21 Nov 2025 • urologi
Stenosis meatus (MS), atau stenosis meatus uretra, adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan penyempitan abnormal pada lubang uretra eksterna. Kondisi ini merupakan subtipe spesifik dari penyakit striktur uretra (Urethral Stricture Disease - USD), yang secara spesifik berlokasi di bagian paling distal dari saluran kemih pria.
Dalam klasifikasi striktur uretra yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), uretra dibagi menjadi tujuh segmen untuk terminologi yang lebih presisi, di mana meatus uretra dan fossa navicularis (bagian uretra yang melebar tepat di dalam meatus) diidentifikasi sebagai lokasi anatomis yang berbeda.
Secara historis, diagnosis MS sering kali didasarkan pada temuan visual, yaitu perubahan bentuk meatus dari elips atau celah vertikal menjadi lubang sirkular yang kecil atau "pinpoint" akibat fibrosis dan pembentukan jaringan parut. Namun, pendekatan diagnostik ini memiliki keterbatasan signifikan. Terdapat variasi alami yang luas dalam lebar meatus di antara individu, sehingga meatus yang tampak sempit secara visual tidak selalu mengindikasikan stenosis yang signifikan secara fungsional.
Oleh karena itu, diperlukan definisi fungsional yang lebih objektif. Definisi fungsional ini dapat berupa diameter meatus kurang dari 5 French (Fr) atau ketidakmampuan untuk memasukkan kateter dengan ukuran tertentu secara lembut, misalnya kateter F6 pada anak laki-laki atau sonde 12-18 Fr pada wanita. Pembedaan antara stenosis visual dan fungsional ini sangat penting dalam praktik klinis untuk menghindari diagnosis berlebih pada variasi anatomi normal yang tidak menimbulkan gejala atau gangguan aliran urin.
Pemahaman mendalam tentang anatomi uretra anterior dan suplai vaskularnya merupakan fondasi untuk merencanakan intervensi bedah yang aman dan efektif. Uretra anterior terdiri dari meatus uretra, fossa navicularis, uretra penis (pendulosa), dan uretra bulbar. Uretra distal memiliki suplai darah ganda (bidirectional) yang unik, sebuah karakteristik anatomis yang menjadi kunci keberhasilan prosedur rekonstruktif kompleks seperti uretroplasti.
Suplai darah utama ke uretra anterior berasal dari arteri bulbar dan arteri uretra, yang merupakan cabang dari arteri penis komunis (cabang dari arteri pudenda interna). Aliran darah ini bersifat antegrade (maju). Namun, terdapat suplai darah retrograde (mundur) yang krusial yang berasal dari arteri dorsalis penis. Arteri ini membentuk anastomosis (hubungan) dengan arteri uretra di dalam glans penis.
Jaringan anastomosis ini memastikan bahwa uretra distal tetap mendapatkan perfusi darah yang adekuat bahkan ketika suplai antegrade primer terputus, seperti yang terjadi selama prosedur uretroplasti anastomotik di mana korpus spongiosum diligasi atau dipotong.
Tanpa suplai retrograde ini, uretra distal akan mengalami iskemia dan nekrosis. Pemahaman ini juga menjelaskan mengapa riwayat pembedahan sebelumnya, seperti perbaikan hipospadia yang dapat mengganggu hubungan vaskular ini, membuat rekonstruksi selanjutnya menjadi lebih menantang dan berisiko.

Patofisiologi inti dari stenosis meatus, terlepas dari etiologinya, adalah cedera pada epitel uretra dan jaringan korpus spongiosum di sekitarnya. Cedera ini, baik akibat trauma, inflamasi kronis, maupun iskemia, memicu kaskade inflamasi. Proses ini mengarah pada deposisi kolagen dan jaringan ikat yang berlebihan (fibrosis). Jaringan fibrotik ini kemudian mengalami kontraksi, yang secara progresif menekan dan mempersempit lumen uretra.
Pada kasus yang lebih lanjut, terutama yang disebabkan oleh kondisi inflamasi kronis seperti Lichen Sclerosus (LS), proses patologis ini dapat meluas lebih dalam dan menyebabkan spongiofibrosis. Spongiofibrosis adalah pembentukan jaringan parut di dalam korpus spongiosum itu sendiri, bukan hanya pada lapisan mukosa. Proses ini dapat menyebar secara proksimal di sepanjang uretra, didorong oleh mekanisme berkemih bertekanan tinggi melawan obstruksi dan intravasasi (masuknya) urin ke dalam kelenjar Littre di sepanjang uretra.
Sebuah konsep patofisiologis penting adalah "lingkaran setan" (vicious cycle) pembentukan striktur. Cedera awal dapat menyebabkan metaplasia epitel urotelium normal menjadi epitel skuamosa berlapis. Epitel jenis ini lebih rentan terhadap cedera lebih lanjut, sehingga setiap episode inflamasi atau trauma kecil dapat memperburuk fibrosis dan penyempitan yang sudah ada, melanggengkan proses penyakit.
