4 Jun 2025 • Interna
Seiring dengan kemajuan terapi antiretroviral (ART) yang secara signifikan memperpanjang usia harapan hidup Orang Dengan HIV (ODHIV), fokus manajemen klinis bergeser tidak hanya pada supresi virus tetapi juga pada penanganan penyakit komorbid. Penyakit Ginjal Kronis (PGK) muncul sebagai salah satu komorbiditas non-AIDS yang paling signifikan pada populasi ini, membawa implikasi penting terhadap pilihan terapi, penyesuaian dosis, dan potensi toksisitas obat.
Fungsi ginjal yang menurun pada ODHIV tidak hanya meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas terkait ginjal itu sendiri, tetapi juga risiko penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai interaksi antara HIV, ART, dan fungsi ginjal menjadi krusial bagi dokter umum dalam melakukan Diagnosis dan Terapi HIV jangka panjang yang komprehensif.
Prevalensi PGK pada ODHIV dilaporkan cukup tinggi, bervariasi antara 2% hingga lebih dari 38% di berbagai populasi, angka ini jelas lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Sebuah meta-analisis global yang melibatkan hampir 90.000 partisipan menemukan prevalensi gabungan PGK sebesar 7% pada ODHIV yang menggunakan rejimen berbasis tenofovir disoproxil fumarate (TDF).
Penyebab PGK pada ODHIV bersifat multifaktorial, melibatkan faktor terkait virus HIV itu sendiri (seperti replikasi virus di sel ginjal, viral load tinggi, dan jumlah CD4 rendah <200 sel/µL) , faktor risiko tradisional (usia lanjut, diabetes melitus, hipertensi, koinfeksi Hepatitis C) , predisposisi genetik (varian gen APOL1 yang meningkatkan risiko HIV-Associated Nephropathy/HIVAN, terutama pada individu keturunan Afrika) , serta paparan terhadap ART yang berpotensi nefrotoksik.
Secara historis, HIVAN merupakan manifestasi ginjal yang paling ditakuti pada era pra-ART. Namun, dengan meluasnya penggunaan ART yang efektif, insidensi HIVAN klasik, terutama di negara maju, telah menurun secara signifikan. Meskipun demikian, beban PGK secara keseluruhan pada ODHIV tetap tinggi.
Hal ini mencerminkan pergeseran epidemiologi, di mana faktor-faktor seperti penuaan populasi ODHIV, meningkatnya prevalensi komorbiditas tradisional seperti diabetes dan hipertensi, serta efek kumulatif jangka panjang dari paparan ART tertentu, kini menjadi kontributor utama terhadap PGK.
Pergeseran ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih holistik, tidak hanya berfokus pada HIVAN, tetapi juga pada pengelolaan komorbiditas dan pemilihan ART yang cermat untuk meminimalkan risiko nefrotoksisitas jangka panjang. Dokter umum berada di garis depan untuk mengelola faktor risiko tradisional ini dan memastikan pemantauan fungsi ginjal yang adekuat.
Deteksi dini dan pemantauan rutin fungsi ginjal merupakan komponen esensial dalam Diagnosis dan Terapi HIV yang komprehensif. Mengingat tingginya prevalensi PGK dan potensi nefrotoksisitas beberapa ARV, evaluasi fungsi ginjal harus dilakukan pada semua pasien saat diagnosis HIV ditegakkan, sebelum memulai ART, dan setiap kali ada perubahan rejimen ART. Penilaian awal ini penting untuk menetapkan nilai dasar (baseline) dan mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan ginjal.
Gambar 1. AKI sering terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV dan mempunyai luaran yang lebih buruk. Hubungan AKI terhadap resiko terjadinya ESRD dan mortalitas.
