Nyeri sendi merupakan keluhan yang banyak ditemui di praktek sehari-hari maupun di Puskesmas. Nyeri sendi adalah nyeri yang timbul dari struktur di dalam sendi, struktur di sekitar sendi, atau mungkin merupakan pengalihan dari bagian tubuh yang lain dari sendi. Di Indonesia, prevalensi nyeri sendi berkisar antara 23,6 % – 31,3 % populasi. Hal ini tentunya menimbulkan beban ekonomi, fisik, dan sosial yang tidak sedikit.
Artikel ini merujuk pada Buku Diagnosis Klinis Macleod. Pemesanan via WA 085608083342 Yahya atau klik link order ini.
Keluhan nyeri sendi sebagian besar merupakan kondisi self-limited yang hanya memerlukan evaluasi minimal, terapi simptomatik, dan edukasi. Namun, beberapa keluhan nyeri sendi memerlukan evaluasi lebih lanjut dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis. Kita harus waspada terhadap nyeri sendi yang bersifat red flag antara lain artritis septik, gout artritis, dan fraktur. Gejala nyeri sendi ini biasanya bersifat akut dan monoartikuler.
Pasien dengan keluhan nyeri sendi dilakukan evaluasi melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium sesuai sarana yang tersedia. Anamnesis harus meliputi elemen-elemen kunci untuk mempersempit diagnosis banding meliputi usia, jenis kelamin, riwayat penyakit sekarang (onset, evolusi dan durasi nyeri sendi), sendi-sendi yang terlibat, dan pencetus seperti trauma atau penggunaan obat-obatan tertentu misalnya quinidine, diuretik, atau steroid.
Riwayat komorbid pada pasien juga perlu ditanyakan misalnya diabetes mellitus (faktor resiko carpal tunnel syndrome), insufisiensi ginjal (gout), psoriasis (artritis psoriatik), dan osteoporosis (fraktur). Jangan lupa evaluasi gejala sistemik yang menyertai seperti demam, ruam, kelainan kuku, atau kelemahan otot.
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, dan penilaian lingkup gerak sendi. Pada inspeksi, evaluasi apakah terdapat pembengkakan,eritema, deformitas, atau kelainan otot-otot periartikuler. Palpasi sendi untuk menilai tanda-tanda inflamasi (kehangatan, hipertrofi sinovial, efusi sendi, nyeri tekan) dan tanda-tanda kerusakan sendi ( pembengkakan tulang, krepitasi). Penilaian gerak sendi dilakukan dengan membandingkan sendi kontralateral atau sendi pada orang sehat.
Pemeriksaan penunjang terutama untuk mengonfirmasi dugaan diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan di puskesmas adalah LED, darah lengkap, dan asam urat. Pada fasilitas yang lebih lengkap, pemeriksaan dapat dilengkapi dengan analisis cairan sendi, faktor rheumatoid (pada pasien terduga RA), ANA test (terduga SLE), dan pemeriksaan foto rontgen.
Alur Diagnosis Nyeri Sendi di Puskesmas
Pada assesment pasien nyeri sendi, pertama kita pastikan apakah nyeri berasal dari sendi atau struktur sekitar sendi seperti tendon, bursa, atau otot. Seringkali, keluhan nyeri sendi pasien ternyata berasal dari struktur di luar sendi. Gejala khas pada nyeri artikuler adalah gerakan sendi yang terbatas, nyeri saat gerakan aktif maupun pasif, adanya sendi yang meradang, bengkak atau deformitas, penebalan sinovia, efusi sendi, dan krepitasi.
Sedangkan pada nyeri non artikuler biasanya nyeri dirasakan saat gerakan aktif, namun tidak pada gerakan pasif. Pada nyeri non artikuler jarang terdapat bengkak, krepitasi, atau deformitas. Pada nyeri non artikuler pertimbangkan adanya trauma / fraktur, bursitis, tendinitis, fibromialgia, atau polimialgia reumatika.
Selanjutnya, evaluasi apakah nyeri sendi bersifat akut atau kronik. Batasan untuk nyeri sendi akut adalah selama 6 minggu. Jika lebih dari 6 minggu, maka tergolong nyeri sendi kronik.
Curigai adanya artritis septik pada pasien dengan nyeri sendi akut yang bengkak, merah, sulit digerakkan, dan disertai demam tinggi. 90 % keluhan pada artritis septik biasanya monoartikuler, yaitu pada sendi lutut. Faktor resiko terjadinya artritis septik yaitu pada pasien pengguna prostesis sendi yang mengalami infeksi kulit, usia > 80 tahun, riwayat diabetes melitus, riwayat artritis reumatoid yang mendapat imunosupresif, riwayat bedah persendian dan injeksi intraartikular, dan pasien dengan riwayat SLE. Artritis septik merupakan kegawatan yang dapat menyebabkan destruksi sendi permanen dan bahkan kematian. Jika klinis sangat mendukung, pemberian antibiotik empiris dapat segera diberikan.
