Dispepsia, atau masyarakat awam sering menyebut "Maag", adalah penyakit yang banyak kita jumpai di praktek sehari-hari. Dispepsia sering diobati pasien sendiri (self-medicine) dengan obat bebas (OTC) yang banyak ditemui di pasaran. Biasanya pasien baru akan datang ke tempat praktek atau rumah sakit jika sudah diobati sendiri namun tidak membaik. Tetapi, hati-hati. Ternyata penggunaa obat maag dalam jangka panjang dapat mengakibatkan anemia!
Penyakit Lambung (Maag)
Masyarakat awam sering menyebut rasa tidak nyaman di lambung sebagai penyakit Maag. Dalam literatur medis kita mengenal istilah dispepsia. Dispepsia secara sederhana adalah rasa tidak nyaman di pencernaan.
Dispepsia memiliki gejala yang sangat bervariasi, namun kita dapat membagi dispepsia menjadi dispepsia dengan kelainan struktural (ulkus peptikum kronik, refluks gastroesofageal dan keganasan) dan dispepsia fungsional (non-ulkus). Hasil penelitian di Asia menyebutkan bahwa 43% pasien dengan keluhan dipepsia adalah dispepsia fungsional.
Dispepsia fungsional (DF) dapat disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah gangguan motilitas (dismotilitas), hipersensitivitas viseral, paparan asam lambung, infeksi H. pylori, paska infeksi, intoleransi makakanan sampai proses psikis yang melibatkan Sistem Saraf Pusat (SSP). Memahami dengan baik penyebab timbulnya keluhan dispepsia pada pasien akan membantu menentukan terapi yang tepat.
Gejala Maag
Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindroma nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh (begah) atau cepat kenyang, sendawa, rasa panas di dada (heart burn) kadang disertai gejala regurgitasi asam lambung yang dirasakan tidak enak di tenggorokan sampai terasa asam di mulut.
Diagnosis
Diagnosis dispepsia fungsional ditegakkan bila memenuhi kriteria Rome III tahun 2006. Dispepsia fungsional harus mencakup satu atau lebih dari gejala berikut:
- Perasaan perut penuh setelah makan
- Cepat kenyang
- Rasa terbakar di ulu hati
Gejala tersebut setidaknya berlangsung dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala setidaknya timbul 6 bulan sebelum diagnosis dan tidak diketahui adanya kelainan struktural.
Obat Maag
Beberapa Obat Maag yang dapat digunakan untuk mengatasi dispepsia adalah proton pump inhibitor (PPI), H2 Blockers, prokinetik dan antasida. PPI adalah obat maag yang paling banyak diresepkan oleh dokter. PPI memiliki efek yang baik dan cukup aman dalam mengurangi keluhan dispepsia.
Penelitian Moayyedi dkk (2006), menyebutkan bahwa PPI memiliki efektivitas dalam mengurangi keluhan dispepsia hingga 13%. PPI sangat baik ketika diberikan pada pasien dispepsia dengan keluhan utama rasa terbakar di ulu hati. Obat ini juga cukup aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
Pasien yang melakukan self-medication paling banyak membeli antasida untuk mengurangi gejala maag. Antasida memang adalah obat yang lebih mudah didapatkan karena banyak dipasarkan sebagai obat OTC. Namun, obat ini memiliki beberapa efek samping serius bila digunakan terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Efek Samping Obat Maag Antasida
Antasida jika dikonsumsi dalam jangka panjang dapat menyebabkan anemia karena menghambat penyerapan berbagai nutrisi penting pembentuk sel darah merah (eritrosit). Konsumsi antasida, terutama yang mengandung kalsium, dapat menghambat penyerapan zat besi di lambung.
Asupan zat besi yang menurun dapat menyebabkan anemia defisiensi besa yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang serius. Berkonsultasi dengan dokter dalam menjalani terapi anemia akan menghindarkan efek samping yang tidak diinginkan.
Obat Maag Tradisional
Beberapa obat tradisional yang berasal dari herbal diyakini dapat membantu mengurangi keluhan dispepsia, contohnya minyak peppermint dan minyak jintan. Sebuah penelitian May dkk (1996) melaporkan bahwa pengunaan kombinasi minyak peppermint dan minyak jintan dapat mengurangi keluhan dispepsia fungsional hingga 95%.
Jika anda memiliki keluhan maag menahun, berkonsultasi pada dokter akan lebih menjamin "keamanan" dalam terapi.
Semoga bermanfaat.