Tes skrining awal yang direkomendasikan meliputi:
Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus (eLFG/eGFR): Perhitungan eLFG menggunakan formula berbasis kreatinin serum adalah standar utama. Formula Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration (CKD-EPI) saat ini lebih diutamakan daripada formula Cockcroft-Gault atau MDRD karena akurasinya yang lebih baik pada rentang LFG yang lebih luas. Penting untuk menggunakan formula yang sama secara konsisten pada setiap pasien untuk memantau tren perubahan eLFG dari waktu ke waktu.
Urinalisis: Pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk pemeriksaan mikroskopis sedimen urin, dapat mendeteksi adanya hematuria, leukosituria, atau cast (silinder) yang mungkin mengindikasikan penyakit ginjal tertentu.
Kuantifikasi Albuminuria/Proteinuria: Pengukuran ekskresi albumin atau protein dalam urin sangat penting karena dapat menjadi penanda awal kerusakan ginjal, bahkan ketika eLFG masih normal. Metode yang dianjurkan adalah pengukuran rasio albumin-kreatinin urin (ACR) atau rasio protein-kreatinin urin (PCR) dari sampel urin sewaktu (spot urine). Kategori albuminuria (berdasarkan ACR mg/g) adalah Normal hingga Peningkatan Ringan (A1: <30), Peningkatan Sedang (A2: 30–300), dan Peningkatan Berat (A3: >300).
Frekuensi pemantauan fungsi ginjal disesuaikan dengan kondisi klinis dan faktor risiko pasien:
Pasien Stabil Tanpa Faktor Risiko PGK: Pemantauan eLFG dan urinalisis/ACR direkomendasikan setidaknya setahun sekali atau dua kali setahun.
Pasien dengan Faktor Risiko PGK atau Menggunakan ARV Berpotensi Nefrotoksik (terutama TDF): Pemantauan lebih sering, misalnya setiap 3 hingga 6 bulan, dianjurkan. Guideline EACS secara spesifik merekomendasikan pemantauan rasio protein/kreatinin urin untuk skrining penyakit tubular pada pengguna TDF.
Pemantauan Tambahan untuk Pengguna TDF: Mengingat potensi toksisitas tubulus proksimal TDF, pemantauan tambahan seperti kadar fosfat serum, glukosa urin (dengan gula darah normal), kalium serum, asam urat serum, dan bikarbonat serum perlu dipertimbangkan, terutama jika eLFG menurun atau terdapat faktor risiko lain. Guideline EACS juga menyediakan kriteria spesifik untuk evaluasi dugaan disfungsi tubulus proksimal (PRTD).
Rujukan ke ahli nefrologi diindikasikan dalam beberapa situasi :
Penurunan eLFG yang signifikan secara klinis (>25% dari baseline DAN turun ke <60 mL/min/1.73 m²) yang persisten setelah potensi obat nefrotoksik dihentikan.
Albuminuria/proteinuria yang signifikan dan persisten (misalnya, ACR >300 mg/g).
Hematuria yang disertai albuminuria/proteinuria atau peningkatan tekanan darah.
PGK stadium lanjut (eLFG <30 mL/min/1.73 m²).
Penyebab gangguan ginjal yang tidak dapat dijelaskan setelah evaluasi awal.
Perlu perhatian khusus dalam interpretasi eLFG pada pasien yang menggunakan ARV tertentu. Obat seperti dolutegravir (DTG) dan booster cobicistat (c) diketahui dapat menghambat sekresi kreatinin di tubulus ginjal melalui transporter organik kation 2 (OCT2) atau MATE1. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar kreatinin serum dan penurunan nilai eLFG yang diestimasi, namun tidak mencerminkan penurunan fungsi filtrasi glomerulus yang sebenarnya.
Peningkatan kreatinin ini biasanya bersifat ringan (sekitar 10-15%), terjadi dalam beberapa minggu pertama setelah memulai obat, dan kemudian stabil. Raltegravir (RAL) juga dilaporkan dapat menyebabkan peningkatan kreatinin ringan pada beberapa kasus. Kesalahpahaman mengenai fenomena ini dapat menyebabkan kekhawatiran yang tidak perlu atau penghentian/penyesuaian Dosis Obat HIV yang sebenarnya tidak diperlukan.
