13 Jun 2025 • Obgyn
Anemia pasca persalinan (Postpartum Anemia/PPA) merupakan kondisi penurunan kadar hemoglobin (Hb) di bawah ambang batas normal yang terjadi dalam periode setelah melahirkan, umumnya didefinisikan hingga 42 hari atau 6 minggu pascapersalinan.
Kondisi ini menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang signifikan, dengan prevalensi yang jauh lebih tinggi di negara berkembang (mencapai 50-80%) dibandingkan negara maju (berkisar 10-50%). PPA bukanlah entitas penyakit tunggal, melainkan manifestasi dari berbagai kondisi yang mendasarinya.
Dua penyebab utama PPA adalah defisiensi besi (DB) atau anemia defisiensi besi (ADB) yang sudah ada selama kehamilan (prepartum) namun tidak terkoreksi secara adekuat, serta kehilangan darah akut selama atau segera setelah persalinan (perdarahan peripartum/postpartum).
Faktor risiko lain yang berkontribusi meliputi status sosioekonomi rendah, paritas tinggi, tingkat pendidikan ibu yang rendah, usia ibu, perawatan antenatal (ANC) yang tidak memadai, jarak antar kehamilan yang terlalu pendek, riwayat infeksi, hemoglobinopati, serta defisiensi nutrisi lain seperti folat dan vitamin B12.
Gambar 1. Penyebab potensial anemia postpartum
Penting untuk dipahami bahwa PPA seringkali merupakan kelanjutan dari anemia yang tidak tertangani selama kehamilan. Kehamilan, terutama trimester ketiga, secara fisiologis meningkatkan kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin dan ekspansi volume darah ibu, yang dapat menguras cadangan besi ibu jika asupan atau suplementasi tidak mencukupi.
Ibu yang memasuki persalinan dengan status besi rendah akan lebih rentan mengalami PPA, bahkan dengan kehilangan darah persalinan yang dianggap normal (sekitar 300 ml). PPA yang tidak dikoreksi akan membuat ibu tetap dalam kondisi defisiensi besi selama periode postpartum, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan jangka panjang dan meningkatkan risiko anemia pada kehamilan berikutnya, terutama jika jarak antar kehamilan pendek (kurang dari 18 bulan).
Siklus anemia dari kehamilan ke postpartum dan kehamilan berikutnya ini menyoroti pentingnya skrining dan manajemen anemia yang efektif selama kehamilan sebagai strategi pencegahan PPA primer, serta urgensi koreksi PPA untuk memutus siklus tersebut.
Dampak klinis PPA tidak dapat dianggap remeh. Kondisi ini secara signifikan menurunkan kualitas hidup ibu baru, bermanifestasi sebagai kelelahan (fatigue) yang berat, penurunan kemampuan kognitif, instabilitas emosional, dan peningkatan risiko depresi postpartum.
PPA juga dapat mengganggu proses bonding antara ibu dan bayi, mengurangi kemampuan ibu dalam merawat bayinya, serta berpotensi memperpendek durasi menyusui. Selain itu, PPA merupakan salah satu penyebab tidak langsung morbiditas dan mortalitas maternal, terutama di negara berkembang. Oleh karena itu, diagnosis dini dan tata laksana PPA yang tepat merupakan komponen krusial dalam perawatan pascapersalinan.
Diagnosis PPA di layanan primer memerlukan pendekatan sistematis yang mengintegrasikan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium awal.
Kriteria Diagnosis (Nilai Batas Hb)
Salah satu tantangan dalam diagnosis PPA adalah belum adanya konsensus universal mengenai nilai batas (cut-off) Hb yang digunakan. Berbagai organisasi dan pedoman menggunakan definisi yang sedikit berbeda:
WHO: Hb <11 g/dL pada 1 minggu postpartum dan <12 g/dL pada 8 minggu postpartum atau dalam 1 tahun pertama postpartum.
Pedoman UK: Hb <10 g/dL dalam 48 jam pertama postpartum.
Pedoman Australia: Hb <10 g/dL tanpa kerangka waktu spesifik.
Pedoman Prancis: Hb <11 g/dL dalam beberapa jam pertama setelah persalinan.
