28 Apr 2025 • Kulit
Pendahuluan
Dokter umum (GP) di layanan primer seringkali dihadapkan pada tantangan dalam mendiagnosis pasien dengan keluhan gatal disertai ruam kulit. Dua kondisi yang umum ditemui dan seringkali menunjukkan gambaran klinis yang mirip adalah skabies dan dermatitis atopik (DA).1
Meskipun keduanya menyebabkan pruritus yang signifikan, etiologi, penularan (pada skabies), dan pendekatan manajemennya sangat berbeda. Kesalahan diagnosis dapat mengakibatkan penanganan yang tidak efektif, perburukan kondisi (pada DA), atau bahkan penularan lebih lanjut (pada skabies).1
Artikel ilmiah populer ini bertujuan untuk menyediakan panduan praktis berbasis bukti dari literatur terindeks PubMed bagi para dokter umum, terutama yang berusia 25-35 tahun, dalam membedakan skabies dan DA. Panduan ini mencakup algoritma diagnosis, perbandingan fitur klinis kunci, serta prinsip "Diagnosis dan Terapi Skabies" dan "Diagnosis dan Terapi Dermatitis Atopik" lini pertama yang relevan untuk praktik sehari-hari, dengan fokus pada presentasi klasik kedua penyakit tersebut.
Mengenal Skabies: Parasit Kulit yang Mengganggu
Skabies adalah infestasi kulit yang sangat menular, disebabkan oleh tungau mikroskopik Sarcoptes scabiei var. hominis.4 Tungau betina dewasa, setelah fertilisasi, akan menggali terowongan (burrow) di lapisan terluar kulit (stratum korneum) untuk meletakkan telurnya, menyelesaikan siklus hidupnya dalam beberapa minggu.4
Penularan utama skabies terjadi melalui kontak kulit-ke-kulit langsung yang cukup lama, diperkirakan minimal 10-20 menit, antara individu yang terinfestasi dan orang lain.4 Oleh karena itu, risiko penularan sangat tinggi di antara anggota keluarga yang tinggal serumah, pasangan seksual, dan di lingkungan padat penduduk seperti panti asuhan atau asrama.13
Penularan melalui benda terkontaminasi (fomites) seperti pakaian atau sprei jarang terjadi pada kasus skabies klasik, namun menjadi jalur penularan yang signifikan pada bentuk skabies krustosa (Norwegian scabies).4
Manifestasi klinis utama skabies klasik meliputi:
Pruritus Nokturnal Hebat: Gejala paling khas adalah rasa gatal yang sangat hebat, terutama memburuk pada malam hari.3 Gatal ini merupakan hasil dari aktivitas tungau di malam hari dan reaksi hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat) terhadap tungau, telur, dan produk ekskresinya (feses atau skibala).4 Intensitas gatal seringkali tidak sebanding dengan jumlah lesi yang terlihat.
Terowongan (Burrow): Lesi ini dianggap patognomonik untuk skabies, tampak sebagai garis halus, berkelok-kelok (serpiginosa), berwarna putih keabuan atau sewarna kulit, dengan panjang beberapa milimeter hingga 1 cm.4 Di ujung terowongan yang buta seringkali dapat ditemukan vesikel kecil atau papul tempat tungau betina berada. Namun, terowongan bisa sulit ditemukan, terutama jika kulit sudah mengalami ekskoriasi (luka garuk) atau infeksi sekunder.17
Gambar 1. Terowongan (Burrow) pada skabies4,10
Lesi Kulit Lainnya: Selain terowongan, dapat ditemukan papul-papul kecil eritematosa (2-3 mm), vesikel (lepuh kecil berisi cairan), pustul (lepuh kecil berisi nanah), dan terkadang nodul (benjolan kecil kemerahan atau kecoklatan, terutama pada skabies nodular di area genitalia, lipat ketiak, atau bokong).4 Akibat gatal yang hebat, lesi ekskoriasi, krusta (keropeng), dan impetiginisasi (infeksi bakteri sekunder) seringkali menyertai.4
Distribusi Khas: Lokasi predileksi skabies sangat khas, yaitu pada area kulit yang tipis, hangat, dan lembap. Pada orang dewasa, area yang sering terkena meliputi sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian dalam (fleksor), siku bagian luar (ekstensor), lipat ketiak (aksila), sekitar puting susu (areola mammae) pada wanita, sekitar pusar (umbilikus), pinggang (area ikat pinggang), bokong bagian bawah, dan genitalia eksterna (sering berupa papul atau nodul pada penis dan skrotum pria).4 Wajah dan leher umumnya tidak terkena pada orang dewasa dan anak yang lebih besar. Namun, pada bayi, anak kecil, dan lansia, infestasi bisa lebih generalisata, termasuk mengenai wajah, leher, kulit kepala, telapak tangan, dan telapak kaki.11
Gambar 2. Distribusi lesi skabies4
Penting untuk dipahami bahwa beban tungau dan tingkat infektivitas sangat berbeda antara skabies klasik dan skabies krustosa. Pada skabies klasik, jumlah tungau dewasa pada satu individu biasanya sangat sedikit, rata-rata hanya sekitar 10-15 ekor.4 Sebaliknya, skabies krustosa, yang lebih jarang terjadi dan biasanya menyerang individu dengan
sistem imun yang lemah (misalnya karena HIV, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, usia lanjut, atau kondisi medis lainnya), dapat dihuni oleh ribuan hingga jutaan tungau.4 Perbedaan jumlah tungau ini berdampak langsung pada cara penularan dan risiko penyebaran.
Skabies klasik umumnya memerlukan kontak kulit-ke-kulit yang relatif lama (10-20 menit) untuk transmisi.4 Sementara itu, skabies krustosa sangat menular, bahkan melalui kontak kulit yang singkat atau melalui fomites (seperti sprei, handuk, pakaian) yang terkontaminasi oleh skuama kulit pasien yang mengandung banyak tungau.4
Implikasinya bagi dokter umum adalah, meskipun artikel ini fokus pada skabies klasik, penting untuk mewaspadai kemungkinan skabies krustosa pada kelompok pasien berisiko (lansia, imunokompromais) yang datang dengan lesi kulit hiperkeratotik yang luas.
