15 May 2025 • Kardiologi
Old Myocardial Infarction (OMI) atau Infark Miokard Lama merupakan bukti elektrokardiografis (EKG) adanya nekrosis miokardium di masa lalu, yang seringkali terdeteksi secara insidental pada pemeriksaan EKG rutin atau saat evaluasi kondisi lain.1
Infark miokard (MI) dapat terjadi tanpa gejala yang khas atau bahkan tanpa gejala sama sekali ("silent MI"), sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis saat kejadian akut.1 Studi Framingham menunjukkan bahwa sekitar seperempat kasus MI terdeteksi hanya melalui pemeriksaan EKG rutin.3 Fokus artikel ini adalah OMI pada regio anteroseptal, area dinding jantung yang umumnya diperdarahi oleh arteri koroner Left Anterior Descending (LAD).
Bagi Dokter Umum (DU), pemahaman mengenai Diagnosis dan Terapi OMI Anteroseptal sangatlah penting. Pengenalan OMI pada EKG menjadi krusial untuk manajemen pasien jangka panjang, stratifikasi risiko kardiovaskular, dan penentuan strategi pencegahan sekunder yang tepat.4
Pencegahan sekunder bertujuan utama untuk mencegah kejadian kardiovaskular berulang, mengurangi morbiditas dan mortalitas, serta meningkatkan kualitas hidup pasien pasca-MI.4
Mengingat pasien dengan silent MI tidak mendapatkan terapi reperfusi akut, diagnosis OMI melalui EKG menjadi satu-satunya penanda adanya penyakit jantung koroner (PJK) signifikan dan pintu gerbang untuk memulai terapi pencegahan sekunder yang dapat menyelamatkan nyawa. Hal ini menekankan betapa pentingnya kemampuan interpretasi EKG yang akurat bagi DU di layanan primer.
Secara patofisiologis, OMI terjadi akibat kerusakan permanen otot jantung karena suplai oksigen yang tidak adekuat dalam waktu lama, umumnya disebabkan oleh oklusi arteri koroner akibat ruptur plak aterosklerosis dan pembentukan trombus.7
Proses ini meninggalkan jaringan parut fibrotik yang secara elektrik tidak aktif.9 Artikel ini akan membahas secara mendalam kriteria diagnosis EKG OMI anteroseptal, signifikansi klinis dan prognosisnya, diagnosis banding utama, serta pilar-pilar terapi pencegahan sekunder, baik farmakologis (termasuk dosis obat) maupun intervensi gaya hidup, yang relevan bagi praktik dokter umum.
Diagnosis OMI anteroseptal secara primer ditegakkan berdasarkan temuan khas pada EKG 12 sadapan, terutama pada sadapan prekordial V1, V2, V3, dan V4.11 Gelombang Q patologis merupakan penanda utama adanya nekrosis miokardium.10
Gelombang Q Patologis (Kriteria Definisi Universal MI):
Kriteria gelombang Q patologis sebagai penanda OMI (dengan asumsi tidak ada left ventricular hypertrophy [LVH] atau left bundle branch block) menurut konsensus universal adalah 13:
Pada Sadapan V2-V3: Adanya gelombang Q dengan durasi ≥0,02 detik (≥20 ms) ATAU adanya kompleks QS.2
Pada Sadapan Lain (termasuk V4, dan V1 jika kriteria lain terpenuhi): Adanya gelombang Q dengan durasi ≥0,03 detik (≥30 ms) DAN kedalaman ≥0,1 mV (≥1 mm) ATAU adanya kompleks QS pada minimal dua sadapan yang bersebelahan (contiguous leads) dalam kelompok sadapan yang relevan (misalnya V1-V6, V2-V3, V3-V4).2
Kompleks QS: Mengindikasikan hilangnya seluruh gaya listrik positif (gelombang R) di bawah sadapan perekam, menandakan area nekrosis transmural atau hilangnya massa miokardium yang signifikan.11 Kompleks QS di V1 bisa merupakan varian normal, namun QS di V2 dan V3 lebih sering bersifat patologis.13
Gambar 1. Gelombang Q pada V1-V486
Beberapa sumber literatur mungkin menggunakan kriteria durasi atau amplitudo yang sedikit berbeda (misalnya, durasi ≥40 ms, kedalaman >1/4 atau >1/3 tinggi gelombang R berikutnya) 11, namun kriteria Definisi Universal memberikan pendekatan yang lebih terstandarisasi.
Tantangan Interpretasi QS di V1-V2:
Penting untuk dicatat bahwa temuan kompleks QS di sadapan V1 dan V2 tanpa adanya kelainan EKG lain seringkali bersifat non-spesifik dan tidak selalu mengindikasikan infark septum.17 Sebuah studi menunjukkan bahwa hanya sekitar 20% kasus dengan pola QS V1-V2 terisolasi yang benar-benar disebabkan oleh MI sebelumnya.17
Bahkan ketika ditemukan adanya jaringan parut septum pada pemeriksaan Cardiac Magnetic Resonance (CMR), pola QS di V1-V2 tidak spesifik untuk MI iskemik, karena jaringan parut non-iskemik (misalnya akibat kardiomiopati) juga dapat menyebabkan pola serupa.20 Hal ini merupakan jebakan diagnostik yang penting untuk diwaspadai oleh para dokter. Interpretasi sederhana yang sering diajarkan bahwa QS V1-V2 sama dengan infark septum perlu dipertimbangkan ulang dengan hati-hati.
Poor R Wave Progression (PRWP):
PRWP adalah temuan EKG lain yang dapat mengarahkan kecurigaan pada OMI anterior/anteroseptal.
