Asma terjadi karena adanya inflamasi pada saluran nafas yang telah berlangsung kronik. Asma ditandai dengan adanya gejala mengi, sesak nafas, dan batuk yang intensitasnya bervariasi tergantung dari limitasi aliran udara ekspirasi.
Variasi tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti olahraga, alergen atau paparan iritan, bahan kimia, cuaca atau infeksi virus pada saluran pernafasan. Kondisi hiperrespons terhadap rangsangan biasanya menetap walaupun gejala menghilang atau fungsi paru normal namun dapat membaik dengan pengobatan.
Diagnosis dan Terapi Asma pada Anak
Gejala asma dapat membaik dengan sendirinya atau dengan pengobatan dan dapat menghilang selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Namun pada beberapa pasien, eksaserbasi atau episodic flare-up dapat terjadi. Eksaserbasi adalah keadaan perburukan dari gejala dan fungsi paru dibandingkan biasanya, istilah lainnya adalah episodik, serangan asma, atau asma akut berat.
Kondisi kekambuhan ini dapat mengancam nyawa dan menjadi masalah bagi pasien maupun komunitas. Penting bagi tenaga kesehatan untuk mengenali serangan asma akut dan melakukan tatalaksana yang tepat untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Pasien dengan asma akut dapat datang ke layanan kesehatan primer. Anamnesis singkat namun terarah serta pemeriksaan fisik yang relevan perlu dilakukan bersamaan dengan dimulainya terapi. Riwayat yang perlu ditanyakan adalah waktu awitan dan apa yang menyebabkan eksaserbasi, keparahan dari gejala asma termasuk adanya pembatasan aktivitas olahraga atau mengganggu saat tidur, ada atau tidaknya gejala anafilaksis, ada atau tidaknya faktor risiko kematian yang berkaitan dengan asma, serta riwayat pengobatan baik reliever ataupn controller (dosis, sediaan, kepatuhan, respon terhadap terapi).
Pada pemeriksaan fisik, perlu dikenali tanda-tanda keparahan eksaserbasi. Serangan asma dikatakan ringan atau sedang bila pasien dapat berbicara dalam kalimat, lebih nyaman duduk dibandingkan berbaring, tidak gelisah, laju pernafasan meningkat namun tidak ada tanda penggunaan otot nafas tambahan, nadi 100-120x/menit, saturasi oksigen 90-95%, PEF (peak expiratory flow) prediksi atau terbaik > 60 %.
Serangan asma tergolong berat apabila pasien berbicara kata perkata, cenderung untuk membungkuk, gelisah, laju pernafasan > 30x/menit, terdapat gerakan otot bantu nafas, nadi > 120x/menit, saturasi oksigen < 90%, dan PEF prediksi atau terbaik ≤ 50%. Serangan asma mengancam jiwa adalah bila pasien nampak mengantuk, bingung atau adanya silent chest. Silent chest adalah kondisi dimana terdapat obstruksi berat dari saluran nafas atau pasien kelelahan sehingga tidak terdengar mengi.
Terapi Asma pada Pasien Anak
Pada kondisi serangan asma ringan atau sedang di fasilitas kesehatan primer, kita dapat memberikan terapi short acting beta 2 agonist (SABA) 4-10 puffs dengan menggunakan pMDI (metered dose inhaler) dan spacer setiap 20 menit selama 1 jam. Pemberian SABA menggunakan pMDI dan spacer atau DPI (dry powder inhaler) memberikan perbaikan yang serupa dengan nebulisasi pada perbaikan fungsi paru-paru.
Selain SABA, kortikosteroid sistemik seperti prednisolone dapat diberikan pada serangan asma ringan atau sedang. Kortikosteroid digunakan terutama jika kondisi pasien buruk atau telah meningkatkan obat-obatan reliever dan controller sebelum terjadi eksaserbasi. Dosis yang dapat digunakan adalah 1 mg/kgBB dengan dosis maksimal 50 mg pada dewasa, dan 1-2 mg/kg dengan dosis maksimal 40 mg pada anak-anak.
Pemberian secara oral sama efektifnya dengan intravena. Rute oral lebih disukai karena lebih cepat, tidak invasif dan lebih murah. Pemberian intravena diberikan bila pasien terlalu sesak sehingga tidak dapat menelan, bila pasien muntah, atau bila pasien membutuhkan ventilasi atau intubasi.