Jika terdapat keraguan signifikan mengenai penurunan fungsi ginjal pada pasien yang menggunakan obat-obat ini, konfirmasi dengan pengukuran LFG berbasis sistatin C (meskipun tidak rutin untuk skrining) atau konsultasi nefrologi dapat dipertimbangkan.
Selain eLFG, skrining proteinuria/albuminuria memegang peranan vital. Penurunan eLFG mungkin merupakan manifestasi lanjut dari kerusakan ginjal, sementara proteinuria dapat menjadi tanda awal adanya masalah, seperti pada HIVAN atau penyakit kompleks imun. Lebih lanjut, proteinuria merupakan faktor risiko independen untuk progresi PGK dan kejadian kardiovaskular pada ODHIV. Oleh karena itu, pemeriksaan ACR atau PCR secara rutin tidak boleh diabaikan, bahkan jika eLFG masih dalam batas normal, untuk memungkinkan deteksi dini dan intervensi yang lebih cepat.
Pemilihan rejimen ART pada pasien ODHIV dengan gangguan fungsi ginjal atau berisiko tinggi PGK memerlukan pertimbangan cermat terhadap potensi nefrotoksisitas masing-masing obat. Memahami profil keamanan ginjal ARV adalah kunci dalam Diagnosis dan Terapi HIV yang optimal.
ARV yang Memerlukan Perhatian Khusus pada Fungsi Ginjal:
Tenofovir Disoproxil Fumarate (TDF): Merupakan salah satu ARV yang paling sering dikaitkan dengan nefrotoksisitas. Mekanisme utamanya adalah toksisitas pada tubulus proksimal ginjal, kemungkinan terkait akumulasi tenofovir intraseluler akibat ketidakseimbangan antara ambilan (uptake) melalui transporter OAT1/OAT3 di membran basolateral dan pengeluaran (efflux) melalui MRP4 di membran apikal, serta potensi disfungsi mitokondria. Manifestasi klinisnya bervariasi, mulai dari penurunan eLFG yang ringan namun progresif, proteinuria (terutama tubular), hingga disfungsi tubulus proksimal yang lebih jelas (fosfaturia, glikosuria normoglikemik, bikarbonaturia, hipokalemia, hipourikemia), sindrom Fanconi (jarang), Acute Kidney Injury (AKI), dan Nephrogenic Diabetes Insipidus (NDI). Risiko toksisitas TDF meningkat pada pasien dengan eLFG awal yang rendah (<60 atau <70 mL/min), usia lanjut, berat badan rendah, penggunaan bersama protease inhibitor (PI) yang di-boost dengan ritonavir (yang dapat meningkatkan kadar TDF), dan penggunaan obat nefrotoksik lainnya seperti NSAID. Panduan klinis umumnya merekomendasikan untuk menghindari penggunaan TDF pada pasien dengan eLFG <60-70 mL/min dan mempertimbangkan penggantian jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang signifikan saat terapi.
Atazanavir (ATV): Terutama bila di-boost dengan ritonavir (ATV/r) atau cobicistat (ATV/c), dikaitkan dengan risiko nefropati kristal (karena kelarutan ATV yang rendah pada pH urin tinggi), nefritis interstisial akut (AIN), dan penurunan fungsi ginjal kronis. Penggunaan ATV/r tidak direkomendasikan pada pasien berpengalaman ART yang menjalani hemodialisis.
Indinavir (IDV): Meskipun jarang digunakan saat ini, IDV terkenal dapat menyebabkan nefropati kristal, nefrolitiasis, dan AIN.
Lopinavir/ritonavir (LPV/r): Beberapa studi kohort mengaitkan penggunaan LPV/r dengan penurunan eLFG, meskipun mekanisme pastinya kurang jelas dibandingkan TDF atau ATV. Dosis sekali sehari sebaiknya dihindari pada pasien hemodialisis.
