Status epileptikus (SE) adalah bangkitan kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit, atau ada dua bangkitan kejang atau lebih dimana di antara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran.
Data klinis menunjukkan bahwa ketika aktivitas epileptik terjadi dalam waktu 30 menit, akan terjadi kerusakan neuron otak yang permanen meskipun telah dilakukan pengontrolan tekanan darah, respirasi dan suhu tubuh.
Hal inilah yang menjadi dasar kenapa dipilih angka 30 menit. Pada beberapa penelitian terbaru, ditemukan bahwa kerusakan neuronal menjadi irreversible dan mengalami farmakoresistensi sebelum 30 menit. Pada umumnya aktivitas epileptik akan berhenti spontan setelah lima menit. Hal ini yang menjadi dasar pemberian terapi anti-kejang harus segera diberikan setelah kejang berlangsung selama lima menit, tanpa harus menunggu durasi kejang 30 menit.
Klasifikasi Status Epileptikus
Status epileptikus diklasifikasikan berdasar klinis dan durasi. Secara klinis, status epileptikus dapat dibagi menjadi fokal dan general. Sedangkan berdasar durasi kejang, status epileptikus dapat dibedakan menjadi
- Status Epileptikus yang Mengancam (impending) ==> 5-30 menit
- Status Epileptikus Pasti (established) ==> lebih dari 30 menit
- Status Epileptikus Refrakter ==> Bangkitan kejang tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis antikonvulsan awal dengan dosis adekuat
Sebanyak 69% Status Epileptikus pada dewasa dan 64% Status Epileptikus pada anak-anak diawali dengan bangkitan fokal. Status Epileptikus general bukan merupakan presentasi klinis yang utama ditemui. Namun, yang perlu diwaspadai, sering bangkitan fokal hanya akan berlangsung singkay sebelum berkembang menjadi bangkitan general.
Kunci dari tatalaksana pasien status epileptikus adalah kewaspadaan terhadap bangkitan fokal. Ketika bangkitan fokal sudah dapat dideteksi pada tahap awal kejang, besar kemungkinan untuk mencegah bangkita general yang memiliki komplikasi yang lebih berat.
Diagnosis Status Epileptikus
Status epileptikus dapat diklasifikasikan menjadi status epileptikus konvulsif dan non-konvulsif.
Diagnosis Status Epileptikus Konvulsif
- Kejang umum tonik klonik
- Kejang berlangsung lima menit atau lebih, ATAU kejang berulang dan di antara kejang kesadaran tidak pulih sepenuhnya
Diagnosis status epileptikus konvulsif relatif lebih mudah ditegakkan karena presentasi klinisnya cukup jelas. Semua pasien yang memenuhi kriteria klinis di atas harus segera diterapi. Status epileptikus konvulsif dapat berubah bentuk klinis menjadi status epileptikus non konvulsif apabila terapi tidak adekuat.
Diagnosis Status Epileptikus Non-Konvulsif
- Terdapat gangguan kesadaran yang memanjang, berlangsung lima menit atau lebih, ATAU
- Terdapat kejang/bangkitan selain kejang umum tonik klonik yang berlangsung lima meniti atau lebih. Sebagai contoh adanya kedipan mata dan kedutan otot selama koma, maupun nystagmoid jerk pada mata.
Diagnosis Status Epileptikus sering sangat sulit, membutuhkan EEG dan kompetensi dokter spesialis saraf (SpS).
Tatalaksana Status Epileptikus di PPK 1
Pertama, perhatikan jalan napas (airway), pernapasan (breathing) dan sirkulasi darah (circulation) pada pasien. Perbaiki jika ditemukan masalah pada tiga aspek tersebut dengan patensi jalan napas, pemberian oksigen, dan pemasangan infus cairan fisiologis.
Obat golongan benzodiazepine dapat diberikan untuk menghentikan kejang, diberikan setelah terjadi kejang selama 5 menit atau jika kejang berulang.
Terapi lini pertama yang disarankan secara internasional adalah midazolam (bila ada) melalui bucal atau intranasal. Teknik ini lebih dipilih daripada diazepam, karena pada pemberian diazepam perlu memasang jalur intravena, pun dengan jalur rektal absorbsinya lebih lambat dibanding midazolam bucal atau intranasal.
Dosis midazolam kedua dapat diberikan bila setelah 10 menit kejangn belum berhenti. Sebagai alternatif, midazolam dapat diganti diazepam pada pemberian kedua.
Namun, sayang midazolam bucal dan intranasal tidak tersedia di Indonesia, sehingga diazepam masih menjadi pilihan utama di Indonesia. Diazepam intravena lebih dianjurkan daripada diazepam rektal, kecuali dalam kondisi akses yang sulit.
Dosis diazepam rektal adalah 10 mg, sedangkan dosis intravena 0,3-0,5 mg/kgBB dengan kecepatan pemberian 5 mg/menit. Pemberian diazepam dosis kedua bisa diberikan jika dalam 10 menit kejang belum berhenti.
Pemberian diazepam maksimal dapat diulang 3 kali. Hal ini disebabkan karena diazepam cenderung terakumulasi dalam tubuh setelah pengulangan injeksi, sehingga dapat menyebabkan depresi napas, sedasi dan hipotensi. Setelah pemberian diazepam, pasien harus dirujuk untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Membuat Rujukan Status Epileptikus
Segera rujuk pasien ke dokter spesialis saraf (SpS) di rumah sakit terdekat setelah stabilisasi jalan napas, pernapasan, sirkulasi, serta pemberian terapi emergensi (diazepam rektal/intravena)
- Pasien harus didampingi oleh satu dokter atau satu perawat yang mahir resusitasi
- Pertahankan patensi jalan napas dan fungsi kardiorespirasi
- Berikan oksigen dan pasang infus (Normal Saline 0,9%)
- Monitor tanda vital
- Buat catatan kronologi status epileptikus dan terapi yang telah diberikan
Proses Pengiriman Status Epileptikus ke Rumah Sakit
Berdasarkan beberapa Guideline, diperlukan waktu sesegera mungkin dalam proses pengiriman pasien ke rumah sakit. Berikut ini adalah beberapa kondisi kejang yang memerlukan proses perujukan ke rumah sakit
- Gangguan ABCD
- Cedera otak berat
- Status Epileptikus
- Ada infeksi yang medasari
- Kejang serial
- Kejang pertama kali
- Sulit untuk melakukan monitor pasien
8.Bayi usia kurang dari satu tahun - Kejang demam pertama kali
Status epileptikus adalah kondisi gawat darurat yang sering membutuhkan rujukan ke rumah sakit. Proses merujuk pasien yang benar akan memberikan prognosis untuk pasien yang lebih baik.
Semoga Bermanfaat^^
=
Sponsored Content
Buku yang paling dinanti Dokter Jaga IGD, sudah cetak ulang
Inbox admin ya untuk pemesanan^^
Limited Edition^^