Kondisi ini memerlukan manajemen yang lebih agresif, seringkali dengan kombinasi terapi topikal dan sistemik, serta penerapan tindakan pengendalian infeksi yang lebih ketat untuk mencegah wabah, terutama di fasilitas perawatan kesehatan atau panti jompo.10
Mengenal Dermatitis Atopik: Radang Kulit Kronis dan Berulang
Dermatitis Atopik (DA), sering disebut sebagai eksim atopik, adalah penyakit kulit inflamasi yang bersifat kronis dan cenderung kambuh (relaps), ditandai dengan rasa gatal (pruritus) yang hebat dan lesi kulit ekzematosa.2 DA merupakan salah satu penyakit kulit kronis yang paling umum pada masa kanak-kanak, mempengaruhi hingga 20-25% anak-anak, dan juga dapat berlanjut atau baru muncul pada masa dewasa, dengan prevalensi sekitar 2-10% pada populasi dewasa.3
Patofisiologi DA sangat kompleks, melibatkan interaksi antara faktor genetik, disfungsi barier (pelindung) kulit, dan disregulasi sistem imun.2 Secara singkat:
Disfungsi Barier Kulit: Terdapat kelainan struktural dan fungsional pada lapisan terluar kulit (epidermis). Mutasi pada gen yang mengkode filaggrin (protein struktural penting) 2 dan penurunan kadar lipid kulit, terutama seramida 2, menyebabkan barier kulit menjadi 'bocor'. Akibatnya, terjadi peningkatan kehilangan air transepidermal (Transepidermal Water Loss - TEWL), yang membuat kulit menjadi sangat kering (xerosis), dan lebih rentan terhadap penetrasi iritan, alergen, dan mikroorganisme dari lingkungan.2
Disregulasi Imun: Sistem imun pada pasien DA cenderung memberikan respons yang berlebihan terhadap rangsangan lingkungan. Pada fase akut, respons imun didominasi oleh sel T helper tipe 2 (Th2), yang menghasilkan sitokin seperti Interleukin (IL)-4, IL-5, dan IL-13. Sitokin-sitokin ini memicu inflamasi, produksi IgE, eosinofilia, serta menekan produksi peptida antimikroba alami kulit. IL-31 juga berperan penting dalam menimbulkan rasa gatal.2 Pada fase kronis, respons imun menjadi lebih kompleks dengan keterlibatan sel Th1, Th17, dan Th22, yang berkontribusi terhadap penebalan kulit (likenifikasi) dan perubahan struktur kulit.23
Manifestasi klinis utama DA meliputi:
Pruritus: Gatal adalah gejala kardinal DA, seringkali sangat hebat, persisten, dan sangat mengganggu kualitas hidup, termasuk tidur dan aktivitas sehari-hari.2 Gatal ini memicu siklus gatal-garuk (itch-scratch cycle) yang memperparah inflamasi dan kerusakan barier kulit.3
Lesi Ekzematosa: Morfologi lesi DA bervariasi tergantung pada usia pasien dan stadium penyakit (akut atau kronis).
Lesi Akut: Ditandai dengan papul (bintik menonjol) dan plak (area menonjol lebih luas) yang sangat gatal dan eritematosa (kemerahan), seringkali disertai edema (bengkak), vesikel (lepuh kecil berisi cairan jernih), eksudasi (kulit basah/mengeluarkan cairan), dan pembentukan krusta (keropeng).2
Lesi Kronis: Akibat garukan dan inflamasi yang berlangsung lama, kulit menjadi kering (xerosis), menebal, dengan garis-garis kulit yang tampak lebih jelas (likenifikasi), disertai skuama (sisik), dan terkadang fisura (pecah-pecah).2
Distribusi Khas Sesuai Usia: Pola distribusi lesi DA sangat khas dan berubah seiring bertambahnya usia pasien 2:
Fase Infantil (usia 0-2 tahun): Lesi dominan pada wajah (terutama pipi, dahi, dagu, seringkali area sentral wajah seperti hidung dan mulut relatif tidak terkena), kulit kepala, leher, badan, dan permukaan luar (ekstensor) lengan dan tungkai. Area yang tertutup popok biasanya relatif bebas lesi.2
Fase Anak (usia 2-12 tahun): Lesi cenderung berlokasi di daerah lipatan (fleksura), seperti lipat siku (fossa antecubiti), lipat lutut (fossa poplitea), pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan leher.2 Lesi menjadi lebih kering dan likenifikasi mulai tampak jelas.
Gambar 3. Dermatitis atopi yang tampak infantil (A) dan pada anak yang lebih tua (B)
Fase Remaja/Dewasa (usia >12 tahun): Lokasi predileksi utama adalah lipatan tubuh, wajah (terutama dahi, kelopak mata, perioral), leher, dan dada bagian atas. Dermatitis tangan juga sangat umum terjadi pada fase ini dan dapat mengganggu pekerjaan.2 Likenifikasi menjadi gambaran yang dominan.
