayat DM & kontrol glikemik), Pemeriksaan Fisik (cari fluktuasi/abses, digital pressure test)

2. Evaluasi Abses

Ada Abses (Fluktuasi / Pus / Tes +)

Lakukan Insisi & Drainase (I&D). Pertimbangkan anestesi blok digital. Ambil sampel pus untuk kultur. Lakukan irigasi. Pertimbangkan packing kasa (lepas 1-2 hari). Lanjutkan rendam hangat. Antibiotik Oral? -> Lihat Langkah 4.

Tidak Ada Abses (Inflamasi saja)

Mulai Terapi Konservatif: Rendam air hangat +/- antiseptik (Burow/cuka) 3-4x/hari.

3. Evaluasi Respon Konservatif (2-3 hari)

Tidak Membaik / Memburuk

Tambahkan Antibiotik Topikal +/- Kortikosteroid Topikal. Evaluasi ulang kemungkinan abses tersembunyi.

Membaik

Lanjutkan terapi konservatif hingga resolusi. Edukasi pencegahan.

4. Indikasi Antibiotik Oral (Pasca I&D atau jika Konservatif Gagal dengan Inflamasi Berat)

Selulitis luas? Tanda Sistemik (Demam)? Imunosupresi (DM tidak terkontrol)?

Ya: Berikan Antibiotik Oral (Target Staph/Strep +/- MRSA/Anaerob sesuai indikasi). Pilih berdasarkan kultur jika tersedia & sensitivitas lokal. Durasi 5-10 hari. Tidak: Antibiotik oral umumnya tidak diperlukan setelah I&D adekuat.

5. Kontrol Glikemik

Semua Pasien Diabetes

Periksa Glukosa Darah. Tekankan & bantu optimalkan kontrol glikemik.

6. Follow-up

Semua Kasus

Jadwalkan follow-up untuk memantau penyembuhan, meninjau hasil kultur (jika ada), dan memperkuat edukasi pencegahan. Rujuk jika tidak ada perbaikan atau ada komplikasi.

Tabel 2: Pilihan dan Dosis Obat Paronikia (Antibiotik Oral Umum)


Antibiotik

Dosis Dewasa Tipikal

Durasi Tipikal

Catatan

Amoxicillin/Clavulanate

875 mg/125 mg, 2 kali sehari (BID)

5-10 hari

Pilihan baik jika dicurigai flora oral (anaerob). Perlu penyesuaian dosis pada gangguan ginjal.

Cephalexin

500 mg, 4 kali sehari (QID)

5-10 hari

Pilihan lini pertama untuk cakupan Staph/Strep.

Clindamycin

300-450 mg, 4 kali sehari (QID)

5-10 hari

Cakupan Staph/Strep (termasuk beberapa strain MRSA) dan anaerob. Risiko kolitis C. difficile.

Trimethoprim/Sulfamethoxazole (TMP/SMX)

1 tablet Double Strength (DS) (160/800 mg), 2 kali sehari (BID)

5-10 hari

Pilihan utama jika MRSA dicurigai atau terbukti. Kurang efektif untuk Streptococcus.

Doxycycline

100 mg, 2 kali sehari (BID)

5-10 hari

Alternatif untuk cakupan MRSA. Hindari pada anak < 8 tahun dan ibu hamil.

Catatan: Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada data sensitivitas lokal, faktor risiko pasien, dan hasil kultur jika tersedia.

Tatalaksana Paronikia Kronis

Fokus utama adalah mengelola kondisi peradangan kulit yang mendasari dan menghilangkan faktor pemicu.

  1. Edukasi dan Penghindaran Pemicu: Ini adalah langkah paling krusial. Pasien harus secara ketat menghindari paparan terhadap air dan iritan (sabun, deterjen, bahan kimia). Sarung tangan tahan air berlapis katun harus digunakan saat melakukan pekerjaan basah. Jaga tangan tetap kering dan gunakan pelembap/emolien secara teratur. Hindari manipulasi kuku dan kutikula.

  2. Terapi Anti-inflamasi Topikal:

  • Kortikosteroid Topikal: Merupakan terapi lini pertama untuk mengurangi peradangan pada lipatan kuku. Kortikosteroid potensi sedang hingga tinggi (misalnya, betamethasone valerate) dapat digunakan selama beberapa minggu, kemudian diturunkan potensinya.

  • Inhibitor Kalsineurin Topikal: Tacrolimus 0.1% ointment merupakan alternatif yang efektif, terutama untuk pemeliharaan jangka panjang atau jika ada kekhawatiran efek samping steroid.

  1. Antijamur:

  • Peran antijamur terbatas dan umumnya hanya digunakan jika ada bukti infeksi jamur sekunder (Candida) atau jika tidak ada respons terhadap terapi anti-inflamasi.

  • Antijamur Topikal: Golongan azole (clotrimazole, miconazole, ketoconazole) atau nystatin dapat dicoba. Durasi pengobatan bisa berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

  • Antijamur Oral: Jarang diperlukan. Jika digunakan (misalnya, kasus berat dengan konfirmasi Candida), dosis obat paronikia seperti Fluconazole (misalnya, 150 mg per minggu atau 100-200 mg per hari selama beberapa minggu) atau Itraconazole (misalnya, 200 mg per hari selama beberapa minggu) dapat dipertimbangkan.