Meskipun terkadang dianggap sebagai komplikasi yang "kurang serius" dibandingkan dengan kondisi urologis lain seperti amputasi glans, stenosis meatus dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan dan menurunkan kualitas hidup pasien. Jika tidak ditangani atau pada kasus yang parah, MS dapat menyebabkan serangkaian komplikasi yang progresif.
Ini termasuk gejala berkemih obstruktif kronis, infeksi saluran kemih (ISK) berulang, kegagalan fungsi detrusor (otot kandung kemih), penebalan dinding kandung kemih, peningkatan residu urin pasca-berkemih, hidronefrosis (pembengkakan ginjal akibat penumpukan urin), dan dalam kasus yang jarang, dapat berujung pada kerusakan ginjal permanen.
Tujuan utama dari terapi stenosis meatus adalah untuk meredakan gejala yang mengganggu, memulihkan fungsi berkemih yang normal (termasuk patensi lumen dan pancaran urin yang baik), mencegah perkembangan komplikasi, dan mencapai hasil kosmetik yang dapat diterima oleh pasien.
Stenosis meatus secara luas diakui sebagai salah satu komplikasi jangka panjang yang paling umum dari sirkumsisi pada pria, terutama pada masa kanak-kanak. Terdapat beberapa hipotesis mengenai mekanisme terjadinya MS pasca-sirkumsisi, yang menunjukkan bahwa kondisi ini kemungkinan merupakan hasil akhir dari berbagai jenis cedera.
Hipotesis 1: Iskemia. Salah satu teori menyatakan bahwa MS berasal dari iskemia pada mukosa meatus. Iskemia ini diduga terjadi akibat kerusakan pada arteri frenularis selama prosedur sirkumsisi, yang mengganggu suplai darah ke ujung distal uretra.
Hipotesis 2: Inflamasi ("Ammoniacal Meatitis"). Teori yang lebih umum diterima adalah bahwa setelah sirkumsisi, meatus yang sebelumnya dilindungi oleh preputium menjadi terpapar secara langsung dengan lingkungan popok yang lembab dan kaya amonia. Paparan kronis terhadap iritan ini menyebabkan peradangan (meatitis), ulserasi, dan akhirnya penyembuhan dengan pembentukan jaringan parut fibrotik yang menyebabkan penyempitan.
Hipotesis 3: Trauma. Cedera mekanis selama prosedur juga merupakan faktor risiko yang signifikan. Retraksi paksa preputium yang masih melekat secara fisiologis pada glans (adhesi glanular) selama sirkumsisi dapat merobek mukosa meatus dan memicu proses fibrosis.
Selain mekanisme tersebut, penggunaan produk penyembuhan topikal tertentu pasca-sirkumsisi juga telah diidentifikasi sebagai faktor risiko independen dalam beberapa studi.
Pada populasi dewasa, penyebab utama stenosis meatus dan striktur uretra distal adalah Lichen Sclerosus (LS), yang juga dikenal sebagai Balanitis Xerotica Obliterans (BXO) ketika mengenai genitalia pria. LS adalah penyakit kulit inflamasi kronis dan progresif.
Penyakit ini biasanya dimulai dengan peradangan pada glans (balanitis) dan preputium, yang kemudian berkembang menjadi fibrosis dan penyempitan meatus serta fossa navicularis. Tanda-tanda awal yang harus diwaspadai oleh dokter adalah munculnya hipopigmentasi (bercak putih pucat) atau plak keputihan dengan tekstur seperti kertas rokok pada meatus dan glans. Etiologi LS masih diperdebatkan, tetapi diduga kuat melibatkan faktor autoimun, predisposisi genetik, dan trauma lokal (fenomena Koebner, di mana lesi muncul di lokasi trauma).
Penting untuk ditekankan bahwa LS adalah kondisi pre-maligna, dengan peningkatan risiko transformasi menjadi karsinoma sel skuamosa (SCC). Oleh karena itu, setiap kecurigaan klinis terhadap LS pada pasien dewasa dengan stenosis meatus harus ditindaklanjuti dengan biopsi untuk konfirmasi diagnosis histopatologis dan menyingkirkan keganasan.
Gambar 1. Lichen Sclerosis berhubungan dengan striktur

Selain sirkumsisi dan LS, terdapat beberapa penyebab lain dari stenosis meatus.
Iatrogenik: Cedera akibat intervensi medis adalah penyebab paling umum dari striktur uretra secara keseluruhan. Untuk stenosis meatus, penyebab iatrogenik yang relevan termasuk kateterisasi uretra yang traumatis, penggunaan kateter indwelling jangka panjang (yang menyebabkan nekrosis tekanan), atau sebagai komplikasi dari prosedur transuretra. Riwayat perbaikan hipospadia sebelumnya merupakan penyebab yang sangat signifikan dari striktur uretra distal dan meatus pada kemudian hari.
