Dokter Post - Optimalkan Diagnosis dan Terapi Vaskulitis di Layanan Primer – Panduan Dokter Umum

Optimalkan Diagnosis dan Terapi Vaskulitis: Panduan Praktis Berbasis Bukti untuk Dokter Umum

17 Jun 2025 • Internal Medicine

Deskripsi

Optimalkan Diagnosis dan Terapi Vaskulitis: Panduan Praktis Berbasis Bukti untuk Dokter Umum

1. Pendahuluan: Memahami Vaskulitis dan Urgensinya di Layanan Primer

Vaskulitis merupakan istilah payung untuk sekelompok penyakit heterogen yang ditandai oleh proses inflamasi dan kerusakan pada dinding pembuluh darah. Proses inflamasi ini dapat mengakibatkan berbagai konsekuensi patologis, termasuk penyempitan (stenosis) lumen pembuluh darah, penyumbatan total (oklusi), pembentukan aneurisma, atau bahkan robeknya (ruptur) dinding pembuluh darah. 

Akibatnya, aliran darah ke jaringan dan organ dapat terganggu, menyebabkan iskemia (kekurangan suplai oksigen) atau perdarahan. Lebih dari 30 jenis vaskulitis telah diidentifikasi, menunjukkan spektrum penyakit yang luas. 

Secara umum, vaskulitis dapat dikategorikan sebagai primer, di mana penyebab peradangan tidak diketahui (idiopatik), atau sekunder, yang timbul sebagai akibat dari kondisi lain seperti infeksi (misalnya, Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, tuberkulosis), keganasan, penyakit autoimun sistemik lainnya (seperti Systemic Lupus Erythematosus/SLE atau Rheumatoid Arthritis/RA), atau paparan obat-obatan tertentu.

Membedakan antara vaskulitis primer dan sekunder merupakan langkah awal yang penting, karena penanganan vaskulitis sekunder seringkali melibatkan pengobatan kondisi yang mendasarinya atau penghentian obat pemicu.

Secara tradisional dan praktis, vaskulitis sering diklasifikasikan berdasarkan ukuran pembuluh darah yang dominan terkena. Pendekatan ini membantu dalam memahami pola klinis penyakit, karena ukuran pembuluh darah yang terlibat seringkali berkorelasi dengan manifestasi organ yang muncul. 

Kategori utamanya meliputi: vaskulitis pembuluh darah besar (contoh: Giant Cell Arteritis/GCA, Takayasu Arteritis/TAK), vaskulitis pembuluh darah sedang (contoh: Polyarteritis Nodosa/PAN, penyakit Kawasaki), dan vaskulitis pembuluh darah kecil (contoh: ANCA-Associated Vasculitis/AAV yang mencakup Granulomatosis with Polyangiitis/GPA, Microscopic Polyangiitis/MPA, Eosinophilic Granulomatosis with Polyangiitis/EGPA; serta vaskulitis kompleks imun seperti IgA Vasculitis/IgAV, sebelumnya dikenal sebagai Henoch-Schönlein Purpura). 

Penting untuk dicatat bahwa sistem klasifikasi vaskulitis terus berkembang seiring dengan pemahaman patofisiologi yang lebih baik, penemuan biomarker seperti ANCA (Anti-Neutrophil Cytoplasmic Antibody), dan kemajuan teknik pencitraan. Sistem klasifikasi seperti kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1990 dan definisi Chapel Hill Consensus Conference (CHCC) 1994 dan 2012 banyak digunakan, namun memiliki keterbatasan dan terkadang tumpang tindih, terutama untuk membedakan antara vaskulitis pembuluh kecil. 

Kriteria ACR awalnya dikembangkan sebelum era ANCA dan pencitraan modern, sehingga kurang sesuai untuk praktik saat ini, dan lebih ditujukan untuk klasifikasi dalam penelitian daripada diagnosis pasien individual. CHCC lebih fokus pada nomenklatur dan definisi. 

Kompleksitas ini menggarisbawahi bahwa meskipun pemahaman dasar klasifikasi berdasarkan ukuran pembuluh darah berguna bagi dokter umum untuk membingkai kecurigaan klinis, penentuan klasifikasi yang tepat seringkali memerlukan evaluasi spesialis.

Meskipun vaskulitis tergolong penyakit langka, dengan insiden keseluruhan diperkirakan sekitar 20 hingga 40 kasus per juta populasi per tahun di Eropa dan Amerika Serikat, dampaknya bisa sangat serius. Penundaan diagnosis dan terapi dapat menyebabkan kerusakan organ yang ireversibel dan bahkan kematian. 

Presentasi klinis vaskulitis sangat bervariasi (protean), mulai dari manifestasi kulit yang terlokalisir dan dapat sembuh sendiri hingga keterlibatan multiorgan yang mengancam jiwa. Variabilitas ini menjadi tantangan diagnostik yang signifikan di layanan primer. 

Oleh karena itu, peran dokter umum sangat krusial dalam memiliki indeks kecurigaan yang tinggi, mengenali tanda dan gejala yang mungkin mengarah ke vaskulitis, melakukan pemeriksaan awal yang tepat, dan yang terpenting, melakukan rujukan tepat waktu ke spesialis. Diagnosis dini adalah kunci untuk memulai terapi agresif pada kasus yang memerlukan, sehingga dapat menginduksi remisi dan meningkatkan prognosis jangka panjang pasien.

2. Mengenali Vaskulitis di Praktik Sehari-hari

Kecurigaan terhadap vaskulitis harus muncul pada pasien yang datang dengan kombinasi gejala sistemik yang tidak dapat dijelaskan dan bukti adanya disfungsi pada satu atau beberapa organ. Gejala konstitusional seperti demam yang tidak diketahui penyebabnya, keringat malam, rasa lelah yang berlebihan (malaise), penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, nyeri sendi (artralgia), dan nyeri otot (mialgia) seringkali menjadi penanda awal adanya proses inflamasi sistemik. 