Riwayat Atopi: DA seringkali merupakan bagian dari 'atopic march', yaitu kecenderungan seorang individu untuk mengembangkan serangkaian penyakit atopik secara berurutan. Oleh karena itu, riwayat atopi pada pasien (asma, rinitis alergi/hay fever) atau pada keluarga tingkat pertama (orang tua, saudara kandung) sangat sering ditemukan dan menjadi salah satu kriteria diagnosis mayor.2
Pemicu Umum: Kekambuhan DA seringkali dipicu oleh berbagai faktor lingkungan dan internal, antara lain: iritan (sabun dan deterjen keras, bahan kimia, pakaian berbahan kasar seperti wol, keringat berlebih, air liur pada bayi), alergen (tungau debu rumah, serbuk sari, bulu/epitel hewan, makanan tertentu pada sebagian pasien, terutama anak-anak), mikroorganisme (kolonisasi bakteri Staphylococcus aureus pada kulit), stres emosional, serta perubahan suhu dan kelembaban udara yang ekstrim.33
Keberadaan riwayat atopi, baik pada pasien maupun keluarga dekat, merupakan petunjuk diagnostik yang sangat penting dalam membedakan DA dari kondisi kulit gatal lainnya seperti skabies. Kriteria diagnostik utama untuk DA, seperti kriteria Hanifin & Rajka, memasukkan riwayat atopi sebagai salah satu pilar diagnosis.3 Di sisi lain, skabies merupakan infestasi parasit dan tidak memiliki hubungan intrinsik dengan kecenderungan atopi.1 Oleh karena itu, penelusuran riwayat atopi secara aktif saat anamnesis menjadi langkah krusial. Jika ditemukan riwayat atopi yang kuat, disertai gambaran klinis lesi ekzematosa dengan distribusi sesuai usia, maka diagnosis DA menjadi sangat mungkin. Sebaliknya, jika riwayat atopi tidak ada atau lemah, sementara terdapat faktor risiko lain seperti gatal hebat malam hari atau adanya kontak erat dengan keluhan serupa, maka kecurigaan terhadap skabies harus ditingkatkan.1
Membedakan Skabies vs Dermatitis Atopik: Algoritma Diagnosis untuk Dokter Umum
Membedakan antara skabies dan DA merupakan tantangan diagnostik yang sering dihadapi di layanan primer karena kedua kondisi ini sama-sama menimbulkan gatal hebat dan ruam inflamasi.1 Diagnosis yang keliru dapat berakibat pada pemberian terapi yang tidak tepat, perburukan gejala DA, atau penularan skabies yang tidak terkontrol.1 Pendekatan diagnosis yang sistematis, mengandalkan kombinasi anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti terhadap morfologi dan distribusi lesi, serta pemanfaatan pemeriksaan penunjang bila diindikasikan, sangatlah penting.1
Untuk membantu proses diagnosis banding, berikut adalah tabel perbandingan fitur klinis utama dan bagan alur diagnostik:
Tabel 1: Perbandingan Fitur Klinis Utama Skabies vs Dermatitis Atopik
Fitur | Skabies | Dermatitis Atopik (DA) | Sumber Referensi |
Pruritus (Gatal) | Sangat hebat, dominan malam hari | Hebat, bisa sepanjang hari, memicu garukan | 2 |
Lesi Primer Khas | Terowongan (burrow), papul, vesikel, nodul | Lesi ekzematosa (eritema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi), tidak ada terowongan | 2 |
Distribusi Tipikal | Sela jari tangan, pergelangan tangan, aksila, areola, umbilikus, genitalia, bokong (dewasa); bisa generalisata/telapak/sol/wajah (bayi/lansia) | Sesuai usia: Wajah/ekstensor (bayi), fleksura (anak/dewasa) | 2 |
Riwayat Kontak Erat Serupa | Sering ada (keluarga, teman sekamar, pasangan seksual) | Tidak ada (bukan penyakit menular) | 1 |
Riwayat Atopi (Pribadi/Keluarga) | Biasanya tidak ada | Sering ada (asma, rinitis alergi, DA) | 1 |
Tabel ini menyajikan perbandingan langsung fitur-fitur kunci yang paling membantu GP dalam membedakan kedua kondisi secara cepat di setting klinis.1 Mengingat tekanan waktu yang dihadapi GP, tabel ringkas ini memfokuskan evaluasi pada poin-poin pembeda paling signifikan (pola gatal, lesi khas, distribusi, riwayat), memungkinkan diferensiasi yang lebih efisien dan mendukung diagnosis yang akurat serta tepat waktu.
Peran Pemeriksaan Penunjang:
Kerokan Kulit (Skin Scraping): Merupakan baku emas untuk diagnosis skabies jika berhasil menemukan tungau, telur, atau feses (skibala) di bawah mikroskop.13 Prosedur ini melibatkan pengolesan minyak mineral pada lesi yang dicurigai (idealnya terowongan yang utuh), kemudian mengerok permukaan kulit dengan hati-hati menggunakan skalpel no. 15. Hasil kerokan diletakkan di atas kaca objek, ditetesi KOH 10% (untuk melarutkan keratin kulit), ditutup dengan kaca penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Meskipun spesifisitasnya tinggi jika positif, sensitivitas kerokan kulit pada skabies klasik bisa rendah (kadang di bawah 50%) karena jumlah tungau yang sedikit dan kemungkinan kesalahan pengambilan sampel.4 Hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis skabies jika kecurigaan klinis sangat tinggi.
Dermoskopi: Pemeriksaan menggunakan alat dermoskop (lup dengan sumber cahaya terpolarisasi atau non-polarisasi) dapat membantu visualisasi struktur kulit secara non-invasif. Pada skabies, dermoskopi dapat memperlihatkan gambaran khas terowongan sebagai struktur linier berkelok ('jet with contrail sign' atau 'wake sign') dan terkadang badan tungau di ujung terowongan sebagai struktur segitiga berwarna gelap ('delta sign' atau 'hang-glider sign').13 Pemeriksaan ini memerlukan alat dan pengalaman interpretasi, namun bisa menjadi alternatif atau pelengkap kerokan kulit.
Tes Alergi (untuk DA): Tes alergi seperti tes tusuk kulit (skin prick test) atau pemeriksaan IgE spesifik dalam serum dapat membantu mengidentifikasi adanya sensitisasi terhadap alergen tertentu (makanan, aeroalergen) pada pasien DA.44 Namun, hasil positif hanya menunjukkan sensitisasi, dan relevansi klinisnya sebagai pemicu DA harus dikorelasikan dengan riwayat pasien dan/atau uji eliminasi-provokasi. Tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosis DA itu sendiri. Tes tempel (patch test) diindikasikan jika terdapat kecurigaan adanya dermatitis kontak alergi yang menyertai atau sebagai diagnosis banding DA.2
Perlu ditekankan bahwa tidak ada tes diagnostik tunggal yang sempurna untuk kedua kondisi ini. Hasil kerokan kulit yang negatif tidak serta merta menyingkirkan skabies, terutama jika gambaran klinis (gatal malam hari, lesi di area predileksi, riwayat kontak) sangat mendukung.4
Diagnosis DA pun utamanya ditegakkan secara klinis berdasarkan kriteria diagnostik (seperti Hanifin & Rajka atau UK Working Party) yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas bervariasi.2 Kemiripan gambaran klinis, terutama pada fase akut atau jika sudah terjadi infeksi sekunder, seringkali menyebabkan skabies salah didiagnosis sebagai DA atau ekzema lainnya, dan sebaliknya.1
Oleh karena itu, dokter umum harus mengintegrasikan seluruh informasi—anamnesis mendalam, pemeriksaan fisik cermat, dan hasil pemeriksaan penunjang—dalam konteks klinis pasien secara keseluruhan. Riwayat kontak erat dan respons terhadap terapi sebelumnya merupakan petunjuk penting.