Elvitegravir/cobicistat (EVG/c): Cobicistat, sebagai pharmacokinetic booster, menghambat sekresi kreatinin tubular melalui transporter MATE1, menyebabkan peningkatan kreatinin serum dan penurunan eLFG tanpa penurunan LFG aktual. Penting untuk membedakan efek farmakologis ini dari kerusakan ginjal sebenarnya. Kombinasi dosis tetap (FDC) yang mengandung EVG/c memiliki batasan penggunaan berdasarkan CrCl: Stribild (EVG/c/TDF/FTC) tidak boleh dimulai jika CrCl <70 mL/min dan dihentikan jika turun <50 mL/min (karena komponen TDF). Genvoya (EVG/c/TAF/FTC) tidak direkomendasikan jika CrCl <30 mL/min (kecuali sudah menjalani HD).
Opsi ARV yang Dianggap Lebih Aman untuk Ginjal:
Tenofovir Alafenamide (TAF): TAF adalah prodrug tenofovir yang lebih baru, dirancang untuk menghasilkan kadar tenofovir dalam plasma yang jauh lebih rendah dibandingkan TDF, sementara mencapai konsentrasi intraseluler yang tinggi. Hal ini secara teoritis mengurangi paparan ginjal terhadap tenofovir. Studi klinis secara konsisten menunjukkan profil keamanan ginjal TAF yang lebih baik dibandingkan TDF, dengan perubahan eLFG dan penanda kerusakan tubulus (seperti proteinuria) yang lebih minimal. Studi peralihan dari TDF ke TAF juga menunjukkan perbaikan pada parameter ginjal. Oleh karena itu, TAF menjadi pilihan utama pengganti TDF pada pasien dengan PGK atau berisiko tinggi PGK, sebagaimana direkomendasikan oleh EACS. Namun, perlu dicatat bahwa TAF (terutama dalam FDC) masih memiliki batasan penggunaan pada CrCl <15-30 mL/min jika pasien tidak menjalani HD , dan data pada eLFG <10 mL/min masih terbatas.
Abacavir (ABC): Umumnya dianggap aman untuk ginjal dan tidak memerlukan penyesuaian dosis pada berbagai tingkat insufisiensi ginjal. Namun, penggunaannya wajib didahului skrining HLA-B*57:01 untuk mencegah reaksi hipersensitivitas berat. Terdapat juga perdebatan mengenai potensi peningkatan risiko kardiovaskular yang perlu dipertimbangkan. ABC memerlukan penyesuaian dosis pada gangguan fungsi hati.
Lamivudine (3TC) dan Emtricitabine (FTC): Kedua NRTI ini memiliki profil keamanan ginjal yang baik, namun keduanya memerlukan penyesuaian dosis pada tingkat CrCl tertentu (<50 mL/min untuk 3TC, <30 mL/min untuk FTC tergantung formulasi). Panduan DHHS mencatat bahwa beberapa ahli terkadang tetap menggunakan dosis penuh pada CrCl <30 mL/min untuk memungkinkan penggunaan FDC, meskipun data pendukungnya terbatas.
Integrase Inhibitors (INSTIs) selain EVG/c:
Dolutegravir (DTG): Tidak memerlukan penyesuaian dosis ginjal dan dianggap pilihan yang sangat aman. Seperti dibahas sebelumnya, DTG menyebabkan peningkatan kreatinin ringan akibat inhibisi OCT2, bukan kerusakan ginjal.
Raltegravir (RAL): Tidak memerlukan penyesuaian dosis ginjal. Umumnya aman, meskipun beberapa data mengindikasikan kemungkinan peningkatan kreatinin ringan.
Bictegravir (BIC): Tersedia sebagai FDC (BIC/TAF/FTC). BIC sendiri tidak memerlukan penyesuaian dosis, namun penggunaan FDC dibatasi oleh komponen TAF/FTC pada CrCl <30 mL/min (kecuali HD). BIC juga dapat menghambat sekresi kreatinin.
Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTIs): Sebagian besar NNRTI (Rilpivirine, Doravirine, Efavirenz, Nevirapine, Etravirine) umumnya tidak memerlukan penyesuaian dosis ginjal. Pengecualian adalah NVP yang memerlukan dosis tambahan pasca-HD , dan RPV yang memerlukan pemantauan lebih ketat pada gangguan ginjal berat/HD. DOR belum diteliti pada ESRD/HD.
Protease Inhibitors (PIs) selain ATV, IDV, LPV/r: Darunavir (DRV), baik di-boost dengan ritonavir maupun cobicistat, tidak memerlukan penyesuaian dosis ginjal dan dianggap relatif aman.
Entry Inhibitors: Maraviroc (MVC) memerlukan perhatian khusus pada CrCl <30 mL/min, terutama jika ada interaksi dengan inhibitor/inducer CYP3A. Enfuvirtide (T-20) tidak memerlukan penyesuaian dosis ginjal.
Bukti klinis yang kuat dan rekomendasi panduan terkini mendukung TAF sebagai alternatif yang lebih aman secara renal dibandingkan TDF, terutama bagi pasien dengan PGK atau faktor risiko PGK. Peralihan dari TDF ke TAF telah terbukti memperbaiki penanda fungsi ginjal seperti proteinuria. Oleh karena itu, bagi pasien dengan eLFG <60-70 mL/min, proteinuria signifikan, diabetes, hipertensi, usia lanjut, atau penggunaan obat nefrotoksik lain, TAF harus dipertimbangkan sebagai komponen NRTI pilihan utama, menggantikan TDF, bila memungkinkan. Ini merupakan aspek penting dalam evolusi Diagnosis dan Terapi HIV untuk meminimalkan komplikasi ginjal jangka panjang.
Penilaian fungsi ginjal sebelum memulai ART adalah langkah krusial yang tidak boleh terlewatkan. Fungsi ginjal awal merupakan prediktor kuat risiko nefrotoksisitas, khususnya terkait TDF. Memulai TDF pada pasien dengan eLFG yang sudah rendah (<60-70 mL/min) sangat tidak dianjurkan. Mengetahui nilai eLFG dan status proteinuria/albuminuria baseline memungkinkan pemilihan rejimen inisial yang paling aman (misalnya, TAF vs TDF, atau bahkan rejimen bebas tenofovir seperti ABC/3TC + DTG) dan menetapkan acuan untuk pemantauan selanjutnya. Ini adalah fondasi untuk personalisasi Diagnosis dan Terapi HIV.
Penyesuaian Dosis Obat HIV merupakan aspek fundamental dalam manajemen pasien ODHIV dengan gangguan fungsi ginjal. Tujuannya adalah untuk mencegah akumulasi obat yang diekskresikan melalui ginjal, yang dapat meningkatkan risiko toksisitas, sekaligus memastikan dosis yang cukup untuk mempertahankan supresi virus dan mencegah resistensi. Penyesuaian dosis umumnya didasarkan pada tingkat LFG atau Klirens Kreatinin (CrCl) pasien, yang diestimasi menggunakan formula seperti CKD-EPI atau Cockcroft-Gault.
Sangat penting untuk selalu merujuk pada panduan klinis terbaru (seperti DHHS, EACS) atau informasi peresepan obat resmi (package insert) untuk rekomendasi dosis spesifik, karena informasi ini dapat berubah seiring dengan munculnya data baru.
Tabel berikut merangkum rekomendasi penyesuaian dosis untuk beberapa ARV umum yang memerlukan modifikasi dosis pada berbagai tingkat gangguan fungsi ginjal, berdasarkan panduan DHHS dan EACS.