Meskipun gejala-gejala ini sangat non-spesifik, kehadirannya bersamaan dengan tanda-tanda keterlibatan organ harus meningkatkan kewaspadaan. Pemeriksaan laboratorium awal sering menunjukkan peningkatan penanda inflamasi seperti Laju Endap Darah (LED/ESR) dan C-Reactive Protein (CRP), meskipun ini juga tidak spesifik. Kelainan darah lain seperti anemia normokromik normositik, leukositosis (peningkatan sel darah putih), dan trombositosis (peningkatan trombosit) juga dapat ditemukan.

Manifestasi klinis yang lebih spesifik sangat bergantung pada jenis dan ukuran pembuluh darah yang dominan terkena:

  • Vaskulitis Pembuluh Darah Besar (GCA dan TAK):

  • Giant Cell Arteritis (GCA): Penyakit ini hampir secara eksklusif terjadi pada individu berusia 50 tahun ke atas. Gejala klasik meliputi nyeri kepala onset baru atau perubahan karakteristik nyeri kepala sebelumnya (seringkali di daerah temporal), klaudikasio rahang (nyeri saat mengunyah), nyeri tekan pada kulit kepala, dan gejala konstitusional. Gangguan penglihatan, mulai dari penglihatan kabur sementara (amaurosis fugax), penglihatan ganda (diplopia), hingga kehilangan penglihatan permanen mendadak (akibat neuropati optik iskemik anterior), merupakan komplikasi yang paling ditakuti dan memerlukan penanganan segera. GCA seringkali berkaitan dengan Polymyalgia Rheumatica (PMR), yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan pada bahu dan panggul. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan kelainan pada arteri temporalis (nyeri, bengkak, nodul, denyut melemah atau hilang). Keterlibatan cabang aorta lainnya dapat menyebabkan klaudikasio lengan, perbedaan tekanan darah antara kedua lengan, atau terdengarnya bruit pada auskultasi arteri subklavia atau aksila.


Gambar 1. Kriteria diagnostik GCA dari American College of Rheumatology

ESR: Erythrocyte Sedimentation Rate; TAB: Temporal Artery Biopsy


  • Takayasu Arteritis (TAK): Biasanya menyerang individu yang lebih muda, terutama wanita di bawah usia 40 tahun. Penyakit ini mempengaruhi aorta dan cabang-cabang utamanya, menyebabkan gejala seperti klaudikasio ekstremitas (nyeri saat beraktivitas), gejala iskemia serebral, hilangnya denyut nadi perifer, perbedaan tekanan darah yang signifikan (>10 mmHg) antara kedua lengan, bruit arteri, dan terkadang regurgitasi aorta.

  • Vaskulitis Pembuluh Darah Sedang (PAN dan Penyakit Kawasaki):

  • Polyarteritis Nodosa (PAN): Vaskulitis nekrotikans ini menyerang arteri berukuran sedang dan kecil, seringkali terkait dengan infeksi Hepatitis B. Manifestasi klinis timbul akibat iskemia atau infark pada organ yang terlibat. Gejala umum meliputi nyeri perut hebat (akibat iskemia usus, bisa berujung perdarahan atau perforasi), mononeuritis multipleks (kerusakan beberapa saraf perifer secara asimetris, contoh klasik adalah foot drop atau wrist drop mendadak), lesi kulit (seperti livedo reticularis, nodul subkutan yang nyeri, ulkus, atau nekrosis pada ujung jari), hipertensi (akibat keterlibatan arteri renalis), mialgia, dan artralgia. Keterlibatan ginjal berupa glomerulonefritis tidak khas untuk PAN klasik.

  • Penyakit Kawasaki: Merupakan vaskulitis yang predominan terjadi pada masa kanak-kanak dan jarang ditemukan pada orang dewasa. Komplikasi utamanya adalah pembentukan aneurisma arteri koroner.

  • Vaskulitis Pembuluh Darah Kecil (AAV dan Vaskulitis Kompleks Imun):

  • Kelompok ini seringkali bermanifestasi dengan gejala kulit berupa purpura yang teraba (palpable purpura), terutama di ekstremitas bawah, yang merupakan tanda khas inflamasi venula post-kapiler. Lesi kulit lain seperti ulkus atau nekrosis juga bisa terjadi. Keterlibatan ginjal dalam bentuk glomerulonefritis (ditandai dengan hematuria mikroskopik, proteinuria, dan adanya silinder eritrosit pada sedimen urin) sangat umum pada banyak jenis vaskulitis pembuluh kecil, terutama AAV. Perdarahan alveolar paru (menyebabkan batuk darah/hemoptisis dan sesak napas) juga merupakan manifestasi serius yang sering ditemukan pada AAV. Manifestasi lain yang dapat terjadi meliputi mononeuritis multipleks, peradangan mata (uveitis, skleritis), dan sinusitis kronis.

  • Granulomatosis with Polyangiitis (GPA): Ditandai oleh trias klasik keterlibatan saluran napas atas (sinusitis kronis, hidung tersumbat/berkrusta, mimisan/epistaksis, otitis media, gangguan pendengaran, terkadang deformitas hidung pelana/saddle nose), saluran napas bawah (batuk, sesak, nodul paru, kavitas, perdarahan alveolar), dan ginjal (glomerulonefritis). Keterlibatan mata (proptosis akibat massa granulomatosa retro-orbital) dan saraf juga dapat terjadi. Sebagian besar pasien GPA memiliki ANCA positif, biasanya dengan spesifisitas terhadap Proteinase 3 (PR3-ANCA).

  • Microscopic Polyangiitis (MPA): Mirip dengan GPA dalam hal keterlibatan ginjal (glomerulonefritis hampir selalu ada) dan paru (kapilaritis paru dengan perdarahan alveolar), namun keterlibatan saluran napas atas jauh lebih jarang dan secara histologis tidak ditemukan granuloma. MPA juga dapat menyebabkan fibrosis paru. Mayoritas pasien MPA positif ANCA, umumnya dengan spesifisitas terhadap Myeloperoxidase (MPO-ANCA).