Jika diagnosis masih meragukan atau pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi awal yang sesuai, pertimbangkan kemungkinan diagnosis banding lain atau lakukan rujukan ke dokter spesialis kulit dan kelamin.1 Pada kasus dengan kecurigaan skabies yang sangat tinggi meskipun hasil kerokan negatif, pemberian terapi percobaan (terapi empiris) skabies terkadang dapat dibenarkan.11
Prinsip Diagnosis dan Terapi Skabies
Tujuan utama "Diagnosis dan Terapi Skabies" adalah untuk membasmi (eradikasi) tungau S. scabiei beserta telur dan larvanya, meredakan gejala klinis terutama gatal, mencegah penularan lebih lanjut ke orang lain, serta mengobati komplikasi yang mungkin timbul, seperti infeksi bakteri sekunder (impetiginisasi).
Non Medikamentosa :
Menjaga higiene individu dan lingkungan.(1B)
Dekontaminasi pakaian dan alas tidur dengan mencuci pada suhu 60°C atau disimpan dalam kantung plastik tertutup selama 1-2 minggu. Karpet, kasur, bantal, tempat duduk terbuat dari bahan busa atau berbulu perlu dijemur di bawah terik matahari setelah dilakukan penyedotan debu.(1A)74
Terapi Lini Pertama:
Prinsip: tata laksana menyeluruh meliputi penggunaan skabisida yang efektif untuk semua stadium Sarcoptes scabiei untuk pasien dan nara kontak secara serempak, menjaga higiene, serta penanganan/kontrol tungau yang tepat.74
Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:74
Topikal :
Krim permetrin 5% dioleskan pada seluruh tubuh selama 8–14 jam kemudian bilas. Ulang setelah 7 hari. Aman dalam kehamilan, menyusui (Kategori B), dan anak mulai usia 2 bulan (1A)
Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut.(1A)
Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8 (1A)
Losio benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh. Aman dalam kehamilan (Kategori B).(1A) 74
Sistemik :
Ivermectin Oral: Merupakan alternatif sistemik yang sangat efektif dan praktis, terutama dalam situasi wabah, kasus yang resisten terhadap terapi topikal, atau pada pasien yang kesulitan atau tidak patuh menggunakan krim topikal.4 Ivermectin bekerja dengan mengganggu sistem saraf dan otot tungau. Penggunaannya umumnya tidak direkomendasikan untuk anak dengan berat badan kurang dari 15 kg serta wanita hamil atau menyusui, meskipun data keamanan terbaru menunjukkan risiko yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya; penting untuk selalu merujuk pada pedoman dan regulasi nasional yang berlaku.11 Kombinasi Ivermectin oral dengan Permethrin topikal seringkali diperlukan untuk kasus skabies krustosa yang berat.10
Antihistamin sedatif (oral) untuk mengurangi gatal.(1A)
Bila infeksi sekunder dapat ditambah antibiotik sistemik.(1A)74
Tabel 2: Dosis Obat Skabies Lini Pertama
Obat | Cara Aplikasi / Dosis | Durasi Kontak / Frekuensi | Catatan Penting | Sumber Referensi |
Permethrin 5% Krim | Oleskan tipis merata ke seluruh permukaan tubuh dari leher ke bawah, termasuk sela jari, bawah kuku, lipatan kulit, umbilikus, genitalia. Pada bayi & lansia, oleskan juga ke kulit kepala, pelipis, dahi. | Biarkan selama 8-14 jam (biasanya semalaman), lalu bilas. Ulangi aplikasi setelah 1 minggu. | Hindari kontak dengan mata & mukosa. Kocok krim sebelum digunakan. Gunakan sekitar 30g untuk dewasa. | 11 |
Ivermectin Oral | 200 mcg/kg berat badan, dosis tunggal. Diberikan dengan perut kosong atau setelah makan (absorpsi meningkat dengan makanan berlemak). | Ulangi dosis setelah 1-2 minggu. | Tablet biasanya tersedia dalam 3mg. Hitung jumlah tablet sesuai BB pasien. Kontraindikasi relatif: anak <15kg, hamil, menyusui (konsultasikan pedoman terbaru). | 4 |
Manajemen Kontak dan Lingkungan:
Aspek ini sangat krusial untuk keberhasilan terapi dan pencegahan re-infestasi atau penularan lebih lanjut.
