27 Feb 2019 • Internal Medicine
Banyaknya kasus kecelakaan lalu lintas di Indonesia membuat tatalaksana cedera menjadi makanan sehari-hari di Indonesia. Trauma yang terjadi pada ekstremitas relatif mudah diatasi karena terjadi di tempat yang relatif terlihat dan kerusakan serta komplikasi dapat dideteksi dengan mudah.
Penulis: Rizki Nur Rachman Putra Gofur
Trauma lebih susah dinilai dan dievaluasi jika terjadi di tempat yang profundus seperti di thoraks, abdomen, dan kepala. Selain tempatnya yang profundus, berbagai organ yang terdapat pada ketiga tempat tersebut menyebabkan diagnosis menjadi susah-susah-gampang.
Kepala sebagai organ vital juga sering menjadi korban. Bagian tubuh yang cukup “rentan†ini sering terkena trauma terutama karena orang Indonesia jarang menggunakan helm. Menurut sebuah studi didapatkan 235.000 penduduk Amerika Serikat yang dirawat di rumah sakit karena traumatic brain injury (TBI).
Sedangkan 1.1 juta penduduk mendapatkan perawatan di unit gawat darurat karena TBI, dan 50.000 meninggal karena TBI. Data lain yang didapat dari New Zaeland mengatakan bahwa masyarakat yang telah melewati 25 tahun, 31,6% nya pernah mengalami 1 TBI.
Selain angka epidemiologi yang tinggi TBI juga meninggalkan angka kecacatan yang cukup tinggi, yaitu 43% masyarakat Amerika Serikat yang telah mengalami TBI akan memiliki kecacatan satu tahun setelah terjadi TBI. Hal ini menunjukkan pentingnya tatalaksana dan diagnosis yang tepat pada TBI.
Pada cedera kepala atau dalam kasus ini sebagian besar mengenai otak dan disebut TBI ada dua mekanisme utama yang harus diperhatikan:
Para ahli meyakini jika kedua istilah ini sekarang sukar dibedakan dan tidak perlu dikelompok-kelompokkan. Namun pemahaman akan kemungkinan trauma yang muncul setelah adanya trauama awal penting untuk diperhatikan.
Penyebab-penyenab trauma kepala yang dapat memberikan dampak pada otak adalah :
Saat pasien datang dengan trauma kepala yang harus dilakukan dokter umum adalah primary survey menggunakan rumus ABCDE. Rumus ini dijabarkan sebagai
Pemeriksaan AVPU dilakukan dengan memeriksa kesadaran pasien, periksa respon pasien terhadap kata-kata verbal, periksa respon pasien terhadap rangsang nyeri dan melakukan rangsang nyeri di sternum. Setelah primary survey lakukan pemeriksaan neurologis dasar seperti derajat kesadaran, pemeriksaan lateralisasi, reaksi dan ukuran pupil.
Poin pertama yang harus diperhatikan saat diagnosis adalah derajat kesadaran yang secara obyektif diukur dengan Glasgow Coma Scale. Skor ini digunakan untuk menilai derajat cedera otak yang diderita pasien. Skor ini juga mengindikasikan keparahan cedera yang diderita jika didapatkan skor yang kurang dari 8.
Pemeriksaan fisik kedua yang harus diperhatikan adalah ukuran pupil dan reaksi pupil. Mengenai hal ini ada beberapa poin yang bisa diperhatikan:
Pasien dengan trauma kepala apapun harus diobservasi minimal empat jam walaupun trauma pada kepala tampak minimal. Ada beberapa tanda khusus penting yang harus diperhatikan, jika pasien mengalami gejala-gejala ini pasien harus dirujuk untuk dilakukan CT Scan guna memastikan diagnosa.
Tanda-tanda yang perlu diobservasi adalah
Jika didapatkan pasien dengan kriteria seperti di atas, lakukan head trunk up dengan menaikkan kepala pasien sebesar 20 derjat, pasang infus dan lakukan restriksi cairan 2 sampai 2,5 liter untuk orang dewasa. Jika keadaan pasien memburuk, segera rujuk ke fasilitas kesehatan dengan CT Scan.
Pasien dengan trauma otak mayor, dicirikan dengan memiliki tanda-tanda seperti atau lebih parah dari trauma otak minor harus segera dirujuk untuk dilakukan CT Scan dan diagnosis lebih lanjut oleh dokter spesialis saraf/dokter spesialis bedah saraf.
Namun ada beberapa poin yang bisa dilakukan oleh dokter umum sembari menunggu perujukan, di antaranya:
Jika tidak didapatkan tanda-tanda perburukan neurologis pada trauma otak, trauma kepala biasanya meninggalkan trauma pada scalp. Jika sudah dipastikan pasien tidak dalam keadaan gawat, tatalaksana trauma pada scalp dapat dilakukan. Poin-poin penting yang dapat diperhatikan adalah:
Tatalaksana cedera otak membutuhkan ketepatan dan ketelitian. Begitu rumitnya patofisiologi yang berpengaruh, menyebabkan tatalaksana cedera otak susah-susah gampang. Dokter umum wajib untuk menguasai tatalaksana ini karena angka kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan yang melibatkan otak yang tinggi di Indonesia. Selain itu, tatalaksana awal yang baik dan tepat dapat memberikan prognosis baik serta mencegah kecacatan. (RPG)
Sponsored Content
Buku Dissection adalah Buku Update Klinis di Bidang Ilmu Bedah.
Cocok untuk kamu yang
Harga 156 ribu
Pesan sekarang di Yahya 085608083342 (WA)
Referensi
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11
9 May 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020
2 May 2020
Bergabung dengan Dokter Post Untuk Karier Anda 🌟