  • Eosinophilic Granulomatosis with Polyangiitis (EGPA): Diagnosis ini harus dicurigai pada pasien dengan riwayat asma (seringkali berat dan onset dewasa), eosinofilia signifikan di darah perifer (>10% atau >1.5 x 10^9/L) dan/atau jaringan, serta manifestasi vaskulitis. Gejala lain yang sering menyertai adalah polip hidung, sinusitis, mononeuritis multipleks, dan infiltrat paru. Sekitar 30-40% pasien EGPA positif ANCA, biasanya MPO-ANCA, terutama jika terdapat keterlibatan ginjal.

  • IgA Vasculitis (IgAV/HSP): Lebih sering pada anak-anak, namun bisa terjadi pada dewasa. Ditandai oleh tetrad klinis: (1) purpura teraba non-trombositopenik (dominan di tungkai bawah dan bokong), (2) artralgia atau artritis (biasanya sendi besar di tungkai), (3) nyeri perut kolik (dapat disertai mual, muntah, perdarahan saluran cerna, atau intususepsi), dan (4) keterlibatan ginjal (hematuria dan/atau proteinuria). IgAV tidak berhubungan dengan ANCA.

Mengingat potensi bahaya vaskulitis yang tidak terdiagnosis, penting bagi dokter umum untuk mengenali tanda-tanda bahaya (red flags) yang mengindikasikan kemungkinan tinggi vaskulitis dan memerlukan evaluasi atau rujukan segera.

Tabel 1: Red Flags Vaskulitis untuk Dokter Umum

Red Flag (Tanda Bahaya)

Kemungkinan Tipe Vaskulitis Terkait

Tindakan Segera yang Disarankan

Purpura Teraba (Palpable Purpura)

Vaskulitis Pembuluh Kecil (AAV, IgAV, Cryoglobulinemia, dll.)

Urinalisis, Fungsi Ginjal, Tes ANCA (jika curiga AAV), Skrining Hep C/Cryo, Rujuk Spesialis

Sindrom Paru-Ginjal (Hemoptisis/Infiltrat + Hematuria/RPGN)

AAV (GPA, MPA), Penyakit Anti-GBM

Urinalisis, Fungsi Ginjal, Foto/CT Thorax, Tes ANCA, Tes Anti-GBM, Rujuk CITO Spesialis

Mononeuritis Multipleks (misal, Foot/Wrist Drop Akut)

Vaskulitis Sistemik (PAN, AAV)

Pemeriksaan Neurologis Lengkap, Tes ANCA, EMG/NCS (jika memungkinkan), Rujuk Spesialis

Sinusitis Inflamasi Kronis (terutama dengan gejala sistemik)

AAV (terutama GPA)

Tes ANCA, Pertimbangkan CT Sinus, Rujuk Spesialis (THT & Reumatologi)

Iskemia Tak Terjelaskan (Stroke/TIA usia muda, Infark organ)

Vaskulitis Sistemik (PAN, TAK, GCA, Vaskulitis SSP Primer)

Evaluasi Kardiovaskular Lengkap, Pencitraan Vaskular (sesuai indikasi), Rujuk Spesialis

Usia >50 thn + Nyeri Kepala Baru/Berubah + Gangguan Penglihatan

Giant Cell Arteritis (GCA)

Mulai Kortikosteroid Dosis Tinggi SEGERA, Cek ESR/CRP, Rujuk CITO Spesialis (Reum/Ofta)

Usia >50 thn + Klaudikasio Rahang

Giant Cell Arteritis (GCA)

Cek ESR/CRP, Pertimbangkan Steroid, Rujuk Cepat Spesialis

Demam Tak Terjelaskan + Gejala Sistemik + Disfungsi Multiorgan

Berbagai Vaskulitis Sistemik, Infeksi (mimic!), Keganasan (mimic!)

Skrining Infeksi Luas (kultur!), Urinalisis, Fungsi Ginjal/Hati, Rontgen Thorax, Rujuk Spesialis

Singkatan: AAV=ANCA-Associated Vasculitis; IgAV=IgA Vasculitis; Cryo=Cryoglobulinemia; GPA=Granulomatosis with Polyangiitis; MPA=Microscopic Polyangiitis; Anti-GBM=Anti-Glomerular Basement Membrane; RPGN=Rapidly Progressive Glomerulonephritis; PAN=Polyarteritis Nodosa; TAK=Takayasu Arteritis; GCA=Giant Cell Arteritis; SSP=Susunan Saraf Pusat; EMG/NCS=Electromyography/Nerve Conduction Studies; CITO=Sangat Segera.

3. Langkah Awal Diagnosis dan Terapi Vaskulitis di Layanan Primer

Proses diagnosis dan terapi vaskulitis dimulai dengan pendekatan klinis yang sistematis di layanan primer. Mengingat heterogenitas penyakit dan potensi tumpang tindih gejala dengan kondisi lain, langkah awal yang cermat sangat penting.

Anamnesis Mendalam: Penggalian riwayat penyakit yang teliti adalah fondasi diagnosis. Fokuskan pada:

  • Gejala Saat Ini: Tanyakan detail mengenai onset, durasi, lokasi, dan karakteristik gejala sistemik (demam, penurunan BB, kelelahan, keringat malam, nyeri sendi/otot) serta gejala spesifik organ (kulit, THT, mata, paru, ginjal, saraf, saluran cerna). Tanyakan riwayat gejala sebelumnya yang mungkin tampak tidak berhubungan namun bisa jadi merupakan bagian dari pola penyakit.

  • Riwayat Penyakit Dahulu: Gali riwayat infeksi kronis (Hepatitis B/C, HIV, TB), penyakit autoimun lain, atau keganasan.

  • Riwayat Pengobatan: Catat semua obat yang sedang atau pernah dikonsumsi, termasuk obat bebas, suplemen, dan obat rekreasional. Obat-obatan tertentu (misalnya hydralazine, propylthiouracil, minocycline, beberapa antibiotik) dapat menginduksi vaskulitis, seringkali ANCA-associated vasculitis. Vaskulitis akibat obat biasanya membaik setelah obat dihentikan.

  • Riwayat Lain: Tanyakan riwayat paparan lingkungan (misalnya debu silika pada pekerja tambang/konstruksi yang berisiko AAV), riwayat merokok, dan riwayat penyakit serupa dalam keluarga.

