3 May 2025 • Kulit
Acrodermatitis Enteropathica (AE) adalah kelainan genetik langka yang disebabkan oleh gangguan penyerapan zinc (seng).1 Meskipun insidensinya diperkirakan hanya 1 banding 500.000 kelahiran 4, pengenalan dini oleh dokter umum sangatlah krusial. Kondisi ini, jika tidak ditangani, dapat berakibat fatal dalam beberapa tahun pertama kehidupan.4 Sebaliknya, dengan diagnosis dan terapi zinc yang tepat waktu, prognosisnya sangat baik.4
Dokter umum berada di garda terdepan untuk mencurigai AE, terutama pada bayi yang menunjukkan gejala khas sekitar masa penyapihan (transisi dari ASI ke makanan lain atau susu formula).3 Gejala klasik yang perlu diwaspadai adalah trias dermatitis periorifisial/akral (ruam di sekitar lubang tubuh dan ujung anggota gerak), diare kronis, dan alopesia (kerontokan rambut).1
Mengingat kontras antara potensi keparahan penyakit yang tidak diobati dan respons dramatis terhadap suplementasi zinc yang relatif sederhana, AE menjadi diagnosis penting untuk dipertimbangkan dalam konteks klinis yang tepat, meskipun jarang terjadi.
Waktu timbulnya gejala yang seringkali bertepatan dengan penyapihan merupakan petunjuk penting, karena ASI mengandung ligan zinc yang membantu penyerapan, sehingga dapat menutupi defek genetik hingga asupan zinc yang lebih sulit diserap (seperti dari susu sapi atau formula) diperkenalkan.4 Bayi yang diberi susu formula sejak lahir mungkin menunjukkan gejala lebih awal.4
AE herediter disebabkan oleh mutasi pada gen SLC39A4 yang terletak di kromosom 8q24.3.1 Gen ini mengkode protein transporter zinc transmembran yang disebut ZIP4. Protein ZIP4 berperan vital dalam penyerapan zinc dari makanan di usus halus, terutama duodenum dan jejunum.4 Mutasi pada gen SLC39A4 menyebabkan transporter ZIP4 tidak berfungsi dengan baik, mengakibatkan gangguan penyerapan zinc secara masif dan defisiensi zinc sistemik.1
Zinc adalah mikronutrien esensial yang terlibat dalam berbagai proses fisiologis krusial, termasuk fungsi lebih dari 300 enzim (metaloenzim), fungsi kekebalan tubuh, sintesis protein dan DNA, pertumbuhan sel, metabolisme, serta penyembuhan luka.6 Defisiensi zinc yang parah akibat gangguan transporter ZIP4 inilah yang mendasari berbagai manifestasi klinis AE.
Pemahaman bahwa AE adalah kelainan resesif autosomal 1 menjelaskan mengapa gejala baru muncul ketika seorang anak mewarisi dua salinan gen yang rusak, masing-masing dari orang tua yang biasanya merupakan pembawa (carrier) tanpa gejala.11
Defek spesifik pada penyerapan intestinal 4 juga menjelaskan mengapa terapi suplementasi zinc dosis tinggi efektif; dosis tinggi ini mampu mengatasi jalur penyerapan yang tidak efisien dengan menciptakan gradien konsentrasi yang besar, berbeda dengan defisiensi zinc akibat asupan yang kurang semata.
Manifestasi klinis AE sangat khas, meskipun trias klasik (dermatitis, alopesia, diare) hanya ditemukan lengkap pada sekitar 20% kasus.12 Oleh karena itu, penting untuk mengenali setiap komponen dan gejala penyerta lainnya.
Dermatitis: Lesi kulit adalah manifestasi yang paling sering muncul pertama kali. Karakteristiknya meliputi plak eritematosa (kemerahan) yang berbatas tegas, kering, bersisik, bisa menyerupai eksim (ekzematosa) atau psoriasis (psoriasiform).4 Lokasi lesi sangat khas:
Periorifisial: Sekitar mulut (seringkali bibir atas tidak terkena 4), mata, hidung, dan telinga.
