Obat Batuk dan Nyeri Dada Iskemik: Mengungkap Mitos vs Fakta Kesehatan untuk Praktik Klinis

19 May 2025 • Kardiologi

Deskripsi

Obat Batuk dan Nyeri Dada Iskemik: Mengungkap Mitos vs Fakta Kesehatan untuk Praktik Klinis

Pendahuluan: Dilema Dokter Umum

Seorang pasien dengan riwayat Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau faktor risiko yang signifikan datang ke praktik dokter umum (DU) dengan keluhan batuk, seringkali menyertai infeksi saluran napas atas (ISPA). Keluhan nyeri dada merupakan salah satu alasan tersering kunjungan ke unit gawat darurat dan praktik primer. 

Bagi dokter umum, situasi ini menghadirkan dilema: bagaimana memberikan peredaan gejala batuk yang efektif tanpa memperburuk kondisi kardiovaskular yang mendasarinya? Tantangan ini diperumit oleh tumpang tindih gejala—batuk itu sendiri dapat memicu atau memperburuk nyeri dada non-iskemik, sementara nyeri dada bisa menjadi manifestasi dari kondisi jantung yang serius atau kondisi lain seperti penyakit paru atau gastrointestinal. Diagnosis banding yang cermat menjadi krusial.

Nyeri dada iskemik, atau angina pektoris, adalah gejala klinis utama dari iskemia miokardium, yang paling sering disebabkan oleh PJK. Secara patofisiologis, angina mencerminkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardium. Penyebab umum adalah aterosklerosis koroner yang menyebabkan stenosis, namun iskemia juga dapat terjadi tanpa obstruksi epikardial yang signifikan, misalnya akibat disfungsi mikrovaskular atau spasme koroner.

Pertanyaan sentral yang sering muncul di benak klinisi dan pasien adalah: Apakah obat batuk yang umum digunakan, baik yang dijual bebas (OTC) maupun resep, dapat memperburuk nyeri dada iskemik atau bahkan memicu sindrom koroner akut (SKA) pada pasien PJK? Artikel ini bertujuan mengupas tuntas pertanyaan ini, memisahkan antara mitos dan fakta berdasarkan bukti ilmiah yang tersedia dari literatur terindeks PubMed. 

Mengingat meluasnya penggunaan dan potensi kekhawatiran keamanan terkait obat batuk OTC, terutama sediaan kombinasi, pemahaman yang jelas sangat penting bagi praktik klinis dokter umum. Artikel ini akan mengulas Mitos vs Fakta Kesehatan seputar interaksi obat batuk dan PJK, serta memberikan panduan praktis.

Memahami Nyeri Dada Iskemik dan Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Patofisiologi nyeri dada iskemik berpusat pada konsep ketidakseimbangan suplai-demand oksigen miokardium. Penyebab paling umum adalah penyakit aterosklerosis koroner, di mana plak mempersempit lumen arteri koroner, membatasi aliran darah terutama saat kebutuhan oksigen meningkat (misalnya saat aktivitas fisik). 

Jika plak ini ruptur atau erosi, dapat terjadi trombosis yang menyebabkan oklusi akut atau subakut, yang bermanifestasi sebagai Sindrom Koroner Akut (SKA). Namun, penting diingat bahwa iskemia dan angina juga bisa terjadi pada arteri koroner yang angiografinya normal, kemungkinan disebabkan oleh disfungsi mikrovaskular koroner (gangguan pada pembuluh darah kecil) atau spasme arteri koroner epikardial.

Spektrum klinis PJK luas, mulai dari angina pektoris stabil (APS), di mana nyeri dada bersifat episodik, dipicu oleh aktivitas fisik atau stres emosional, dan mereda dengan istirahat atau nitrat, hingga SKA. SKA mencakup angina pektoris tidak stabil (APTS), infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI). 

Presentasi SKA seringkali lebih berat, dengan nyeri dada saat istirahat, durasi lebih lama, atau gejala penyerta seperti sesak napas, mual, dan diaforesis.25 Perlu diwaspadai presentasi atipikal atau "anginal equivalents" (seperti sesak napas, nyeri rahang/lengan, kelelahan yang tidak dapat dijelaskan) terutama pada pasien usia lanjut, wanita, dan penderita diabetes melitus.