Untuk praktik dokter umum di layanan primer, disarankan menggunakan nilai batas Hb <11 g/dL sebagai indikator PPA jika pengukuran dilakukan setelah 48 jam pascapersalinan, atau Hb <10 g/dL jika pengukuran dilakukan dalam 48 jam pertama. Nilai Hb <10 g/dL sering dianggap signifikan secara klinis dan digunakan sebagai ambang batas anemia sedang-berat dalam beberapa konteks. Setelah beberapa minggu (misalnya 8 minggu), nilai batas Hb <12 g/dL lebih relevan.
Klasifikasi keparahan PPA dapat mengikuti kriteria WHO untuk wanita tidak hamil/menyusui :
Ringan: Hb 11.0–11.9 g/dL (jika batas <12 digunakan) atau 10.0-10.9 g/dL (jika batas <11 digunakan)
Sedang: Hb 8.0–10.9 g/dL (jika batas <11 digunakan) atau 8.0-9.9 g/dL (jika batas <10 digunakan)
Berat: Hb <8.0 g/dL
Pendekatan Diagnostik Awal
Anamnesis: Gali informasi mengenai riwayat anemia selama kehamilan (faktor risiko terkuat), perkiraan jumlah kehilangan darah saat persalinan, riwayat perdarahan postpartum (PPH), adanya komplikasi persalinan , paritas , kepatuhan konsumsi suplemen besi selama ANC, gejala-gejala anemia yang dirasakan ibu (seperti kelelahan berlebih, pusing, sesak napas saat aktivitas ringan, jantung berdebar, tampak pucat), serta riwayat penyakit kronis dan pola makan.
Pemeriksaan Fisik: Perhatikan tanda-tanda vital (takikardia atau hipotensi dapat mengindikasikan anemia berat atau kehilangan darah signifikan), pucat pada konjungtiva, telapak tangan, atau mukosa bibir, serta takipnea. Tanda gagal jantung kongestif (jarang) mungkin ditemukan pada kasus anemia sangat berat.
Pemeriksaan Laboratorium Awal
Hemoglobin (Hb): Merupakan pemeriksaan kunci untuk menegakkan diagnosis anemia. Pengukuran Hb direkomendasikan dalam 24-48 jam pascapersalinan pada wanita dengan riwayat kehilangan darah >500 mL saat persalinan, anemia antenatal yang belum terkoreksi, atau yang menunjukkan gejala sugestif anemia.
Indeks Eritrosit (MCV, MCH): Pemeriksaan hitung darah lengkap (CBC) memberikan informasi mengenai ukuran rata-rata eritrosit (Mean Corpuscular Volume/MCV) dan kandungan Hb rata-rata per eritrosit (Mean Corpuscular Hemoglobin/MCH). Nilai MCV <80 fL (mikrositik) dan MCH rendah (hipokromia) sangat mengarah pada ADB. Namun, pada ADB ringan atau tahap awal, MCV bisa saja masih dalam batas normal. Penting untuk tidak memberikan terapi besi hanya berdasarkan MCV rendah tanpa konfirmasi defisiensi besi (misalnya dengan feritin), karena kondisi lain seperti thalassemia juga dapat menyebabkan mikrositosis.
Feritin Serum: Ini adalah indikator terbaik untuk menilai status cadangan besi tubuh dan merupakan gold standard non-invasif untuk diagnosis defisiensi besi. Kadar feritin <15 µg/L secara definitif menunjukkan defisiensi besi, sementara kadar 15-30 µg/L sangat mungkin menunjukkan defisiensi besi. Kadar <30 µg/L sering digunakan sebagai ambang batas untuk memulai terapi besi selama kehamilan.
Namun, interpretasi kadar feritin dalam periode postpartum awal (hingga 6 minggu) memerlukan kehati-hatian. Persalinan memicu respons inflamasi sistemik, dan karena feritin merupakan reaktan fase akut, kadarnya dapat meningkat akibat inflamasi ini. Peningkatan ini dapat menutupi kondisi defisiensi besi yang sebenarnya, memberikan hasil normal atau tinggi palsu, sehingga berisiko menyebabkan underdiagnosis ADB.