Traumatik: Cedera selangkangan (straddle injury) lebih sering menyebabkan striktur uretra bulbar, namun trauma langsung pada penis juga dapat menyebabkan MS.
Infeksius: Balanopostitis berulang, terutama yang disebabkan oleh jamur Candida atau patogen bakteri, dapat menyebabkan peradangan kronis yang berujung pada fibrosis dan penyempitan meatus. Secara historis, uretritis gonore merupakan penyebab utama striktur inflamasi.
Kongenital: Beberapa kasus pada anak-anak mungkin bukan merupakan stenosis fibrotik sejati, melainkan sebuah "meatal web" atau selaput meatus ventral. Kondisi ini diduga berasal dari perkembangan kongenital yang tidak sempurna dan seringkali lebih mudah untuk dikoreksi.
Data epidemiologi mengenai prevalensi stenosis meatus menunjukkan variasi yang sangat besar antar studi, sebuah fakta yang menyoroti ambiguitas dalam kriteria diagnostik. Sebuah meta-analisis besar yang melibatkan 1.5 juta sirkumsisi menemukan risiko gabungan MS pasca-sirkumsisi yang relatif rendah, yaitu 0.656%. Namun, angka ini sangat kontras dengan studi observasional prospektif yang melaporkan prevalensi yang jauh lebih tinggi. Sebagai contoh, sebuah studi cross-sectional di Aljazair menemukan prevalensi MS sebesar 17.9% pada 1031 anak laki-laki yang disirkumsisi , dan studi lain mengutip angka setinggi 26.6%.
Perbedaan dramatis ini kemungkinan besar disebabkan oleh "metode pelaksanaan studi". Studi dengan prevalensi rendah mungkin menggunakan kriteria fungsional yang ketat (misalnya, memerlukan gejala atau bukti obstruksi), sementara studi dengan prevalensi tinggi mungkin mencakup semua kasus meatus yang tampak sempit secara visual, termasuk variasi anatomi yang tidak signifikan secara klinis atau "meatal web". Variabilitas ini menggarisbawahi pentingnya bagi dokter untuk tidak hanya mengandalkan penampilan visual tetapi juga mengkorelasikannya dengan gejala klinis dan temuan fungsional.
Beberapa faktor risiko spesifik untuk MS pasca-sirkumsisi telah diidentifikasi, antara lain:
Sirkumsisi yang dilakukan pada minggu pertama kehidupan.
Ukuran meatus yang sudah kecil sebelum sirkumsisi (diameter ≤4 mm).
Adanya adhesi preputium ke glans pada saat sirkumsisi.
Retraksi paksa preputium selama prosedur.
Pada pria yang tidak disirkumsisi, MS sangat jarang terjadi pada usia muda. Namun, risikonya dapat meningkat seiring bertambahnya usia karena insiden kondisi inflamasi seperti LS dan ISK yang lebih tinggi pada populasi ini.
Tabel 1: Perbandingan Prevalensi dan Faktor Risiko Stenosis Meatus Berdasarkan Studi Pilihan
Studi/Sumber | Populasi | Prevalensi yang Dilaporkan | Etiologi Utama | Faktor Risiko yang Teridentifikasi |
Meta-analisis Morris et al. | 1.5 juta sirkumsisi | 0.656% | Pasca-sirkumsisi | Tidak dirinci dalam abstrak |
Studi cross-sectional Aljazair | 1031 anak laki-laki tersirkumsisi (usia 5-8 tahun) | 17.9% | Pasca-sirkumsisi | Usia sirkumsisi <1 minggu, retraksi paksa, penggunaan produk penyembuhan tertentu |
Ceylan et al. (dikutip di ) | Tidak dirinci | Hingga 26.6% | Pasca-sirkumsisi | Metode studi yang berbeda |
Studi Yegane et al. | Anak laki-laki tersirkumsisi | 10.3% | Pasca-sirkumsisi | Diameter meatus pre-sirkumsisi ≤4 mm |
Studi pada dewasa dengan LS | Pasien dewasa dengan striktur uretra | Tidak dinyatakan sebagai prevalensi populasi | Lichen Sclerosus (LS) | Faktor autoimun, genetik, inflamasi kronis |
Pendekatan klinis untuk pasien dengan kecurigaan stenosis meatus harus sistematis, dimulai dari evaluasi dasar di tingkat perawatan primer hingga investigasi lanjutan oleh spesialis urologi. Proses ini dibagi menjadi evaluasi diagnostik dan pengambilan keputusan terapeutik.
Pada Pasien Pediatrik: Diagnosis seringkali tertunda sampai anak memulai latihan toilet (toilet training) karena gejalanya tidak jelas saat masih menggunakan popok. Orang tua biasanya melaporkan keluhan seperti pancaran urin yang menyemprot ke atas (upwardly deflected), tipis, atau menyebar; kesulitan mengarahkan pancaran urin; waktu berkemih yang lama; disuria (nyeri saat berkemih); atau frekuensi berkemih yang meningkat.