Dalam konteks praktik primer, Diagnosis dan Terapi Penyakit Jantung Koroner dimulai dengan penilaian klinis yang cermat meliputi anamnesis (karakteristik nyeri dada, faktor pemicu/peredah, riwayat penyakit, faktor risiko), pemeriksaan fisik, dan elektrokardiogram (EKG). 

Namun, EKG dan pemeriksaan troponin jantung mungkin memiliki sensitivitas terbatas pada fase awal infark miokard atau di setting praktik primer. Tujuan utama manajemen PJK stabil adalah mengontrol gejala angina dan mencegah kejadian kardiovaskular di masa depan melalui modifikasi gaya hidup (berhenti merokok, diet sehat, aktivitas fisik), terapi antiplatelet (aspirin), statin, dan obat antiangina (seperti beta-blocker, calcium channel blocker, nitrat). 

Manajemen awal SKA berfokus pada reperfusi segera (jika STEMI), anti-iskemia (nitrat, beta-blocker), antitrombotik (aspirin, P2Y12 inhibitor, antikoagulan), dan terapi penunjang lainnya. 

Pemahaman dasar mengenai patofisiologi (keseimbangan suplai-demand) dan tujuan terapi PJK (mengurangi demand, meningkatkan suplai, mencegah kejadian) ini menjadi landasan penting untuk mengevaluasi bagaimana bahan aktif dalam obat batuk berpotensi mengganggu keseimbangan tersebut. 

Obat-obatan yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard (misalnya, dengan menaikkan laju jantung atau tekanan darah) atau berpotensi mengurangi suplai oksigen (misalnya, melalui vasokonstriksi koroner) secara teoritis dapat menimbulkan masalah pada pasien PJK.

Membedah Obat Batuk: Bahan Aktif yang Umum Ditemukan

Obat batuk, baik yang tersedia bebas (OTC) maupun dengan resep, mengandung berbagai bahan aktif yang ditujukan untuk meredakan gejala batuk melalui mekanisme yang berbeda. Memahami komponen-komponen ini adalah langkah pertama untuk menilai potensi risiko kardiovaskularnya. Berdasarkan tinjauan literatur, kelas utama bahan aktif meliputi:

  1. Antitusif: Menekan refleks batuk.

  • Dekstrometorfan (DXM): Antitusif non-narkotik yang bekerja sentral.

  • Kodein: Antitusif opioid yang bekerja sentral.

  • Levodropropizine: Antitusif yang bekerja perifer.

  1. Ekspektoran: Bertujuan meningkatkan produksi atau mengencerkan sekret bronkus.

  • Guaifenesin: Contoh umum ekspektoran.

  1. Mukolitik: Mengurangi viskositas sekret bronkus.

  2. Dekongestan (Simpatomimetik): Menyebabkan vasokonstriksi untuk mengurangi kongesti nasal.

  • Pseudoefedrin: Agonis adrenergik alfa dan beta (tidak langsung).

  • Fenilefrin: Agonis adrenergik alfa-1 predominan.

  1. Antihistamin (Generasi Pertama): Bloker reseptor H1, sering digunakan karena efek antikolinergik (mengurangi sekret) dan sedatif.

  • Difenhidramin:.

  • Klorfeniramin:.

  • Prometazin:.

  1. Agonis Beta-2: Bronkodilator, terkadang disertakan dalam sediaan batuk.

  • Albuterol/Salbutamol:.

  1. Lain-lain:

  • Bahan Herbal: Berbagai ekstrak tumbuhan.

  • Madu: Digunakan sebagai pereda batuk.

Penting untuk dicatat bahwa banyak produk OTC merupakan sediaan kombinasi yang mengandung dua atau lebih bahan aktif, terkadang dengan mekanisme kerja yang tumpang tindih atau bahkan berlawanan. Rasionalitas beberapa kombinasi ini terkadang tidak jelas. 

Kompleksitas ini menekankan pentingnya bagi dokter umum untuk tidak hanya mengandalkan nama merek, tetapi secara cermat memeriksa daftar bahan aktif pada label produk sebelum merekomendasikan atau menyetujui penggunaannya pada pasien, terutama mereka dengan komorbiditas kardiovaskular. 

Pasien mungkin sudah mengonsumsi produk OTC sebelum berkonsultasi, sehingga anamnesis mengenai penggunaan obat-obatan saat ini, termasuk OTC dan suplemen, menjadi sangat penting.

