12 Jan 2017 • Internal Medicine
Pemeriksaan laboratorium adalah komponen penting dalam mengkonfirmasi dugaan diagnosis klinis yang dibuat. Tidak terkecuali pasien di IGD, pemeriksaan laboratorium (cito) yang tepat akan sangat membantu dalam menentukan diagnosis cepat dan memberikan arahan rencana terapi.
Dua pemeriksaan laboratoium yang sering diminta di IGD adalah pemeriksaan darah lengkap dan urin lengkap. Dalam artikel kali ini kita akan refresh tentang pemeriksaan urine lengkap (uji mikroskopik, kimiawi dan makroskopik) dan tafsir hasil laboratoriumnya. Artikel ini kami kutip dari buku EIMED MERAH PAPDI.
Pemeriksaan urine lengkap sering juga disebut urinalisis terdiri dari tiga elemen:
Dalam pemeriksaan urin makroskopik, hal-hal yang perlu diperhatikan di antaranya adalah:
Pemeriksaan kimiawi urin rutin dapat menjadi petunjuk penting berbagai penyakit berat
Protein merupakan pemeriksaan urin rutin. Dalam keadaan normal, urin hanya mengandung protein antara 30-200 mg, sehingga bila dilakukan tes kualitatif, hasilnya akan negatif.
Adanya protein didalam urin disebut proteinuria. Adanya protein urin dapat diperiksa secara semi-kuantitatif atau secara kuantitatif. Pemeriksaan urin secara semikuantitatif dinilai berdasarkan derajat kekeruhan urin setetlah diberikan asam sulfosalisilat atau asam asetat.
Oleh sebab itu harus digunakan urin yang jernih untuk pemeriksaan ini. Untuk memeriksa jumlah protein urin secara kuantitatif, harus digunakan urin 24 jam, kemudian diperiksa degan cara (Esbach modifikasi Tsuchiya).
Hasil pemeriksaan protein urin secara semikuantitatif dapat dinyatakan seperti dibawah ini :
(-) (negatif) tidak ada kekeruhan sedikit juga
(+) ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir; kadar protein urin kira-kira 0,01-0,05 %
(++) kekeruhan mudah dapat dilihat dan nanpak butir-butir dalam kekeruhan itu; kadar protein urin kira-kira 0,05-0,2 %
(+++) urin jelas keruh dan kekeruhan itu berkeping-keping; kadar protein urin kira-kira 0,2-0,5%
(++++) uri sangat keruh dan kekeruhan berkeping-keping besar atau bergumpal-gumpal atau memadat; kadar protein urin >0,5; jika kadar protein urin > 3%, maka akan terjadi bekuan.
Mikroalbuminuria, yaitu ekskresi protein di urin 30-150 µg/menit, tidak dapat dideteksi dengan tes carik celup (dipstick) , tapi dapat diukur dengan metode radioimmunoassay. Mikroalbuminuria merupakan indikator nefropati diabetik tahap awal.
Protein Bance Jones, merupakan protein patologik yang mempunyai sifat larut pada suhu didih urin. Jika urin didinginkan maka kekeruhan pada uji pemanasan dengan asam asetat akan mulai tampak pada suhu 60 C dan akan semakin keruh bila urin semakin dingin.
Jika urin dipanaskan lagi, maka kekeruhan akibat protein Bence Jones akan menghilang lagi. Protein Bence Jones (+) didapatkan pada 50% penderita mieloma mutipel, tetapi tidak spesifik untuk penyakit ini, karena dapat juga positif pada beberapa penyakit yang lain.
Glukosa merupakan pemeriksaan urin rutin. Dalam keadaan normal, glukosa diekskresi kedalam urin dalam jumlah < 1 gram/24 jam, sehingga hasil tes kualitatif (Benedict) akan memberikan hasil negatif.