Sponsored Content
Buku Rekomendasi Persiapan PPDS Anak
Pemesanan via WA 085608083342 Yahya atau klik link order ini
Berikan oksigen untuk menjaga saturasi pasien 93-95%. Lanjutkan pemberian SABA bila diperlukan, dan periksa ulang respon pasien setelah 1 jam (atau kurang), apabila kondisi pasien membaik, maka pasien dapat rawat jalan. Pasien-pasien yang dapat dipulangkan adalah pasien dengan perbaikan gejala dan tidak lagi membutuhkan SABA, PEF membaik > 60-80%, saturasi oksigen > 94% dengan udara bebas, dan sumber daya di rumah adekuat.
Pasien diberikan obat reliever yang dapat digunakan bila diperlukan (misalnya SABA inhalasi), controller (misalnya kortikosteroid inhalasi atau long acting beta 2 agonis (LABA) inhalasi), prednisolone untuk 5-7 hari, dan kontrol setelah 2-7 hari.
Jika keadaan pasien memburuk saat evaluasi ulang, maka pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. Saat menunggu proses rujukan, berikan SABA dan ipatropium inhalasi, oksigen, dan kortikosteroid sistemik.
Begitu pula pada pasien yang datang dengan kondisi serangan asma berat hingga mengancam nyawa di fasilitas kesehatan primer. Pasien harus segera dirujuk dan obat-obatan di atas sementara dapat diberikan saat proses merujuk.
Bila pasien dengan serangan asma ringan atau sedang datang ke fasilitas kesehatan gawat darurat di rumah sakit yang lebih lengkap, pemberian ipatropium bromide inhalasi dapat dipertimbangkan selain terapi SABA inhalasi, oksigen dan kortikosteroid oral.
Antikolinergik kerja cepat ini dapat memperbaiki gejala dengan lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan SABA saja. Pantau keadaan pasien secara berkala. Ukur fungsi paru-paru 1 jam setelah awal terapi, apabila FEV1 (forced expiratory volume in 1 second) atau PEF 60-80% dan terdapat perbaikan gejala, maka pasien boleh pulang. Namun bila pasien memberikan respon yang buruk, maka pasien tergolong pada serangan asma berat, sehingga perlu dilakukan penanganan lebih lanjut.
Asma serangan berat yang didapatkan di fasilitas rumah sakit, dapat diberikan terapi SABA, ipatropium bromide, oksigen, korikosteroid oral atau intravena, dapat dapat pula dipertimbangkan pemberian magnesium intravena dan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi. Efektivitas pemberian magnesium sulfat masih belum jelas, namun dari data penelitian-penelitian yang telah ada, magnesium sulfat dapat memperbaiki fungsi paru pada asma eksaserbasi berat. Magnesium sulfat dapat diberikan secara infus dengan dosis 2 g dalam 20 menit, atau dicampur dalam nebulisasi dengan salbutamol.
Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi jika diberikan pada satu jam pertama dapat menurunkan angka rawat inap pada pasien yang tidak mengonsumsi kortikosteroid sistemik. Bila diberikan sebagai tambahan dari kortikosteroid sistemik, bukti ilmiahnya masih diperdebatkan.
Apabila pasien dengan serangan asma berat menunjukkan perbaikan setelah evaluasi satu jam, maka pasien dapat dipertimbangkan untuk rawat jalan. Namun bila kondisi tetap jelek maka pertimbangkan untuk perawatan di ICU (intensive care unit). Jika pasien datang dengan serangan asma yang mengancam nyawa, segera konsultasikan dengan ICU, berikan SABA, oksigen dan persiapkan intubasi.
Epinefrin intramuskular diindikasikan sebagai tambahan pada terapi standar asma akut yang berkaitan dengan anafilaksis dan angioedema, namun tidak rutin diberikan pada eksaserbasi asma lannya. Pemberian antibiotik juga tidak rutin diberikan kecuali bila terdapat bukti kuat adanya infeksi paru-paru seperti adanya demam, dahak yang purulen, dan hasil foto toraks yang menunjukkan pneumonia. Terapi agresif dengan kortikosteroid sebaiknya dilakukan sebeum mempertimbangkan pemberian antibiotik.(alv)
Semoga Bermanfaat^^
Sponsored Content
Buku paling dicari dokter puskesmas, IGD dan Klinik Pratama dari aceh-papua ini sudah mau terbit lagi. Versi update tahun 2018 "BUKU 155 DIAGNOSIS DAN TERAPI FASKES PRIMER"
Harganya 155 ribu. Tapi, kalau kamu ikut pre-order, kamu akan dapat bonus DVD TERAPI CAIRAN DI IGD DAN PUSKESMAS senilai 156 ribu.
Tanggal 21-28 Februari ini kita buka pre-order. Langsung aja WA 085608083342 Yahya atau klik link order ini.
Buku akan dikirim ke rumahmu tanggal 18-04-18
Jangan sampai nggak kebagian kayak kemarin^^