Transfusi darah adalah pro kontra klasik yang terus berkembang dalam ilmu pengetahuan kedokteran. Potensi life saving vs resiko infeksi dan reaksi transfusi selalu menjadi perdebatan kapan dan dalam kondisi seperti apa seorang dokter etis memberikan transfusi darah sebagai terapi.
Di negara berkembang seperti Indonesia, dengan manajemen bnak darah yang masih belum mendapat "suntikan dana" optimal, resiko penularan penyakit HIV atau Hepatisis B dan C yang relatif besar mengikuti banyak manfaat transfusi darah. Keterbatasan biaya sering mengharuskan bank darah terpaksa tidak melakukan screening untuk semua penyakit infeksi yang mungkin untuk dilakukan. Menimbang dengan baik manfaat vs resiko transfusi darah adalah karakter dokter yang bijak.
Indikasi Transfusi Darah
Yang pertama kali harus dipikirkan sebelum melakukan transfusi darah adalah keuntungan dan kerugian melakukan tindakan tersebut. Resiko terjadi infeksi atau reaksi transfusi selalu ada, meskipun telah dilakukan tindakan pencegahan yang optimal.
WHO (1998) menyarankan bahawa transfusi darah hanya boleh dilakukan bila ada dalam kondisi yang mengancam nyawa dan meningkatkan keparahan bila tidak dilakukan transfusi darah. Sementara itu, Palang Merah USA menekankan pada pentingnya penilaian klinis, tidak hanya berdasar penilaian laboratoris, dalam mempertimbangkan perlunya dilakukan transfusi darah.
Transfusi darah biasanya diberikan pada pasien anemia, untuk meningkatkan kadar hemoglobin darah. Namun, tidak semua pasien anemia harus mendapatkan transfusi darah. Pasien yang dianjurkan untuk mendapatkan transfusi adalah pasien anemia yang sedang mengalami perdarahan akut.
Pasien dengan perdarahan akut dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
- Perdarahan kelas 1: Pasien kehilangan darah sampai dengan 750 mL atau setara dengan 15% volume cairan tubuh
- Perdarahan kelas 2: kehilangan darah 750-1500 mL atau setara dengan 15%-30% volume cairan tubuh
- Perdarahan kelas 3: kehilangan darah sampai dengan 1500-2000 mL atau setara dengan 30-40% volume cairan tubuh
- Perdarahan kelas 4: Kehilangan darah > 2000 mL atau setara dengan lebih dari 40% volume cairan tubuh
Pada pasien perdarahan akut kelas 3 dan 4, transfusi darah adalah keharusan. Selanjutnya ditentukan apakah perdarahan tersebut membutuhkan tindakan pembedahan untuk menghentikan perdarahan atau tidak. Pada pasien dengan perdarahan kelas 1 dan 2, sebaiknya dipersiapkan permintaan ke bank darah, sambil berjaga jika tiba-tiba pasien jatuh ke perdarahan kelas 3 atau 4.
Permintaan persiapan darah ke bank darah sebaiknya di lakukan se-awal mungkin, mengingat taha persiapan darah (Tes ABO Rhesus dan Cross-Matching) setidaknya membutuhkan waktu 90 menit.
Kapan Sel Darah Merah Golongan O Boleh diberikan pada Kasus Gawat Darurat?
Pada kondisi gawat darurat perdarahan kelas 3 atau 4, kantong darah tanpa tes ABO Rhesus dan Cross-Matching dapat diberikan. Hal itu dikarenakan lama persiapan kantong darah mencapai 90 menit, yang pada kondisi gawat darurat perlu diberikan transfusi darah segera.
Rhesus (-) di Indonesia diperkirakan hanya berjumlah kurang dari 5% populasi. Berdasar pada data tersebut, Kemenkes (2010) menganjurkan pemberian transfusi darah golongan darah universal pada keadaan gawat darurat, yaitu golongan darah O dengan rhesus (+).
Namun, meski sudah diberikan transfusi darah universal golongan O, rumah sakit tetap harus melakukan perisapan tes ABO rhesus dan Cross-Matching untuk kantung darah berikutnya.
Transfusi Trombosit, Kapan Diberikan?
Indikasi pemberian transfusi trombosit konsentrat, terdiri dari 3 kondisi berikut:
1.Perdarahan aktif dan hitung trombosit < 50.000/uL, atau diketahui ada defek fungsi trombosit
2. Perdarahan aktif akibat efek mielosupresi (karena obat-obat sitostatika) dan trombosit < 10.000/uL
3. Perdarahan intrakranial atau penderita yang akan menjalani bedah saraf dengan trombosit < 100.000/uL
Pada trombositopenia kasus demam berdarah dengue (DBD) pemberian transfusi trombosit mengacu pada panduan praktik klinis penatalaksanaan demam berdarah dengue.
Transfusi trombosit sebaiknya dihindari pada keadaan thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP), idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) dan trombositopenia karena pemberian heparin.
Transfusi Plasma Konsentrat
Transfusi plasma konsentrat diberikan pada pasien yang dibuktikan mengalami defisiensi faktor koagulasi. Defisiensi faktor koagulasi dibuktikan dengan hasil pemeriksaan masa protrombin (PT) yang memanjang dan masa tromboplastin parsial (aPTT) > 1.5 normal. Pada kasus medik, transfusi plasma konsentrat diberikan pada kasus disseminated intravascular coagulation (DIC).
Pada kasus perdarahan dengan pemanjangan PT, transfusi plasma konsentrat diberikan 15 mg/kgBB. Jangan lupa melakukan tes ABO untuk mencegah reaksi transfusi. Sedangkan pada kasus perdarahan dengan pemanjangan aPTT > 1.5 normal, transfusi plasma konsentrat dapat diberikan bersama faktor VIII konsentrat, atau 10-15 unit kriopresipitat (mengandung faktor VIII dan fibrinogen).
Semoga bermanfaat
Sponsored Content
Yuk dipesan, Buku "Wajib" Dokter Jaga IGD!!! Masih buku paling lengkap untuk kasus-kasus emergensi medik yang 80% kamu temui di IGD.
Pemesanan langsung saja SMS/WA 0857 313 06 999 (ANISA) atau 081 234 00 8737 (FAHMI)
=