Akral: Di tangan, kaki, siku, dan lutut.6
Anogenital/Perineal: Di area popok atau sekitar anus dan kelamin.1 Lesi dapat berkembang menjadi vesikel (lepuh kecil), bula (lepuh besar), pustul (berisi nanah), erosi (lecet), atau membentuk krusta (keropeng).4 Infeksi sekunder oleh jamur (Candida) atau bakteri (Staphylococcus aureus) sering terjadi.4
Gambar 1. Foto klinis Akrodermatitis Enteropatika
Alopesia: Kerontokan rambut yang difus (merata), rambut menjadi rapuh, kering, kusam, dan kadang berubah warna.1 Bisa mengenai rambut kepala, alis, dan bulu mata.
Gambar 2. Foto Klinis Akrodermatitis Enteropatika1
Diare: Biasanya bersifat kronis, cair, dan sulit diatasi dengan pengobatan diare biasa.1
Manifestasi Lain: Selain trias klasik, gejala lain dapat meliputi:
Perubahan perilaku: Iritabilitas (rewel terus-menerus), letargi (lesu), perubahan mood (sering pada bayi).4
Gangguan makan: Anoreksia (tidak nafsu makan), nafsu makan buruk.4
Gangguan pertumbuhan: Gagal tumbuh (failure to thrive), retardasi pertumbuhan.4
Gangguan penyembuhan luka.3
Infeksi berulang akibat gangguan fungsi imun.4
Kelainan kuku: Paronikia (radang sekitar kuku), onikodistrofi (kerusakan kuku).4
Kelainan mulut: Glositis (radang lidah), stomatitis (radang mukosa mulut), keilitis angularis (luka di sudut bibir).10
Kelainan mata: Konjungtivitis (radang selaput mata), blefaritis (radang kelopak mata), fotofobia (sensitif cahaya).4
Fakta bahwa trias klasik tidak selalu lengkap 12 dan gejala dapat bersifat intermiten atau bervariasi seiring usia 9 menjadi tantangan diagnostik. Dokter umum perlu mempertahankan kecurigaan meskipun hanya satu atau dua komponen trias yang muncul, terutama jika terdapat dermatitis dengan pola distribusi yang khas. Lesi kulit AE dapat menyerupai kondisi umum seperti eksim, psoriasis, atau infeksi jamur.4
Kunci pembeda terletak pada distribusi lesi yang spesifik (periorifisial, akral, anogenital) dan batas lesi yang tegas.4 Kemungkinan munculnya lesi lepuh (vesikobulosa) 11 juga perlu diingat, karena dapat mengarahkan diagnosis ke penyakit bulosa primer dan menunda diagnosis AE.18
Proses diagnosis Acrodermatitis Enteropatika melibatkan beberapa langkah kunci:
Kecurigaan Klinis: Diagnosis dimulai dari kecurigaan klinis yang tinggi 4 berdasarkan riwayat penyakit (onset saat penyapihan 4) dan temuan klinis yang khas (komponen trias, terutama pola dermatitis yang unik 4).
Konfirmasi Laboratorium:
Kadar Zinc Plasma/Serum: Ini adalah pemeriksaan penunjang utama.1 Kadar zinc yang rendah, misalnya di bawah 70 mcg/dL saat puasa atau <65 mcg/dL tidak puasa 4, atau di bawah rentang normal laboratorium sesuai usia 8, sangat mendukung diagnosis AE.
Interpretasi Kadar Zinc: Perlu kehati-hatian dalam interpretasi. Kadar zinc bisa saja berada dalam rentang normal rendah meskipun terjadi deplesi zinc di jaringan 9, terutama pada kasus ringan atau intermiten.9 Selain itu, zinc adalah reaktan fase akut negatif, artinya kadarnya bisa turun akibat inflamasi, infeksi, atau kadar albumin rendah, bukan hanya karena AE.7 Pengambilan sampel yang benar penting (tabung bebas zinc, hindari hemolisis, puasa lebih dianjurkan).7
Kadar Fosfatase Alkali (Alkaline Phosphatase/ALP): Enzim ini bergantung pada zinc, sehingga kadarnya seringkali rendah pada AE.7 Peningkatan kadar ALP setelah pemberian suplementasi zinc dapat menjadi bukti pendukung diagnosis.8 Namun, kadar ALP normal tidak menyingkirkan AE.10
Uji Terapeutik (Therapeutic Trial): Respons klinis yang cepat dan dramatis (dalam beberapa hari hingga minggu) setelah pemberian suplementasi zinc sangat sugestif untuk AE.5 Uji coba terapi ini kadang digunakan sebagai alat diagnostik jika pemeriksaan laboratorium tertunda atau hasilnya meragukan.