Gambar 2. Rekomendasi untuk memulai ARV. (ART : Anti Retroviral; ATV : atazanavir; IDV : Indinavir; LPV : Lopinavir; TDF: Tenofovir disoproxil fumarate)
Tabel 1: Rekomendasi Penyesuaian Dosis ARV Umum pada Gangguan Fungsi Ginjal (Dewasa)
Obat / Kombinasi Dosis Tetap (FDC) | CrCl >50 mL/min (Dosis Normal) | CrCl 30–49 mL/min | CrCl 15–29 mL/min | CrCl <15 mL/min (Non-HD) | Hemodialisis (HD) |
NRTI | |||||
Lamivudine (3TC) | 300 mg QD atau 150 mg BID | 150 mg QD | 100-150 mg QD | 50 mg QD | 25-50 mg QD (setelah HD) |
Emtricitabine (FTC) - Kapsul | 200 mg QD | 200 mg QD | 200 mg Q72H | 200 mg Q96H | 200 mg Q96H (setelah HD) |
Emtricitabine (FTC) - Larutan Oral | 240 mg QD | 120 mg QD | 80 mg QD | 60 mg QD | 60 mg QD (setelah HD) |
Tenofovir DF (TDF) | 300 mg QD | 300 mg Q48H | 300 mg Q72-96H | Tidak direkomendasikan | 300 mg Q7D (setelah HD) |
Tenofovir AF (TAF) | 25 mg QD (atau 10 mg jika dg P-gp inhibitor) | Sama seperti >50 | Sama seperti >50 | Tidak direkomendasikan | Sama seperti >50 (setelah HD) |
Abacavir (ABC) | 600 mg QD atau 300 mg BID | Tidak perlu penyesuaian | Tidak perlu penyesuaian | Tidak perlu penyesuaian | Tidak perlu penyesuaian |
INSTI | |||||
Dolutegravir (DTG) | 50 mg QD (atau BID jika resistensi/interaksi) | Tidak perlu penyesuaian | Tidak perlu penyesuaian | Tidak perlu penyesuaian | Tidak perlu penyesuaian |
Raltegravir (RAL) | 400 mg BID atau 1200 mg QD | Tidak perlu penyesuaian | Tidak perlu penyesuaian | Tidak perlu penyesuaian | Tidak perlu penyesuaian |
Bictegravir (BIC) | 50 mg QD (hanya dalam FDC) | Tidak perlu penyesuaian (lihat FDC) | Tidak perlu penyesuaian (lihat FDC) | Tidak perlu penyesuaian (lihat FDC) | Tidak perlu penyesuaian (lihat FDC) |
FDC (Contoh) | |||||
ABC/3TC (Epzicom/Kivexa) | 1 tab QD | 1 tab QD | Tidak direkomendasikan FDA | Tidak direkomendasikan FDA | Tidak direkomendasikan FDA |
TAF/FTC (Descovy) | 1 tab QD | 1 tab QD | 1 tab QD | Tidak direkomendasikan | 1 tab QD (setelah HD) |
TDF/FTC (Truvada) | 1 tab QD | 1 tab Q48H | 1 tab Q72-96H | Tidak direkomendasikan | 1 tab Q7D (setelah HD) |
BIC/TAF/FTC (Biktarvy) | 1 tab QD | 1 tab QD | Tidak direkomendasikan | Tidak direkomendasikan | 1 tab QD (setelah HD) |
EVG/c/TAF/FTC (Genvoya) | 1 tab QD | 1 tab QD | Tidak direkomendasikan | Tidak direkomendasikan | 1 tab QD (setelah HD) |
EVG/c/TDF/FTC (Stribild) | 1 tab QD (Jangan mulai jika CrCl <70, Hentikan jika <50) | Hentikan jika CrCl <50 | Hentikan jika CrCl <50 | Hentikan jika CrCl <50 | Hentikan jika CrCl <50 |
DTG/3TC (Dovato) | 1 tab QD | 1 tab QD | Tidak direkomendasikan | Tidak direkomendasikan | Tidak direkomendasikan |
Catatan: Tabel ini adalah ringkasan dan tidak mencakup semua ARV atau semua FDC. Selalu rujuk panduan klinis terbaru dan informasi peresepan resmi. Penyesuaian dosis mungkin berbeda antara panduan DHHS dan EACS untuk beberapa obat/tingkat CrCl. HD = Hemodialisis.