Jejak Kardiovaskular: Bagaimana Obat Batuk Mempengaruhi Jantung

Setiap kelas bahan aktif dalam obat batuk memiliki potensi efek kardiovaskular yang berbeda, yang relevan terutama pada pasien PJK:

  • Simpatomimetik (Pseudoefedrin, Fenilefrin, Efedrin):

  • Mekanisme: Merangsang reseptor adrenergik. Pseudoefedrin dan efedrin bekerja baik secara langsung maupun tidak langsung (melepaskan norepinefrin endogen) pada reseptor alfa dan beta. Fenilefrin adalah agonis alfa-1 yang lebih selektif. Efek utamanya adalah vasokonstriksi (melalui reseptor alfa). Stimulasi reseptor beta dapat meningkatkan laju jantung (HR) dan kontraktilitas.

  • Efek: Secara umum meningkatkan tekanan darah sistolik (SBP) dan HR. Fenilefrin, karena efek alfa-1 yang dominan, dapat menyebabkan peningkatan resistensi vaskular sistemik (SVR) dan tekanan darah, yang kemudian memicu refleks baroreseptor sehingga HR justru menurun. Peningkatan SBP dan HR oleh pseudoefedrin mungkin bersifat moderat pada pasien dengan hipertensi terkontrol, namun efek ini bergantung pada dosis. Efedrin memiliki efek kardiovaskular dan sistem saraf pusat yang signifikan.

  • Risiko Teoritis pada PJK: Peningkatan SBP dan HR secara langsung meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium (MVO2), yang dapat memperburuk ketidakseimbangan suplai-demand pada pasien dengan stenosis koroner signifikan. Vasokonstriksi yang diinduksi oleh agonis alfa secara teoritis dapat memicu atau memperburuk spasme arteri koroner.

  • Antihistamin Generasi Pertama (Difenhidramin, Klorfeniramin, Prometazin):

  • Mekanisme: Selain memblokir reseptor H1, antihistamin generasi pertama memiliki efek antikolinergik (antimuskarinik) yang signifikan. Difenhidramin juga diketahui memblokir kanal natrium cepat dan kanal kalium (terutama IKr) di jantung.

  • Efek: Efek antikolinergik dapat menyebabkan takikardia. Blokade kanal ion dapat menyebabkan pelebaran QRS dan pemanjangan interval QT, terutama pada dosis tinggi atau pemberian intravena, yang berpotensi menimbulkan aritmia ventrikular berbahaya seperti Torsades de Pointes. Laporan kasus mencatat disritmia jantung dan henti jantung terkait penggunaan (terutama dosis toksik atau IV) difenhidramin. Kewaspadaan dianjurkan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

  • Risiko Teoritis pada PJK: Takikardia meningkatkan MVO2. Pemanjangan QT meningkatkan risiko aritmia, yang sangat berbahaya pada pasien dengan penyakit jantung struktural atau iskemia aktif. Efek sedatifnya juga dapat menutupi perburukan gejala.

  • Antitusif (Dekstrometorfan, Kodein):

  • Dekstrometorfan (DXM): Bekerja sentral, non-narkotik, berikatan pada reseptor sigma-1 dan NMDA. Umumnya dianggap aman pada dosis terapeutik. Efek kardiovaskular langsung pada dosis terapeutik tidak menjadi perhatian utama dalam literatur yang ditinjau, meskipun efek samping dilaporkan pada produk OTC yang mengandungnya. Potensi penyalahgunaan dengan efek psikoaktif ada pada dosis tinggi.

  • Kodein: Antitusif opioid. Dapat menyebabkan kantuk dan konstipasi. Efek kardiovaskular spesifik tidak dirinci sebagai masalah utama, namun opioid secara umum dapat menyebabkan bradikardia dan hipotensi (meskipun mungkin kurang poten dibandingkan morfin).

  • Risiko Teoritis pada PJK: Risiko langsung memperburuk iskemia miokard pada dosis terapeutik tampaknya minimal berdasarkan data yang ada. Efek sedasi dapat menutupi gejala. Efek opioid (hipotensi/bradikardia jika signifikan) dapat mempengaruhi hemodinamik.

  • Agonis Beta-2 (Albuterol/Salbutamol):

  • Mekanisme: Agonis reseptor beta-2 adrenergik selektif, menyebabkan bronkodilatasi.

  • Efek: Efek samping umum termasuk tremor, gugup. Takikardia adalah efek samping yang diketahui akibat stimulasi reseptor beta. Laporan kasus mengaitkan penggunaan albuterol (inhalasi) dengan takikardia supraventrikular (SVT) pada anak dengan asma, meskipun insidensinya rendah.