Pada Pasien Dewasa: Gejalanya seringkali tumpang tindih dengan kondisi obstruksi saluran kemih bawah (Bladder Outlet Obstruction - BOO) lainnya, seperti hiperplasia prostat jinak (BPH). Gejala umum meliputi pancaran urin yang lemah, aliran yang terputus-putus (intermittency), perlu mengejan (straining) saat berkemih, perasaan tidak tuntas setelah berkemih, dan tetesan urin setelah selesai berkemih (post-void dribbling). Keluhan lain bisa berupa disuria, hematuria, dan ISK berulang. Salah satu gejala yang dapat membantu membedakan striktur uretra dari BPH adalah adanya ejakulasi yang terhambat atau lemah.
Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada genitalia eksterna.
Inspeksi: Tanda klasik adalah meatus yang tampak seperti "lubang jarum" (pinpoint) atau sirkular, berbeda dengan bentuk normalnya yang seperti celah vertikal. Pada pasien dewasa, inspeksi harus mencari tanda-tanda Lichen Sclerosus, seperti hipopigmentasi, plak keputihan, atau jaringan parut di sekitar meatus dan glans.
Palpasi: Jaringan parut atau fibrotik di sekitar meatus kadang-kadang dapat teraba.
Kalibrasi: Ini adalah langkah konfirmatif yang sederhana. Diagnosis dapat ditegakkan jika terdapat kesulitan atau ketidakmampuan untuk memasukkan instrumen berkaliber kecil secara lembut ke dalam meatus. Instrumen yang dapat digunakan antara lain kateter urin F6 pada anak laki-laki atau sonde uretra 12-18 Fr pada orang dewasa/wanita.
Untuk mengobjektifikasi keluhan pasien, beberapa tes non-invasif dapat dilakukan.
Uroflowmetry: Ini adalah tes non-invasif awal yang paling dianjurkan. Tes ini mengukur laju aliran urin. Laju aliran puncak (Qmax) kurang dari 12 mL/detik sangat sugestif adanya obstruksi. Selain nilai Qmax, bentuk kurva aliran juga memberikan petunjuk diagnostik yang penting. Kurva normal berbentuk seperti lonceng (bell curve), sedangkan striktur uretra yang bersifat fiksasi (fixed obstruction) biasanya menghasilkan kurva yang datar dan memanjang seperti dataran tinggi (plateau shape). Pengamatan ini sangat berguna untuk membedakan MS dari penyebab LUTS lainnya.
Residu Urin Pasca-Berkemih (Post-Void Residual - PVR): Pengukuran volume urin yang tersisa di kandung kemih setelah berkemih menggunakan ultrasonografi adalah alat objektif yang berguna untuk menilai efisiensi pengosongan kandung kemih, meskipun tidak bersifat diagnostik untuk MS secara spesifik.
Jika diagnosis masih belum jelas atau dicurigai adanya striktur yang lebih kompleks, diperlukan pemeriksaan lanjutan yang biasanya dilakukan oleh ahli urologi.
Uretroskopi/Sistoskopi: Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi langsung dari meatus dan uretra, sehingga dapat mendiagnosis striktur secara definitif. Namun, jika stenosis sangat parah, endoskop mungkin tidak dapat melewatinya, sehingga membatasi evaluasi uretra di bagian proksimal.
Uretrografi Retrograd (Retrograde Urethrography - RUG) dan Sistouretrografi Berkemih (Voiding Cystourethrography - VCUG): Kombinasi kedua pemeriksaan ini dianggap sebagai baku emas untuk pencitraan striktur uretra. RUG/VCUG dapat memberikan informasi detail mengenai lokasi, jumlah, panjang, dan tingkat keparahan striktur. Pemeriksaan ini mungkin tidak selalu diperlukan untuk kasus MS yang terisolasi, tetapi menjadi esensial jika dicurigai adanya striktur di lokasi yang lebih proksimal.
Gambar 2. Retrorade uretrogram dari LS Stricture

Keputusan untuk melakukan intervensi terapeutik didasarkan pada beberapa faktor. Intervensi diindikasikan pada pasien yang mengalami gejala yang mengganggu, memiliki bukti objektif adanya obstruksi (misalnya, Qmax <10-15 mL/detik), atau mengalami komplikasi seperti ISK berulang atau PVR yang tinggi. Sebaliknya, pasien asimtomatik dengan striktur berkaliber lebar mungkin tidak memerlukan intervensi segera dan dapat diobservasi.
Pilihan terapi sangat bergantung pada etiologi (misalnya, LS memerlukan terapi medis), tingkat keparahan striktur, usia dan komorbiditas pasien, serta riwayat pengobatan sebelumnya. Jalur keputusan utama berkisar antara manajemen konservatif/medis, prosedur endoskopik sederhana (meatotomi), atau rekonstruksi formal (meatoplasti/uretroplasti).