Sebaliknya, beberapa ARV umumnya tidak memerlukan penyesuaian dosis berdasarkan fungsi ginjal, termasuk ABC, DTG, RAL, BIC (sebagai agen tunggal), DRV/r atau DRV/c, sebagian besar NNRTI (RPV, DOR, EFV, ETR, NVP - kecuali dosis tambahan NVP pasca-HD), dan enfuvirtide (T-20). Meskipun demikian, pemantauan fungsi ginjal secara berkala tetap penting bagi semua pasien HIV, terlepas dari rejimen ART yang digunakan.
Penggunaan FDC dapat meningkatkan kepatuhan pasien, namun menjadi tantangan tersendiri pada pasien dengan gangguan ginjal. Jika tingkat CrCl pasien berada di bawah ambang batas yang direkomendasikan untuk FDC tersebut, penggunaannya menjadi tidak sesuai, meskipun beberapa komponen individualnya mungkin masih dapat digunakan dengan penyesuaian dosis.
Sebagai contoh, FDC ABC/3TC tidak direkomendasikan FDA jika CrCl <30 mL/min karena komponen 3TC memerlukan penyesuaian, meskipun ABC sendiri tidak. Demikian pula, FDC berbasis TAF atau TDF memiliki batasan CrCl. Dalam situasi seperti ini, strategi yang paling tepat adalah mengurai FDC dan menggunakan komponen obat individual untuk memungkinkan penyesuaian dosis yang akurat sesuai dengan fungsi ginjal pasien.
Penyesuaian Dosis Obat HIV yang akurat adalah pilar penting dalam Diagnosis dan Terapi HIV yang aman dan efektif pada pasien dengan gangguan ginjal. Memberikan dosis standar pada pasien dengan CrCl rendah dapat menyebabkan akumulasi obat, peningkatan risiko efek samping (termasuk nefrotoksisitas lebih lanjut), dan interaksi obat.
Sebaliknya, dosis yang terlalu rendah akibat penyesuaian yang tidak tepat atau berlebihan dapat mengarah pada kegagalan virologi dan perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, dokter umum harus secara proaktif menghitung atau mengestimasi CrCl/eLFG pasien dan menggunakan sumber daya tepercaya seperti panduan klinis atau informasi obat untuk menentukan dosis yang benar. Kesalahan dalam penyesuaian dosis dapat berakibat serius pada luaran klinis pasien.
Manajemen terapi HIV pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan pendekatan yang cermat dan terpadu. Strategi kunci meliputi skrining fungsi ginjal (eLFG dan proteinuria/albuminuria) secara rutin pada semua ODHIV, terutama saat memulai atau mengubah ART, dan pemantauan berkala sesuai dengan faktor risiko individu.
Pemilihan rejimen ART harus mempertimbangkan potensi nefrotoksisitas, dengan preferensi pada TAF atau opsi bebas tenofovir (seperti yang berbasis ABC) dibandingkan TDF pada pasien dengan PGK atau berisiko tinggi PGK.
Penyesuaian Dosis Obat HIV yang akurat berdasarkan tingkat CrCl/eLFG untuk obat-obat yang diekskresikan melalui ginjal adalah krusial untuk mencegah toksisitas dan mempertahankan efikasi. Selain itu, manajemen komorbiditas seperti hipertensi dan diabetes melitus merupakan bagian integral dari perawatan ginjal pada ODHIV.
Diagnosis dan Terapi HIV pada konteks gangguan ginjal menuntut pendekatan individual. Setiap keputusan terapi harus mempertimbangkan profil risiko pasien secara keseluruhan, riwayat ART sebelumnya, obat-obatan lain yang digunakan, dan kondisi klinis saat ini. Kolaborasi multidisiplin dengan spesialis penyakit dalam, nefrologi, dan apoteker klinis sangat dianjurkan, terutama pada kasus-kasus yang kompleks atau dengan PGK stadium lanjut. Dengan pemantauan yang cermat dan penyesuaian terapi yang tepat, manajemen HIV yang sukses dan aman bagi ginjal sangat mungkin dicapai, memungkinkan ODHIV untuk hidup lebih lama dan lebih sehat.