Definisi: PRWP ditandai dengan amplitudo gelombang R yang rendah secara abnormal pada sadapan V1-V4. Definisi yang umum digunakan adalah amplitudo R ≤3 mm di V3, atau R di V3 ≤ R di V2, atau R di V4 ≤ R di V3.13 Reversed R wave progression (RRWP) adalah bentuk spesifik dimana amplitudo R menurun dari V1 ke V4.21
Signifikansi: PRWP dapat mencerminkan hilangnya gaya listrik anterior akibat MI anterior.21 Namun, PRWP adalah temuan yang sangat non-spesifik dengan banyak penyebab lain, termasuk LVH, right ventricular hypertrophy (RVH), LBBB, left anterior fascicular block (LAFB), emfisema, pergeseran jantung, atau bahkan varian normal.21 Studi menunjukkan bahwa PRWP memiliki nilai prediktif yang rendah untuk MI anterior jika berdiri sendiri.22 Sebaliknya, RRWP, meskipun lebih jarang (sekitar 0,3%), mungkin lebih spesifik untuk penyakit jantung organik, terutama stenosis LAD.23
Konteks Klinis: Meskipun tidak diagnostik, PRWP dalam konteks klinis yang mendukung (misalnya, faktor risiko PJK tinggi, riwayat angina) atau adanya perubahan EKG iskemik lainnya, patut dipertimbangkan sebagai kemungkinan OMI anterior/anteroseptal.25 Perlu diingat bahwa regenerasi gelombang R dapat terjadi pasca-reperfusi, sehingga dapat menutupi gambaran PRWP pada pasien yang telah menjalani intervensi koroner.24
Penempatan Sadapan: Penempatan sadapan prekordial yang benar sangat penting untuk interpretasi akurat. V1 dan V2 ditempatkan di sela iga (ICS) ke-4, masing-masing di tepi kanan dan kiri sternum. V4 di ICS ke-5 linea midklavikula kiri. V3 di antara V2 dan V4. V5 dan V6 sejajar horizontal dengan V4 di linea aksilaris anterior dan media kiri.11 Kesalahan penempatan akan dibahas lebih lanjut pada bagian diagnosis banding.
Identifikasi OMI anteroseptal pada EKG bukan hanya sekadar diagnosis retrospektif, tetapi memiliki implikasi klinis dan prognosis yang signifikan. Jaringan parut akibat infark di area septum dan dinding anterior dapat menyebabkan berbagai konsekuensi fungsional dan struktural.
Dampak Fungsional:
Kerusakan miokardium di regio anteroseptal dapat mengganggu fungsi pompa ventrikel kiri, baik sistolik maupun diastolik.8 Hal ini meningkatkan risiko terjadinya aritmia ventrikular berbahaya 8 karena jaringan parut dapat menjadi substrat aritmogenik. Komplikasi jangka panjang lainnya yang dapat timbul meliputi aneurisma ventrikel kiri (penonjolan dinding ventrikel yang melemah) 8, gagal jantung kongestif 2, dan regurgitasi mitral fungsional jika infark melibatkan otot papilaris atau mengubah geometri ventrikel.31
Signifikansi Prognostik:
Secara umum, MI yang disertai gelombang Q (Q-wave MI), yang seringkali menandakan infark yang lebih luas, cenderung memiliki mortalitas intra-rumah sakit yang lebih tinggi dan risiko gagal jantung yang lebih besar dibandingkan non-Q-wave MI.34
Lebih spesifik lagi, studi menunjukkan bahwa adanya gelombang Q patologis di regio anteroseptal (baik memenuhi kriteria ketat maupun kriteria yang lebih longgar) berhubungan dengan risiko mortalitas jangka panjang tertinggi dibandingkan dengan OMI di lokasi lain.35 Temuan ini menggarisbawahi kerentanan khusus yang terkait dengan kerusakan miokardium di area ini.
Faktor-faktor lain yang secara umum memperburuk prognosis pasca-MI meliputi diabetes melitus, usia lanjut, riwayat MI sebelumnya, penyakit vaskular perifer, stroke sebelumnya, fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) yang rendah (prediktor terkuat), adanya gagal jantung kongestif, dan depresi.2 Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan dalam stratifikasi risiko pada pasien yang teridentifikasi memiliki OMI anteroseptal.
Kombinasi antara potensi gangguan fungsi LV, peningkatan risiko aritmia, dan data prognostik spesifik yang menunjukkan mortalitas lebih tinggi pada OMI anteroseptal 35 menyiratkan bahwa pasien dengan temuan ini memiliki substrat miokardium yang sangat rentan.
Oleh karena itu, diagnosis OMI anteroseptal harus memicu kewaspadaan tinggi dan mendorong penerapan strategi pencegahan sekunder yang agresif dan komprehensif sesuai panduan untuk memitigasi risiko jangka panjang yang lebih tinggi ini.4 Pemantauan ketat terhadap tanda dan gejala gagal jantung atau aritmia mungkin diperlukan.
Meskipun gelombang Q patologis di V1-V4 merupakan penanda OMI anteroseptal, terdapat berbagai kondisi lain yang dapat menghasilkan pola EKG serupa (mimics).36 Membedakan OMI asli dari mimics sangat penting untuk menghindari kesalahan diagnosis dan manajemen yang tidak tepat.36
Kesalahan Penempatan Sadapan (Terutama V1/V2):
Ini adalah penyebab umum pola EKG pseudo-infark.37 Penempatan sadapan V1 dan V2 yang terlalu tinggi (misalnya di ICS 2 atau 3, bukan ICS 4) adalah kesalahan yang paling sering terjadi 37 dan dapat menimbulkan gambaran 19:
Pseudo-infark septal: Munculnya gelombang Q atau pola QS di V1-V2.