  • Risiko Teoritis pada PJK: Takikardia meningkatkan MVO2. Absorpsi sistemik berpotensi menstimulasi reseptor beta-1 di jantung.

  • Ekspektoran/Mukolitik (Guaifenesin):

  • Mekanisme: Meningkatkan/mengencerkan sekret bronkus.

  • Efek: Umumnya ditoleransi dengan baik; efek kardiovaskular tidak disorot sebagai kekhawatiran dalam literatur yang ditinjau.

  • Risiko Teoritis pada PJK: Rendah berdasarkan data yang tersedia.

Secara sintesis, risiko teoritis utama untuk memperburuk nyeri dada iskemik stabil berasal dari agen yang meningkatkan MVO2 (simpatomimetik, antihistamin generasi pertama, agonis beta-2 melalui takikardia/peningkatan TD) atau berpotensi mengurangi suplai oksigen (simpatomimetik melalui vasospasme). Risiko kejadian akut (infark miokard) mungkin lebih kuat terkait dengan vasospasme akibat simpatomimetik atau perubahan hemodinamik yang signifikan.

Obat Batuk dan Nyeri Iskemik: Mitos vs Fakta Kesehatan

Setelah memahami mekanisme kerja bahan aktif obat batuk dan patofisiologi PJK, kita dapat mengevaluasi bukti hubungan keduanya, memisahkan Mitos vs Fakta Kesehatan.

  • Mitos Umum: Anggapan bahwa semua jenis obat batuk berbahaya bagi pasien penyakit jantung.

  • Fakta dan Bukti - Simpatomimetik:

  • Fakta: Terdapat bukti dari laporan kasus yang mengaitkan penggunaan pseudoefedrin (bahkan pada dosis OTC yang direkomendasikan) dengan kejadian infark miokard akut (IMA), termasuk pada individu muda atau yang sebelumnya sehat dengan arteri koroner normal. Mekanisme yang paling mungkin adalah vasospasme koroner. Dalam satu laporan kasus, pemberian beta-blocker intravena berhasil mengatasi nyeri dada dan elevasi segmen ST yang diduga dipicu oleh pseudoefedrin.

  • Fakta: Fenilefrin, sebagai vasokonstriktor poten, telah diteliti dalam konteks IMA, namun lebih sering sebagai agen terapeutik (misalnya, untuk mengatasi hipotensi akibat nitrogliserin) atau untuk stratifikasi risiko pasca-IMA, bukan sebagai penyebab utama IMA dalam laporan-laporan ini. Namun, penggunaannya selama anestesi pada operasi endarterektomi karotis dikaitkan dengan peningkatan risiko IMA.

  • Nuansa Penting: Meskipun beberapa studi menunjukkan bahwa pseudoefedrin hanya menyebabkan peningkatan tekanan darah dan laju jantung yang moderat secara statistik pada pasien dengan hipertensi terkontrol, jaminan keamanan ini tidak dapat diekstrapolasikan ke pasien dengan PJK signifikan, angina tidak stabil, atau iskemia aktif. Peningkatan MVO2 sekecil apapun bisa menjadi masalah pada kondisi ini.

  • Fakta dan Bukti - Bahan Aktif Lain:

  • Kurangnya Bukti Langsung (dalam Tinjauan Ini): Pencarian dalam sumber data yang disediakan tidak menemukan bukti langsung (studi klinis atau laporan kasus definitif) yang secara spesifik menunjukkan bahwa dekstrometorfan, guaifenesin, atau antihistamin generasi pertama (pada dosis oral OTC) secara langsung menyebabkan atau secara signifikan memperburuk angina pektoris stabil atau memicu SKA. Laporan kasus yang menghubungkan batuk/obat batuk dengan iskemia/IMA tidak secara spesifik menyalahkan bahan-bahan ini pada dosis terapeutik oral. Laporan kasus SVT terkait albuterol terjadi pada konteks asma, bukan iskemia.

  • Risiko Teoritis dan Keamanan Umum: Risiko teoritis tetap ada, terutama takikardia akibat antihistamin generasi pertama 52 dan potensi pemanjangan QT. Kekhawatiran keamanan umum mengenai obat batuk/pilek OTC memang ada, terutama pada anak-anak, dan beberapa agen (seperti clobutinol) telah ditarik karena risiko QT.