Manajemen stenosis meatus mencakup spektrum pilihan dari terapi medis hingga intervensi bedah yang kompleks. Pemilihan modalitas yang tepat harus disesuaikan dengan karakteristik pasien dan penyakit secara individual.
Untuk stenosis meatus yang disebabkan oleh Lichen Sclerosus (LS), terapi medis adalah lini pertama dan pilar utama penatalaksanaan. Pembedahan saja tidak cukup karena tidak mengatasi proses inflamasi yang mendasarinya.
Kortikosteroid Topikal Potensi Tinggi: Obat seperti clobetasol propionate 0.05% adalah terapi standar. Kortikosteroid ini bekerja dengan menghambat inflamasi, memperlambat progresi penyakit, dan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan regresi lesi. Regimen yang umum adalah aplikasi dua kali sehari selama 2-3 bulan, diikuti dengan penurunan dosis secara bertahap (tapering).
Imunomodulator Topikal: Tacrolimus adalah pilihan alternatif, terutama untuk pemeliharaan setelah fase akut terkontrol.
Kombinasi dengan Dilatasi: Untuk kasus MS ringan akibat LS, regimen yang dapat dicoba sebelum pembedahan adalah aplikasi clobetasol topikal pada meatus diikuti dengan dilatasi meatus secara lembut. Terapi ini dapat dilanjutkan selama 1-3 bulan.
Dilatasi uretra adalah salah satu terapi awal standar untuk striktur, namun efektivitas jangka panjangnya terbatas. Prosedur ini melibatkan peregangan jaringan parut secara bertahap menggunakan sonde (dilator). Tingkat rekurensi setelah dilatasi sangat tinggi, dengan sekitar 65% pasien memerlukan pengobatan ulang dalam waktu 3 tahun.
Dilatasi umumnya tidak dianggap sebagai terapi kuratif, melainkan sebagai cara untuk memberikan perbaikan gejala sementara. Melakukan dilatasi berulang kali tidak dianjurkan karena dapat memperburuk jaringan parut, memperpanjang striktur, dan mempersulit prosedur rekonstruksi definitif di kemudian hari. Kateterisasi mandiri intermiten (ISC) dapat digunakan untuk mempertahankan patensi lumen setelah prosedur awal, tetapi kepatuhan pasien dan dampaknya terhadap kualitas hidup menjadi tantangan signifikan.
Untuk stenosis meatus yang simtomatik dan tidak merespons terapi konservatif, intervensi bedah menjadi pilihan utama. Dua prosedur yang paling umum adalah meatotomi dan meatoplasti.
Prosedur: Meatotomi adalah prosedur sederhana yang melibatkan insisi (sayatan) pada jaringan parut yang menyempit, biasanya di sisi ventral (bawah) meatus. Teknik yang umum dilakukan adalah dengan menjepit jaringan parut ventral menggunakan klem hemostat selama 60 detik hingga 4 menit, kemudian menginsisi jaringan yang telah hancur tersebut. Waktu penjepitan yang optimal adalah lebih dari 2 menit untuk meminimalkan risiko perdarahan. Prosedur ini seringkali tidak memerlukan penjahitan.
Anestesi: Keuntungan besar dari meatotomi adalah dapat dilakukan di poliklinik (office-based) dengan anestesi topikal (misalnya, krim EMLA) pada anak yang kooperatif, sehingga menghindari risiko dan biaya anestesi umum.
Hasil: Tingkat keberhasilan dalam meredakan gejala cukup tinggi, berkisar antara 75-90%. Namun, meatotomi memiliki tingkat re-operasi atau rekurensi yang lebih tinggi dibandingkan meatoplasti. Angka re-operasi yang dilaporkan dalam seri kasus besar berkisar antara 0.58% hingga 3.5%. Teknik modifikasi seperti "wedge meatotomy" (eksisi jaringan parut berbentuk V) mungkin dapat mengurangi risiko rekurensi dengan mencegah penyatuan kembali tepi luka.
Prosedur: Meatoplasti adalah prosedur rekonstruksi formal pada meatus. Prosedur ini tidak hanya sekadar insisi, tetapi melibatkan rekonstruksi dengan aproksimasi (penyatuan) yang cermat antara mukosa uretra bagian dalam dengan kulit glanular di bagian luar menggunakan jahitan halus yang dapat diserap (misalnya, Vicryl 7-0). Berbagai teknik, seperti "inverted V plasty", dirancang untuk menciptakan meatus yang tampak lebih alami seperti celah vertikal dan menghindari tampilan hipospadia pasca-operasi.
Anestesi: Prosedur ini hampir selalu dilakukan di bawah anestesi umum karena memerlukan ketelitian dan waktu untuk penjahitan.