Pseudo-STEMI anterior: Elevasi segmen ST ringan di V1-V2.
Pola RBBB inkomplit: Munculnya pola rSr' di V1-V2.39
Gambar 2. Dua kasus rSr’ pada sadapan V1 tanpa ada hubungan dengan penyakit jantung39
Petunjuk adanya kesalahan penempatan sadapan dapat dilihat dari morfologi gelombang P 38:
Di V1: Gelombang P cenderung negatif dominan (normalnya bifasik atau positif).
Di V2: Gelombang P bisa datar, bifasik, atau negatif (normalnya tegak). Mengulang EKG dengan penempatan sadapan yang benar akan menghilangkan kelainan ini.38 Mengingat seringnya kesalahan penempatan V1/V2 37 dan fakta bahwa pola QS V1-V2 terisolasi seringkali bukan karena infark 17, langkah pertama yang paling logis saat menemukan pola ini adalah memverifikasi ulang penempatan sadapan dan memeriksa morfologi gelombang P sebelum membuat diagnosis OMI anteroseptal.
Left Ventricular Hypertrophy (LVH):
Penebalan dinding ventrikel kiri dapat menyebabkan perubahan EKG yang menyerupai OMI anteroseptal 2:
Dapat muncul gelombang Q atau pola QS di V1-V3.
Dapat disertai elevasi ST di sadapan prekordial kanan/septal (V1-V3).41
Adanya kriteria voltase LVH lain (misalnya, kriteria Sokolow-Lyon: S di V1 + R di V5/V6 > 35 mm; kriteria Cornell: R di aVL + S di V3 > 28 mm pada pria atau > 20 mm pada wanita) dan perubahan ST-T sekunder (pola "strain") dapat membantu diagnosis.42 Namun, sensitivitas EKG untuk LVH rendah, meskipun spesifisitasnya tinggi.43 Ekokardiografi adalah pemeriksaan pilihan untuk mengkonfirmasi LVH.43
Kardiomiopati:
Berbagai jenis kardiomiopati dapat menunjukkan gambaran EKG mirip OMI:
Kardiomiopati Hipertrofik (HCM): Dapat menunjukkan gelombang Q patologis (seringkali inferolateral, namun QS V1-V2 juga mungkin), kriteria voltase LVH, dan gelombang T abnormal (misalnya, gelombang T negatif raksasa di sadapan anterior pada HCM apikal).42 HCM merupakan diagnosis banding penting, terutama pada pasien usia muda.45
Kardiomiopati Dilatasi (DCM): Bisa disertai gelombang Q, LBBB, atau intraventricular conduction defect (IVCD) non-spesifik, namun biasanya tidak spesifik menyerupai pola infark regional.46
Kardiomiopati Takotsubo (TTC): Seringkali bermanifestasi sebagai elevasi ST yang menyerupai STEMI anterior. Beberapa kriteria EKG dapat membantu membedakan, misalnya elevasi ST di sadapan –aVR lebih mendukung TTC, sedangkan elevasi ST di aVR lebih mendukung STEMI.47 Gelombang Q biasanya tidak dalam atau bersifat transien pada TTC.
Kardiomiopati Aritmogenik (ARVC): Dapat menyebabkan inversi gelombang T di V1-V3 yang mirip iskemia.19 Mungkin ditemukan gelombang Epsilon.48
Kondisi Lain:
Left Bundle Branch Block (LBBB): Menyebabkan perubahan ST-T sekunder (diskordansi) dan dapat menutupi atau menyerupai MI. Dapat muncul gelombang Q hingga V4/V5.41 Kriteria khusus (misalnya, kriteria Sgarbossa) digunakan untuk diagnosis MI pada LBBB.3
Left Anterior Fascicular Block (LAFB): Dapat menyebabkan gelombang Q kecil (biasanya <30 ms) di V2/V3 yang bersifat jinak.49
Emboli Paru (PE): Meskipun jarang, PE masif dapat menyebabkan elevasi ST atau gelombang Q di V1-V4 yang menyerupai MI anteroseptal.50 Tanda lain seperti takikardia sinus, RBBB (inkomplit atau komplit), dan pola S1Q3T3 dapat membantu.50
Perikarditis Akut: Menunjukkan elevasi ST yang difus (cekung ke atas) dan depresi segmen PR, biasanya tanpa gelombang Q patologis.36
Repolarisasi Dini (Early Repolarization): Elevasi ST (seringkali cekung ke atas dengan J-point notching) terutama di sadapan prekordial, merupakan varian normal yang umum pada individu muda dan atlet.3
Sindrom Brugada: Pola elevasi ST khas di V1-V2 (tipe coved atau saddle-back).36
Stenosis Aorta (AS): LVH akibat AS dapat menyebabkan gelombang Q di sadapan prekordial kanan. Dibandingkan MI anterior, AS cenderung menunjukkan durasi QRS lebih panjang, voltase Q di V1/V2 kurang dalam, voltase R di V5/V6 lebih tinggi, dan aksis QRS horizontal yang lebih mengarah ke lateral.51
Banyaknya diagnosis banding ini menegaskan bahwa interpretasi EKG tidak dapat dilakukan secara terisolasi. Konteks klinis pasien (riwayat penyakit, gejala, faktor risiko) 2 dan, jika diperlukan, pemeriksaan penunjang lebih lanjut seperti ekokardiografi untuk menilai struktur dan fungsi jantung (LVH, kardiomiopati) 43 atau CMR untuk karakterisasi jaringan parut 20, sangat penting untuk menegakkan diagnosis OMI anteroseptal secara akurat dan menyingkirkan kondisi mimics.