Di sisi lain, menunggu hingga 6 minggu untuk mengukur feritin dapat menunda diagnosis dan terapi PPA yang berdampak negatif. Oleh karena itu, jika feritin diukur dalam 6 minggu pertama dan hasilnya normal atau tinggi, namun kecurigaan klinis ADB kuat (misalnya, anemia mikrositik hipokrom, riwayat ADB antenatal, PPH), maka defisiensi besi tidak dapat disingkirkan. Pertimbangkan untuk mengulang feritin setelah 6 minggu atau memulai terapi besi empiris jika Hb <10-11 g/dL dengan gambaran mikrositik hipokrom.
Pemeriksaan Lain (sesuai indikasi): Jika diperlukan dan tersedia, pertimbangkan pemeriksaan hitung retikulosit, apusan darah tepi, tes fungsi tiroid (TSH), kadar vitamin B12 dan folat, serta C-reactive protein (CRP) untuk membantu menyingkirkan penyebab anemia lain atau menilai adanya inflamasi yang dapat memengaruhi kadar feritin.
Gambar 2. Algoritma diagnosis dan terapi anemia defisiensi besi selama kehamilan
Setelah diagnosis PPA ditegakkan, langkah selanjutnya adalah menentukan terapi yang tepat. Terapi besi oral (tablet Fe) merupakan lini pertama untuk sebagian besar kasus PPA.
Nilai Batas Hb (Cut-off) untuk Memulai Terapi Oral Besi
Terapi besi oral umumnya direkomendasikan untuk wanita dengan PPA yang kondisi hemodinamiknya stabil, tidak menunjukkan gejala berat, atau hanya bergejala ringan. Berdasarkan berbagai pedoman dan studi, pertimbangkan untuk memulai terapi besi oral jika kadar Hb postpartum <11 g/dL (terutama jika diukur setelah 48 jam) atau <10 g/dL (jika diukur dalam 48 jam pertama). Beberapa pedoman regional (misalnya Asia-Pasifik) bahkan menyarankan pertimbangan besi intravena (IV) jika Hb ≤10 g/dL postpartum.
Dosis Obat Tablet Fe (Besi Oral)
Target Dosis Besi Elemental: Rekomendasi dosis terapeutik berfokus pada jumlah besi elemental, bukan total berat garam besinya. Dosis harian yang umum dianjurkan untuk terapi PPA adalah 60 hingga 120 mg besi elemental. Beberapa sumber menyebutkan rentang 100-200 mg/hari, namun perlu diingat bahwa dosis lebih tinggi seringkali berkaitan dengan tolerabilitas yang lebih buruk. Dosis lebih rendah atau pemberian selang sehari dapat menjadi alternatif.
Jenis Sediaan: Ada berbagai jenis garam besi oral yang tersedia, dengan kandungan besi elemental yang berbeda :
Ferrous Sulfate: Mengandung sekitar 20% besi elemental. Tablet 325 mg mengandung ~65 mg besi elemental.
Ferrous Fumarate: Mengandung sekitar 33% besi elemental. Tablet 200 mg mengandung ~66 mg besi elemental.
Ferrous Gluconate: Mengandung sekitar 12% besi elemental. Tablet 300 mg mengandung ~35 mg besi elemental.
Sediaan lain seperti iron polymaltose complex, sucrosomial iron, atau ferrous ascorbate juga tersedia dan mungkin memiliki profil tolerabilitas yang berbeda.
Penting bagi dokter untuk memilih sediaan dan menghitung jumlah tablet yang diperlukan untuk mencapai target dosis besi elemental harian.
Frekuensi Pemberian: Dosis harian dapat dibagi menjadi 1-3 kali pemberian, tergantung sediaan dan toleransi pasien. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemberian dosis tunggal harian atau bahkan dosis selang sehari (alternate-day) mungkin lebih efektif dalam meningkatkan absorpsi (karena menghindari peningkatan hepcidin yang cepat) dan dapat mengurangi frekuensi efek samping gastrointestinal.
Durasi Terapi: Terapi besi oral harus dilanjutkan hingga kadar Hb kembali normal (biasanya memerlukan waktu 6-12 minggu). Setelah Hb normal, terapi harus dilanjutkan selama minimal 3 bulan tambahan untuk memastikan cadangan besi tubuh terisi kembali secara adekuat (target feritin >30 µg/L, idealnya >100 µg/L). Total durasi pengobatan seringkali mencapai 3 hingga 6 bulan.
