Terapi oksigen sudah menjadi "kudapan" sehari-hari dokter umum yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Namun, sudah kah kita benar-benar mengerti mengapa dan bagaimana kita melakukan terapi oksigen pada pasien. Salah satu parameter yang penting diketahui untuk melakukan terapi oksigen adalah saturasi oksigen.
Banyak saya menerima keluhan tentang monitoring terapi oksigen ini dilakukan dengan dasar "kepantasan". Misalnya, di sebuah rumah sakit di Kalimantan, dokter harus memberikan terapi oksigen meskipun tidak dengan indikasi yang tepat. Permintaan keluarga pasien. Keterbatasan alat-alat diagnosis untuk melakukan monitoring juga menjadi kendala yang besar.
Indikasi Memberikan Terapi Oksigen
Terapi oksigen sebenarnya bukan tindakan medik yang dapat diberikan pada semua pasien. Ada indikasi-indikasi klinis tertentu yang memberikan kita "justifikasi" untuk memberikan terapi oksigen. Bahkan pada beberapa pasien dengan kondisi khusus, terapi oksigen tidak boleh diberikan.
Indikasi pemberian terapi oksigen dapat dibagi menjadi terapi oksigen jangka pendek dan terapi oksigen jangka panjang. Dalam pemberian terapi oksigen yang pertama harus dipertimbangkan apakah pasien benar-benar membutuhkan terapi oksigen. Setelah diputuskan bahwa memang membutuhkan terapi oksigen, maka dipertimbangkan apakah pasien membutuhkan terapi oksigen jangka pendek atau jangka panjang.
Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas. Oksigen harus diberikan dalam jumlah yang tepat. Evaluasi yang baik harus dilakukan untuk mengoptimalkan manfaat terapi dan menghindari toksisitas oksigen.
Indikasi Terapi Oksigen Jangka Pendek
Indikasi terapi oksigen jangka pendek, adalah:
- Hipoksemia Akut (PaO2 < 60 mmHg)
- Henti jantung dan henti nafas
- Hipotensi (Tekanan Darah sistolik < 100 mmHg)
- Cardiac output yang rendah dan metabolik asidosis (bikarbonat < 18 mmol/L)
- Distres nafas (Respiratory rate > 24 x/min)
Disamping indikasi terapi oksigen jangka pendek yang sudah jelas di atas. Masih ada indikasi yang masih diperdebatkan adalah infark miokard tanpa komplikasi, sesak nafas tanpa hipoksemia, sickle cell crisis dan angina pectoris.
Banyak pasien yang datang dengan sesak nafas tanpa dapat dibuktikan hipoksemia yang jelas. Keluarga pasien sering mendesak dokter untuk memberikan oksigen pada pasien tersebut. Padahal pada pasien seperti ini masih diperdebatkan apakah pasien membutuhkan oksigen atau tidak. Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilema ini akan sering kita temui mengingat dorongan efisiensi biaya kesehatan yang dilakukan BPJS.
Indikasi Terapi Oksigen Jangka Panjang
Banyak pasien dengan hipoksemia yang jelas membutuhkan terapi oksigen jangka panjang. Kelompok pasien yang paling banyak membutuhkan terapi oksigen jangka panjang adalah pasien PPOK. Pada pasien PPOK dan kor pulmonal, terapi oksigen dapat meningkatkan jangka harapan hidup hingga 6-7 tahun.
Indikasi terapi oksigen jangka panjang adalah:
-
PaO2 istirahat < 55 mmHg atau saturasi oksigen < 88%
-
PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi oksigen < 89% pada salah satu keadaan berikut:
a. Edema yang disebabkan karena CHF b. Pada EKG: Gelombang P>3 mm pada lead II, III aVF c. Eritrositemia (Hematokrit > 56%)
-
PaO2 > 59 mmHg atau oksigen saturasi > 89%
Saya tidak akan menjelaskan lebih lanjut tentang terapi oksigen jangka panjang, karena keterbatasana panjang tulisan. Penjelasan lebih lanjut tentang terapi oksigen jangka panjang dapat sejawat baca di buku EIMED PAPDI basic merah.
=
Sponsored Content
Yuk dipesan, Buku "Wajib" Dokter Jaga IGD!!! Masih buku paling lengkap untuk kasus-kasus emergensi medik yang 80% kamu temui di IGD.
Pemesanan langsung saja SMS/WA 081234008737
=
Kontraindikasi Terapi Oksigen
Terapi oksigen tidak boleh diberikan pada beberapa kasus, yaitu:
- Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan keluhan utama dyspnea, tetapi dengan PaO2 > 60 mmHg dan tidak mempunyai hipoksia kronik
- Pasien yang masih merokok, karena kemungkinan prognosis yang buruk dan dapat meningkatkan resiko "terbakar".
- Pasien yang tidak menerima terapi adekuat.
Hipoksia dan Saturasi Oksigen
Hipoksia adalah kondisi klinis yang disebabkan oleh pasokan oksigen yang lebih kecil dari kebutuhan oksigen jaringan. Manifestasi klinik hipoksia tidak spesifik, sangan variatif dan tergantung pada lamanya hipoksia (akut atau kronik) dan komorbiditas. Gejala hipoksia biasanya baru timbul jika hipoksia yang dialami sudah sangat berat.
Gejala klinis hipoksia diantaranya adalah perubahan status mental, pusing, dyspnea, takipneu, distres nafas sampai aritmia. Sianosis sering diasosiasikan sebagai gejala klinik hipoksia. Namun, pada pasien dengan anemia tanda sianosis tidak dapat dijadikan indikator klinis.
Pada kondisi ideal, pemeriksaan analisa gas darah akan menjadi modalitas diagnostik yang cukup andal untuk mendeteksi hipoksia, sebelum gajala spesifik muncul. Analisa gas darah membutuhkan spesimen dari darah arteri (arteri radialis atau femoralis, kalo saya lebih suka femoralis). Output dari analisa gas darah adalah kadar PaO2, PCO2, saturasi oksigen dan parameter lain. Namun, pada beberapa rumah sakit di daerah terkadang melakukan analisa gas darah masih memiliki banyak kendala.
Pada rumah sakit atau puskesmas dengan sumber daya terbatas, pulse oxymetri dapat menjadi alat sederhana untuk mendeteksi hipoksia pada pasien. Pulse oxymetri memiliki keunggulan untuk melakukan deteksi cepat saturasi oksigen secara non-invasif. Namun, pulse oxymetri tidak dapat mengukur secara tepat nilai PaO2 karena hanya dapat memperkirakan apakah nilai PaO2 lebih tinggi atau lebih rendah dari 60 mmHg. Namun, menurut pengalaman kami, pulse oxymetri cukup canggih untuk diandalkan menangani kasus-kasus gawat darurat.
=
Sponsored Content
Yuk, dipesan pulse oximeter merk elitech. Untuk melengkapi "senjata" kamu sebagai dokter jaga IGD.
Selain pas buat dokter jaga IGD, pulse oximeter ini cocok juga buat kamu yang
- PPDS (anestesi, saraf, interna, jantung, anak dsb)
- Koas di rumah sakit mana pun kamu berada
- Dokter Internship di manapun kamu praktek
Pemesanan SMS/WA saja ke 081234008737!