Setelah diagnosis OMI anteroseptal ditegakkan, fokus utama beralih ke pencegahan sekunder untuk mengurangi risiko kejadian kardiovaskular berulang, menurunkan mortalitas, dan memperbaiki kualitas hidup.4
Manajemen farmakologis merupakan pilar utama pencegahan sekunder, didasarkan pada panduan klinis terkini.52 Sayangnya, studi menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan ini di dunia nyata seringkali masih suboptimal, baik dalam hal peresepan maupun pencapaian dosis target.56
Pilar 1: Terapi Antiplatelet
Aspirin: Direkomendasikan untuk penggunaan seumur hidup pada semua pasien pasca-MI, kecuali ada kontraindikasi atau intoleransi.52 Aspirin sebagai loading dose (LD) 160-320 mg diberikan sesegera mungkin pada waktu diagnosis kerja SKA ditegakkan, diiku dengan dosis rumatan 80-100 mg 1x/hari.87 Dosis rendah lebih disukai karena risiko gastrointestinal lebih kecil tanpa mengurangi efikasi.64
Inhibitor P2Y12 (Dual Antiplatelet Therapy - DAPT): Kombinasi Aspirin dengan inhibitor P2Y12 merupakan standar terapi selama minimal 12 bulan pasca-MI (termasuk OMI yang baru terdiagnosis), kecuali pada pasien dengan risiko perdarahan tinggi.52
Ticagrelor: Lebih diutamakan daripada Clopidogrel pada sebagian besar pasien ACS yang menjalani Percutaneous Coronary Intervention (PCI).52 Dosis: 90 mg dua kali sehari selama 12 bulan.52 Terapi jangka panjang (>12 bulan, hingga 3 tahun) dengan dosis 60 mg dua kali sehari dapat dipertimbangkan pada pasien risiko iskemik tinggi dan risiko perdarahan rendah.52
Prasugrel: Juga lebih diutamakan daripada Clopidogrel pada pasien ACS yang menjalani PCI.53 Dosis: 10 mg sekali sehari.54 Penyesuaian dosis menjadi 5 mg sekali sehari dipertimbangkan pada pasien dengan berat badan <60 kg 66 atau usia ≥75 tahun (meskipun data manfaat pada lansia kurang kuat).67 Prasugrel dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat stroke atau Transient Ischemic Attack (TIA).67
Clopidogrel: Digunakan jika Ticagrelor atau Prasugrel tidak tersedia, dikontraindikasikan, atau jika pasien memerlukan terapi antikoagulan oral.52 Dosis: 75 mg sekali sehari.52 Perhatikan potensi interaksi dengan omeprazole; jika Proton Pump Inhibitor (PPI) diperlukan, lansoprazole lebih disarankan.52
Durasi DAPT: Standar 12 bulan. Dapat dipersingkat (misalnya 6 bulan) pada risiko perdarahan tinggi, atau diperpanjang (>12 bulan) pada risiko iskemik tinggi.52 Strategi durasi lebih pendek (<6 bulan) diikuti monoterapi P2Y12 juga mulai dikembangkan.68
Pilar 2: Beta-Blocker (BB)
Indikasi: Dimulai pada semua pasien pasca-MI setelah kondisi hemodinamik stabil, kecuali ada kontraindikasi.52
Durasi: Dilanjutkan minimal 12 bulan 52, atau seumur hidup jika LVEF ≤40% atau terdapat gagal jantung.52 Namun, bukti terbaru dan panduan mulai mempertanyakan manfaat penggunaan jangka panjang (>1 tahun) pada pasien risiko rendah (LVEF normal, tanpa gagal jantung, pasca-reperfusi berhasil).55 Keputusan individualisasi perlu dilakukan.
Pilihan Obat: Agen kardioselektif (β1 selektif) seperti Metoprolol Succinate, Bisoprolol, Atenolol seringkali lebih disukai.52 Carvedilol (non-selektif dengan efek α-blocking) juga terbukti efektif, terutama pada disfungsi LV pasca-MI.59
Dosis: Tujuan utama adalah titrasi bertahap hingga mencapai dosis target yang digunakan dalam uji klinis atau dosis maksimal yang dapat ditoleransi pasien.52 Pemberian dosis suboptimal (underdosing) sangat umum terjadi.59
Pilar 3: Inhibitor Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS)
ACE Inhibitor (ACEi): Diindikasikan seumur hidup pada semua pasien dengan LVEF ≤40%, hipertensi, diabetes melitus, atau penyakit ginjal kronis (PGK).52 Pertimbangkan pemberian pada semua pasien pasca-MI, terutama OMI anterior.65 Dimulai dini setelah MI jika kondisi stabil.68
Angiotensin Receptor Blocker (ARB): Alternatif jika pasien tidak toleran terhadap ACEi (misalnya karena batuk).52 Valsartan dan Losartan memiliki bukti manfaat pasca-MI atau pada gagal jantung.74
Dosis: Titrasi bertahap hingga dosis target atau dosis maksimal yang ditoleransi, sambil memantau fungsi ginjal dan kadar kalium.52 Underdosing juga umum terjadi pada kelas obat ini.61
Pilar 4: Statin
Indikasi: Terapi statin intensitas tinggi direkomendasikan untuk semua pasien pasca-MI, tanpa memandang kadar LDL-C awal.52
Target: Menurunkan LDL-C minimal 50% dari baseline DAN mencapai target LDL-C <70 mg/dL (1,8 mmol/L).53 Panduan terbaru bahkan menyarankan target lebih rendah (<55 mg/dL atau 1,4 mmol/L) untuk pasien risiko sangat tinggi.53
Pilihan & Dosis: Statin intensitas tinggi meliputi Atorvastatin 40-80 mg/hari atau Rosuvastatin 20-40 mg/hari.53
Terapi Tambahan: Jika target LDL-C tidak tercapai dengan dosis statin maksimal yang ditoleransi, pertimbangkan penambahan Ezetimibe, inhibitor PCSK9 (Evolocumab, Alirocumab), atau Bempedoic Acid.53
Terapi Potensial Lainnya:
Antagonis Reseptor Mineralokortikoid (MRA): Pertimbangkan Eplerenone atau Spironolactone pada pasien pasca-MI dengan LVEF ≤40% DAN gejala gagal jantung atau diabetes melitus.68