Tabel 1: Perbandingan Sediaan Tablet Besi Oral Umum
Jenis Garam Besi | Kandungan Besi Elemental (%) | Contoh Dosis Tablet (mg) & Besi Elemental per Tablet (mg) | Dosis Harian Umum (mg Besi Elemental) | Catatan |
Ferrous Sulfate | ~20% | 325 mg (~65 mg Fe) | 60 - 130 mg (1-2 tablet/hari) | Sering tersedia, efektif, namun potensi efek samping GI cukup tinggi. |
Ferrous Fumarate | ~33% | 200 mg (~66 mg Fe) | 60 - 130 mg (1-2 tablet/hari) | Kandungan Fe elemental tinggi per tablet. Tolerabilitas bervariasi. |
Ferrous Gluconate | ~12% | 300 mg (~35 mg Fe) | 60 - 105 mg (2-3 tablet/hari) | Kandungan Fe elemental lebih rendah, mungkin lebih ditoleransi sebagian. |
Iron Polymaltose C. | Bervariasi | Bervariasi | Sesuai petunjuk | Diklaim memiliki tolerabilitas GI lebih baik, absorpsi mungkin berbeda. |
Sucrosomial® Iron | Bervariasi | Bervariasi (misal, 30 mg Fe/kapsul) | Sesuai petunjuk (misal, 30-60 mg/hari) | Teknologi formulasi berbeda, klaim absorpsi & tolerabilitas lebih baik. |
Catatan: Dosis harian dapat disesuaikan berdasarkan target 60-120 mg besi elemental dan toleransi pasien. Pertimbangkan dosis tunggal atau selang sehari.
Keberhasilan terapi besi oral sangat bergantung pada absorpsi yang adekuat dan kepatuhan pasien, yang seringkali terganggu oleh efek samping.
Meningkatkan Absorpsi Besi Oral
Waktu Pemberian: Idealnya, tablet besi diminum saat perut kosong, yaitu sekitar 30 menit sebelum makan atau 2 jam setelah makan, untuk memaksimalkan absorpsi.
Interaksi: Hindari konsumsi tablet besi bersamaan dengan teh, kopi, produk susu (kalsium), suplemen kalsium, dan antasida karena dapat menghambat absorpsi.
Peran Vitamin C: Meskipun secara teoritis vitamin C dapat meningkatkan absorpsi besi non-hem dengan menciptakan lingkungan asam , bukti klinis dari uji acak terkontrol (RCT) menunjukkan bahwa penambahan vitamin C pada suplementasi besi tidak secara signifikan meningkatkan respons hemoglobin atau mengurangi efek samping dibandingkan dengan pemberian besi saja. Oleh karena itu, suplementasi vitamin C secara rutin bersamaan dengan tablet besi tidak dianggap esensial.
Manajemen Efek Samping Gastrointestinal (GI)
Efek samping GI seperti mual, muntah, nyeri ulu hati (dyspepsia), konstipasi, diare, dan feses berwarna hitam sangat umum terjadi pada pengguna tablet besi dan merupakan alasan utama ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan. Beberapa strategi dapat dilakukan untuk meminimalkan efek samping dan meningkatkan kepatuhan:
Titikasi Dosis: Mulai dengan dosis besi elemental yang lebih rendah dan tingkatkan secara bertahap selama beberapa hari atau minggu hingga mencapai dosis target.
Pembagian Dosis: Jika menggunakan dosis multipel, bagi dosis harian.
Konsumsi dengan Makanan: Meskipun dapat sedikit mengurangi absorpsi, menyarankan pasien minum tablet besi bersamaan dengan sedikit makanan dapat secara signifikan meningkatkan tolerabilitas dan kepatuhan.
Ganti Sediaan: Jika pasien tidak toleran dengan satu jenis garam besi (misalnya sulfat), coba ganti ke jenis lain seperti fumarat atau glukonat, atau pertimbangkan sediaan lepas lambat atau salut enterik (meskipun absorpsinya mungkin lebih rendah).
Dosis Selang Sehari (Alternate-day Dosing): Memberikan dosis tunggal setiap dua hari sekali terbukti dapat meningkatkan absorpsi fraksional (karena pengaruh pada hepcidin) dan seringkali lebih ditoleransi oleh pasien.