Pemeriksaan Fisik Komprehensif: Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dari kepala hingga kaki untuk mencari tanda-tanda keterlibatan organ:

  • Tanda Vital: Ukur suhu, nadi, laju napas, dan tekanan darah di kedua lengan (perbedaan signifikan >10-15 mmHg dapat mengindikasikan vaskulitis pembuluh besar seperti TAK atau GCA).

  • Kulit: Inspeksi adanya purpura teraba (ciri khas vaskulitis pembuluh kecil), livedo reticularis, nodul subkutan, ulkus, urtikaria vaskulitis, atau nekrosis digital.

  • Kepala dan Leher: Periksa mata (kemerahan/skleritis, uveitis, pemeriksaan funduskopi untuk tanda iskemia atau edema papil), THT (krusta hidung, perforasi septum, deformitas hidung pelana, tanda otitis/sinusitis), palpasi arteri temporalis (nyeri tekan, pembengkakan, nodul, denyut melemah/hilang pada GCA ), auskultasi bruit karotis atau subklavia.

  • Dada: Auskultasi paru (mencari ronki, wheezing, tanda efusi pleura) dan jantung (mencari bising baru atau tanda gagal jantung).

  • Abdomen: Palpasi untuk nyeri tekan, massa, atau organomegali; auskultasi bruit abdominal.

  • Ekstremitas: Periksa adanya edema, artritis, palpasi denyut nadi perifer (melemah atau hilang pada vaskulitis pembuluh besar/sedang), auskultasi bruit femoral atau brakialis.

  • Neurologis: Lakukan pemeriksaan status mental, saraf kranial, dan pemeriksaan motorik serta sensorik perifer yang teliti untuk mendeteksi tanda-tanda mononeuritis multipleks atau polineuropati.

Pemeriksaan Laboratorium Awal: Pemeriksaan penunjang awal bertujuan untuk menilai adanya inflamasi sistemik, keterlibatan organ, dan mencari petunjuk diagnosis spesifik :

  • Pemeriksaan Dasar: Darah perifer lengkap dengan hitung jenis (cari anemia, leukositosis/neutrofilia, trombositosis; eosinofilia >10% curiga EGPA), LED dan CRP (biasanya meningkat, berguna untuk memantau aktivitas penyakit), fungsi ginjal (ureum, kreatinin, eGFR), dan fungsi hati.

  • Urinalisis dengan Mikroskopi Sedimen: Ini adalah pemeriksaan wajib pada setiap pasien dengan kecurigaan vaskulitis sistemik. Cari adanya hematuria (terutama dismorfik), proteinuria, dan silinder eritrosit yang mengindikasikan glomerulonefritis.

  • Tes ANCA: Sangat penting jika mencurigai AAV (GPA, MPA, EGPA). Idealnya, minta pemeriksaan indirect immunofluorescence (IIF) untuk pola c-ANCA (sitoplasmik) atau p-ANCA (perinuklear) dan tes ELISA spesifik untuk antibodi terhadap PR3 dan MPO. c-ANCA/PR3-ANCA sangat berhubungan dengan GPA, sedangkan p-ANCA/MPO-ANCA lebih sering pada MPA dan EGPA dengan glomerulonefritis. Perlu diingat, ANCA bisa positif pada kondisi lain (infeksi, SLE) dan sekitar 10-20% pasien AAV bisa ANCA-negatif.

  • Skrining Penyebab Sekunder: Tes serologi Hepatitis B dan C, serta HIV harus dipertimbangkan, terutama jika ada faktor risiko atau gambaran klinis yang sesuai (misal, PAN sering terkait Hep B). Kultur darah jika ada demam atau tanda sepsis.

  • Pemeriksaan Tambahan (sesuai indikasi): Kreatin kinase (CK) jika ada mialgia atau kelemahan otot, EKG dan ekokardiografi jika ada kecurigaan keterlibatan jantung atau untuk menyingkirkan endokarditis (mimic vaskulitis), foto toraks pada semua pasien , pemeriksaan krioglobulin dan kadar komplemen (C3, C4) jika curiga vaskulitis krioglobulinemik atau terkait SLE.

Menyingkirkan Mimics dan Penyebab Sekunder: Ini adalah langkah kritis yang tidak boleh terlewatkan sebelum memberikan diagnosis vaskulitis primer dan memulai terapi imunosupresif. Konsekuensi memberikan imunosupresan pada pasien dengan infeksi yang tidak terdiagnosis bisa fatal. Mimics vaskulitis sangat beragam, meliputi:

  • Infeksi: Endokarditis bakterial subakut, sepsis, infeksi jamur atau mikobakterium diseminata, sifilis, penyakit rickettsia, HIV.

  • Keganasan: Limfoma, leukemia, sindrom paraneoplastik, atrial myxoma (dapat menyebabkan emboli).

  • Penyakit Tromboemboli: Sindrom antifosfolipid, emboli kolesterol, Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP).

  • Penyakit Jaringan Ikat Lain: SLE, RA, Skleroderma.

  • Kondisi Lain: Fibromuscular dysplasia, amyloidosis, efek toksik obat (misalnya kokain), vasospasme (misalnya ergotisme). Penyebab sekunder vaskulitis (infeksi, obat, keganasan, penyakit autoimun lain) juga harus disingkirkan karena penanganannya berbeda.

Proses diagnosis vaskulitis seringkali kompleks dan bukan berdasarkan satu temuan tunggal. Ini melibatkan pengumpulan bukti secara hati-hati dari anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan seringkali pencitraan atau biopsi. Tidak ada satu tes 'gold standard' untuk sebagian besar jenis vaskulitis. 

Oleh karena itu, peran dokter umum adalah mengumpulkan data awal secara sistematis, mempertahankan indeks kecurigaan yang tinggi, melakukan skrining awal untuk menyingkirkan mimics yang paling umum dan berbahaya (terutama infeksi dan efek obat), serta merujuk pasien ke spesialis ketika pola klinis dan hasil pemeriksaan awal konsisten dengan kemungkinan vaskulitis.