Inhibitor SGLT2 / Agonis Reseptor GLP-1: Pertimbangkan pada pasien pasca-MI dengan diabetes melitus tipe 2.68
Tabel Panduan Dosis Obat OMI Anteroseptal untuk Pencegahan Sekunder:
Penting untuk melakukan titrasi dosis secara bertahap untuk mencapai dosis target atau dosis maksimal yang ditoleransi pasien. Berikut adalah rentang dosis tipikal berdasarkan bukti klinis:
Kelas Obat | Contoh Obat Spesifik | Rentang Dosis Target Harian Tipikal | Catatan Penting |
Antiplatelet | Aspirin | 80-100 mg (atau 75-150 mg) sekali sehari | Penggunaan seumur hidup.52 Dosis rendah lebih disukai.65 |
Clopidogrel | 75 mg sekali sehari | Bagian dari DAPT selama 12 bulan. Digunakan jika Ticagrelor/Prasugrel kontraindikasi/tidak tersedia.52 Hindari Omeprazole.52 | |
Ticagrelor | 90 mg dua kali sehari (selama 12 bulan) | Bagian dari DAPT. Lebih diutamakan dari Clopidogrel pada pasien PCI.53 Dosis 60 mg dua kali sehari dapat dipertimbangkan untuk >12 bulan pada risiko iskemik tinggi.54 | |
Prasugrel | 10 mg sekali sehari | Bagian dari DAPT. Lebih diutamakan dari Clopidogrel pada pasien PCI.53 Pertimbangkan dosis 5 mg sekali sehari jika BB <60 kg 66 atau usia ≥75 tahun.67 Kontraindikasi riwayat stroke/TIA.67 | |
Statin | Atorvastatin | 40-80 mg sekali sehari | Terapi intensitas tinggi. Target LDL-C <70 mg/dL (atau <55 mg/dL).53 |
Rosuvastatin | 20-40 mg sekali sehari | Terapi intensitas tinggi. Target LDL-C <70 mg/dL (atau <55 mg/dL).53 | |
Beta-Blocker | Metoprolol Succinate | Titrasi hingga 200 mg sekali sehari | Target dosis dari uji klinis.59 Kardioselektif. Underdosing umum terjadi.59 |
Bisoprolol | Titrasi hingga 10 mg sekali sehari | Target dosis dari uji klinis.59 Kardioselektif. Underdosing umum terjadi.59 | |
Carvedilol | Titrasi hingga 25 mg dua kali sehari (total 50 mg/hari) | Target dosis dari uji klinis.59 Non-selektif dengan efek α-blocking. Underdosing umum terjadi.59 | |
ACE Inhibitor | Ramipril | Titrasi hingga 10 mg sekali sehari | Target dosis dari uji klinis.78 Indikasi kuat pada LVEF ≤40%, DM, HT, CKD.52 Underdosing umum terjadi.61 |
Lisinopril | Titrasi hingga 10-20 mg sekali sehari (target bervariasi) | Target dosis sering dikutip 10-20 mg. GISSI-3 menggunakan hingga 10 mg.68 Indikasi kuat pada LVEF ≤40%, DM, HT, CKD.71 Underdosing umum terjadi.62 | |
ARB | Valsartan | Titrasi hingga 160 mg dua kali sehari (total 320 mg/hari) | Alternatif jika intoleran ACEi.52 Target dosis dari uji klinis VALIANT.75 |
Losartan | Titrasi hingga 50-150 mg sekali sehari (target bervariasi) | Alternatif jika intoleran ACEi.52 Uji klinis menggunakan 50 mg (OPTIMAAL, ELITE) hingga 150 mg (HEAAL).75 |
Manajemen farmakologis ini harus selalu disesuaikan dengan kondisi klinis individu, toleransi pasien, fungsi ginjal, dan risiko perdarahan. Pemahaman mengenai Dosis Obat OMI Anteroseptal yang optimal berdasarkan bukti klinis menjadi kunci untuk memaksimalkan manfaat terapi pencegahan sekunder.
Selain terapi farmakologis, modifikasi gaya hidup merupakan komponen fundamental dan rekomendasi Kelas I dalam pencegahan sekunder pasca-MI, termasuk OMI anteroseptal.77 Intervensi gaya hidup, baik sebagai tambahan terapi obat maupun sebagai strategi utama pada pasien tertentu, terbukti secara signifikan menurunkan mortalitas kardiovaskular dan risiko kejadian berulang.79
Kombinasi antara terapi obat dan gaya hidup sehat memberikan manfaat sinergis yang paling optimal. Namun, tantangan besar di lapangan adalah rendahnya tingkat kepatuhan pasien terhadap rekomendasi gaya hidup ini 79, dan seringkali intervensi non-farmakologis kurang mendapat prioritas dibandingkan peresepan obat.81
Berhenti Merokok:
Merupakan intervensi gaya hidup paling krusial. Pasien harus sangat dianjurkan untuk berhenti merokok total dan menghindari paparan asap rokok (perokok pasif).79 Dukungan konseling dan farmakoterapi (jika diperlukan) harus ditawarkan.81 Berhenti merokok setelah diagnosis PJK terbukti menurunkan risiko kematian akibat CVD, kejadian kardiovaskular mayor (MACE), mortalitas semua penyebab, dan MI berulang sekitar sepertiganya.84
Aktivitas Fisik / Rehabilitasi Jantung:
Aktivitas Fisik Reguler: Pasien dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik aerobik secara teratur, dengan target setidaknya 20-30 menit per hari hingga mencapai titik sedikit sesak napas (slight breathlessness).79
Rehabilitasi Jantung (RJ): Partisipasi dalam program RJ berbasis latihan yang terstruktur sangat direkomendasikan untuk semua pasien pasca-MI.4 RJ terbukti menurunkan mortalitas, mengurangi rehospitalisasi, dan meningkatkan kualitas hidup serta kapasitas fungsional.6 Program RJ yang komprehensif biasanya mencakup latihan fisik terprogram, edukasi kesehatan, dan manajemen stres.83 Sayangnya, tingkat partisipasi RJ masih rendah, terutama pada kelompok sosioekonomi rendah atau minoritas 81, sehingga peran dokter dalam memberikan rujukan dan memastikan aksesibilitas program menjadi sangat penting.