Manajemen Konstipasi: Anjurkan peningkatan asupan serat, minum air yang cukup, dan aktivitas fisik. Jika perlu, berikan laksatif yang aman untuk ibu menyusui.
Edukasi: Jelaskan kepada pasien bahwa feses berwarna hitam adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya akibat besi yang tidak terserap.
Pendekatan manajemen efek samping ini menyoroti adanya pertukaran (trade-off) antara memaksimalkan absorpsi besi (diminum saat perut kosong) dan memastikan kepatuhan jangka panjang melalui tolerabilitas yang lebih baik (diminum dengan makanan atau dosis selang sehari).
Mengingat kepatuhan adalah kunci keberhasilan terapi jangka panjang, prioritas sebaiknya diberikan pada strategi yang paling dapat diterima oleh pasien. Edukasi mengenai pentingnya melanjutkan terapi meskipun ada penyesuaian cara minum sangatlah penting.
Pemantauan Respons Terapi
Evaluasi respons klinis dan laboratoris setelah 2-4 minggu terapi besi oral. Kenaikan kadar Hb sebesar 1-2 g/dL dalam periode ini menunjukkan respons yang baik.
Jika respons Hb tidak adekuat (<1 g/dL setelah 4 minggu), evaluasi kembali kepatuhan pasien, cara minum obat, kemungkinan adanya perdarahan berkelanjutan, malabsorpsi, atau diagnosis banding lainnya.
Setelah kadar Hb mencapai target normal, lanjutkan terapi selama minimal 3 bulan untuk mengisi cadangan besi. Pemantauan kadar feritin setelah periode ini dapat dipertimbangkan untuk memastikan replesi cadangan besi.
Meskipun terapi besi oral efektif untuk banyak kasus PPA, terdapat kondisi di mana terapi besi intravena (IV) atau rujukan ke spesialis lebih diindikasikan.
Indikasi Terapi Besi Intravena (IV)
Terapi besi IV harus dipertimbangkan pada kondisi berikut:
Anemia Berat: Umumnya didefinisikan sebagai Hb ≤9 g/dL atau ≤8 g/dL, tergantung pada pedoman yang diikuti.
Intoleransi Berat terhadap Besi Oral: Pasien tidak dapat mentoleransi berbagai jenis sediaan besi oral meskipun sudah mencoba strategi manajemen efek samping.
Respons Inadekuat terhadap Besi Oral: Tidak ada kenaikan Hb yang memadai setelah 2-4 minggu terapi oral dengan dosis dan kepatuhan yang adekuat.
Kebutuhan Koreksi Anemia Cepat: Diperlukan peningkatan Hb dan pengisian cadangan besi yang cepat, misalnya pada pasien dengan gejala anemia yang sangat mengganggu, adanya penyakit komorbid yang signifikan, atau persiapan untuk prosedur medis lain.
Kondisi Malabsorpsi: Adanya penyakit gastrointestinal yang mengganggu absorpsi besi, seperti penyakit Celiac atau penyakit radang usus (Inflammatory Bowel Disease/IBD) aktif.
Preferensi Beberapa Pedoman: Beberapa pedoman, terutama di wilayah Asia-Pasifik, merekomendasikan pertimbangan besi IV jika Hb postpartum ≤10 g/dL.
Keunggulan dan Pertimbangan Besi IV
Terapi besi IV menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan terapi oral, seperti koreksi anemia dan pengisian cadangan besi yang jauh lebih cepat , serta penghindaran efek samping gastrointestinal. Sediaan IV modern memungkinkan pemberian dosis tinggi dalam 1-2 kali kunjungan.
Namun, terapi IV lebih mahal , memerlukan fasilitas kesehatan dengan kemampuan infus dan pemantauan, serta memiliki risiko (meskipun jarang) reaksi infus, mulai dari reaksi ringan (flushing, pusing, mual, nyeri sendi/otot) hingga reaksi hipersensitivitas berat/anafilaksis.
Perkembangan sediaan IV yang lebih aman dan efektif, serta pemahaman akan keterbatasan terapi oral (efek samping, kepatuhan, respons lambat), telah mengubah pandangan terhadap besi IV.