Pemeriksaan Genetik: Identifikasi mutasi pada gen SLC39A4 dapat mengkonfirmasi diagnosis AE secara definitif.1 Namun, pemeriksaan ini biasanya dilakukan oleh spesialis setelah diagnosis klinis dan biokimia ditegakkan serta terapi dimulai.
Interpretasi kadar zinc memerlukan pemahaman nuansa. Kadar rendah sangat sugestif, namun kadar normal atau batas bawah, terutama jika sampel tidak puasa atau ada kondisi inflamasi, tidak menyingkirkan AE jika kecurigaan klinis tinggi.7 Kadar ALP dapat memberikan data pendukung.7 Perbaikan klinis yang cepat setelah uji coba terapi zinc 5 merupakan alat diagnostik praktis yang kuat bagi dokter umum, karena sedikit kondisi lain yang memberikan respons serupa.
Saat mencurigai AE, beberapa kondisi lain perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, terutama yang relevan bagi praktik dokter umum:
Kondisi Kulit Umum:
Dermatitis Popok (ruam popok biasa).11
Eksim Atopik (biasanya tidak mengenai area popok, batas kurang tegas).11
Dermatitis Seboroik (skuama berminyak, distribusi berbeda).11
Psoriasis (terutama psoriasis popok, namun biasanya ada plak khas di tempat lain).11
Kandidiasis (infeksi jamur, sering ada lesi satelit, respons terhadap antijamur; bisa juga merupakan infeksi sekunder pada AE).4
Defisiensi Nutrisi Lain:
Defisiensi Biotinidase (ruam mirip AE, sering diskrining saat lahir).11
Defisiensi Asam Lemak Esensial.11
Defisiensi vitamin/mineral lain (misal, Pellagra/defisiensi Niasin 7; defisiensi Vitamin A, B12, Folat, Besi 7).
Defisiensi Zinc Didapat (Acquired Zinc Deficiency): Ini penting dibedakan dari AE herediter. Penyebabnya antara lain:
Malabsorpsi (penyakit radang usus/IBD, fibrosis kistik, riwayat operasi usus).2
Asupan kurang (diet vegetarian ketat, malnutrisi, alkoholisme kronis, nutrisi parenteral tanpa zinc).11
Peningkatan kehilangan zinc (sindrom nefrotik).11
Kondisi katabolik tinggi atau hipoalbuminemia (luka bakar, trauma, sirosis).11
ASI dengan kadar zinc rendah.4
Prematuritas.11
Kemungkinan Lain:
Penyakit Bulosa (Epidermolisis Bulosa, Penyakit IgA Linier).11
Histiositosis Sel Langerhans (bisa bermanifestasi ruam di area popok).11
Eritema Nekrolitik Migratori (terkait glukagonoma, jarang pada bayi).7
Dermatitis Kontak.18
Penting bagi dokter umum untuk membedakan AE herediter dari defisiensi zinc didapat.2 Meskipun terapi awal (suplementasi zinc) sama, penyebab yang mendasari dan manajemen jangka panjangnya berbeda (terapi seumur hidup untuk AE vs. mengatasi penyebab pada defisiensi didapat). Anamnesis mendalam mengenai riwayat kelahiran (prematuritas), diet, penyakit gastrointestinal, atau riwayat operasi sangat membantu.7
Adanya tumpang tindih gejala dengan kondisi umum seperti ruam popok berat, eksim, atau infeksi jamur 11 menuntut pemeriksaan cermat yang fokus pada pola AE spesifik (distribusi, batas tegas 4) dan mempertimbangkan konstelasi gejala (ruam + diare + alopesia/gagal tumbuh), bukan hanya ruamnya saja. Kegagalan respons terhadap terapi standar (misal, antijamur, kortikosteroid topikal) harus meningkatkan kecurigaan terhadap AE.