  • Membedakan Fakta dari Mitos:

  • Fakta: Dekongestan simpatomimetik (pseudoefedrin, fenilefrin, efedrin) membawa risiko kardiovaskular yang nyata (peningkatan TD/HR, potensi vasospasme) dan telah dikaitkan dengan IMA dalam laporan kasus. Kewaspadaan tinggi sangat diperlukan pada pasien PJK.

  • Mitos (atau Kurangnya Bukti Kuat): Gagasan bahwa semua obat batuk secara inheren berbahaya bagi pasien PJK adalah penyederhanaan yang berlebihan. Berdasarkan tinjauan ini, bahan seperti guaifenesin dan dekstrometorfan (dosis terapeutik) tampaknya memiliki profil risiko kardiovaskular yang lebih rendah. Risiko antihistamin generasi pertama lebih terkait dengan efek antikolinergik (takikardia) dan potensi efek pada repolarisasi, bukan perburukan langsung iskemia stabil, meskipun takikardia tetap tidak diinginkan pada PJK.

  • Kesimpulan Sementara: Risiko sangat bergantung pada bahan aktif spesifik dan kemungkinan juga pada kondisi klinis pasien individual. Bukti yang mengaitkan simpatomimetik (khususnya pseudoefedrin) dengan kejadian akut (IMA/SKA) tampak lebih kuat (berdasarkan laporan kasus) dibandingkan bukti yang menghubungkan bahan aktif obat batuk apapun dengan perburukan angina stabil. Risiko perburukan angina stabil lebih banyak didasarkan pada mekanisme farmakologi (peningkatan MVO2) daripada data uji klinis langsung yang ditemukan dalam tinjauan ini. Perbedaan ini krusial bagi dokter umum dalam memberikan rekomendasi.

Panduan Klinis untuk Dokter Umum: Menavigasi Penggunaan Obat Batuk pada Pasien PJK

Menangani pasien PJK yang membutuhkan obat batuk memerlukan pendekatan yang hati-hati dan individual. Berikut adalah beberapa panduan praktis:

  1. Penilaian Pasien Komprehensif: Langkah pertama adalah menilai status kardiovaskular pasien secara menyeluruh. Apakah angina pasien stabil atau tidak stabil? Apakah ada riwayat IMA baru? Apakah terdapat gagal jantung? Bagaimana kontrol tekanan darah dan laju jantung? Obat-obatan kardiovaskular apa saja yang sedang dikonsumsi (misalnya, beta-blocker, nitrat, antiplatelet) yang berpotensi berinteraksi?

  2. Periksa Bahan Aktif dengan Teliti: Jangan mengandalkan nama merek. Selalu periksa daftar bahan aktif pada kemasan obat batuk/pilek, baik OTC maupun resep. Waspadai produk kombinasi.

  3. Rekomendasi Berdasarkan Bahan Aktif (Sintesis Bukti):


Kelas Bahan Aktif

Contoh

Mekanisme Kekhawatiran KV

Bukti Perburukan Iskemia/Kejadian (Tinjauan)

Rekomendasi Klinis untuk Pasien PJK

Simpatomimetik

Pseudoefedrin, Fenilefrin, Efedrin

↑TD, ↑HR, Vasokonstriksi/Spasme

Laporan kasus IMA 57, Risiko teoritis

Umumnya Hindari, terutama pada PJK tidak stabil, IMA baru, hipertensi tidak terkontrol.

Antihistamin Gen. 1

Difenhidramin, Klorfeniramin, Prometazin

Takikardia (antikolinergik), Potensi pemanjangan QT/QRS

Risiko teoritis (takikardia), Laporan efek samping serius (jarang) 16

Gunakan dengan Hati-hati. Pertimbangkan efek takikardia & sedasi. Waspadai risiko QT jika ada faktor risiko lain.

Antitusif (Non-Opioid)

Dekstrometorfan

Minimal pada dosis terapeutik

Risiko teoritis rendah, Potensi penyalahgunaan 38

Opsi yang Umumnya Lebih Aman.

Antitusif (Opioid)

Kodein

Sedasi, Potensi hipotensi/ bradikardia (jarang)

Risiko teoritis rendah 39

Gunakan dengan Hati-hati (efek sedasi).

Ekspektoran

Guaifenesin

Tidak teridentifikasi dalam tinjauan

Tidak ditemukan bukti 17

Opsi yang Umumnya Lebih Aman.