Peningkatan glukosa di dalam darah disebut hiperglikemia dan adanya glukosa yang berlebih di dalam urin disebut glukosuria, misalnya pada penderita diabetes melitus.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi, sehingga zat yang berada dalam reagens akan berubah sifat dan warnanya bila direduksi oleh glukosa. Diantara cara yang dapat dipakai adalah cara Benedict, yang menggunakan garam tembaga (CuSO4) sebagai zat yang yang dapat direduksi oleh glukosa.
Selain glukosa, beberapa zat lain didalam urin yang bersifat pereduksi juga dapat memberikan hasil positif, misalnya monosakarida lain (fruktosa, galaktosa, pentosa), disakarida (laktosa), asam homogentisat, formalin (pengawet urin), glukoronat-gluk0ronat, salisilat dosis tinggi, vitamin C, albumin dalam jumlah banyak.
Cara lain adalah dengan menggunakan enzim glukosa-oksidase yang lebih spesifik untuk glukosa tanpa diganggu zat-zat lain. Hasil pemeriksaan reduksi urin secara semikuantitatif dapat dinyatakan seperti dibawah ini :
(-) (negatif) Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-hijauan dan agak keruh
(+) Hijau kekuning-kuningan dan keruh; sesuai dengan kadar glukosa 0,5-1 %
(++) Kuning keruh; sesuai dengan kadar glukosa 1-1,5 %
(+++) Jingga atau warna lumpur keruh; sesuai dengan kadar glukosa 2-3,5 %
(++++) Merah keruh; sesuai dengan kadar glukosa > 3,5 %
Benda-benda keton, yaitu aseton, asam aseto-asetat dan asam β-hidroksi-butirat. Aseton merupakan benda keron yang penting dalam urin dan sangat mudah menguap, sehingga pemeriksaannya harus menggunakan urin yang segar.
Bila urin dibiarkan menjadi asam, maka asam aseto-asetat akan berubah menjadi aseton dan asam β-hidroksi-butirat akan berubah menjadi asam aseto-asetat kemudian berubah lagi menjadi aseton.
Oleh sebab itu, bila digunakan urin yang tidak segar, maka semua benda keton akan menguap, sehingga hasil pemeriksaan akan menjadi negatif.
Untuk mengukur benda keton didalam urin dapat digunakan tes Rothera, yang berdasarkan reaksi antara nitro-prusid dengan aseton atau asam aseto-asetat sehingga terbentuk warna ungu kemerah-merahan.
Urin normal hanya mengandung benda keton dalam jumlah sedikit, sehingga memberikan hasil negatif pada tes Rothera. Bila jumlah benda keton didalam urin menigkat, maka tes Rothera akan posistif (+) dan keadaan ini disebut ketonuria.
Ketonuria dapat dijumpai pada penderita Diabetes Mellitus yang mengalami komplikasi Ketoasidosis Diabetes (KAD), hipertiroidisme dan diet kurang karbohidrat.
Bilirubin, merupakan hasil katobalisme heme didalam sistem retikuloendotelial (RES). Di dalam darah, bilirubin akan terikat pada albumin yang kemudian akan dibawa ke hepar dan albuminnya akan dilepaskan.
Kemudian bilirubin bebas (bilirubin indirek) dengan pertologan enzim glukuronil transferase akan dikonyugasikan dengan asam glukuronat membentuk bilirubin diglukuronida (bilirubin direk).
Kemudian bilirubin diglukuronida akan dikeluarkan ke usus dan oleh bakteri usus akan diubah menjadi urobilinogen. Urubilinogen sebagian akan dieluarkan bersama feses dalam bentuk urobilin, dan sebagian akan kembali ke hepar (siklus enterohepatik) dan diekskresikan oleh hepar ke usus.
Peningkatan kadar bilirubin di dalam darah (> 2,5 mg/dl) disebut hiperbilirubinemia, yang akan menyebabkan warna kuning di kulit dan sklera yang disebut ikterus (jaundice). Peningkatan kadar bilirubin dalam darah akan menyebabkan ekskresi bilirubin di urin juga meningkat, keadaan ini disebut bilirubinuria.