Peran Pencitraan dan Biopsi: Meskipun sering dilakukan di tingkat spesialis, dokter umum perlu mengetahui peran pemeriksaan ini. Pencitraan seperti USG Doppler (terutama untuk arteri temporalis pada GCA), CT Angiography, MR Angiography, atau PET scan dapat membantu mengidentifikasi keterlibatan pembuluh darah (terutama pembuluh besar atau organ dalam) dan menilai luasnya penyakit. Biopsi dari jaringan yang terkena (kulit, ginjal, saraf suralis, paru, atau arteri temporalis untuk GCA) seringkali menjadi kunci konfirmasi diagnosis histopatologis. Namun, biopsi tidak selalu positif (misalnya karena keterlibatan segmental pada GCA atau kesalahan sampling) dan tidak boleh menunda terapi pada kondisi yang mengancam jiwa atau organ.

Gambar 2. Representasi skematik kulit, tipe pembuluh darah yang ditemukan pada lapisan dermis, diameter pembuluh darah dan Lokasi utama sindrom vaskulitis serta kedalaman biopsi yang cukup untuk menunjukkan lokasi penyakit pada lapisan kulit

Kapan Merujuk ke Spesialis: Rujukan ke spesialis (biasanya Reumatologi, Nefrologi, Pulmonologi, Neurologi, atau Oftalmologi, tergantung organ dominan yang terlibat) harus dilakukan segera jika:

  • Terdapat satu atau lebih red flags vaskulitis (lihat Tabel 1).

  • Kecurigaan klinis vaskulitis sistemik tinggi berdasarkan kombinasi gejala sistemik dan keterlibatan organ, meskipun tanpa red flags yang jelas.

  • Hasil pemeriksaan laboratorium awal sangat sugestif (misalnya, urinalisis menunjukkan glomerulonefritis aktif, fungsi ginjal memburuk cepat, ANCA positif dengan titer tinggi).

  • Diperlukan konfirmasi diagnosis lebih lanjut (misalnya, biopsi atau pencitraan vaskular lanjutan).

  • Diperlukan inisiasi dan manajemen terapi imunosupresif. Kolaborasi erat antara dokter umum dan spesialis sangat penting untuk tatalaksana jangka panjang.

Gambar 3. Bagan diagnosis sindrom vasculitis

4. Prinsip Dasar dan Pilihan Terapi Vaskulitis

Tujuan utama terapi vaskulitis adalah untuk mengendalikan peradangan pembuluh darah secepat mungkin (induksi remisi) guna mencegah kerusakan organ permanen, diikuti dengan mempertahankan kondisi remisi tersebut dalam jangka panjang (pemeliharaan remisi) sambil meminimalkan efek samping pengobatan. Manajemen vaskulitis adalah proses jangka panjang yang seringkali memerlukan pendekatan tim multidisiplin.

Prinsip Umum Terapi: Prinsip fundamental dalam tatalaksana vaskulitis adalah menyesuaikan intensitas terapi dengan tingkat keparahan penyakit. Vaskulitis yang terbatas pada kulit dan ringan mungkin hanya memerlukan observasi, penghentian obat pemicu (jika ada), atau terapi simtomatik. Sebaliknya, vaskulitis sistemik yang mengancam jiwa atau fungsi organ vital (seperti keterlibatan ginjal berat, paru, jantung, atau sistem saraf pusat) memerlukan terapi imunosupresif yang agresif dan segera. Terapi lini pertama untuk sebagian besar vaskulitis sistemik aktif adalah kortikosteroid dosis tinggi, seringkali dikombinasikan dengan obat imunosupresan lainnya, terutama pada kasus yang berat. Pada vaskulitis sekunder, penanganan kondisi yang mendasarinya (misalnya, terapi antivirus untuk Hepatitis B pada PAN, antibiotik untuk endokarditis) adalah kunci.

Kortikosteroid: Peran Sentral dan Prinsip Dosis Obat Vaskulitis

Kortikosteroid (GC), seperti prednison atau metilprednisolon, tetap menjadi landasan (cornerstone) dalam pengobatan hampir semua jenis vaskulitis sistemik, terutama pada fase induksi remisi karena efek anti-inflamasinya yang kuat dan cepat. Pemahaman mengenai prinsip dosis obat vaskulitis, khususnya kortikosteroid, sangat penting.

  • Dosis Awal (Induksi): Untuk penyakit aktif yang signifikan, dosis awal biasanya tinggi. Rekomendasi umum untuk AAV atau GCA adalah prednison oral (atau ekuivalen) 1 mg/kg berat badan per hari, seringkali dengan dosis maksimal 60-80 mg per hari. Pada kondisi yang sangat mengancam jiwa atau organ (misalnya, rapidly progressive glomerulonephritis (RPGN) pada AAV, perdarahan alveolar masif, atau ancaman kebutaan akut pada GCA), pemberian metilprednisolon intravena dosis tinggi (terapi pulse) seringkali dipertimbangkan di awal (misalnya, 500-1000 mg per hari selama 1-3 hari) sebelum beralih ke prednison oral. Keputusan dosis awal ini biasanya dibuat oleh spesialis.

  • Tapering Dosis (Penurunan Dosis Bertahap): Penggunaan kortikosteroid dosis tinggi tidak dimaksudkan untuk jangka panjang karena risiko efek samping yang signifikan. Setelah aktivitas penyakit terkontrol (biasanya dalam beberapa minggu), dosis kortikosteroid harus diturunkan secara bertahap (tapering). Tujuan tapering adalah mencapai dosis serendah mungkin yang masih dapat mengontrol penyakit (seringkali target ≤5-7.5 mg prednison per hari) atau bahkan menghentikannya sama sekali, sambil meminimalkan risiko kekambuhan. Terdapat pergeseran paradigma dalam beberapa tahun terakhir menuju regimen tapering yang lebih cepat dan dosis kumulatif GC yang lebih rendah, didukung oleh bukti dari studi seperti PEXIVAS dan rekomendasi EULAR terbaru untuk AAV. Regimen ini terbukti sama efektifnya dalam menginduksi remisi namun dengan risiko infeksi serius yang lebih rendah dibandingkan regimen standar sebelumnya. Target umum adalah mencapai dosis prednison sekitar 5 mg per hari dalam 4-5 bulan pertama. Tapering yang terlalu lambat atau tertunda tanpa alasan klinis yang jelas harus dihindari karena meningkatkan paparan GC dan risiko toksisitas.

