Salah satu tujuan utama tatalaksana Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2) adalah mencegah komplikasi kardiovaskuler, baik komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler. HbA1c merupakan salah satu indikator keberhasilan pengendalian gula darah pada pasien DMT2. Pada kenyataannya banyak pasien DMT2 yang gagal mencapai kadar HbA1c < 7%, sehingga beresiko lebih tinggi mengalami komplikasi kardiovaskuler.
Prof. Dr. Ketut Suastika, dr, SpPD-KEMD dalam Bali Endocrine Update 2018, menyampaikan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan banyak pasien gagal mencapai target HbA1c < 7% adalah pendekatan terapi diabetes yang konservatif di masa lalu. Pasien DMT2 diterapi dengan diet dan latihan fisik terlebih dahulu, bila tidak berhasil baru diterapi dengan monoterapi, jika tidak berhasil diberi terapi kombinasi 2 obat, dan seterusnya. Lebih lanjut, beliau menyampaikan bahwa paradigma tatalaksana DMT2 mengacu pada beberapa Guideline terbaru (ADA 2018 dan AACE 2017) saat ini lebih progresif.
Pendekatan terapi yang lebih progresif didasarkan pada kenyataan bahwa sering kali pasien saat didiagnosis sudah menderita DMT2 dalam waktu yang lama, dan sudah mengalami berbagai komplikasi dengan variabilitas spektrum yang luas. Hal tersebut seyogyanya dipahami oleh dokter di Faskes Primer untuk lebih optimal dalam mencapai target hiperglikemik, terutama HbA1c.
Tablet Kombinasi Sulfonilurea-Metformin dalam Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2
Patogenesis utama DMT2 adalah resistensi insulin dan defisiensi insulin. Sehingga mekanisme kerja obat yang dipilih sering kali menyesuaikan dua patogenesis utama DMT2. Dua obat anti-diabetes yang paling sering diresepkan di faskes primer adalah glibenklamid (sulfonilurea) dan metformin. Glibenklamid bekerja dengan cara mengatasi defisiensi insulin, yaitu meningkatkan sekresi insulin oleh pankreas. Metformin mengatasi resistensi insulin, dengan cara meningkatkan sensitivitas reseptor insulin di jaringan perifer.
Memang, pada banyak pasien berhasil mengendalikan gula darah hanya dengan terapi tunggal, baik glibenklamid atau metformin. Namun, tidak sedikit pasien yang gagal mencapai target glikemik hanya dengan terapi tunggal. Kegagalan terapi tunggal mencapai target glikemik mengindikasikan pasien membutuhkan pendekatan terapi yang lebih progresif, yaitu terapi kombinasi.
Salah satu alternatif obat kombinasi adalah glibenklamid ditambah metformin (eg Glucovance). Sulfonilurea dapat memperbaiki sekresi insulin dan metformin dapat memperbaiki resistensi insulin. Kombinasi kedua obat antidiabetik (OAD) ini bekerja dengan menarget kelainan utama DMT2, dengan demikian diharapkan dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan lebih baik dibandingkan terapi OAD tunggal.
Kombinasi obat (glibenklamid/metformin) ini secara bermakna menurunkan glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan, kadar HbA1C, dan sasaran glikemik yang lebih besar dibandingkan OAD tunggal baik glibenklamid maupun metformin.
Kombinasi obat (glibenklamid/metformin) menurunkan A1C lebih baik dibandingkan obat tunggal baik metformin maupun glibenklamid. Jika dibandingkan dnegan pemberian dua obat secara terpisah, kombinasi obat (glibenklamid/metformin) memerlukan dosis yang lebih kecil untuk mecapai sasaran glikemik yang sama. Selain itu, kepatuhan minum obat (compliance) pasien lebih baik pada pasien yang diterapi dengan obat kombinasi (glibenklamid/metformin) dibandingkan dengan dua obat glibenklamid dan metformin yang terpisah. Kepatuhan minum obat yang lebih baik mungkin disebabkan oleh jumlah obat yang lebih sedikit.
Salah satu efek samping terpenting dari glibenklamid yang terkandung dalam obat kombinasi (glibenklamid/metformin) adalah hipoglikemia. Namun, biaya yang rendah (salah satu pertimbangan dalam pengobatan agar kepatuhannya tinggi) membuat obat glibenklamid ini, tetap dipertimbangkan untuk digunakan. Dan dalam realitasnya penggunaan glibenklamid oleh dokter di Indonesia masih tinggi. Sehingga edukasi pasien terkait risiko penggunaan obat kombinasi (glibenklamid/metformin) penting untuk disampaikan kepada pasien.
Edukasi Risiko Hipoglikemia pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Dalam sistem pelayanan kita, terutama di fasilitas kesehatan tingkat pertama (faskes primer), glibenklamid merupakan salah obat yang paling banyak tersedia. Penting bagi dokter untuk mengedukasi pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan glibenklamid terkait efek samping hipoglikemia.
Di bawah ini adalah salah satu gambar yang dikutip dari Media Edukasi Diabetes terkait edukasi potensi hipoglikemia pada pasien DMT2
Edukasi yang lengkap dan komprehensif perlu diberikan kepada setiap pasien DMT2, sehingga tujuan terapi dapat tercapai dengan baik. Media edukasi dengan visualisasi yang eye catching juga akan meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pasien untuk menjalani terapi. Selanjutnya, ketika target terapi pasien tercapai pasien akan merasa lebih sehat dan loyalitas kepada dokter akan semakin meningkat.
Ini adalah salah satu contoh Media Edukasi Diabetes yang dapat dokter gunakan di tempat praktek
Pemesanan bisa dilakukan melalui link order ini atau WA Yahya 085608083342
Semoga Bermanfaat^^