Hasil: Meatoplasti dianggap sebagai prosedur yang superior dengan tingkat re-operasi yang secara signifikan lebih rendah, bahkan mendekati 0% dalam beberapa studi. Prosedur ini memberikan hasil fungsional dan kosmetik yang sangat baik. Superioritas meatoplasti terletak pada prinsip penyembuhan luka. Meatoplasti memfasilitasi penyembuhan primer (primary intention), di mana tepi luka menyatu secara langsung dengan pembentukan jaringan parut minimal. Sebaliknya, meatotomi yang tidak dijahit sembuh melalui intensi sekunder (secondary intention), yang lebih rentan terhadap kontraksi jaringan parut dan re-stenosis.
Uretroplasti adalah prosedur rekonstruksi yang lebih ekstensif dan dicadangkan untuk kasus striktur distal yang panjang, kompleks, berulang, atau disebabkan oleh kondisi sulit seperti LS atau kegagalan perbaikan hipospadia.
Prosedur ini melibatkan augmentasi (penambahan) atau penggantian uretra yang rusak dengan graft (cangkokan). Mukosa bukal (dari rongga mulut) adalah bahan graft pilihan utama karena sifatnya yang sangat baik, vaskularisasi yang bagus, dan resistensinya terhadap rekurensi LS. Penggunaan kulit genital sebagai flap harus dihindari pada kasus LS.
Uretroplasti dapat dilakukan dalam satu atau dua tahap, dengan tingkat keberhasilan lebih dari 85% di tangan ahli bedah rekonstruktif yang berpengalaman.
Tabel 2: Analisis Komparatif Meatotomi vs. Meatoplasti untuk Stenosis Meatus
Parameter | Meatotomi | Meatoplasti |
Prosedur | Insisi ventral sederhana (jepit & potong), seringkali tanpa jahitan. | Rekonstruksi formal dengan penjahitan aproksimasi mukosa-glanular. |
Anestesi | Dapat dilakukan dengan anestesi topikal di poliklinik atau anestesi umum. | Hampir selalu memerlukan anestesi umum. |
Tingkat Re-operasi | Lebih tinggi (0.6% - 3.5%). | Sangat rendah (mendekati 0%). |
Komplikasi Utama | Perdarahan, re-stenosis, perlunya pembukaan manual pasca-operasi. | Komplikasi minimal, hasil kosmetik superior. |
Kandidat Ideal | Anak kooperatif, stenosis berupa selaput ventral tipis, keinginan untuk menghindari anestesi umum. | Baku emas jika anestesi umum digunakan, stenosis berulang pasca-meatotomi, jaringan parut yang signifikan. |
Pilihan antara meatotomi dan meatoplasti bukanlah sekadar tentang mana yang "lebih baik", melainkan sebuah analisis risiko-manfaat yang canggih. Jika anestesi umum akan digunakan (misalnya pada anak yang tidak kooperatif atau stenosis yang lebih parah), maka upaya tambahan untuk melakukan meatoplasti sangat dianjurkan karena durabilitasnya yang superior. Namun, jika tujuannya adalah menghindari anestesi umum, risiko rekurensi yang sedikit lebih tinggi pada meatotomi di poliklinik dapat menjadi pilihan yang masuk akal.
Perawatan pasca-operasi yang tepat, meskipun sederhana, sangat penting untuk memastikan keberhasilan prosedur, terutama setelah meatotomi.
Setelah Meatotomi/Meatoplasti: Perawatan pasca-operasi umumnya minimal. Aplikasi salep seperti petroleum jelly (Vaseline) atau salep antibiotik/steroid (misalnya, Fucidin, Dexpanthenol-Chlorhexidine) pada meatus 3-4 kali sehari sangat dianjurkan. Tujuannya adalah untuk menjaga kelembaban dan mencegah tepi luka yang masih mentah saling menempel dan menyatu kembali, yang merupakan mekanisme utama kegagalan meatotomi. Orang tua juga dapat diinstruksikan untuk memisahkan tepi meatus dengan lembut setiap hari selama beberapa waktu. Analgesik sederhana seperti parasetamol biasanya cukup untuk mengatasi nyeri.
Setelah Uretroplasti: Pasien memerlukan kateter Foley indwelling untuk periode tertentu, biasanya antara 3 hingga 21 hari, untuk memberikan waktu bagi graft untuk menyatu dan sembuh dengan baik.
Meskipun tergolong aman, beberapa komplikasi dapat terjadi.
Perdarahan: Ini adalah komplikasi langsung yang paling sering terjadi setelah meatotomi. Risiko ini dapat diminimalkan dengan waktu penjepitan yang adekuat (>2 menit) selama prosedur. Kadang-kadang, perdarahan mungkin memerlukan jahitan untuk hemostasis.
Rekurensi/Re-stenosis: Ini adalah komplikasi jangka panjang utama, terutama setelah meatotomi sederhana. Tingkat rekurensi, meskipun rendah, secara signifikan lebih tinggi daripada meatoplasti. Beberapa pasien (sekitar 3.6%) mungkin memerlukan pembukaan meatus secara manual pada kunjungan pasca-operasi pertama setelah meatotomi karena adanya perlengketan dini.