Rekomendasi Diet:
Pola Makan Mediterania: Sangat dianjurkan mengadopsi pola makan gaya Mediterania, yang kaya akan buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, ikan, dan lemak sehat (minyak zaitun), serta rendah daging merah dan lemak jenuh.52 Pola makan ini terbukti menurunkan mortalitas dan risiko MI berulang.83
Ikan Berlemak / Omega-3: Konsumsi ikan berlemak (sumber omega-3) sekitar 2-4 porsi per minggu dianjurkan.83 Namun, suplementasi omega-3 (minyak ikan) secara rutin umumnya tidak lagi direkomendasikan untuk pencegahan sekunder berdasarkan bukti terkini.52
Hindari Suplemen Antioksidan: Pasien sebaiknya tidak mengonsumsi suplemen antioksidan seperti beta-karoten (dapat meningkatkan risiko kematian kardiovaskular) atau vitamin E, karena tidak terbukti memberikan manfaat.83
Manajemen Berat Badan:
Pasien dianjurkan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal (Indeks Massa Tubuh normal).5 Dukungan dan konseling perlu diberikan kepada pasien yang kelebihan berat badan atau obesitas.83
Konsumsi Alkohol:
Batasi konsumsi alkohol sesuai batas aman yang direkomendasikan (misalnya, panduan Inggris: <14 unit/minggu untuk wanita, <21 unit/minggu untuk pria) dan hindari binge drinking.83
Faktor Psikososial:
Stres, kecemasan, dan depresi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi luaran klinis dan kepatuhan terapi.2 Manajemen stres merupakan salah satu komponen dalam program RJ.83 Skrining dan penanganan masalah psikososial perlu menjadi bagian dari perawatan komprehensif.
Adalah tugas penting bagi dokter umum untuk secara konsisten memberikan edukasi, motivasi, dan dukungan kepada pasien agar dapat mengadopsi dan mempertahankan perubahan gaya hidup sehat ini sebagai bagian integral dari manajemen jangka panjang pasca OMI anteroseptal.
Mengenali OMI anteroseptal melalui interpretasi EKG yang cermat, ditandai oleh adanya gelombang Q patologis atau pola QS di sadapan V1-V4 serta kemungkinan adanya PRWP, merupakan langkah awal yang krusial. Namun, kewaspadaan terhadap berbagai kondisi yang dapat meniru gambaran ini, terutama kesalahan penempatan sadapan V1/V2, LVH, dan kardiomiopati, mutlak diperlukan untuk diagnosis yang akurat.
Signifikansi prognostik OMI anteroseptal yang lebih buruk dibandingkan lokasi infark lain 35 menekankan urgensi penerapan strategi pencegahan sekunder yang komprehensif dan berkelanjutan. Pilar utama manajemen meliputi terapi farmakologis berbasis panduan (Guideline-Directed Medical Therapy - GDMT) dan intervensi gaya hidup.
Pemahaman mendalam mengenai Diagnosis dan Terapi OMI Anteroseptal, termasuk upaya mencapai Dosis Obat OMI Anteroseptal yang optimal (seperti terangkum dalam tabel dosis) untuk antiplatelet, beta-blocker, inhibitor RAAS, dan statin, sangat penting untuk memaksimalkan manfaat klinis dan mengatasi masalah underdosing yang umum terjadi.
Dokter umum memegang peranan sentral dalam perawatan jangka panjang pasien OMI anteroseptal. Peran ini mencakup koordinasi perawatan, pemantauan kepatuhan terhadap obat dan gaya hidup, pengelolaan faktor risiko kardiovaskular (tekanan darah, lipid, glukosa), titrasi dosis obat secara bertahap menuju target, serta melakukan rujukan yang tepat waktu ke spesialis jantung atau program rehabilitasi jantung.
Membangun kemitraan dengan pasien melalui pendekatan yang berpusat pada pasien dan pengambilan keputusan bersama (shared decision-making) 55 akan meningkatkan kepatuhan dan pada akhirnya memperbaiki luaran klinis jangka panjang pasien pasca OMI anteroseptal.
