Diabetes Melitus (DM) masih menjadi masalah yang umum ditemui dalam praktik kedokteran sehari-hari. Penelitian terbaru di Indonesia memperkirakan prevalensi DM di Indonesia sudah meningkat berkali-kali lipat, dari 1,7% pada tahun 1981 menjadi 11,8% pada tahun 2005. Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat dengan puncak sekitar tahun 2030. Bom waktu tersebut akan meledak.
Data epidemiologi diatas memberikan insight kepada kita untuk memikirkan langkah-langkah yang efektif dalam mengobati dan mencegah ledakan diabetes melitus di masa depan. Salah satu masalah penting yang sering dihadapi dalam praktek sehari-hari adalah strategi memilih dan mengkombinasi obat oral anti-diabetes (OAD).
Prinsip Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Sebelum mendalami secara spesifik strategi memilih dan mengkombinasi obat OAD, perlu dipelajari lebih dulu prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes melitus.
Beberapa prinsip penatalaksanaan Diabetes Melitus adalah:
- Kombinasi obat diperlukan untuk memperbaiki berbagai defek patofisiologi.
- Pengobatan harus ditujukan pada perbaikan kelainan patogenesis dan tidak hanya penurunan A1C saja.
- Terapi harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau menghambat progresivitas kegagalan sel Beta Pankreas yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa.
Beberapa 5 Panduan Praktis yang penting dalam penatalaksanaan Diabetes Melitus adalah:
- Optimalisasi gaya hidup dan edukasi pada semua penyandang Diabetes Melitus tipe 2, modifikasi gaya hidup didesain untuk menurunkan berat badan. Target A1C harus ditetapkan spesific individu (individualized) yang didasarkan pada usia, penyakit ko-morbid, lama diabetes, resiko hipoglikemia, motivasi pasien, ketaatan pasien, harapan hidup dan lain-lain. A1C < 6.5% merupakan target optimal jika dapat dicapai secara aman, terjangkau, tetapi target yang lebih tinggi mungkin sesuai dan mungkin berubah bagi individu tertentu dari waktu ke waktu.
- Meminimalkan resiko hipoglikemia adalah prioritas karena masalah keamanan, kepatuhan dan biaya.
- Target kendali glukosa darah termasuk glukosa darah puasa dan pos prandial dengan pemantau kadar glukosa darah mandiri.
- Pemilihan terapi harus individualisasi didasarkan pada gambaran pasien dan profil obat. Profil obat yang mempengaruhi pemilihan obat antara lain kemampuan menginduksi hipoglikemia, resiko kenaikan berat badan, mudah penggunaannya, biaya, dampak terhadap penyakit ginjal, jantung dan hati.
- Efektivitas terapi harus dievaluasi secara rutin (setiap 3 bulan) sampai stabil dengan menggunakan beberapa kriteria antara lain target A1C, monitoring glukosa darah mandiri, glukosa darah puasa dan pos prandial, kejadian hipoglikemia, kejadian potensial lain misalnya berait badan, retensi cairan, penyakit ginjal, hati atau jantung, monitoring komorbiditas, data laboratorium yang berkaitan, pemberian obat yang bersamaan, komplikasi diabetes, faktor psikososial.
Memilih dan Mengkombinasi Obat Anti-Diabetes Oral
Pemeriksaan penunjang penting untuk menentukan kombinasi obat anti-diabetes oral adalah pemeriksaan HbA1C (A1C). Berdasarkan range, pasien dapat dibedakan menjadi 3: A1C < 7.5%, A1C > 7.5% dan A1C > 9%.
Hal pertama yang harus diingat dalam penatalaksanaan pasien diabetes adalah modifikasi gaya hidup adalah dasar penatalaksanaan pasien Diabetes Melitus, sebelum memulai terapi farmakologis. Modifikasi gaya hidup dimulai dengan memberikan edukasi terkait pola makan dan aktivitas fisik yang benar, disiplin menerapkan dan mengevaluasi tercapainya target A1C dan penurunan berat badan yang ideal.
A1C < 7.5%
Untuk pasien diabetes dengan A1C < 7.5 yang gagal dengan modifikasi gaya hidup (target A1C dan gula darah tidak tercapai), disarankan untuk memulai pengobatan farmakologis dengan monoterapi metformin. Dosis yang digunakan adalah 3 x 500 mg. Namun, pada beberapa pasien yang mempunyai intoleransi terhadap metformin, penggunaan obat DPP-IV inhibitor, penghambat SGLT-2, Tiazolidinedion, Agonis GLP-1, Penghambat glikososidase alfa dan Sulfonilurea dapat dipertimbangkan.