Agonis Beta-2

Albuterol/ Salbutamol

Takikardia

Risiko teoritis (takikardia), Laporan kasus SVT (konteks non-iskemik) 56

Gunakan hanya jika ada indikasi bronkospasme (Asma/PPOK), dengan hati-hati.

Lain-lain

Levodropropizine, Madu, Asetaminofen, Herbal

Bervariasi, umumnya risiko KV rendah

Risiko KV langsung rendah (Levodropropizine, Madu, Asetaminofen) 37

Pertimbangkan sebagai alternatif jika sesuai (mis. Levodropropizine 39, Madu 37). Waspadai interaksi herbal.59 Asetaminofen umumnya aman.

  1. Prioritaskan Pendekatan Non-Farmakologis: Sarankan langkah-langkah sederhana terlebih dahulu, seperti hidrasi yang cukup, menjaga kelembaban udara (humidifier), dan penggunaan madu (untuk dewasa dan anak di atas 1 tahun).

  2. Ingat Diagnosis Banding: Batuk dan nyeri dada dapat berasal dari penyebab yang sama atau berbeda. Jika pasien PJK mengalami batuk baru atau perburukan batuk disertai nyeri dada, evaluasi kemungkinan penyebab kardiak (misalnya, perburukan gagal jantung) sebelum menganggapnya hanya sebagai infeksi pernapasan.

  3. Edukasi Pasien: Berikan edukasi kepada pasien PJK mengenai pentingnya membaca label obat OTC, risiko spesifik dekongestan, dan keharusan berkonsultasi sebelum mengobati diri sendiri, terutama saat sakit. Tanggapi kekhawatiran pasien mengenai keamanan obat OTC.

Kesimpulan: Menyeimbangkan Peredaan Gejala dan Keamanan Kardiovaskular

Pertanyaan apakah obat batuk dapat memperburuk nyeri dada iskemik pada pasien PJK tidak memiliki jawaban ya atau tidak yang sederhana. Analisis ini menunjukkan bahwa risiko sangat bergantung pada bahan aktif spesifik dalam sediaan obat batuk.

  • Fakta yang Terbukti: Dekongestan simpatomimetik (pseudoefedrin, fenilefrin, efedrin) secara jelas menimbulkan risiko kardiovaskular melalui peningkatan tekanan darah, laju jantung, dan potensi vasospasme koroner. Laporan kasus telah mengaitkan penggunaannya, terutama pseudoefedrin, dengan kejadian infark miokard akut. Oleh karena itu, penggunaannya harus dihindari atau dilakukan dengan sangat hati-hati pada pasien dengan PJK.

  • Risiko Teoritis dan Kewaspadaan: Antihistamin generasi pertama dapat menyebabkan takikardia dan berpotensi mempengaruhi repolarisasi jantung (pemanjangan QT), sehingga memerlukan kehati-hatian. Agonis beta-2 juga dapat menyebabkan takikardia.

  • Profil Risiko Lebih Rendah: Bahan aktif seperti guaifenesin dan dekstrometorfan (pada dosis terapeutik) tampaknya memiliki profil keamanan kardiovaskular yang lebih baik berdasarkan data yang ditinjau. Antitusif perifer seperti levodropropizine dan solusi sederhana seperti madu dapat menjadi alternatif.

  • Kesenjangan Bukti: Bukti langsung dari uji klinis yang secara spesifik mengevaluasi perburukan angina stabil akibat obat batuk (selain simpatomimetik) masih terbatas dalam tinjauan ini.

Peran dokter umum sangat krusial dalam menavigasi persimpangan klinis yang umum ini. Penilaian pasien secara individual, pemeriksaan bahan aktif obat secara cermat, pemilihan terapi yang bijaksana (mengutamakan agen dengan risiko kardiovaskular lebih rendah atau pendekatan non-farmakologis), dan edukasi pasien adalah kunci untuk menyeimbangkan kebutuhan akan peredaan gejala batuk dengan keharusan menjaga keamanan kardiovaskular. 

Pedoman klinis yang ada, seperti dari ACCP/ERS, memberikan arahan umum, namun kesenjangan bukti untuk beberapa agen spesifik dalam konteks PJK menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut. Dengan pendekatan yang berbasis bukti dan berpusat pada pasien, dokter umum dapat secara efektif mengelola batuk pada pasien PJK sambil meminimalkan potensi risiko kardiovaskular.