  • Toksisitas Kortikosteroid: Dokter umum berperan penting dalam memantau dan mengelola efek samping kortikosteroid jangka panjang, yang meliputi peningkatan risiko infeksi (termasuk infeksi oportunistik seperti Pneumocystis jirovecii pneumonia/PJP), hiperglikemia atau diabetes mellitus, hipertensi, penambahan berat badan, osteoporosis dan fraktur, katarak, glaukoma, gangguan mood, penipisan kulit, dan supresi adrenal. Tindakan pencegahan seperti profilaksis PJP (seringkali dengan trimethoprim-sulfamethoxazole/TMP-SMX), suplementasi kalsium dan vitamin D, penggunaan proton pump inhibitor (PPI) jika ada risiko gastrointestinal, serta pemantauan tekanan darah, gula darah, dan kepadatan tulang seringkali diperlukan.

Tabel 2: Prinsip Dosis Kortikosteroid Awal dan Tapering pada Vaskulitis (Contoh AAV/GCA)

Fase Terapi

Contoh Dosis Prednison Oral (atau ekuivalen)

Pertimbangan Penting

Induksi Penyakit Berat

1 mg/kg/hari (maks 60-80 mg/hari). Pertimbangkan pulse Metilprednisolon IV 500-1000 mg/hari x 1-3 hari di awal.

Dosis tinggi diperlukan untuk kontrol cepat. Dimulai oleh spesialis.

Induksi Penyakit Non-Berat

0.5 - 1 mg/kg/hari (misal, 40-60 mg/hari).

Dosis disesuaikan dengan keparahan.

Tapering Awal (Bulan 1-6)

Turunkan dosis secara bertahap. Target ≤5 mg/hari dalam 4-5 bulan (mengikuti regimen PEXIVAS/EULAR yang direduksi).

Tapering lebih cepat lebih diutamakan untuk mengurangi toksisitas. Pantau respons klinis & marker inflamasi.

Tapering Lanjut/Pemeliharaan

Lanjutkan penurunan dosis perlahan menuju dosis terendah yang efektif (sering ≤5 mg/hari) atau penghentian.

Risiko relaps meningkat pada dosis rendah. Sering dikombinasikan dengan agen steroid-sparing. Durasi total bervariasi (sering >1-2 tahun).

Semua Fase

-

Waspadai, pantau, cegah, dan tangani efek samping GC. Individualisasi regimen berdasarkan respons & toleransi pasien. Jangan tunda tapering tanpa alasan.

Catatan: Tabel ini menyajikan prinsip umum dan contoh; dosis dan jadwal tapering spesifik harus ditentukan oleh spesialis berdasarkan jenis vaskulitis, keparahan, respons pasien, dan pedoman terbaru.

Obat Imunosupresan Lainnya: Obat-obat ini sering digunakan bersama kortikosteroid, terutama pada penyakit berat, untuk membantu mencapai remisi, memungkinkan penurunan dosis steroid lebih cepat (steroid-sparing effect), dan/atau untuk mempertahankan remisi jangka panjang:

  • Siklofosfamid (Cyclophosphamide/CYC): Agen alkilasi poten yang sangat efektif untuk induksi remisi pada AAV berat (GPA/MPA dengan keterlibatan organ vital). Pemberian bisa secara oral harian atau pulsasi intravena (IV). Regimen IV (misalnya, protokol CYCLOPS) cenderung memiliki dosis kumulatif lebih rendah dan risiko toksisitas kandung kemih lebih kecil. Namun, CYC memiliki profil toksisitas yang signifikan, termasuk penekanan sumsum tulang (myelosuppression), peningkatan risiko infeksi, infertilitas (terutama dengan dosis kumulatif tinggi), dan peningkatan risiko keganasan jangka panjang. Penggunaannya biasanya terbatas pada fase induksi (3-6 bulan).

  • Rituximab (RTX): Antibodi monoklonal kimerik yang menargetkan protein CD20 pada permukaan sel B. Terbukti sama efektifnya dengan CYC untuk induksi remisi AAV berat (GPA/MPA) dan kini menjadi pilihan lini pertama alternatif, terutama pada pasien dengan risiko infertilitas atau toksisitas CYC lainnya, atau pada kasus relaps. RTX juga merupakan terapi pilihan utama untuk pemeliharaan remisi GPA/MPA, terbukti lebih unggul daripada azatioprin dalam mencegah relaps. Efek samping meliputi reaksi infus, penurunan kadar imunoglobulin (hipogamaglobulinemia) yang dapat meningkatkan risiko infeksi, reaktivasi Hepatitis B (skrining wajib sebelum terapi), dan risiko sangat jarang Progressive Multifocal Leukoencephalopathy (PML).

  • Metotreksat (Methotrexate/MTX): Antimetabolit yang dapat digunakan untuk induksi remisi pada AAV yang tidak berat (tanpa ancaman organ/jiwa) atau sebagai terapi pemeliharaan alternatif. MTX juga merupakan agen steroid-sparing yang umum digunakan pada GCA dan TAK. Penggunaannya memerlukan pemantauan fungsi hati, ginjal, dan hitung darah, serta suplementasi asam folat. Kontraindikasi pada gangguan ginjal berat dan kehamilan.

  • Azatioprin (Azathioprine/AZA): Analog purin yang terutama digunakan sebagai terapi pemeliharaan remisi AAV (alternatif untuk RTX atau setelah induksi dengan CYC) atau sebagai agen steroid-sparing pada berbagai jenis vaskulitis. Memerlukan pemantauan hitung darah dan fungsi hati. Aktivitas enzim thiopurine methyltransferase (TPMT) dapat diperiksa sebelum memulai terapi untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi myelosuppression.