Alasan memilih metformin sebagai obat anti-diabetes oral lini pertama bukan tanpa alasan. Metformin memiliki superioritas dalam mengontrol kadar gula darah dan memperbaiki obesitas pada pasien.
Penelitian meta-analisis yang dilakukan Saenz dkk (2005) menyimpulkan bahwa metformin memiliki kemampuan yang tidak ditunjukkan oleh obat anti-diabetes oral yang lain dalam: mengontrol gula darah, menurunkan berat badan, mengurangi kadar lemak darah, "memperbaiki" kadar insulin darah, dan memperbaiki tekanan darah diastolik.
Beberapa efek insulin tersebut memberikan sebuah justifikasi bahwa penggunaan monoterapi metformin sebagai obat anti-diabetes oral mampu mencegah komplikasi kardiovaskuler dan mengurangi angka mortalitas pada pasien Diabetes Melitus tipe 2. Penggunaan metformin, dan bukan sulfonilurea, juga memiliki komplikasi hipoglikemia yang lebih jarang.
A1C > 7.5%
Apabila pasien menunjukkan kadar A1C > 7.5% atau pasien gagal menggunakan monoterapi metformin (dievaluasi setelah 3 bulan terapi), maka perlu dipertimbangkan penggunaan kombinasi 2 obat anti-diabetes oral.
Prinsip penggunaan kombinasi 2 obat anti-diabetes oral adalah metformin (atau obat lini pertama yang lain) + obat lini kedua yang memiliki titik kerja yang berbeda. Misalnya, penggunaan metformin (bekerja meningkatkan sensitivitas reseptor insulin) dikombinasikan dengan Tiazolidinedion (bekerja di reseptor PPAR).
Kombinasi metformin dan Tiazolinedione (mis. Pioglitazone) dilaporkan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan monoterapi metformin atau glitazone. Penelitian Perez dkk (2009) melaporkan bahwa dosis terapi 15 mg pioglitazone yang dikombinasikan dengan 850 mg metformin, dua kali sehari, mampu menurunkan kadar A1C hingga 1,83%.
Misal pasien dengan kadar A1C 8,6%, yang belum pernah diterapi obat anti-diabetes oral sebelumnya, dengan pengobatan kombinasi metformin dan pioglitazone selama 6 bulan, kadar A1C mampu turun hingga mencapai 6,77%. Penurunan A1C yang sangat signifikan. Kombinasi dua obat ini juga dilaporkan dapat menurunkan kadar gula darah puasa hingga -39,9 mg/dL. Efek samping hipoglikemia tidak dilaporkan dalam penelitian tersebut.
Pada beberapa daerah yang memiliki kesulitan akses obat, kombinasi metformin dan sulfonilurea mungkin dapat menjadi solusi, namun harus diingat beberapa komplikasi yang mungkin muncul. Di Negara Barat, kombinasi metformin dan sulfonilurea memang menjadi kambing hitam meningkatnya angka komplikasi kardiovaskular di antara pasien diabetes melitus.
Hasil meta-analisis Rao dan Kuhadya (2008) menunjukkan bahwa kombinasi metformin-sulfonilurea meningkatkan resiko komplikasi kardiovaskular, namun tidak secara signifikan meningkatkan angka kematian pada pasien diabetes melitus.
Namun, hasil penelitian case-control Azoulay dkk (2010) menunjukkan bahwa kombinasi dua obat ini memberikan kontribusi lebih besar dalam meningkatkan kematian, bahkan penggunaan kombinasi metformin-sulfonilurea dapat "mencegah" efek samping hipoglikemia yang disebabkan penggunaan sulfonilurea secara monoterapi.
Sayang, saat ini Indonesia masih dalam masa transisi penerapan sitem BPJS, yang sangat menekankan cost-control bahkan kadang mengabaikan quality-control. Sering saya mendapat cerita dari sejawat yang berpraktek di PPK primer, sangat sulit mendapat akses obat anti-diabetes oral yang memadai. Seorang sejawat spesialis penyakit dalam bahkan terpaksa resign dari klinik yang dibina sejak PPDS hanya karena pihak manajemen klinik membuat kebijakan "HANYA BOLEH MERESEPKAN OBAT ANTI-DIABETES ORAL GLIBENKLAMID UNTUK PASIEN RAWAT JALAN". Gila!