Terapi ini bukan lagi hanya pilihan terakhir, melainkan alternatif yang valid dan seringkali lebih superior untuk PPA derajat sedang hingga berat (misalnya Hb <10 g/dL), atau ketika perbaikan klinis yang cepat sangat diharapkan. Dokter umum perlu mengenali indikasi ini dan mempertimbangkan rujukan untuk terapi IV jika sesuai dan fasilitas memungkinkan.
Indikasi Rujukan ke Spesialis (Hematologi/Obstetri)
Rujukan ke dokter spesialis (penyakit dalam konsultan hematologi-onkologi medik atau spesialis obstetri dan ginekologi) diindikasikan pada situasi berikut:
Anemia sangat berat (misalnya Hb <7 g/dL) atau kondisi hemodinamik tidak stabil yang mungkin memerlukan transfusi darah.
Kecurigaan kuat adanya penyebab anemia selain defisiensi besi, seperti thalassemia, anemia penyakit kronis, keganasan, atau kelainan perdarahan primer.
Anemia yang refrakter (tidak berespons) terhadap terapi besi oral maupun IV yang adekuat.
Kebutuhan investigasi lebih lanjut untuk mencari sumber perdarahan kronis (misalnya endoskopi) atau penyebab anemia lainnya.
Manajemen PPA pada pasien dengan penyakit komorbid yang kompleks.
Anemia pasca persalinan (PPA) merupakan kondisi umum dengan dampak signifikan pada kesehatan dan kualitas hidup ibu. Diagnosis dini dan tata laksana yang tepat di layanan primer sangat penting. Berikut adalah poin-poin kunci bagi dokter umum:
Diagnosis Dini: Waspadai PPA pada semua wanita pascapersalinan, terutama yang memiliki faktor risiko. Gunakan ambang batas Hb <11 g/dL (>48 jam postpartum) atau <10 g/dL (<48 jam postpartum) sebagai acuan awal.
Evaluasi Awal: Lakukan anamnesis terarah (gejala, riwayat ANC & persalinan), pemeriksaan fisik (tanda anemia & vital), dan pemeriksaan laboratorium awal meliputi Hb, MCV, MCH, serta feritin serum (interpretasi dengan hati-hati dalam 6 minggu pertama postpartum).
Terapi Besi Oral: Inisiasi terapi besi oral (tablet Fe) pada PPA ringan-sedang (umumnya Hb <10-11 g/dL) pada pasien stabil. Targetkan dosis 60-120 mg besi elemental per hari. Edukasi pasien mengenai pentingnya durasi terapi (minimal 3 bulan setelah Hb normal) untuk mengisi cadangan besi.
Optimalisasi & Kepatuhan: Prioritaskan kepatuhan pasien. Kelola efek samping GI secara proaktif dengan strategi seperti penyesuaian dosis, waktu pemberian (termasuk dosis selang sehari), atau penggantian sediaan. Ingat bahwa penambahan Vitamin C tidak esensial. Pantau respons Hb setelah 2-4 minggu.
Indikasi IV & Rujukan: Pertimbangkan terapi besi IV atau rujuk ke spesialis jika terdapat anemia berat (Hb ≤9 g/dL), intoleransi atau kegagalan terapi oral, kebutuhan koreksi cepat, atau kecurigaan penyebab anemia selain defisiensi besi.
Dengan pendekatan yang tepat, dokter umum memiliki peran vital dalam mendiagnosis, mengelola PPA secara efektif, meningkatkan kesehatan ibu pascapersalinan, serta membantu memutus siklus anemia antar-generasi.