Landasan utama terapi Acrodermatitis Enteropatika adalah suplementasi zinc oral seumur hidup.1 Pemberian zinc dosis tinggi bertujuan untuk mengatasi defek penyerapan di usus dengan meningkatkan gradien konsentrasi zinc.4
Respons terhadap terapi biasanya sangat cepat dan dramatis. Perbaikan klinis seringkali terlihat dalam beberapa hari hingga minggu setelah terapi dimulai.5 Lesi kulit mulai menyembuh, diare berhenti, nafsu makan dan mood membaik, dan pertumbuhan rambut akan menyusul kemudian. Penting untuk mengedukasi keluarga pasien bahwa karena ini adalah kelainan genetik permanen, terapi zinc harus dilanjutkan seumur hidup.1
Penghentian terapi akan menyebabkan kekambuhan gejala dengan cepat, seperti yang dilaporkan dalam studi kasus.10 Meskipun manifestasi utamanya seringkali di kulit, AE adalah penyakit sistemik.4 Terapi zinc tidak hanya memperbaiki kulit, tetapi juga mengatasi manifestasi sistemik lainnya seperti diare, gangguan pertumbuhan, perubahan mood, dan kerentanan terhadap infeksi.4
Non Medikamentosa
Mengonsumsi makanan dengan mengandung seng yang tinggi (daging, unggas, telur, makanan laut) dan suplemen makanan mengandung seng.32
Medikamentosa
Prinsip: suplementasi seng seumur hidup.
1. Sistemik
Seng (biasanya zinc sulfate) per oral dengan dosis 0.5-1.0 mg/kg diberikan 1-2 kali per hari (direkomendasikan untuk defisiensi seng ringan-sedang). 1 (1C)
Pada kasus AE berat, diberikan zinc chloride dengan dosis 10-20 mg secara parenteral. 12 (1C) 32
Pemberian dosis obat Acrodermatitis Enteropatika yang tepat sangat krusial. Berikut panduan praktisnya:
Fokus pada Elemental Zinc: Perhitungan dosis harus selalu berdasarkan kandungan zinc elemental, bukan berat total garam zinc, karena persentase zinc elemental bervariasi antar formulasi.4
Formulasi Zinc: Beberapa garam zinc yang umum digunakan meliputi:
Zinc Sulfat (ZnSO4): Mengandung sekitar 23% zinc elemental.27 Sering direkomendasikan.3
Zinc Glukonat (ZnG): Mengandung sekitar 14% zinc elemental.27 Juga umum digunakan 8 dan mungkin memiliki bioavailabilitas atau tolerabilitas yang lebih baik pada beberapa pasien.8
Zinc Sitrat (~31% elemental zinc) 27, Zinc Asetat (~30% elemental zinc).27
Zinc Oksida (~80% elemental zinc) 27, namun penyerapannya lebih rendah dibandingkan garam lain.27
Pertimbangan lain: Rasa logam/pahit bisa menjadi masalah pada Zinc Sulfat dan Asetat.27 Bioavailabilitas antar garam (sulfat, glukonat, sitrat) secara umum dianggap sebanding atau sedikit bervariasi tergantung studi.27
Dosis Awal:
Bayi dan Anak: Dosis awal yang umum direkomendasikan adalah 1-3 mg/kg berat badan/hari zinc elemental.4 Dosis harian biasanya dibagi menjadi 2-3 kali pemberian.15
Dosis Lebih Tinggi: Pada kasus berat atau resisten, dosis awal mungkin perlu lebih tinggi, bisa mencapai 5 mg/kg/hari atau bahkan hingga 10 mg/kg/hari zinc elemental dalam pengawasan spesialis.8
Dewasa: AE biasanya terdiagnosis pada masa bayi/anak. Jika terdiagnosis saat dewasa atau untuk terapi jangka panjang, dosis disesuaikan berdasarkan respons klinis dan kadar zinc serum, bukan berdasarkan dosis anak per kgBB. Dosis terapeutik ini jauh lebih tinggi dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian normal (8-11 mg/hari untuk dewasa).17
Penyesuaian Dosis: Dosis perlu disesuaikan secara individual berdasarkan respons klinis, hasil pemantauan laboratorium, dan yang terpenting, pertumbuhan anak.13
Meskipun Zinc Sulfat sering menjadi pilihan awal 4, formulasi lain seperti Zinc Glukonat mungkin diperlukan jika pasien tidak merespons atau tidak toleran terhadap sulfat.8 Dokter umum perlu mengetahui berbagai formulasi dan kandungan elemental zinc-nya.