Infeksi: Merupakan komplikasi yang jarang terjadi.
Hasil Kosmetik: Meatotomi dapat menghasilkan tampilan meatus yang kurang memuaskan secara kosmetik, terkadang tampak seperti hipospadia (meatus yang lebih rendah dari normal). Sebaliknya, teknik meatoplasti dirancang untuk menghasilkan meatus yang tampak lebih alami seperti celah vertikal.
Prognosis setelah koreksi bedah definitif, terutama meatoplasti atau uretroplasti, sangat baik. Tingkat patensi jangka panjang dan kepuasan pasien dilaporkan tinggi.
Keberhasilan pengobatan tidak boleh hanya diukur dari tidak adanya kebutuhan untuk operasi ulang. Definisi keberhasilan yang komprehensif harus mencakup:
Hasil Fungsional Objektif: Normalisasi parameter uroflowmetry, terutama peningkatan Qmax dan kembalinya bentuk kurva menjadi seperti lonceng.
Hasil yang Dilaporkan Pasien (Patient-Reported Outcomes - PROMs): Ini mencakup perbaikan gejala yang dirasakan, kepuasan terhadap pancaran urin, dan kepuasan terhadap penampilan kosmetik.
Studi menunjukkan adanya hubungan antara indikasi operasi dengan persepsi keberhasilan. Pasien yang menjalani operasi karena indikasi yang jelas mekanis seperti "pancaran urin abnormal" secara signifikan lebih mungkin melaporkan perbaikan yang besar ("much improved"). Hal ini menyiratkan bahwa ketika MS diobati untuk gejala yang kurang spesifik seperti disuria atau frekuensi, prosedur tersebut mungkin berhasil membuka meatus, tetapi gejala utama pasien (yang mungkin memiliki etiologi lain) tidak teratasi, sehingga menyebabkan kepuasan yang lebih rendah. Ini menjadi panduan penting bagi dokter dalam memberikan ekspektasi yang realistis kepada pasien dan keluarga.
Untuk kasus yang disebabkan oleh LS, pemantauan seumur hidup diperlukan untuk mendeteksi rekurensi penyakit dan potensi transformasi ganas, bahkan setelah pengobatan yang berhasil.
Stenosis meatus adalah kondisi urologis umum dengan spektrum etiologi dan tingkat keparahan yang luas. Bagi dokter umum di lini pertama, pemahaman yang akurat dan pendekatan yang sistematis sangat penting untuk diagnosis yang tepat, manajemen awal, dan rujukan yang sesuai.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa stenosis meatus bukan entitas tunggal. Pada anak-anak, ini paling sering merupakan komplikasi sirkumsisi, sementara pada orang dewasa, harus selalu dicurigai adanya Lichen Sclerosus (LS), suatu kondisi inflamasi kronis dengan potensi keganasan.
Diagnosis tidak boleh hanya didasarkan pada penampilan visual "pinpoint", tetapi harus dikonfirmasi dengan gejala klinis dan bukti fungsional obstruksi. Pilihan terapi berkisar dari pengobatan topikal untuk LS hingga prosedur bedah seperti meatotomi dan meatoplasti, dengan meatoplasti menawarkan hasil jangka panjang yang lebih superior karena tingkat rekurensi yang lebih rendah.
Hindari Diagnosis Berdasarkan Penampilan Saja: Jangan mendiagnosis stenosis meatus hanya karena meatus tampak sempit. Selalu korelasikan temuan fisik dengan anamnesis gejala (pancaran abnormal, disuria) dan jika memungkinkan, dengan temuan objektif seperti uroflowmetry.
Curigai Lichen Sclerosus pada Dewasa: Setiap pasien dewasa, terutama pria, yang datang dengan stenosis meatus harus memiliki indeks kecurigaan yang tinggi untuk LS. Periksa adanya tanda-tanda kulit seperti hipopigmentasi. Rujukan untuk evaluasi spesialis dan kemungkinan biopsi sangat dianjurkan.
Inisiasi Terapi Medis untuk LS: Jika LS dicurigai atau dikonfirmasi, terapi lini pertama adalah kortikosteroid topikal potensi tinggi. Ini dapat dimulai sambil menunggu rujukan ke spesialis.
Rujukan ke spesialis urologi diindikasikan dalam situasi berikut:
Setiap pasien (anak atau dewasa) dengan diagnosis stenosis meatus yang dikonfirmasi atau dicurigai kuat, yang disertai dengan gejala yang signifikan, bukti objektif obstruksi (misalnya, Qmax rendah, PVR tinggi), atau komplikasi (misalnya, ISK berulang).
Semua pasien dewasa dengan kecurigaan stenosis meatus, terutama jika disertai perubahan kulit yang sugestif LS, untuk evaluasi lebih lanjut dan kemungkinan biopsi.
Setiap pasien yang telah gagal dalam manajemen konservatif atau medis awal.
Pasien yang memerlukan koreksi bedah, untuk diskusi mengenai pilihan antara meatotomi dan meatoplasti.