Silent Myocardial Infarction: A Case Report - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10449231/
Myocardial Infarction - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 12, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537076/
Assessment of acute myocardial infarction: current status and recommendations from the North American society for cardiovascular imaging and the European society of cardiac radiology - PubMed Central, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3035779/
Secondary prevention of ischaemic cardiac events - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3217663/
Long-term secondary prevention of acute myocardial infarction (SEPAT) – guidelines adherence and outcome - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5114745/
Disease management programme for secondary prevention of coronary heart disease and heart failure in primary care: a cluster randomised controlled trial - PubMed Central, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2016933/
Advancements in Myocardial Infarction Management: Exploring Novel Approaches and Strategies - PubMed Central, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10587445/
Acute Myocardial Infarction - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 12, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459269/
Transient abnormal Q waves during exercise electrocardiography - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1768028/
Acute myocardial infarction—Part I - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1122768/
Conquering the ECG - Cardiology Explained - NCBI Bookshelf, diakses April 12, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2214/
The Normal Electrocardiogram (Chapter 1) - Critical Cases in ..., diakses April 12, 2025, https://www.cambridge.org/core/books/critical-cases-in-electrocardiography/normal-electrocardiogram/C5C8268D98F32B3DDC709E9D95F8BB7E
QRS complex - wikidoc, diakses April 12, 2025, https://www.wikidoc.org/index.php/QRS_complex
World Health Organization definition of myocardial infarction: 2008–09 revision | International Journal of Epidemiology | Oxford Academic, diakses April 12, 2025, https://academic.oup.com/ije/article/40/1/139/661047
Validation of black blood late gadolinium enhancement (LGE) for evaluation of myocardial infarction in patients with or without pathological Q-wave on electrocardiogram (ECG) - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7225441/
Pathological Q Waves in Myocardial Infarction in Patients Treated by Primary PCI | Request PDF - ResearchGate, diakses April 12, 2025, https://www.researchgate.net/publication/235715387_Pathological_Q_Waves_in_Myocardial_Infarction_in_Patients_Treated_by_Primary_PCI
Clinical Significance of QS Complexes in V1 and V2 without Other ..., diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6931994/
Clinical significance of QS complexes in V1 and V2 without other electrocardiographic abnormality - PubMed, diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/14731215/
Clinical Significance of QS Complexes in V1 and V2 without Other ..., diakses April 12, 2025, https://www.researchgate.net/publication/8913493_Clinical_Significance_of_QS_Complexes_in_V1_and_V2_without_Other_Electrocardiographic_Abnormality
A QS pattern in leads V1 and V2 is associated with septal scarring ..., diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29996993/
Full article: Prevalence and prognostic value of poor R-wave progression in standard resting electrocardiogram in a general adult population. The Health 2000 Survey, diakses April 12, 2025, https://www.tandfonline.com/doi/full/10.3109/07853890903555334
The Costs of ECG Misdiagnosis Due to Poor R-Wave Progression - GE Healthcare, diakses April 12, 2025, https://www.gehealthcare.com/insights/article/the-costs-of-ecg-misdiagnosis-due-to-poor-rwave-progression
Clinical significance of reversed R wave progression in right precordial leads - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6545430/
Poor R-wave progression and myocardial infarct size after anterior myocardial infarction in the coronary intervention era, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5497185/
ECG poor R-wave progression: review and synthesis - PubMed, diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/6212033/
Poor R wave progression in the precordial leads: clinical implications for the diagnosis of myocardial infarction - PubMed, diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/6630780/
Poor R Wave Progression Revisited | Request PDF - ResearchGate, diakses April 12, 2025, https://www.researchgate.net/publication/41147973_Poor_R_Wave_Progression_Revisited
Complete Absence of Precordial R Waves Due to Absence of Left‐Sided Pericardium - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6932314/
Figure 2 from Poor R-wave progression and myocardial infarct size after anterior myocardial infarction in the coronary intervention era | Semantic Scholar, diakses April 12, 2025, https://www.semanticscholar.org/paper/Poor-R-wave-progression-and-myocardial-infarct-size-Kurisu-Iwasaki/0fc54e9a16cc126c66fed0389a45718ad98cef28/figure/3
Electrocardiogram - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 12, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549803/
Mitral Apparatus Assessment by Delayed Enhancement CMR – Relative Impact of Infarct Distribution on Mitral Regurgitation - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4048744/
JCS/JHRS 2022 Guideline on Diagnosis and Risk Assessment of Arrhythmia - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11317726/
JCS/JHRS 2020 Guideline on Pharmacotherapy of Cardiac Arrhythmias - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9745564/
Significance of the Q wave in acute myocardial infarction - PubMed, diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/3967404/
The Long-Term Prognostic Value of the Q wave Criteria for Prior ..., diakses April 12, 2025, https://www.researchgate.net/publication/280613279_The_Long-Term_Prognostic_Value_of_the_Q_wave_Criteria_for_Prior_Myocardial_Infarction_Recommended_in_the_Universal_Definition_of_Myocardial_Infarction
Clinical Significance of Conditions Presenting with ECG Changes ..., diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3709959/
Myocardial Infarction Simulated From Improper Telemetry (MISFIT ..., diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10902517/
V1 and V2 pericordial leads misplacement and its negative impact ..., diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8293594/
Differential Diagnosis of rSr' Pattern in Leads V1‐V2. Comprehensive Review and Proposed Algorithm - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6931759/
Technical Mistakes during the Acquisition of the Electrocardiogram - PMC - PubMed Central, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6932211/
ST elevation: Differential diagnosis and caveats. A comprehensive ..., diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6009807/
Value of Electro‐Vectorcardiogram in Hypertrophic Cardiomyopathy - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6932007/
Electro/Vectorcardiogram in Left Ventricular Hypertrophy/Enlargement (LVH) - Cardiolatina, diakses April 12, 2025, http://cardiolatina.com/wp-content/uploads/2022/01/ECG-and-VCG-in-Left-Ventricular-Hypertrophy-LVH.pdf
Diagnostic and prognostic electrocardiographic features in patients with hypertrophic cardiomyopathy - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10132576/