  1. Manajemen Bedah: Jarang diindikasikan untuk paronikia kronis. Prosedur seperti marsupialisasi eponikium (misalnya, en bloc excision of the proximal nail fold atau teknik Swiss roll) dapat dipertimbangkan pada kasus yang sangat refrakter terhadap terapi medis untuk mempromosikan drainase dan menghilangkan jaringan fibrotik.

Tabel 3: Pilihan dan Dosis Obat Paronikia (Antijamur Umum untuk Kronis - Jika Terindikasi)


Antijamur

Bentuk Sediaan

Dosis Dewasa Tipikal

Durasi Tipikal

Catatan

Clotrimazole

Krim 1%

Oleskan 2-3 kali sehari

Beberapa minggu hingga bulan

Tersedia bebas. Efektif untuk Candida.

Miconazole

Krim 2%

Oleskan 2 kali sehari

Beberapa minggu hingga bulan

Tersedia bebas. Efektif untuk Candida.

Ketoconazole

Krim 2%

Oleskan 1-2 kali sehari

Beberapa minggu hingga bulan

Efektif untuk Candida.

Nystatin

Krim/Salep

Oleskan 2-3 kali sehari

Beberapa minggu hingga bulan

Spesifik untuk Candida.

Fluconazole

Oral

150 mg sekali seminggu ATAU 100-200 mg sekali sehari

Mingguan: 6-12 bulan Harian: 2-4 minggu

Digunakan jika infeksi Candida terbukti/dicurigai kuat & refrakter topikal. Perhatikan interaksi obat & fungsi hati.

Itraconazole

Oral

200 mg sekali sehari

2-4 minggu

Alternatif oral jika infeksi Candida terbukti/dicurigai kuat & refrakter topikal. Perhatikan interaksi obat & fungsi hati.

Catatan: Penggunaan antijamur pada paronikia kronis harus didasarkan pada kecurigaan klinis yang kuat atau bukti mikologis adanya infeksi jamur sekunder, bukan sebagai terapi rutin.

Pencegahan Paronikia pada Pasien Diabetes

Pencegahan merupakan aspek krusial dalam manajemen paronikia, terutama pada populasi berisiko tinggi seperti pasien diabetes. Edukasi pasien mengenai strategi pencegahan yang efektif adalah tugas penting bagi dokter umum.

Strategi pencegahan utama meliputi:

  • Kontrol Glikemik Optimal: Menjaga kadar gula darah dalam rentang target adalah fondasi pencegahan. Kontrol glikemik yang baik mendukung fungsi imun dan penyembuhan luka.

  • Hindari Trauma Kuku dan Kulit Sekitarnya: Edukasi pasien untuk tidak menggigit kuku, mencabut hangnail, atau memanipulasi kutikula secara agresif. Hindari manikur atau pedikur yang terlalu dalam atau menggunakan alat yang tidak steril. Potong kuku secara lurus dan tidak terlalu pendek.

  • Hindari Paparan Iritan dan Kelembaban Berlebih: Gunakan sarung tangan tahan air berlapis katun saat melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan lain yang melibatkan kontak dengan air atau bahan kimia. Keringkan tangan dan kaki secara menyeluruh setelah dicuci atau basah.

  • Perawatan Kaki dan Tangan Rutin: Lakukan inspeksi harian pada tangan dan kaki untuk mendeteksi luka kecil, kemerahan, atau tanda awal infeksi lainnya, terutama jika terdapat neuropati. Jaga kebersihan kuku dan kulit sekitarnya.

  • Gunakan Pelembap: Aplikasikan pelembap secara teratur untuk menjaga hidrasi kulit dan mencegah kulit kering atau pecah-pecah yang dapat menjadi portal masuk infeksi.

  • Pilih Alas Kaki yang Tepat: Gunakan sepatu yang pas dan nyaman untuk menghindari tekanan atau gesekan berlebih pada jari kaki yang dapat memicu paronikia atau kuku tumbuh ke dalam.

Tabel 4: Strategi Pencegahan Paronikia pada Pasien Diabetes

Strategi Utama

Tindakan Spesifik

Kontrol Gula Darah Optimal

Patuhi rencana pengobatan diabetes (obat/insulin), monitor gula darah secara teratur, ikuti anjuran diet dan aktivitas fisik.

Hindari Trauma Kuku/Kulit

Jangan menggigit kuku atau kulit sekitar kuku. Hindari mencabut hangnail. Hati-hati saat manikur/pedikur (hindari memotong kutikula). Potong kuku lurus, tidak terlalu pendek.

Hindari Iritan & Jaga Kering

Gunakan sarung tangan tahan air berlapis katun untuk pekerjaan basah/kimia. Keringkan tangan/kaki dengan baik setelah kontak dengan air.

Perawatan Kaki/Tangan Rutin

Inspeksi tangan/kaki setiap hari (gunakan cermin jika perlu) untuk luka/kemerahan. Jaga kebersihan kuku dan kulit. Segera obati luka kecil.