Perbedaan kandungan elemental zinc antar garam sangat signifikan; misalnya, 100 mg Zinc Sulfat mengandung ~23 mg zinc elemental, sedangkan 100 mg Zinc Glukonat hanya mengandung ~14 mg zinc elemental. Oleh karena itu, menghitung dosis berdasarkan target elemental zinc per kg berat badan adalah mutlak untuk menghindari dosis yang tidak adekuat atau berlebihan.
2. Topikal
Sesuai kondisi kulit, misalnya antibiotik topikal bila ada infeksi sekunder. (1C)
Tabel 1: Panduan Dosis Awal dan Formulasi Zinc untuk Acrodermatitis Enteropatika
Kelompok Usia | Dosis Target Elemental Zinc (mg/kg/hari) | Contoh Formulasi Umum (% Elemental Zinc) | Contoh Perhitungan (Anak 10 kg, target 2 mg/kg/hari = 20 mg elemental Zn) | Catatan Penting |
Bayi & Anak-anak | 1 - 3 mg/kg/hari | Zinc Sulfat (~23%) Zinc Glukonat (~14%) | Perlu ~87 mg Zinc Sulfat (20 / 0.23) ATAU ~143 mg Zinc Glukonat (20 / 0.14) | Hitung dosis berdasarkan elemental zinc. Bagi dosis harian (2-3x). Sesuaikan dosis berdasarkan respons klinis, lab, dan pertumbuhan anak. Pertimbangkan ganti formulasi jika respons/toleransi buruk. Awasi efek samping (terutama defisiensi tembaga). |
Pemantauan terapi Acrodermatitis Enteropatika bertujuan untuk memastikan efektivitas pengobatan dan mendeteksi potensi efek samping.
Pemantauan Klinis:
Perbaikan lesi kulit: Amati penyembuhan lesi yang biasanya dimulai dalam beberapa hari hingga minggu.5
Resolusi diare.8
Pertumbuhan rambut kembali (mungkin memerlukan waktu lebih lama).
Perbaikan mood, nafsu makan, dan kurva pertumbuhan.8
Pemantauan Laboratorium:
Kadar Zinc Serum/Plasma: Pantau secara berkala (frekuensi tergantung kondisi pasien, awalnya lebih sering), target kadar zinc berada dalam rentang normal laboratorium.4
Kadar Fosfatase Alkali (ALP): Harapkan peningkatan dari kadar awal yang rendah menuju rentang normal.8
Kadar Tembaga (Copper) Serum: Ini sangat penting dipantau, terutama pada penggunaan zinc dosis tinggi atau jangka panjang. Kelebihan asupan zinc dapat mengganggu penyerapan tembaga dan menyebabkan defisiensi tembaga (yang bermanifestasi sebagai anemia atau masalah neurologis).13
Status Besi: Pemantauan status besi juga direkomendasikan.13
Pemantauan Jangka Panjang: Follow-up diperlukan seumur hidup. Dosis zinc perlu disesuaikan seiring pertumbuhan anak.13 Kebutuhan zinc juga dapat berubah pada masa pubertas atau kehamilan/laktasi.23
Risiko defisiensi tembaga iatrogenik (akibat pengobatan) 13 adalah konsekuensi langsung dari terapi zinc dosis tinggi yang diperlukan untuk AE. Ini merupakan komplikasi yang dapat dicegah dengan pemantauan rutin. Pemantauan juga bersifat dinamis; dosis harus ditinjau ulang dan disesuaikan secara berkala berdasarkan kondisi klinis, hasil laboratorium, dan terutama pertumbuhan anak untuk memastikan terapi tetap efektif.13
Kesimpulannya, diagnosis dan terapi Acrodermatitis Enteropatika yang dini dan tepat sangat krusial untuk mencapai prognosis yang sangat baik dan mencegah komplikasi fatal.4 Dokter umum memegang peranan kunci dalam rantai penatalaksanaan AE.