Pengobatan Kontak Erat: Semua individu yang tinggal serumah dengan pasien dan kontak seksual dalam 1-2 bulan terakhir harus diobati secara bersamaan dengan pasien, bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala gatal atau ruam.10 Hal ini disebabkan masa inkubasi skabies yang bisa mencapai 4-6 minggu, di mana orang yang terinfestasi sudah bisa menularkan meskipun belum bergejala.14 Kegagalan mengobati kontak secara serentak adalah penyebab umum kekambuhan.10
Dekontaminasi Lingkungan (Fomites): Meskipun tungau skabies tidak bertahan lama di luar kulit manusia (biasanya 24-72 jam pada suhu kamar) 12, tindakan dekontaminasi tetap penting. Semua pakaian, sprei, sarung bantal, dan handuk yang digunakan oleh pasien dan kontak erat dalam 3 hari terakhir sebelum pengobatan harus dicuci menggunakan air panas (suhu >50°C atau 122°F) dan dikeringkan dengan mesin pengering pada pengaturan panas atau dijemur di bawah sinar matahari terik.12 Barang-barang yang tidak dapat dicuci (misalnya boneka, sepatu, selimut tebal) harus dimasukkan ke dalam kantong plastik yang tertutup rapat dan disimpan selama minimal 3 hari (idealnya 7 hari).12 Karpet dan perabotan berlapis kain sebaiknya divakum.20 Desinfeksi lingkungan secara luas dengan insektisida umumnya tidak diperlukan untuk skabies klasik.20
Manajemen Gatal Pasca-terapi (Post-Scabies Itch):
Sangat penting untuk mengedukasi pasien bahwa rasa gatal dapat terus berlanjut selama beberapa minggu (rata-rata 2-4 minggu, bahkan bisa lebih lama menurut beberapa studi 59) setelah pengobatan skabies yang berhasil membunuh semua tungau.6
Gatal persisten ini disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tubuh terhadap sisa-sisa tungau mati dan produk-produknya yang masih tertinggal di dalam kulit. Pasien perlu diyakinkan bahwa ini adalah hal yang normal dan bukan merupakan tanda kegagalan terapi atau re-infestasi, selama tidak muncul lesi baru.11 Untuk meredakan gatal pasca-terapi, dapat diberikan:
Emolien/pelembap untuk menjaga hidrasi kulit.
Kompres dingin pada area yang gatal.
Antihistamin oral (generasi pertama yang sedatif seperti CTM atau difenhidramin dapat membantu tidur di malam hari, atau generasi kedua yang non-sedatif untuk siang hari).
Kortikosteroid topikal potensi ringan hingga sedang (misalnya hidrokortison 1-2.5% atau betametason valerat 0.1%) dapat dioleskan tipis pada lesi yang masih meradang atau nodul skabies yang persisten.11
Keberhasilan penatalaksanaan skabies sangat bergantung pada pendekatan komprehensif yang tidak hanya fokus pada pemberian obat skabisida kepada pasien.
Kegagalan terapi seringkali bukan karena resistensi obat (meskipun mulai dilaporkan untuk permethrin 10), melainkan karena faktor-faktor seperti cara aplikasi obat topikal yang kurang tepat (tidak merata, durasi kontak kurang), kegagalan mengobati seluruh kontak erat secara serentak, dekontaminasi lingkungan yang tidak adekuat, atau kesalahpahaman pasien mengenai gatal pasca-terapi yang dianggap sebagai kegagalan pengobatan.10 Oleh karena itu, edukasi pasien yang jelas, lengkap, dan mudah dipahami, idealnya disertai instruksi tertulis 10, memegang peranan kunci.
Dokter perlu menekankan pentingnya kepatuhan terhadap seluruh aspek pengobatan: aplikasi obat yang benar, pengobatan simultan seluruh kontak, dekontaminasi lingkungan, dan pemahaman mengenai gatal pasca-terapi untuk memastikan eradikasi tuntas dan mencegah siklus penularan ulang.
Gambar 4. Bagan Alur Tatalaksana Skabies
Prinsip Diagnosis dan Terapi Dermatitis Atopik
Tujuan utama "Diagnosis dan Terapi Dermatitis Atopik" adalah mengendalikan gejala inflamasi dan gatal, memperbaiki dan menjaga fungsi barier kulit, mencegah atau mengurangi frekuensi kekambuhan (flare), serta meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan.34 Mengingat sifatnya yang kronis dan relaps, manajemen DA memerlukan pendekatan jangka panjang dan kemitraan antara dokter dan pasien/keluarga.
Terapi Dasar (Fondasi Manajemen DA):
Ini merupakan pilar utama penatalaksanaan DA yang harus diterapkan secara konsisten oleh semua pasien, terlepas dari tingkat keparahan penyakitnya.
Edukasi Pasien dan Keluarga: Memberikan pemahaman mengenai sifat penyakit DA yang kronis dan berulang, pentingnya perawatan kulit dasar sehari-hari, cara mengidentifikasi dan menghindari faktor pemicu spesifik, serta penggunaan obat yang benar sangatlah fundamental.2 Kepatuhan jangka panjang sangat bergantung pada edukasi yang baik.
Perawatan Kulit Harian (Basic Skin Care):
Mandi: Dianjurkan mandi satu kali sehari dengan air suam-suam kuku (tidak terlalu panas) selama 5-10 menit untuk menghidrasi kulit.44 Hindari menggosok kulit terlalu keras.
Pembersih: Gunakan pembersih (sabun) yang lembut, hipoalergenik, bebas pewangi, dan memiliki pH netral atau sedikit asam (mendekati pH fisiologis kulit) untuk meminimalkan iritasi dan tidak menghilangkan lipid alami kulit.44
Emolien/Pelembap: Ini adalah komponen terpenting dalam terapi dasar DA. Emolien berfungsi untuk memperbaiki fungsi barier kulit, mengurangi TEWL, menghidrasi kulit, dan mengurangi rasa gatal.2
Aplikasi: Harus digunakan secara rutin setiap hari, minimal dua kali sehari (pagi dan malam), dan segera setelah mandi (dalam waktu 3 menit ketika kulit masih lembap) untuk 'mengunci' kelembapan. Oleskan ke seluruh permukaan tubuh, bukan hanya pada area yang sedang meradang.
Jumlah: Gunakan dalam jumlah yang cukup banyak (liberal). Pedoman menyarankan penggunaan 250-500 gram per minggu untuk orang dewasa.44
Pemilihan: Tersedia dalam berbagai bentuk (losion, krim, salep). Salep (ointment) memiliki kandungan minyak paling tinggi, paling oklusif, dan paling efektif untuk kulit yang sangat kering atau likenifikasi, namun terasa lebih lengket. Krim lebih mudah diserap dan diterima secara kosmetik. Losion paling ringan dan cocok untuk area berambut atau cuaca panas. Pemilihan didasarkan pada tingkat kekeringan kulit, area aplikasi, iklim, dan preferensi pasien.37 Pilih produk yang bebas pewangi dan seminimal mungkin mengandung bahan pengawet atau iritan potensial lainnya.44
Penghindaran Faktor Pemicu: Pasien dan keluarga perlu diedukasi untuk mengidentifikasi dan sebisa mungkin menghindari faktor-faktor yang dapat memicu atau memperburuk DA mereka. Ini bisa berupa iritan (sabun, deterjen, disinfektan, pakaian wol atau sintetis kasar), alergen (tungau debu rumah, serbuk sari, bulu hewan, makanan tertentu jika terbukti relevan secara klinis), keringat berlebih, stres emosional, atau perubahan cuaca ekstrim.2
Terapi Farmakologis Lini Pertama (untuk Mengatasi Inflamasi Aktif/Flare):
Ketika terjadi kekambuhan (flare) DA dengan tanda-tanda inflamasi aktif (kemerahan, bengkak, gatal hebat), diperlukan terapi anti-inflamasi topikal.