Gunakan Pelembap

Oleskan pelembap setelah mandi/cuci tangan untuk mencegah kulit kering/pecah.

Pilih Alas Kaki yang Tepat

Gunakan sepatu yang ukurannya pas, nyaman, dan tidak menekan jari kaki. Hindari sepatu sempit atau hak tinggi. Periksa bagian dalam sepatu sebelum dipakai.

Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan ini secara konsisten, risiko terjadinya paronikia pada pasien diabetes dapat diminimalkan secara signifikan.

Kesimpulan

Paronikia merupakan kondisi inflamasi periungual yang umum dijumpai oleh dokter umum. Pada pasien Diabetes Mellitus, kondisi ini memerlukan perhatian khusus karena peningkatan risiko infeksi, potensi penyembuhan yang lebih lambat, dan kemungkinan komplikasi yang lebih serius. 

Diagnosis paronikia ditegakkan secara klinis, dengan membedakan antara bentuk akut (seringkali bakterial, nyeri hebat, onset cepat, mungkin memerlukan drainase jika ada abses) dan kronis (lebih bersifat inflamasi/dermatitis, onset lambat, gejala lebih ringan, memerlukan penghindaran pemicu dan terapi anti-inflamasi).

Diagnosis dan terapi paronikia pada pasien diabetes harus selalu melibatkan evaluasi dan optimalisasi kontrol glikemik sebagai bagian integral dari manajemen. Tatalaksana paronikia akut berfokus pada rendaman hangat dan antiseptik untuk kasus ringan, serta insisi dan drainase untuk abses. Antibiotik oral umumnya tidak rutin diberikan pasca drainase kecuali ada indikasi spesifik. 

Dosis obat paronikia, baik antibiotik maupun antijamur, harus disesuaikan dengan kondisi klinis dan patogen yang dicurigai/terbukti. Manajemen paronikia kronis berpusat pada penghindaran iritan dan penggunaan kortikosteroid topikal, dengan peran antijamur yang terbatas pada kasus infeksi sekunder.

Dokter umum memegang peranan vital dalam deteksi dini, penentuan tatalaksana awal yang tepat (konservatif vs. drainase), pemberian edukasi pencegahan yang komprehensif, dan mengenali kapan harus merujuk pasien ke spesialis jika terjadi komplikasi atau kegagalan terapi. Integrasi antara perawatan luka/kulit lokal dengan manajemen diabetes sistemik adalah kunci keberhasilan penanganan paronikia pada populasi pasien ini.

Referensi

  1. Paronychia - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31335027/

  2. Paronychia - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544307/

  3. Acute and chronic paronychia - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11277548/

  4. Paronychia (nail fold infection): Causes, Images, treatment, and more - DermNet, diakses April 23, 2025, https://dermnetnz.org/topics/paronychia

  5. Acute and Chronic Paronychia Revisited: A Narrative Review - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9153310/

  6. Paronychia Drainage - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559146/

  7. Management of Chronic Paronychia - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3884921/

  8. [Paronychia] - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25441843/

  9. Paronychia - DynaMed, diakses April 23, 2025, https://www.dynamed.com/condition/paronychia

  10. Optimal diagnosis and management of common nail disorders - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8896184/

  11. Acute and Chronic Paronychia Revisited: A Narrative Review - JCAS, diakses April 23, 2025, https://jcasonline.com/acute-and-chronic-paronychia-revisited-a-narrative-review/

  12. Acute and Chronic Paronychia - AAFP, diakses April 23, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2017/0701/p44.html

  13. Inpatient Management of Diabetic Foot Disorders: A Clinical Guide ..., diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3747877/

  14. Cutaneous Manifestations of Diabetes Mellitus - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4299750/

  15. Paronychia Drainage - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32644572/

  16. Clinical Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Skin and Soft Tissue Infections: 2014 Update by IDSA, diakses April 23, 2025, https://www.idsociety.org/practice-guideline/skin-and-soft-tissue-infections/

  17. Diabetic foot disease and the risk of major clinical outcomes - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10527937/

  18. Hand Infection - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557849/

  19. Acute and Chronic Paronychia | AAFP, diakses April 23, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2008/0201/p339.html

  20. www.aafp.org, diakses April 23, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2017/0701/p44.pdf

  21. Acute and Chronic Paronychia - AAFP, diakses April 23, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2008/0201/p339.html/1000

  22. Best evidence topic report. Incision and drainage preferable to oral antibiotics in acute paronychial nail infection? - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16244344/

  23. Best evidence topic report. Incision and drainage preferable to oral antibiotics in acute paronychial nail infection? - ResearchGate, diakses April 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/7522931_Best_evidence_topic_report_Incision_and_drainage_preferable_to_oral_antibiotics_in_acute_paronychial_nail_infection

  24. Choosing the Right Antibiotic in Ambulatory Care - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7110901/

  25. Therapy of Skin, Hair and Nail Fungal Infections - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6162762/

  26. Once-weekly fluconazole (150, 300, or 450 mg) in the treatment of distal subungual onychomycosis of the toenail - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9631989/