The syndrome of inferior non-infarctional Q-waves due to segmental basal left ventricular hypertrophy - ResearchGate, diakses April 12, 2025, https://www.researchgate.net/publication/383638267_The_syndrome_of_inferior_non-infarctional_Q-waves_due_to_segmental_basal_left_ventricular_hypertrophy
Myocardial Late Enhancement in Contrast-Enhanced Cardiac MRI: Distinction Between Infarction Scar and Non–Infarction-Related Disease | AJR, diakses April 12, 2025, https://www.ajronline.org/doi/full/10.2214/ajr.184.5.01841420
ECG Criteria to Differentiate Between Takotsubo (Stress) Cardiomyopathy and Myocardial Infarction | Journal of the American Heart Association, diakses April 12, 2025, https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/JAHA.116.003418
The pivotal role of ECG in cardiomyopathies - PMC - PubMed Central, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10315483/
Significance of anterior Q waves in left anterior fascicular block--a ..., diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11808834/
Pulmonary Embolism Mimicking Anteroseptal Acute Myocardial Infarction - ResearchGate, diakses April 12, 2025, https://www.researchgate.net/publication/51421759_Pulmonary_embolism_mimicking_anteroseptal_acute_myocardial_infarction
Electrocardiographic associations of right precordial Q waves help ..., diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11853902/
Secondary prevention following myocardial infarction: a clinical update - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5819978/
2025 ACC/AHA/ACEP/NAEMSP/SCAI Guideline for the Management of Patients With Acute Coronary Syndromes, diakses April 12, 2025, https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/CIR.0000000000001309
Secondary Prevention after Myocardial Infarction: What to Do and ..., diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11273751/
2023 AHA/ACC/ACCP/ASPC/NLA/PCNA Guideline for the Management of Patients With Chronic Coronary Disease, diakses April 12, 2025, https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/CIR.0000000000001168
Secondary Prevention Medication Use after Myocardial Infarction among U.S. Nursing Home Residents, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5683399/
Long-term continuation to pharmacological treatment for secondary ..., diakses April 12, 2025, https://academic.oup.com/eurheartj/article/45/Supplement_1/ehae666.2801/7838038
Use of secondary prevention drug therapy in patients with acute coronary syndrome after hospital discharge - PubMed, diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18439049/
Beta-blocker Use Following Myocardial Infarction: Low Prevalence ..., diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2939010/
Beta-Blocker Therapy Early After Myocardial Infarction: A Comparison Between Medication at Hospital Discharge and Subsequent Pharmacy-Dispensed Medication - PubMed Central, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5042935/
Optimal dosing of angiotensin-converting enzyme inhibitors and β-blockers for acute coronary syndrome: up-titration remains a challenge - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6451458/
Evaluation of discharge prescriptions for secondary prevention in patients with acute coronary syndromes in Iraq - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6463406/
Use of recommended medications after myocardial infarction in Austria - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2249618/
Oral Antiplatelet Therapy for Secondary Prevention of Acute Coronary Syndrome - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6267535/
Drugs used in secondary prevention after myocardial infarction: Case presentation - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2014416/
Management of Acute Coronary Syndrome in the Older Adult ..., diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10312228/
Review of Prasugrel for the Secondary Prevention of Atherothrombosis - Journal of Managed Care & Specialty Pharmacy, diakses April 12, 2025, https://www.jmcp.org/doi/pdf/10.18553/jmcp.2009.15.5.383
Pharmacotherapy, Lifestyle Modification, and Cardiac Rehabilitation after Myocardial Infarction or Percutaneous Intervention - US Cardiology Review (USC), diakses April 12, 2025, https://www.uscjournal.com/articles/pharmacotherapy-lifestyle-modification-and-cardiac-rehabilitation-after-myocardial?language_content_entity=en
Beta Blocker Use After Acute Myocardial Infarction in the Patient with Normal Systolic Function: When is it “Ok” to Discontinue?, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3394111/
β-Blockers in the Post–Myocardial Infarction Patient - American Heart Association Journals, diakses April 12, 2025, https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/01.cir.0000019582.39797.ef
ACE Inhibitors - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 12, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430896/
ACE Inhibitor Use in Patients With Myocardial Infarction | Circulation, diakses April 12, 2025, https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/01.cir.92.10.3132
Long-Term Adherence to Evidence Based Secondary Prevention Therapies after Acute Myocardial Infarction, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2359158/
Valsartan in the Treatment of Heart Attack Survivors - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1993995/
The Different Therapeutic Choices with ARBs. Which One to Give? When? Why? - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4947116/
Comparing Angiotensin II Receptor Blockers on Benefits Beyond ..., diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4764793/
Secondary Prevention after Myocardial Infarction: What to Do and Where to Do It - PubMed, diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39077194/
Ramipril - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 12, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537119/
Lifestyle Modification in Secondary Prevention: Beyond Pharmacotherapy - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6125029/
Cumulative Adherence to Secondary Prevention Guidelines and Mortality After Acute Myocardial Infarction - PubMed, diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32131689/
Secondary Prevention of Myocardial Infarction With Nonpharmacologic Strategies in a Medicaid Cohort - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2687858/
Secondary prevention of myocardial infarction with nonpharmacologic strategies in a Medicaid cohort - PubMed, diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19288995/
Secondary prevention for patients following a myocardial infarction: summary of NICE guidance - PMC, diakses April 12, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1994451/
Smoking cessation for secondary prevention of cardiovascular disease - PubMed, diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35938889/
Secondary prevention through cardiac rehabilitation: from knowledge to implementation. A position paper from the Cardiac Rehabilitation Section of the European Association of Cardiovascular Prevention and Rehabilitation - PubMed, diakses April 12, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19952757/
Q waves – Life in The Fast Lane, diakses April 26, 2025, Q Wave • LITFL • ECG Library Basics
Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut – Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Tahun 2024