Kemampuan untuk mengenali pola klinis yang khas (terutama dermatitis periorifisial dan akral berbatas tegas), mencurigai AE meskipun jarang terjadi, melakukan pemeriksaan awal (kadar zinc dan ALP serum), dan yang terpenting, memulai terapi suplementasi zinc sesegera mungkin sambil merujuk ke spesialis (Dermatologi, Gastroenterologi Anak, atau Metabolik Anak) adalah kompetensi vital.4
Pemahaman yang benar mengenai dosis obat Acrodermatitis Enteropatika, khususnya pentingnya perhitungan berdasarkan zinc elemental, akan memastikan terapi awal yang adekuat. Dengan kewaspadaan dan tindakan cepat, dokter umum dapat secara signifikan mengubah perjalanan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup anak dengan kelainan langka namun dapat diobati ini.
Acrodermatitis Enteropathica in a Child in Bahrain: A Case Report and Literature Review, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/40062020/
Acrodermatitis Enteropathica - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28722865/
Acrodermatitis enteropathica: case report and review of the literature - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12383101/
Acrodermatitis Enteropathica - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441835/
Acrodermatitis Enteropathica: A Case Report - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7683876/
Case report: Acrodermatitis enteropathica result from a novel SLC39A4 gene mutation, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9720256/
Zinc Deficiency - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493231/
A Zinc Sulphate-Resistant Acrodermatitis Enteropathica Patient with ..., diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3509835/
Clinical and laboratory diagnosis of acrodermatitis enteropathica, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2691254/
ACRODERMATITIS ENTEROPATHICA: CLINICAL ..., diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6038791/
Acrodermatitis enteropathica: Features and Treatment — DermNet, diakses April 14, 2025, https://dermnetnz.org/topics/acrodermatitis-enteropathica
[Acrodermatitis enteropathica; a literature review] - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/1990299/
Acute onset of blisters in an infant with acrodermatitis enteropathica ..., diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8040548/
Acrodermatitis enteropathica - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/6413773/
Acrodermatitis Enteropathica: A Rare Case With Lifelong Implications - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10198582/
Zinc Therapy in Dermatology: A Review - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4120804/
Zinc - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547698/
Bullous lesions in acrodermatitis enteropathica delaying diagnosis of zinc deficiency: a report of two cases and review of the literature - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18537855/
Acute onset of blisters in an infant with acrodermatitis enteropathica: A case report - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33889411/
Acrodermatitis enteropathica: a review of 29 Tunisian cases - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20883266/
Comparative Absorption and Bioavailability of Various Chemical Forms of Zinc in Humans: A Narrative Review - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11677333/
Acrodermatitis enteropathica-like eruption as the presenting sign of cystic fibrosis--case report and review of the literature - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12200605/
Zinc - Health Professional Fact Sheet - NIH Office of Dietary Supplements, diakses April 14, 2025, https://ods.od.nih.gov/factsheets/Zinc-HealthProfessional/
Zn-DTSM, A Zinc Ionophore with Therapeutic Potential for Acrodermatitis Enteropathica?, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6356714/
Innovative uses for zinc in dermatology - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20510767/
Zinc therapy in dermatology: a review - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25120566/
Zinc Absorption by Young Adults from Supplemental Zinc Citrate Is Comparable with That from Zinc Gluconate and Higher than from Zinc Oxide - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3901420/
Zinc: An Essential Micronutrient - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2820120/
Comparison of the Oral Absorption, Distribution, Excretion, and Bioavailability of Zinc Sulfate, Zinc Gluconate, and Zinc-Enriched Yeast in Rats - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29457347/
Comparative absorption of zinc picolinate, zinc citrate and zinc gluconate in humans, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/3630857/
Comparison of the Potential Relative Bioaccessibility of Zinc Supplements—In Vitro Studies, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10300733/
Akrodermatitis Enteropatika – Panduan Praktis Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia Tahun 2021