Kesadaran masyarakat tentang osteoprosis semakin tinggi, meski belum sangat tinggi, setelah beberapa dekade yang lalu sebuah produk susu nutrisi "pencegah osteoporosis" gencar berpromosi. Setelah itu, tidak jarang pasien PPK 1 lanjut usia (sebagian besar wanita) yang mengeluhkan nyeri lutut menanyakan apakah dia sedang menderita osteoporosis.
Tentu saja, pengetahuan memadai dari dokter praktek di faskes tersebut akan sangat menentukan bagaimana menyingkirkan diagnosis banding dan menegakkan diagnosis klinis yang terfokus. Artikel ini mencoba untuk membantu merefresh kembali, bagaimana diagnosis klinis osteoporosis ditegakkan apa tatalaksana tindak lanjut yang dapat dilakukan di PPK 1, mengingat osteoporosis bukan salah satu dari 155 diagnosis (BPJS) yang harus diselesaikan di PPK 1.
Diagnosis Klinis Osteoporosis
Osteoporosis didefinisikan sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength(kekuatan tulang yang menurun) sehingga tulang mudah patah. Meningkatnya aktivitas resorpsi tulang (bone resorption) melebihi aktivitas pembentukan tulang (bone formation) merupakan patogenesis utama terjadinya osteoporosis.
Pada wanita post-menopause hal tersebut terjadi karena adanya defisiensi estrogen. Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur dan densitas tulang merupakan faktor risiko osteoporosis yang berhubungan erat dengan risiko terjadinya fraktur osteoporotik.
PENDEKATAN DIAGNOSIS KASUS OSTEOPOROSIS
Anamnesis
- Keluhan utama: Pasien osteoporosis seringkali tidak menunjukkan keluhan utama spesifik, kecuali telah terjadi fraktur osteoporotik. Apabila sudah terjadi fraktur maka akan memberikan gejala sesuai lokasi fraktur (leher femur, vertebra torakal dan lumbal, distal radius) misalnya nyeri pinggang bawah, penurunan tinggi badan, kifosis.
- Ada beberapa faktor risiko osteoporosis atau penyebab osteoporosis sekunder penting, sehingga penting melakukan skrinning osteoporosis pada pasien-pasien dengan:
- Riwayat konsumsi obat-obatan rutin: kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin, pirimidon, asam valproat), warfarin.
- Penyakit-penyait lain yang berhubungan dengan osteoporosis: penyakit ginjal kronik, saluran cerna, hati, hipertiroidisme, hipogonadisme, sindrom Cushing, insufisiensi pankreas, artritis reumatoid
- Faktor-faktor lain: merokok, peminum alkohol, riwayat haid, menarche, menopause dini, penggunaan obat-obat kontrasepsi, riwayat keluarga dengan osteoporosis, asupan kalsium kurang.
Pemeriksaan Fisik
Beberapa pemeriksaan fisik yang penting dilakukan untuk "mendeteksi" osteoporosis pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan keluhan yang nyata adalah:
- Keadaan umum, tinggi dan berat badan, gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality
- Evaliasi gigi gerigi
- Tanda-tanda goiter, atau adanya jaringan parut pada leher dapat menandakan riwayat operasi tiroid
- Protuberansia abdomen yang dapat disebabkan oleh kifosis
- Kifosis dorsal (Dowager’s Hump), spasme otot paravertebral
- Nyeri tulang atau deformitas yang disebabkan oleh fraktur
- Kulit yang tipis (tanda McConkey)
Penatalaksanaan Tindak Lanjut Pasien Curiga Osteoporosis di PPK 1
Jika pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda kecurigaan terjadi fraktur osteoporotik , pemeriksaan foto polos vertebra dan panggul perlu dipertimbangkan. Gambaran foto polos X-Ray akan sangat membantu dalam membuat rujukan ke dokter spesialis bedah tulang (Sp.OT).