Prevalence of Postpartum Anemia and Associated Risk Factors in Najran Hospitals, Saudi Arabia; A Retrospective Observational Study, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11899943/
Prevalence of post-partum anemia and associated factors among women attending public primary health care facilities: An institutional based cross-sectional study - PMC - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8812965/
Current concepts in postpartum anemia management - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11062600/
Postpartum anemia I: definition, prevalence, causes, and consequences - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21710167/
A rapid landscape review of postpartum anaemia measurement: challenges and opportunities - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10388528/
Treatment for women with postpartum iron deficiency anaemia - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39670550/
Prevalence and associated factors of postpartum anemia after cesarean delivery in public hospitals of Awi zone, North West Ethiopia, 2023; a cross-sectional study - PMC - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11760021/
Iron Deficiency Anaemia in Pregnancy: A Narrative Review from a Clinical Perspective, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11506382/
Effects of preventive oral supplementation with iron or iron with folic acid for women following childbirth - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6483795/
Prevalence and associated factors of anemia among postpartum mothers in public health facilities in Ethiopia, 2024: a systematic review and meta-analysis, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11055361/
Prevalence of postpartum anaemia and iron deficiency by serum ferritin, soluble transferrin receptor and total body iron, and associations with ethnicity and clinical factors: a Norwegian population-based cohort study, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9201879/
Treatment for women with postpartum iron deficiency anaemia - PMC - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8741208/
Maternal Fatigue after Postpartum Anemia Treatment with Intravenous Ferric Carboxymaltose vs. Intravenous Ferric Derisomaltose vs. Oral Ferrous Sulphate: A Randomized Controlled Trial, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10856024/
REMARKS - Guideline: Iron Supplementation in Postpartum Women - NCBI Bookshelf, diakses April 17, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK379979/
The definition, screening, and treatment of postpartum anemia: A systematic review of guidelines - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33274766/
Diagnosis and treatment of iron deficiency anemia during pregnancy and the postpartum period, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5558393/
Low-dose ferric carboxymaltose vs. oral iron for improving hemoglobin levels in postpartum East Asian women: A randomized controlled trial, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11902287/
Iron Deficiency – Diagnosis and Management - Province of British ..., diakses April 17, 2025, https://www2.gov.bc.ca/gov/content/health/practitioner-professional-resources/bc-guidelines/iron-deficiency
Screening and Treatment of Obstetric Anemia: A Review of Clinical ..., diakses April 17, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554690/
Accuracy of Various Iron Parameters in the Prediction of Iron Deficiency Anemia among Healthy Women of Child Bearing Age, Saudi Arabia, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3438431/
Evaluation and Treatment of Iron Deficiency Anemia: A Gastroenterological Perspective, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2822907/
Expert recommendations for the diagnosis and treatment of iron-deficiency anemia during pregnancy and the postpartum period in the Asia-Pacific region - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21070128/
Management of Mild Postpartum Anemia: Is Iron Administration Effective? - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11343339/
Sucrosomial® iron effectiveness in recovering from mild and moderate iron-deficiency anemia in the postpartum period - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10190002/
Iron Supplementation - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 17, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557376/
Recommendations for diagnosis, treatment, and prevention of iron deficiency and iron deficiency anemia - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11247274/
Iron optimisation in pregnancy: a Haematology in Obstetric and Women's Health Collaborative consensus statement - PMC - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11817901/
Oral versus intravenous iron therapy for postpartum anemia: A systematic review and meta-analysis - PMC - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7060493/
Retrospective Study Comparing Treatment Outcomes in Obstetric Patients With Iron Deficiency Anemia Treated With and Without Intravenous Ferric Carboxymaltose - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10998652/
The impact of maternal iron deficiency and iron deficiency anemia on child's health - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4375689/
The Efficacy and Safety of Vitamin C for Iron Supplementation in Adult Patients With Iron Deficiency Anemia: A Randomized Clinical Trial - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7607440/
Oral Iron Therapy: Current Concepts and Future Prospects for Improving Efficacy and Outcomes - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10939879/
Iron Deficiency Anaemia in Pregnancy and Postpartum: Pathophysiology and Effect of Oral versus Intravenous Iron Therapy - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3389687/
The Incidence, Complications and Treatment of Iron Deficiency in Pregnancy - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9669178/
Iron Sucrose: A Wealth of Experience in Treating Iron Deficiency - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7467495/
Questions and answers on iron deficiency treatment selection and the use of intravenous iron in routine clinical practice - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7877947/
An international consensus statement on the management of postoperative anaemia after major surgical procedures - PMC - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6686161/
Intravenous Iron in Postpartum Anemia - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3650150/
The role of iron repletion in adult iron deficiency anemia and other diseases - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7031048/
Oral versus intravenous iron therapy in iron deficiency anemia: An observational study, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7567229/
Oral vs intravenous iron therapy for postpartum anemia: a systematic review and meta-analysis - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.go