  • Agen Biologis Lain & Molekul Kecil: Kemajuan terapi telah menghadirkan pilihan baru:

  • Mepolizumab (antibodi anti-IL-5) efektif untuk EGPA, terutama yang relaps atau refrakter.

  • Tocilizumab (antibodi anti-IL-6 receptor) efektif sebagai agen steroid-sparing utama pada GCA.

  • Avacopan (inhibitor reseptor C5a) merupakan opsi baru yang memungkinkan pengurangan atau penghentian kortikosteroid secara signifikan lebih awal pada fase induksi AAV (GPA/MPA).

  • Mycophenolate Mofetil (MMF) dapat menjadi alternatif untuk induksi atau pemeliharaan AAV pada pasien tertentu.

Perkembangan pesat dalam pilihan terapi ini mencerminkan pergeseran paradigma menuju pengobatan yang lebih bertarget dan upaya berkelanjutan untuk meminimalkan toksisitas, terutama dari kortikosteroid. Uji klinis besar telah membuktikan efikasi dan keamanan alternatif yang lebih baru atau strategi pengurangan dosis. 

Fokus pengobatan tidak hanya pada kelangsungan hidup akut tetapi juga pada kualitas hidup jangka panjang dan pencegahan komplikasi terkait penyakit dan pengobatannya, seperti penyakit kardiovaskular, infeksi, dan kerusakan organ kronis. Dokter umum perlu menyadari bahwa pasien yang dirujuk mungkin menerima terapi yang lebih baru atau regimen steroid yang berbeda dari protokol lama.

Terapi Adjuvan Lainnya: Selain imunosupresan, terapi lain mungkin diperlukan:

  • Plasma Exchange (PLEX / Plasmaferesis): Prosedur untuk menghilangkan autoantibodi dan mediator inflamasi dari darah. Penggunaannya kontroversial, tetapi dapat dipertimbangkan pada kasus AAV dengan keterlibatan ginjal sangat berat (kreatinin >500 µmol/L atau memerlukan dialisis) atau perdarahan alveolar difus yang mengancam jiwa. Studi PEXIVAS tidak menunjukkan manfaat signifikan pada endpoint gabungan kematian atau penyakit ginjal tahap akhir (ESKD), tetapi analisis meta menunjukkan potensi pengurangan risiko ESKD pada 12 bulan pada pasien dengan kreatinin awal tinggi. Rekomendasi penggunaannya bervariasi antar pedoman.

  • Terapi Suportif: Manajemen komorbiditas seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia; pencegahan dan pengobatan infeksi; profilaksis osteoporosis; dukungan nutrisi; dan manajemen nyeri sangat penting. Untuk vaskulitis kulit, tindakan suportif seperti istirahat, elevasi tungkai, dan kompres dapat membantu. Obat seperti colchicine atau dapsone dapat digunakan untuk beberapa jenis vaskulitis kulit. NSAID dapat digunakan untuk artralgia jika fungsi ginjal normal.

5. Kesimpulan dan Poin Kunci untuk Dokter Umum

Vaskulitis merupakan kelompok penyakit inflamasi pembuluh darah yang, meskipun relatif jarang, memiliki potensi konsekuensi serius jika tidak dikenali dan ditangani secara tepat waktu. Presentasi klinisnya yang sangat beragam, mulai dari gejala ringan hingga kondisi multiorgan yang mengancam jiwa, menjadikannya tantangan diagnostik di layanan primer.

Ringkasan Penting:

  • Dokter umum memegang peranan krusial dalam rantai diagnosis dan penanganan vaskulitis. Diperlukan indeks kecurigaan yang tinggi, terutama ketika menghadapi pasien dengan kombinasi gejala sistemik (demam, penurunan berat badan, malaise) dan bukti disfungsi organ yang tidak dapat dijelaskan, atau jika terdapat tanda bahaya (red flags) spesifik.

  • Pendekatan diagnostik awal harus sistematis, meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, serta pemeriksaan laboratorium dasar. Urinalisis dengan mikroskopi sedimen adalah pemeriksaan skrining esensial yang tidak boleh terlewatkan pada setiap kecurigaan vaskulitis sistemik.

  • Langkah kritis dalam proses diagnosis adalah secara aktif menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyerupai vaskulitis (mimics), terutama infeksi dan efek samping obat, sebelum mempertimbangkan diagnosis vaskulitis primer.

  • Rujukan cepat dan tepat ke spesialis sangat penting untuk konfirmasi diagnosis (yang seringkali memerlukan pemeriksaan lanjutan seperti biopsi atau pencitraan vaskular) dan untuk memulai terapi vaskulitis yang sesuai. Penundaan dapat berakibat fatal atau menyebabkan kecacatan permanen.

  • Prinsip dasar dosis obat vaskulitis, terutama penggunaan kortikosteroid dosis tinggi di awal diikuti dengan tapering bertahap, perlu dipahami. Tren terkini mengarah pada penggunaan regimen kortikosteroid yang lebih hemat (steroid-sparing) dan penggunaan agen biologis yang lebih bertarget untuk meningkatkan efikasi dan meminimalkan toksisitas jangka panjang.

Pesan Kunci untuk Praktik Sehari-hari:

  1. Curigai Vaskulitis: Jangan ragu memasukkan vaskulitis dalam diagnosis banding pada kasus-kasus kompleks, atipikal, atau melibatkan multiorgan.

  2. Periksa Urin: Lakukan urinalisis pada semua pasien dengan gejala sistemik yang tidak jelas atau tanda-tanda spesifik vaskulitis.

  3. Kenali Tanda Bahaya: Waspadai red flags seperti purpura teraba, sindrom paru-ginjal, mononeuritis multipleks, atau gejala GCA pada usia lanjut.

  4. Singkirkan Mimics: Prioritaskan eksklusi infeksi sebelum mempertimbangkan imunosupresi.

  5. Rujuk Tepat Waktu: Jangan menunda rujukan jika kecurigaan vaskulitis tinggi.

  6. Pahami Prinsip Terapi: Ketahui peran sentral kortikosteroid dan pentingnya tapering, serta perkembangan terapi baru yang mungkin diterima pasien Anda.