Untuk memeriksa adanya bilirubin didalam urin dapat delakukan dengan tes busa, percobaan Harrison dan tes Gmelin. Hiperbilirubinemia dan bilirubinuria dapat terjadi pada keadaan :
Urobilinogen, merupakan hasil metabolisme bilirubin di usus oleh bakteri-bakteri usus. Urobilinogen akan bereaksi dengan reagens Ehrlich dan membentuk zat warna merah. Untuk pemeriksaan urobilinogen harus digunakan urin segar atau urin berpengawet, karena urobilinogen akan cepat dioksidasi menjadi urobilin.
Urobilin, merupakan hasil oksidasi urobilinogen, sehingga di dalam urin segar, praktis tidak didapatkan urobilin, oleh sebab itu untuk pemeriksaan urobilin pada urin segar, ditambahkan larutan lugol (larutan iodium + kalium iodida) untuk mengoksidadi urubilinogen menjadi urubolin. Untuk memeriksa urubilin di dalam urin digunakan cara Sclesinger.
Porfirin, dalam keadaan normal, akan dipecah secara enzimatis menjadi pigmen empedu. Pada penderita porfiria, terjadi gangguan pada proses enzimatis tersebut sehingga dijumpai porfirin dalam jumlah yang banyak di dalam urin penderita.
Darah samar, diperiksa dengan menggunakan sifat hemoglobin sebagai peroksidase yang akan memecah hidrogen perosida dan mengoksidasi benzidin atau guajac mejadi zat berwarna biru.
Urin normal akan memberikan tes darah samar negatif. Adanya darah di dalam urin disebut hematuria.
Pada fasilitas kesehatan dengan sarana diagnostik yang terbatas, dokter dapat menggunakan carik celup untuk melakukan pemeriksaan kimiawi urin. Meskipun tidak seakurat pemeriksaan kimiawi urin kuantitaif, penggunaan carik celup cukup praktis dan relatif "murah".
Carik celup merupakan secarik plastik kaku yang pada salah satu sisinya dilekati dengan angka 1 sampai 9 kertas isap atau bahan penyerap lainnya yang mengandung reagens-reagen spesifik terhadap salah satu zat yang akan diperika di dalam urin, misalnya protein, glukosa, benda-benda keton, bilirubin, urbilinogen, darah samar dan sebagainya.
Pemakaian carik celup untuk pemeriksaa kimia urin cukup sensitif dan spesifik, tetapi harus mengikuti petunjuk dari perusahaan yang memproduksi carik celup itu.
Beberapa petunjuk umum uji carik celup yang harus diperhatikan :
Beberapa parameter yang bisa dilaporkan pada pemeriksaan mikroskopik urin di antaranya adalah
Memahami proses dan tafsir hasil laboratorium urinalisis bukan hanya penting dalam mengkonfirmasi diagnosis pasien. Kemampuan menafsirkan hasil laboratorium juga akan menghindarkan dari pemeriksaan lanjutan yang mahal dan tidak perlu. Namun, di atas semua itu, ada keselamatan dan kesembuhan pasien yang menjadi tujuan pengabdian kita.
Semoga bermanfaat^^
=
Sponsored Content
Buku Tafsiran Hasil Lab cuma separuh harga EIMED Merah, tapi powerful untuk belajar menafsirkan hasil laboratorium dalam praktek sehari-hari.
Mau pesan? SMS/WA saja ke 085608083342(YAHYA)
Bisa juga Inbox admin, klik tombol onbox di bawah ya
Perubahan Diagnosis Dengue ICD 11
9 May 2020
Rangkuman Webinar PAPDI 30 April 2020
2 May 2020
Bergabung dengan Dokter Post Untuk Karier Anda 🌟