Kortikosteroid Topikal (TCS): Merupakan terapi andalan dan lini pertama untuk mengatasi inflamasi pada flare DA.2 TCS bekerja dengan menekan respons imun dan inflamasi di kulit. Pemilihan potensi (kekuatan) TCS yang tepat sangat krusial untuk menyeimbangkan efikasi dan risiko efek samping.
Inhibitor Kalsineurin Topikal (TCI): Termasuk Tacrolimus ointment (0.03% dan 0.1%) dan Pimecrolimus cream (1%). TCI adalah agen anti-inflamasi non-steroid yang efektif untuk DA ringan hingga sedang.2 Mereka merupakan pilihan yang baik untuk area kulit sensitif (seperti wajah, kelopak mata, leher, lipatan kulit) di mana penggunaan TCS jangka panjang tidak diinginkan, serta untuk terapi pemeliharaan jangka panjang (terapi proaktif) sebagai steroid-sparing agent.62 Efek samping yang umum adalah rasa terbakar atau menyengat pada awal pemakaian, yang biasanya berkurang seiring waktu.62 Penggunaan pada anak di bawah 2 tahun bersifat off-label namun didukung oleh bukti klinis.62
Tabel 3: Panduan Praktis Pemilihan Potensi dan Aplikasi Kortikosteroid Topikal ("Dosis Obat Dermatitis Atopik")
Potensi (Kelas US) | Contoh Agen Generik (Formulasi Umum) | Indikasi Lokasi / Usia / Keparahan | Frekuensi Aplikasi (Flare) | Catatan Khusus | Sumber Referensi |
Ringan (VI-VII) | Hydrocortisone 1%, 2.5% (Krim, Salep, Losion); Desonide 0.05% (Krim, Salep, Gel) | Wajah, kelopak mata, lipatan (ketiak, selangkangan), area popok; Bayi & anak kecil; DA ringan; Area luas | 1-2 kali/hari | Paling aman untuk jangka panjang. | 44 |
Sedang (IV-V) | Triamcinolone acetonide 0.1% (Krim, Salep); Fluticasone propionate 0.05% (Krim); Mometasone furoate 0.1% (Krim, Salep) | Badan, lengan, tungkai (anak >2 thn & dewasa); DA sedang | 1-2 kali/hari | Pilihan umum untuk sebagian besar kasus DA di badan/ekstremitas. | 44 |
Poten (II-III) | Desoximetasone 0.25% (Krim, Salep); Fluocinonide 0.05% (Krim, Salep, Gel); Betamethasone dipropionate 0.05% (Salep) | Badan, lengan, tungkai (dewasa); Lesi tebal/likenifikasi; DA berat; Telapak tangan/kaki | 1 kali/hari (sering cukup) | Hindari penggunaan di wajah, lipatan, anak kecil. Gunakan jangka pendek untuk flare. | 44 |
Sangat Poten (I) | Clobetasol propionate 0.05% (Krim, Salep, Busa); Halobetasol propionate 0.05% (Krim, Salep) | Area kulit sangat tebal (telapak/sol); Lesi hiperkeratotik/sangat resisten; DA sangat berat | 1 kali/hari | Gunakan sangat hati-hati, durasi < 2-3 minggu. Kontraindikasi di wajah, lipatan, anak, penggunaan dengan oklusi. Idealnya di bawah supervisi spesialis. | 44 |
Catatan: Aplikasi 1x/hari seringkali sama efektifnya dengan 2x/hari untuk TCS poten/sangat poten.62 Untuk terapi pemeliharaan (proaktif), gunakan TCS potensi sedang atau TCI 2x/minggu pada area yang sering kambuh.3 Gunakan metode 'Fingertip Unit' (FTU) untuk mengukur jumlah aplikasi yang tepat.64
Pemilihan potensi TCS yang tidak tepat merupakan masalah umum. Potensi yang terlalu rendah mungkin tidak efektif mengendalikan inflamasi, sementara potensi yang terlalu tinggi, terutama jika digunakan di area sensitif atau dalam jangka waktu lama, meningkatkan risiko efek samping lokal maupun sistemik.44 Tabel di atas memberikan panduan praktis berbasis bukti untuk membantu GP membuat keputusan klinis yang tepat.37
Manajemen Efek Samping Steroid Topikal:
Meskipun efektif, penggunaan TCS dapat menimbulkan efek samping, terutama jika digunakan secara tidak tepat. Efek samping lokal yang umum meliputi penipisan kulit (atrofi), guratan (striae), pelebaran pembuluh darah kapiler (telangiektasis), mudah memar (purpura), hipopigmentasi, timbulnya jerawat (acneiform eruption), atau ruam di sekitar mulut (dermatitis perioral).44
Risiko ini meningkat seiring dengan peningkatan potensi steroid, durasi penggunaan, penggunaan di bawah oklusi (misalnya ditutup plastik), dan aplikasi pada area kulit yang tipis seperti wajah dan lipatan.44 Efek samping sistemik (seperti supresi aksis adrenal) jarang terjadi pada penggunaan TCS, kecuali jika digunakan dalam potensi sangat tinggi, pada area yang sangat luas, atau dalam jangka waktu sangat lama, terutama pada anak-anak.62
Untuk meminimalkan risiko:
Gunakan potensi terendah yang masih efektif untuk mengontrol inflamasi.
Gunakan untuk durasi sesingkat mungkin yang diperlukan untuk mengatasi flare.
Hindari penggunaan TCS potensi tinggi atau sangat poten pada wajah, lipatan kulit, dan pada anak kecil.