Bidang urologi rekonstruktif terus berkembang. Meskipun untuk stenosis meatus terapi utamanya tetap pembedahan konvensional, penelitian pada striktur uretra secara umum menunjukkan kemajuan.
Terapi baru seperti penggunaan balon berlapis obat (misalnya, paclitaxel) untuk mencegah re-stenosis setelah dilatasi dan pengembangan rekayasa jaringan untuk menciptakan graft uretra di laboratorium menunjukkan arah masa depan yang menjanjikan dalam manajemen penyakit striktur uretra. Bagi dokter umum, penting untuk menyadari bahwa ini adalah bidang yang dinamis, dan rujukan ke pusat dengan volume tinggi dapat memberikan pasien akses ke teknik dan keahlian terbaru.
Severe complications of circumcision: An analysis of 48 cases - ResearchGate, accessed July 15, 2025, https://www.researchgate.net/publication/23410007_Severe_complications_of_circumcision_An_analysis_of_48_cases
Contemporary Management of Bulbar Urethral Strictures - PMC, accessed July 15, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8058922/
Urethral Strictures - StatPearls - NCBI Bookshelf, accessed July 15, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK564297/
(PDF) Meatal stenosis: getting the diagnosis right - ResearchGate, accessed July 15, 2025, https://www.researchgate.net/publication/329370058_Meatal_stenosis_getting_the_diagnosis_right
(PDF) Prevalence and Causes of Meatal Stenosis in Circumcised Boys, accessed July 15, 2025, https://www.researchgate.net/publication/350388636_Prevalence_and_Causes_of_Meatal_Stenosis_in_Circumcised_Boys
Female urethra - International Continence Society, accessed July 15, 2025, https://www.ics.org/Workshops/HandoutFiles/000843.pdf
Surgical Management of Meatal Stenosis with Meatoplasty - PMC, accessed July 15, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3159600/
Distal urethroplasty for fossa navicularis and meatal strictures - PMC, accessed July 15, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4708167/
Long-Term Follow-up of Malone Meatoplasty for Meatal Stenosis in Patients with Lichen Sclerosus - Ommega Online Publishers, accessed July 15, 2025, https://www.ommegaonline.org/article-details/Long-Term-Follow-up-of-Malone-Meatoplasty-for-Meatal-Stenosis-in-Patients-with-Lichen-Sclerosus/1699
The contemporary management of urethral strictures in men ..., accessed July 15, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4708274/
Prepuce health and childhood circumcision: Choices in Canada - PMC, accessed July 15, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5332238/
(PDF) Optimal clamping time in meatotomy procedure for children ..., accessed July 15, 2025, https://www.researchgate.net/publication/352414117_Optimal_clamping_time_in_meatotomy_procedure_for_children_with_meatal_stenosis_Experience_with_120_cases
The surgical treatment of Balanitis Xerotica Obliterans - PMC, accessed July 15, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3111133/
Meatotomy and meatoplasty on meatal stenosis due to balanitis xerotica obliterans - PMC, accessed July 15, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11402057/
Balanoposthitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, accessed July 15, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553050/
distal hypospadias repair: Topics by Science.gov, accessed July 15, 2025, https://www.science.gov/topicpages/d/distal+hypospadias+repair.html
Wedge urethral meatotomy in meatal stenosis secondary to web formation - PubMed, accessed July 15, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35321834/
Uroflowmetry parameters before and after meatoplasty for primary symptomatic meatal stenosis in children - PubMed, accessed July 15, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18436251/
Balanitis Xerotica Obliterans (Male Penile Lichen Sclerosus) - StatPearls - NCBI Bookshelf, accessed July 15, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK567770/
A single-stage dorsal inlay buccal mucosal graft placement through subcoronal vertical sagittal ventral urethrotomy without glansplasty for reconstruction of meatal stenosis, fossa navicularis, and distal penile urethral stricture, accessed July 15, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10836457/
Minor procedure, major impact: patient-reported outcomes following ..., accessed July 15, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5957770/
Meatal stenosis: a retrospective analysis of over 4000 patients, accessed July 15, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25703201/
Meatotomy using local anesthesia and sedation or general anesthesia with or without penile block in children: a prospective randomized study - PubMed, accessed July 15, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21172701/
Office-based pediatric urology procedures - PubMed, accessed July 15, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39290226/
Clinic meatotomy under topical anesthesia - PubMed, accessed July 15, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28365169/
Surgical Treatment of Meatal Stenosis: Lessons Learned from the ..., accessed July 15, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35981660/
Archivio Italiano di Urologia e Andrologia - Vol. 95 - n. 3 - 2023 by Edizioni Scripta Manent, accessed July 15, 2025, https://issuu.com/edizioniscriptamanent/docs/archivio_3_2023_finale
Surgical Management of Anterior Urethral Stricture: A 23-year Single-Center Study - PMC, accessed July 15, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11847449/