HIV-infected persons continue to lose kidney function despite successful antiretroviral therapy - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2839451/
The changing epidemiology of HIV-related chronic kidney disease in the era of antiretroviral therapy - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24573317/
HIV, drugs and the kidney - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7104683/
HIV and chronic kidney disease - PMC - PubMed Central, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4536633/
Antiretrovirals and the kidney in current clinical practice: renal pharmacokinetics, alterations of renal function and renal toxicity - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24983540/
European AIDS Clinical Society (EACS) guidelines on the prevention and management of metabolic diseases in HIV - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18257770/
Chronic kidney disease among people living with HIV on TDF based ..., diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11801554/
Prevalence of Chronic Kidney Disease in People Living With HIV Following in Dammam Medical Complex, Saudi Arabia - PubMed Central, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10852097/
HIV and CKD epidemiology - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/20005485/
Prevalence and risk factors of chronic kidney disease in an HIV positive Mexican cohort, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8461868/
Antiretroviral Therapy and the Kidney - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6148885/
Pathogenesis and treatment of HIV-associated renal diseases: lessons from clinical and animal studies, molecular pathologic correlations, and genetic investigations - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12899589/
Incidence and Risk Factors for Renal Disease in an Outpatient Cohort of HIV-Infected Patients on Antiretroviral Therapy - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6698302/
HIV Nephropathy - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 16, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559134/
HIV at 40: Kidney Disease in HIV Treatment, Prevention, and Cure - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35850290/
Clinical Practice Guideline for the Management of Chronic Kidney ..., diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4271038/
Kidney disease in the setting of HIV infection: conclusions from a Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Controversies Conference - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29398134/
Spectrum of chronic kidney disease in HIV-infected patients - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19226409/
HIV and the aging kidney - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24824884/
HIV and chronic kidney disease - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25725239/
HIV-associated nephropathies: epidemiology, pathology, mechanisms and treatment - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25686569/
Prevalence and European AIDS Clinical Society (EACS) criteria evaluation for proximal renal tubular dysfunction diagnosis in patients under antiretroviral therapy in routine setting - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25394071/
WHO antiretroviral therapy guidelines 2010 and impact of tenofovir on chronic kidney disease in Vietnamese HIV-infected patients - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24223203/
Nephrotoxicity of HAART - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3157198/
Nephrotoxicity associated with antiretroviral therapy in HIV-infected patients - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18613803/
Renal effects of novel antiretroviral drugs - PMC, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5837523/
Nephrotoxicity as a complication of antiretroviral therapy - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16815236/
Antiviral drug-induced nephrotoxicity - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15861345/
HIV Antiretroviral Therapy - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 16, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513308/
Guidelines for the management of chronic kidney disease in HIV-infected patients: recommendations of the HIV Medicine Association of the Infectious Diseases Society of America - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15889353/
2019 update of the European AIDS Clinical Society Guidelines for treatment of people living with HIV version 10.0 - PubMed, diakses April 16, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32885559/
Association Between Antiretroviral Exposure and Renal Impairment Among HIV-Positive Persons With Normal Baseline Renal Function: the D:A:D Studya - PubMed Central, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3610424/
Appendix B. Full Table Antiretroviral Dosing Recommendations in ..., diakses April 16, 2025, https://clinicalinfo.hiv.gov/en/guidelines/hiv-clinical-guidelines-adult-and-adolescent-arv/drug-characteristics-tables-renal-hepatic-insufficiency-full
Major revision version 11.0 of the European AIDS Clinical Society ..., diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9545286/
2019 update of the European AIDS Clinical Society Guidelines for treatment of people living with HIV version 10.0, diakses April 16, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7754379/