Edukasi pasien tentang cara penggunaan yang benar, termasuk jumlah yang tepat (misalnya dengan metode fingertip unit - FTU).64
Pertimbangkan penggunaan TCI sebagai alternatif atau agen steroid-sparing untuk pemeliharaan jangka panjang atau pada area sensitif.62
Atasi kekhawatiran atau ketakutan pasien terhadap steroid (steroid phobia) dengan memberikan informasi yang akurat mengenai manfaat dan risiko, karena ketakutan ini dapat menyebabkan ketidakpatuhan dan under-treatment.62
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi pergeseran paradigma dalam manajemen DA dari pendekatan yang murni reaktif (mengobati hanya saat flare) menuju strategi yang lebih proaktif. Terapi proaktif melibatkan aplikasi intermiten (misalnya 2 kali seminggu) TCS potensi rendah-sedang atau TCI pada area kulit yang sebelumnya sering mengalami kekambuhan, bahkan ketika kulit tampak sudah sembuh.3
Pendekatan ini terbukti secara signifikan dapat memperpanjang masa remisi dan mengurangi frekuensi kekambuhan dibandingkan dengan hanya menggunakan emolien.62 Hal ini didasari pemahaman bahwa kulit pasien DA yang tampak normal sekalipun seringkali masih memiliki kelainan barier subklinis dan sisa-sisa inflamasi.33
Dengan menargetkan inflamasi residual ini, terapi proaktif membantu menjaga kondisi kulit tetap stabil lebih lama. Dokter umum perlu mempertimbangkan strategi proaktif ini sebagai bagian dari rencana manajemen jangka panjang untuk pasien DA dengan tipe kronis atau sering kambuh, dan mengedukasi pasien mengenai konsep serta manfaatnya untuk meningkatkan kepatuhan.
Gambar 5. Bagan Alur tatalaksana DA74
Kesimpulan
Membedakan antara skabies dan dermatitis atopik di layanan primer memerlukan pendekatan klinis yang cermat dan sistematis. Anamnesis yang teliti mengenai pola gatal (terutama gatal malam hari pada skabies), riwayat kontak erat (khas untuk skabies), dan riwayat atopi pribadi/keluarga (khas untuk DA), dikombinasikan dengan pemeriksaan fisik yang fokus pada morfologi lesi (terowongan pada skabies vs ekzema pada DA) dan distribusinya yang khas sesuai usia (pada DA) atau predileksi (pada skabies), merupakan kunci utama diagnosis banding.
Penggunaan tabel perbandingan dan bagan alur diagnostik dapat sangat membantu dalam proses ini. Pemeriksaan kerokan kulit tetap menjadi baku emas untuk konfirmasi skabies, meskipun sensitivitasnya terbatas pada kasus klasik.
Prinsip "Diagnosis dan Terapi Skabies" lini pertama meliputi penggunaan Permethrin 5% krim atau Ivermectin oral, dengan memperhatikan "Dosis Obat Skabies" yang tepat. Hal yang tidak kalah penting adalah pengobatan simultan seluruh kontak erat dan dekontaminasi lingkungan untuk memutus rantai penularan.
Edukasi mengenai gatal pasca-terapi juga esensial. Sementara itu, "Diagnosis dan Terapi Dermatitis Atopik" berfokus pada terapi dasar berupa edukasi, perawatan kulit intensif dengan emolien, dan penghindaran pemicu. Untuk mengatasi flare, kortikosteroid topikal (dengan pemilihan potensi yang bijak sesuai usia dan lokasi lesi - "Dosis Obat Dermatitis Atopik") dan inhibitor kalsineurin topikal menjadi andalan lini pertama.
Pendekatan proaktif untuk pemeliharaan remisi juga semakin direkomendasikan. Dokter umum memiliki peran sentral dalam menangani sebagian besar kasus skabies dan dermatitis atopik.
Namun, rujukan ke dokter spesialis kulit dan kelamin perlu dipertimbangkan pada kasus dengan diagnosis yang tidak pasti, gambaran klinis atipikal, resistensi terhadap terapi lini pertama, adanya komplikasi berat (misalnya infeksi sekunder luas, eritroderma), atau jika diperlukan pertimbangan terapi sistemik lanjutan untuk DA berat.
Dengan pendekatan diagnostik yang tepat dan penerapan prinsip terapi berbasis bukti, dokter umum dapat memberikan penatalaksanaan yang optimal bagi pasien dengan kedua kondisi kulit yang umum ini.