Tindakan pembedahan dilakukan bila terjadi fraktur osteoporotik, terutama fraktur panggul. Beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Penderita osteoporosis ujia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan bedah, sebaiknya segera dilakukan untuk menghindari imobilisasi yang lama dan komplikkasi fraktur
- Tujuan pembedahan adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil
- Asupan kalsium harus tetap diperhatikan, sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna
- Walaupun dilakukan pembedahan, terapi medikamentosa tetap harus diberikan
Pada pasien dengan beberapa kriteria dibawah ini dapat dipertimbangkan untuk dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD) untuk menjalani pemeriksaan diagnostik Dual Energy X-ray Absorptiometry (DXA) untuk mengukur Bone Mineral Density (BMD)
- Wanita premenopause dengan risiko tinggi
- Laki-laki dengan satu atau lebih faktor risiko
- hipogonadisme
- pengguna alkohol
- osteoporosis pada radiografi
- fraktur karena trauma ringan)
- Imobilisasi lama (lebih dari 1 bulan)
- Asupan kalsium yang rendah lebih dari 10 tahun
- Artritis reumatologi atau spondilitis ankilosa selama lebih dari 5 tahun terus menerus
- Awal pengobatan kortikosteroid atau methotrexat dan setiap 1-2 tahun pengobatan
- Mengunakan terapi antikonvulsan dengan dilanntin atau fenobarbital selama lebih dari 5 tahun
- Kreatinin klirens < 50 mililiter/menit atau penyakit tubular ginjal
- Osteomalasia
- Hiperparatiroidisme
- Penggunaan terapi pengganti tiroid lebih dari 10 tahun
- Evaluasi terapi osteoporosis
- Wanita postmenopause dengan 2 atau lebih faktor risiko
Secara umum, penatalaksanaan spesialistik osteoporosis oleh dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD) dapat dibagi menjadi terapi non-farmakologis dan farmakologis.
Non farmakologis
- Edukasi dan pencegahan
- Latihan dan program rehabilitasi
- Belum terkena osteoporosis: sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang
- Pasien osteoporosis: latihan dimulai dengan latihan tanpa beban, kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai latihan beban yang adekuat.
- Memenuhi kebutuhan kalsium > 1200 mg/hari dan Vitamin D 800-1000 U//hari
- Paparan sinar matahari yang cukup
Farmakologis
- Bifosfonat
- Alendronat, dosis 10 mg/hari atau 70 mg/minggu peroral
- Risendronat, dosis 5 mg/hari atau 35 mg/minggu atau 150 mg/bulan peroral
- Ibandronat, dosis 150 mg/bulan atau 3 mg/3 bulan intravena
- Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM): Relaxifene, dosis 60-120 mg/hari
- Terapi lainnya
- Kasitriol
- Hormon Paratiroid
- Strintium Ranelat
- Kalsitonin injeksi (untuk pencegahan acute bone loss pada pasien dengan imobilitasi, diberikan paling lama empat minggu)
- Denosumab (belum tersedia di Indonesia)
Mengukur Prognosis Fraktur Osteoporotik 10 Tahun Ke Depan
Pada pasien dengan diagnosis osteoporosis yang sudah tegak, sebaiknya dilakukan pengukuran prognosis fraktur tulang dalam 10 tahun ke depan. Sebuah tools yang cukup sederhana dikembangkan oleh WHO untuk mengukur prognosis terjadi komplikasi fraktur pada pasien osteoporosis.
Untuk menentukan risiko terjadinya fraktu panggul dan fraktur osteoporosis lainnya, dapat menggunakan WHO Fracture Risk Assesment Tool (FRAX). Hanya dengan mengisi kuesioner yang terdiri dari 12 pertanyaan yang dapat diakses di https://www.shef.ac.uk/FRAX/tool.jsp?country=46 (khusus indonesia), maka akan keluar prediksi berupa presentase terjadinya fraktur panggul osteoporosis mayor dalam 10 tahun yang akan datang.
Semoga bermanfaat.
=
Sponsored Content
Tahukah sejawat, 90% diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan dengan anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik yang terarah akan semakin mengkonfirmasi diagnosis yang dibuat.
Buku Diagnosis Klinis MacLeod-PAPDI (yang disunting Prof. DR. dr. Aru Sudoyo, Sp.PD, K-HOM, FINASIM, FACP) adalah buku yang memiliki kerangka konsep yang unik dan praktis.
Buku ini mencoba menjawab tantangan kedokteran berbasis Problem Based Learning yakni manajemen kasus klinik berbasi pemecahan masalah.
Menyajikan 25 keluhan utama (Nyeri Dada, Sakit Kepala sampai Masalah Kulit) yang paling sering membawa pasien ke praktek dokter (klinik rawat jalan dan Instalasi Gawat Darurat), buku ini menyajikan algoritma klinis yang praktis diaplikasikan oleh dokter umum.
Kabra baiknya, BUKU DIAGNOSIS KLINIS MACLEOD bisa sejawat pesan via Dokter Post. Caranya, SMS/WA ke 081234008737
Buruan, limited Stock!!!
=