Referensi :

  1. Coronary heart disease in primary care: accuracy of medical history and physical findings in patients with chest pain – a study protocol for a systematic review with individual patient data - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3545850/

  2. Ruling out coronary heart disease in primary care: external validation of a clinical prediction rule - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3361121/

  3. Ruling out coronary artery disease in primary care: development and validation of a simple prediction rule - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2934794/

  4. The Differential Diagnosis of Dyspnea - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5247680/

  5. Chronic Cough - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430791/

  6. Non-cardiac Chest Pain: A Review for the Consultation-Liaison Psychiatrist - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5526698/

  7. Chest Pain or Discomfort - Clinical Methods - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK416/

  8. Chest Pain in Primary Care: A Systematic Review of Risk Stratification Tools to Rule Out Acute Coronary Syndrome, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11419710/

  9. Angina in 2022: Current Perspectives - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9737178/

  10. Coronary Artery Disease: From Mechanism to Clinical Practice - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32246442/

  11. Clinical presentation and diagnosis of coronary artery disease: stable angina - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11756201/

  12. Stable Angina - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559016/

  13. Angina - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557672/

  14. Microvascular Angina and the Continuing Dilemma of Chest Pain with Normal Coronary Angiograms - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3299059/

  15. Chest pain after coronary interventional procedures. Incidence and pathophysiology - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/10372298/

  16. A Review of the Ingredients Contained in Over the Counter (OTC) Cough Syrup Formulations in Kenya. Are They Harmful to Infants?, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4634956/

  17. Over‐the‐counter (OTC) medications for acute cough in children and adults in community settings - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7061814/

  18. over-the-counter cough medicines: Topics by Science.gov, diakses April 14, 2025, https://www.science.gov/topicpages/o/over-the-counter+cough+medicines

  19. counter cough medicines: Topics by Science.gov, diakses April 14, 2025, https://www.science.gov/topicpages/c/counter+cough+medicines.html

  20. Should we advise parents to administer over the counter cough medicines for acute cough? Systematic review of randomised controlled trials - ResearchGate, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/11501183_Should_we_advise_parents_to_administer_over_the_counter_cough_medicines_for_acute_cough_Systematic_review_of_randomised_controlled_trials

  21. The Impact of the Socio-Demographic Characteristics of Complementary and Alternative Medicine Users in Serbia on OTC Drug Consumption - Frontiers, diakses April 14, 2025, https://www.frontiersin.org/journals/public-health/articles/10.3389/fpubh.2019.00303/full

  22. The utilization of nonprescription medications in Saudi patients with cardiovascular diseases, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5784444/

  23. Coronary Artery Disease - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK564304/

  24. The clinics of acute coronary syndrome - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4885904/

  25. Testing of Low-Risk Patients Presenting to the Emergency Department With Chest Pain: A Scientific Statement From the American Heart Association - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3044644/

  26. Coronary Artery Disease Prevention - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547760/

  27. Acute Coronary Syndrome: Diagnosis and Initial Management - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38227869/

  28. Diagnosis and management of acute coronary syndrome: an evidence-based update - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25748771/

  29. Guidelines for the management of patients with chronic stable angina: diagnosis and risk stratification - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11578158/

  30. Guidelines for the management of patients with chronic stable angina: treatment - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11601935/

  31. Stable Angina Medical Therapy Management Guidelines: A Critical Review of Guidelines from the European Society of Cardiology and National Institute for Health and Care Excellence - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31131033/

  32. Stable Angina Medical Therapy Management Guidelines: A Critical Review of Guidelines from the European Society of Cardiology and National Institute for Health and Care Excellence, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6523058/

  33. Diagnosis and Management of Stable Angina: A Review - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33944871/

  34. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part I - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2755812/

  35. Acute Coronary Syndrome - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459157/

  36. Beta2‐agonists for acute cough or a clinical diagnosis of acute bronchitis - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7078572/

  37. Honey for acute cough in children - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6513626/

  38. Dextromethorphan: a case study on addressing abuse of a safe and effective drug - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4918034/

  39. A Newer Approach in the Management of Cough: A Review on Levodropropizine, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/377393389_A_Newer_Approach_in_the_Management_of_Cough_A_Review_on_Levodropropizine

  40. Cardiovascular effects of pseudoephedrine in medically controlled hypertensive patients - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/1599353/

  41. Cardiovascular Effects of Pseudoephedrine in Medically Controlled Hypertensive Patients, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/279407329_Cardiovascular_Effects_of_Pseudoephedrine_in_Medically_Controlled_Hypertensive_Patients