SCABIES CASES MISDIAGNOSED AND TREATED AS ALLERGIC ..., diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9934032/
Atopic Dermatitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448071/
Atopic Dermatitis: Diagnosis and Treatment | AAFP, diakses April 14, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2020/0515/p590.html
Scabies - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544306/
Clinical practice guidelines for the diagnosis and treatment of scabies - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38922701/
Scabies: current knowledge and future directions - Frontiers, diakses April 14, 2025, https://www.frontiersin.org/journals/tropical-diseases/articles/10.3389/fitd.2024.1429266/full
Scabies - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19580575/
A review of Sarcoptes scabiei: past, present and future - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5477759/
Sarcoptes Infestation. What Is Already Known, and What Is New about Scabies at the Beginning of the Third Decade of the 21st Century? - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8308645/
Scabies: Epidemiology, Diagnosis, and Treatment - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8743988/
Scabies: A clinical update - RACGP, diakses April 14, 2025, https://www.racgp.org.au/afp/2017/may/scabies-a-clinical-update
Paediatrics: how to manage scabies - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8007207/
Clinical practice guidelines for the diagnosis and treatment of scabies - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11589009/
Interventions for preventing the spread of infestation in close contacts of people with scabies, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10819104/
The Management of Scabies in the 21st Century: Past, Advances and Potentials - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9128908/
Clinical practice guidelines for the diagnosis and treatment of scabies in Korea: Part 1. Epidemiology, clinical manifestations, and diagnosis — a secondary publication - The Ewha Medical Journal, diakses April 14, 2025, https://www.e-emj.org/journal/view.php?number=10
Scabies: diagnosis and treatment - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1215558/
Management of scabies - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6595060/
How should institutional outbreaks of scabies be managed in asymptomatic residents and staff? - Pathway, diakses April 14, 2025, https://www.pathway.md/ai/history/49420972-49420972-4e49-4bd9-8945-b8f365353a9b
Public Health Strategies for Scabies Outbreaks in Institutional Settings - CDC, diakses April 14, 2025, https://www.cdc.gov/scabies/php/public-health-strategy/index.html
The management of scabies outbreaks in residential care facilities for the elderly in England: a review of current health protection guidelines, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9150207/
Infected with Scabies Again? Focus in Management in Long-Term ..., diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6473425/
Pathophysiology of atopic dermatitis: Clinical implications - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6399565/
Pathogenesis and management of atopic dermatitis: insights into epidermal barrier dysfunction and immune mechanisms - Open Exploration Publishing, diakses April 14, 2025, https://www.explorationpub.com/Journals/eaa/Article/100973
Atopic Dermatitis: A Disease of Altered Skin Barrier and Immune Dysregulation - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3122139/
Pathophysiology of atopic dermatitis: Clinical implications - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30819278/
Guidelines for the diagnosis and assessment of eczema - DermNet, diakses April 14, 2025, https://dermnetnz.org/topics/guidelines-for-the-diagnosis-and-assessment-of-eczema
Atopic Dermatitis: A Review of Diagnosis and Treatment - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11627575/
Atopic Dermatitis: Natural History, Diagnosis, and Treatment - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4004110/
Atopic dermatitis in adults: prevalence, clinical pattern, and contact sensitization, diakses April 14, 2025, https://www.explorationpub.com/Journals/eaa/Article/100957
Atopic Dermatitis: Clinical Aspects and Unmet Needs - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9687804/
Clinical Features of Adult/Adolescent Atopic Dermatitis and Chinese Criteria for Atopic Dermatitis - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4819293/
New insights into atopic dermatitis - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC351324/
Scabies mimicking relapsing atopic dermatitis - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11920958/
Diagnosis of Atopic Dermatitis: Mimics, Overlaps, and Complications - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4470205/
Challenges and Future Trends in Atopic Dermatitis - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10380015/
Eczema - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538209/
GUIDELINES OF CARE FOR THE MANAGEMENT OF ATOPIC DERMATITIS: Part 1 - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4410183/
Atopic dermatitis: pathogenesis and therapeutic intervention - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11625510/
Pharmacological Trends in the Management of Atopic Dermatitis: A Comprehensive Review, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39130865/
Atopic Dermatitis: Pathophysiology - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29063428/
Skin barrier and immune dysregulation in atopic dermatitis: an evolving story with important clinical implications - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25017523/
Atopic Dermatitis: Disease Features, Therapeutic Options, and a Multidisciplinary Approach, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10305021/
A Comprehensive Review of the Treatment of Atopic Eczema - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4773205/
Atopic Dermatitis: Identification and Management of Complicating ..., diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7215488/
Atopic Dermatitis in Children and Adults—Diagnosis and Treatment - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36747484/
Stress and atopic dermatitis - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18606083/
Diagnosis of atopic dermatitis in children: comparison of the Hanifin-Rajka and the United Kingdom Working Party criteria | Allergologia et Immunopathologia - Elsevier, diakses April 14, 2025, https://www.elsevier.es/en-revista-allergologia-et-immunopathologia-105-avance-resumen-diagnosis-atopic-dermatitis-in-children-S0301054619301156
2020 International Alliance for the Control of Scabies Consensus Criteria for the Diagnosis of Scabies | British Journal of Dermatology | Oxford Academic, diakses April 14, 2025, https://academic.oup.com/bjd/article/183/5/808/6600227
The currently available diagnostic tools and treatments of scabies and scabies variants: An updated narrative review - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10219715/
Diagnostic criteria for atopic dermatitis: a systematic review - NCBI, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK75076/
Recent advances in understanding and treating scabies - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8009191/
Permethrin - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553150/
Permethrin - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/books/NBK553150/
Permethrin Versus Benzyl Benzoate for the Treatment of Scabies: A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11841824/
Scabies: a clinical update - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39455545/
Scabies - World Health Organization (WHO), diakses April 14, 2025, https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/scabies
Tuscany consensus for pediatric scabies: update on clinical management and the urgent need for new guidelines - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39560339/
Management of common scabies and postscabetic itch in adults: Lessons learned from a single-center retrospective cohort study, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8714596/
Management of common scabies and postscabetic itch in adults: Lessons learned from a single-center retrospective cohort study - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35028370/
Escalating Threat of Drug-Resistant Human Scabies: Current Insights and Future Directions, diakses April 14, 2025, https://www.mdpi.com/2077-0383/13/18/5511
GUIDELINES OF CARE FOR THE MANAGEMENT OF ATOPIC DERMATITIS: Part 2, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4326095/
A systematic review of guidelines for the management of atopic dermatitis in children - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11613179/
Topical Corticosteroids: Choice and Application | AAFP, diakses April 14, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2021/0315/p337.html
Topical Corticosteroids - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532940/
Optimizing topical management of atopic dermatitis: Is it time for advancement to a systemic medication? - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35288275/
Clinical practice guidelines for the management of atopic dermatitis 2018 - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31599013/
English version of clinical practice guidelines for the management of atopic dermatitis 2024, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39707640/
Executive summary: Japanese guidelines for atopic dermatitis (ADGL) 2024 - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39986987/
Atopic dermatitis (eczema) guidelines: 2023 American Academy of Allergy, Asthma and Immunology/American College of Allergy, Asthma and Immunology Joint Task Force on Practice Parameters GRADE- and Institute of Medicine-based recommendations - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38108679/
Guidelines of care for the management of atopic dermatitis: section 2. Management and treatment of atopic dermatitis with topical therapies - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24813302/
Topical Corticosteroids: Choice and Application - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33719380/
The long‐term safety of topical corticosteroids in atopic dermatitis: A systematic review, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10549798/
Skabies – Panduan Praktis Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia Tahun 2021
Bergabung dengan Dokter Post Untuk Karier Anda 🌟