A1C>9%
Protokol ini dapat diterapkan pada pasien dengan A1C>9% atau gagal dengan terapi kombinasi 2 obat anti-diabetes oral. Yang pertama kali harus dipikirkan adalah, apakah pasien sudah menunjukkan gejala diabetes yang nyata: penurunan berat badan, komplikasi diabetes yang jelas (gangren, riwayat krisis hiperglikemia), komorbid gangguan fungsi ginjal dan hepar yang berat?
Jika YA, salah satu gejala di atas ditemukan, maka perlu dipertimbangkan penggunaan insulin injeksi. Namun jika tidak, penggunaan kombinasi tiga obat anti-diabetes oral dapat dipertimbangkan. Prinsip terapi kombinasi tiga obat anti-diabetes oral adalah: kombinasikan obat lini pertama dan kedua dengan obat ketiga yang memiliki titik kerja obat yang berbeda.
Di banyak Negara berkembang (Indonesia, India dan Cina), kombinasi 3 obat metformin+sulfonilurea+tiazolidinedione adalah kombinasi tiga obat yang paling banyak dipakai. Selain itu, ada kombinasi metformin+sulfonilurea+penghambat glikosidase alfa yang juga sering dipakai.
Penggunaan kombinasi tiga obat ini sering memiliki masalah dalam hal kepatuhan pasien. Karena banyak obat yang harus diminum, pasien sering merasa "over-dosis", sehingga hal tersebut menurunkan kepatuhan pasien hingga 50%.
India, negara paling inovatif dalam obat FDC (Fixed Doses Combination), mengembangkan sedian FDC untuk kombinasi metformin+glimepiride+pioglitazone. Dosis yang terkandung dalam FDC tersebut adalah: 2 mg glimepiride, 500 mg metformin dan 15 mg pioglitazone HCl. Sedian FDC ini dilaporkan telah menyelesaikan penelitian klinis fase 3 yang melibatkan hanya 101 pasien India dengan diabetes melitus. Hasil penelitian klinis tersebut melaporkan adanya efektivitas penurunan A1C mencapai 26% hanya dalam waktu 2 bulan.
PENUTUP
Meskipun target utama penatalaksanaan, manajemen gula darah yang baik saja belum cukup untuk menjaga pasien diabetes terbebas dari berbagai komplikasi. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk menghambat progresivitas penyakit sehingga tidak muncul komplikasi yang tidak diinginkan. Manajemen klinis yang berbasis pengetahuan patofisiologi penyakit diabetes melitus sangat penting dalam menjaga agar pasien memiliki kualitas hidup yang baik.
Kombinasi obat anti-diabetes oral sangat diperlukan dalam mencapai tujuan tersebut, terutama bagi pasien yang gagal dengan pendekatan modifikasi gaya hidup. Namun, memilih dan mengkombinasi obat anti-diabetes oral tidak dapat dilakukan dengan serampangan. Evaluasi A1C yang teratur minimal setiap tiga bulan, akan memberikan pedoman kapan harus memulai atau mengganti kombinasi obat anti-diabetes oral.
namun, kita hidup dalam negara dengan sumberdaya terbatas. Seni dalam mengobati pasien harus betul-betul dioptimalkan untuk tetap dapat mencapai tujuan terapi dengan segala keterbatasannya.
Selamat bekerja!
=
Sponsored Content
Bukan rahasia umum, EKG adalah kompetensi "penting" dokter umum. Tidak hanya pada kasus nyeri dada spesifik (kecurigaan Sindroma Koroner Akut), ilmu EKG diperlukan untuk banyak kasus kegawatdaruratan lain (misal Henti Jantung dan Aritmia).
Kemarin tim DokterPost.com minta dr. Ragil Nur Rosyadi, SpJP untuk ngajari sejawat DokterPost.com tentang bagaimana biar sejawat bisa MAHIR BACA EKG. Ini video contoh analisis kasus blok jantung dari dr Ragil, SpJP
Videonya gedhe banget, hampir 7 GB. Biar sejawat di Papua dan Indonesia Timur yang lain bisa ikut belajar juga, akhirnya kami putuskan untuk distribusikan videonya dalam bentuk DVD.
Yang mau pesan MAHIR BACA EKG (BASIC-Non Aritmia-Aritmia), bisa kontak kami disini ya
SMS/WA 085608083342 (Yahya) atau kontakin.com/dokterpost