  7. Kolaborasi: Jalin komunikasi yang baik dengan spesialis untuk perawatan jangka panjang pasien.

Prognosis: Dengan kemajuan dalam diagnosis dan terapi, terutama dengan pengenalan agen biologis dan strategi minimalisasi steroid, prognosis untuk banyak jenis vaskulitis telah membaik secara signifikan dibandingkan beberapa dekade lalu. Namun, vaskulitis tetap merupakan penyakit kronis yang seringkali membutuhkan terapi jangka panjang. Morbiditas akibat kerusakan organ yang terjadi sebelum diagnosis, potensi relaps penyakit, serta efek samping kumulatif dari pengobatan imunosupresif tetap menjadi tantangan signifikan dalam manajemen jangka panjang pasien vaskulitis. Pemantauan berkelanjutan dan manajemen proaktif terhadap komplikasi penyakit dan pengobatan sangat penting untuk mengoptimalkan luaran pasien.

Referensi

  1. [Vasculitis syndrome--clinical classification and diagnostic approaches] - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/7933571

  2. Vasculitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545186/

  3. Vasculitis: diagnosis and therapy - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/8604726/

  4. Vasculitis syndrome—diagnosis and therapy - PMC - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5689388/

  5. Vasculitis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31424770/

  6. Vasculitis: mechanisms involved and clinical manifestations - PMC - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2072881/

  7. Diagnostic approach to patients with suspected vasculitis - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2585712/

  8. [Classification and therapy of vasculitis according to recommendations of the European League Against Rheumatism (EULAR)] - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20717646/

  9. Introduction, epidemiology and classification of vasculitis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30526896/

  10. Vasculitis update: pathogenesis and biomarkers - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28785984/

  11. The last classification of vasculitis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18172778/

  12. Classification and epidemiology of the vasculitides - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9220075/

  13. Classification of vasculitis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/8296605/

  14. Classification and classification criteria for vasculitis: achievements, limitations and prospects - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25415531/

  15. Challenges of diagnosis and management of giant cell arteritis in general practice: a multimethods study - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5829930/

  16. [Diagnostics and treatment of ANCA-associated vasculitis] - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26471022/

  17. Does this patient have vasculitis? - PMC - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5873754/

  18. Giant cell arteritis: early diagnosis is key - PMC - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6340646/

  19. Pathophysiology and Principles of Management of Vasculitides and ..., diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534271/

  20. The Diagnosis and Treatment of Giant Cell Arteritis - PMC - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3679627/

  21. Giant Cell Arteritis (Temporal Arteritis) - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459376/

  22. Update on vasculitis: an overview and dermatological clues for clinical and histopathological diagnosis – part I - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7253914/

  23. Granulomatosis With Polyangiitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557827/

  24. Vasculitis update: pathogenesis and biomarkers - PMC - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5769819/

  25. ANCA associated vasculitis - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7179255/

  26. ANCA-associated vasculitis - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6297586/

  27. ANCA-Associated Vasculitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554372/

  28. Eosinophilic Granulomatosis With Polyangiitis (Churg-Strauss Syndrome) - NCBI, diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/books/NBK537099/

  29. IgA Vasculitis (Henoch-Schönlein Purpura) - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537252/

  30. IgA Vasculitis - NIDDK - National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, diakses April 23, 2025, https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/iga-vasculitis

  31. Vasculitis: A Checklist to Approach and Treatment Update for Dermatologists - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6859757/

  32. ANCA-associated vasculitis: overview and practical issues of diagnosis and therapy from a European perspective - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10715796/

  33. Diagnosing and treating ANCA-associated vasculitis: an updated review for clinical practice, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36315063/

  34. Pathophysiology and therapy of systemic vasculitides - PMC - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7355154/

  35. Pathophysiology and therapy of systemic vasculitides - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32665772/

  36. Diagnosis of giant cell arteritis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32348512/

  37. 2021 American College of Rheumatology/Vasculitis Foundation Guideline for the Management of Giant Cell Arteritis and Takayasu Arteritis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34235884/

  38. Cerebral vasculitis in adults: what are the steps in order to establish the diagnosis? Red flags and pitfalls - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24117125/

  39. Clinical pathways for patients with giant cell arteritis during the COVID-19 pandemic: an international perspective, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7834492/

  40. Overview of the Pathogenesis of ANCA-Associated Vasculitis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27536680/

  41. Evidence-Based Guideline for the diagnosis and management of eosinophilic granulomatosis with polyangiitis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/37161084/

  42. Treatment of cutaneous vasculitis - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9716566/

  43. EULAR recommendations for the management of ANCA-associated vasculitis: 2022 update - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36927642/

  44. Primary Care Vasculitis: Polymyalgia Rheumatica and Giant Cell Arteritis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29759126/

  45. ANCA-associated vasculitis—treatment standard - PMC - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11210069/

  46. Primary Central Nervous System Vasculitis - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 23, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482476/

  47. Reducing the Toxicity of Long-Term Glucocorticoid Treatment in Large Vessel Vasculitis, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7550368/

  48. Glucocorticoid Therapy in ANCA Vasculitis: Using the Glucocorticoid Toxicity Index as an Outcome Measure - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8791372/

  49. Advances and challenges in management of large vessel vasculitis - PMC, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10729599/

  50. Plasma exchange and glucocorticoid dosing for patients with ANCA-associated vasculitis: a clinical practice guideline - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35217581/

  51. An Initiative to Improve Timely Glucocorticoid Tapering in Vasculitis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33938498/

  52. 2021 American College of Rheumatology/Vasculitis Foundation Guideline for the Management of Antineutrophil Cytoplasmic Antibody-Associated Vasculitis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34235880/

  53. Comparisons of Guidelines and Recommendations on Managing Antineutrophil Cytoplasmic Antibody–Associated Vasculitis - PMC - PubMed Central, diakses April 23, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6127414/

  54. 2018 Update of the EULAR recommendations for the management of large vessel vasculitis, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31270110/

  55. Diagnosis and management of ANCA-associated vasculitis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38368016/

  56. Vasculitis - PubMed, diakses April 23, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19932919/