  42. Pseudoephedrine—Benefits and Risks - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8152226/

  43. Effect of oral pseudoephedrine on blood pressure and heart rate: a meta-analysis - NCBI, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK72027/

  44. Phenylephrine increases cardiac output by raising cardiac preload in patients with anesthesia induced hypotension - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6209056/

  45. Phenylephrine-Induced Cardiovascular Changes in the Anesthetized Mouse: An Integrated Assessment of in vivo Hemodynamics Under Conditions of Controlled Heart Rate, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8891648/

  46. Cardiovascular Adverse Effects of Phenylephrine Eyedrops: A Systematic Review and Meta-analysis | Request PDF - ResearchGate, diakses April 14, 2025, https://www.researchgate.net/publication/273781226_Cardiovascular_Adverse_Effects_of_Phenylephrine_Eyedrops_A_Systematic_Review_and_Meta-analysis

  47. Effects of phenylephrine on systemic and cerebral circulations in humans: a systematic review with mechanistic explanations - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/37948131/

  48. Ephedra/ephedrine: cardiovascular and CNS effects - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC99410/

  49. Modelling the cardiovascular effects of ephedrine - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1884497/

  50. Taken to heart—arrhythmic potential of heart-leaf sida, a banned ephedrine alkaloid: a case report - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8801050/

  51. Adverse cardiovascular and central nervous system events associated with dietary supplements containing ephedra alkaloids - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11117974/

  52. Cardiac Arrest Following the Administration of Intravenous Diphenhydramine for Sedation to an Infant With Congenital Heart Disease - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8021246/

  53. Diphenhydramine - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526010/

  54. Cardiovascular safety of antihistamines - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4112269/

  55. Diphenhydramine - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/books/NBK526010/

  56. Incidence of supraventricular tachycardia after inhaled short-acting beta agonist treatment in children - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8657863/

  57. Acute myocardial infarction after over-the-counter use of pseudoephedrine - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15671979/

  58. Well-Established and Traditional Use of Vegetal Extracts as an Approach to the “Deep Roots” of Cough - MDPI, diakses April 14, 2025, https://www.mdpi.com/2227-9067/11/5/584

  59. Phytochemicals from Piper betle (L.) as Putative Modulators of a Novel Network-Derived Drug Target for Coronary Artery Disease: An In Silico Study - MDPI, diakses April 14, 2025, https://www.mdpi.com/2227-9717/11/11/3064

  60. Myocardial infarction associated with pseudoephedrine use and acute streptococcal infection in a boy with normal coronary arteries, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2528917/

  61. Acute coronary syndrome presenting after pseudoephedrine use and regression with beta-blocker therapy - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2644546/

  62. A Case with Repeated Recurrent Acute Coronary Syndrome due to Pseudoephedrine Use, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4243469/

  63. Reduction in myocardial ischemia with nitroglycerin or nitroglycerin plus phenylephrine administered during acute myocardial infarction - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/809712/

  64. Systolic time intervals after phenylephrine administration for early stratification of patients after acute myocardial infarction - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/8279379/

  65. Autonomic neural control during acute myocardial ischemia after phenylephrine infusion and subsequent nitroglycerin-induced hypotension and bradycardia - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9987052/

  66. Computerized electroencephalographic monitoring and selective shunting: influence on intraoperative administration of phenylephrine and myocardial infarction after general anesthesia for carotid endarterectomy - PubMed, diakses April 14, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/1614584/

  67. Decreasing the pressure of endotracheal tube cuff slowly with a constant speed can decrease coughing incidence during extubation: a randomized clinical trial, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11441075/

  68. Incidence of Exposure of Patients in the United States to Multiple Drugs for Which Pharmacogenomic Guidelines Are Available - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5072717/

  69. Time to re-set our thinking about airways disease: lessons from history, the resurgence of chronic bronchitis / PBB and modern concepts in microbiology - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11190372/

  70. Assessment of factors associated with self-medication practices during the COVID-19 pandemic in southwestern Ethiopia: a community-based cross-sectional survey, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11378505/

  71. The Awareness of Risks Associated with OTC Drugs Available in Non-Pharmacy Outlets among Polish Patients—A Cross-Sectional Study - PMC, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7916134/

  72. Recommendations for the management of cough in adults - PMC - PubMed Central, diakses April 14, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2080754/

  73. Silent Myocardial Ischemia - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 14, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536915/