Nyeri sendi akut pada pasien dengan infeksi saluran pernapasan atau genitourinarius sebelumnya patut dicurigai sebagai artritis reaktif. Artritis reaktif bersifat oligoartikuler, dengan distribusi asimetris di tungkai bawah. Gejala dapat disertai manifestasi ekstraartikuler berupa konjungtivitis atau uveitis.
Nyeri sendi akut yang mendadak pada podagra (sendi MTP 1), terdapat eritema, hangat, bengkak, nyeri tekan, serta adanya deformitas sendi dan tofi dicurigai sebagai artritis gout. Diagnosis definitif gout ditegakkan jika terdapat kristal monosodium urat pada cairan sendi. Pemberian NSAID seperti indometasin 75 mg dua kali sehari disarankan dilakukan segera pada kondisi akut.
Pseudogout merupakan artritis akibat deposisi kristal kalsium pirofosfat dihidrat. Manifestasi klinis berupa nyeri akut, eritem, bengkak, dan hilangnya fungsi sendi, biasaya pada lutut, pergelangan tangan, dan sendi-sendi yang relatif besar lainnya. Serangan yang mendadak mirip dengan gout tapi tidak sehebat serangan gout.
Jika nyeri bersifat kronik, maka selanjutnya kita evaluasi apakah nyeri sendi berasal dari proses inflamasi atau non inflamasi. Adanya inflamasi ditandai oleh empat tanda kardinal inflamasi yaitu eritem, hangat pada perabaan, nyeri, dan bengkak. Pada nyeri sendi inflamasi, terdapat gejala sistemik yang menyertai berupa demam, malaise, kelelahan, nafsu makan turun, dan berat badan turun. Kaku sendi juga merupakan tanda inflamasi. Gejala kaku sendi terutama pagi hari dan berlangsung lebih dari 30 menit. Kaku sendi biasanya berkurang bila melakukan aktivitas atau pemberian antiinflamasi. Pemeriksaan laboratorium yang mendukung adanya inflamsi yaitu peningkatan LED, anemia, leukositosis, dan trombositosis.
Pada non inflamasi, tidak ada tanda inflamasi pada sendi dan kaku sendi biasanya berlangsung kurang dari 30 menit dan nyeri akan memberat dengan aktivitas. Selain itu, seringkali terdapat deformitas sendi, krepitasi selama gerakan aktif atau pasif, keterbatasan lingkup gerak sendi, dan adanya pertumbuhan tulang persendian (osteofit).
Jika nyeri sendi kronik bersifat non inflamasi, evaluasi keterlibatan sendi panggul, lutut, CMC 1 (carpometacarpal 1), dan DIP (distal interphalanx). Jika terdapat keterlibatan sendi-sendi tersebut, maka diagnosis yang mungkin adalah osteoartritis. Jika tidak ada keterlibatan sendi-sendi tersebut, singkirkan diagnosis osteoartritis dan pikirkan kemungkinan osteonekrosis atau charcot arthritis.
Jika nyeri sendi kronik bersifat inflamasi, selanjutnya evaluasi sendi yang terlibat. Pada nyeri sendi kronik dengan keterlibatan 1-3 sendi, diagnosis yang mungkin adalah juvenile rheumatoid arthritis, artritis psoriatik, artritis reaktif, atau infeksi yang berjalan perlahan. Juvenile rheumatoid artritis dicurigai terutama pada penderita usia muda < 16 tahun. Jika gejala nyeri sendi disertai erupsi psoriasis di kulit serta onikolisis di kuku, diagnosis yang mungkin adalah artritis psoriatik.
Jika sendi yang terlibat berjumlah > 3, selanjutnya evaluasi apakah distribusi simetris atau tidak. Poliatralgia yang bersifat simetris dengan gejala inflamasi kemungkinan merupakan artritis reaktif atau artritis psoriatif. Jika sendi-sendi yang terlibat tersebut terdistribusi tidak simetris, evaluasi apakah terdapat keterlibatan sendi PIP (proksimal interphalanx), MCP (metacarpophalangeal) atau MTP (metatarsophalangeal). Dengan adanya keterlibatan sendi-sendi tersebut maka diagnosis yang mungkin adalah artritis rheumatoid. Jika tidak ada keterlibatan sendi PIP, MCP, dan MTP maka singkirkan diagnosis artritis reumatoid dan pikirkan kemungkinan SLE, skleroderma, dan polimiositis.(nna)
Semoga Bermanfaat^^
Sponsored Content
Buku paling dicari dokter puskesmas, IGD dan Klinik Pratama dari aceh-papua ini sudah mau terbit lagi. Versi update tahun 2018 "BUKU 155 DIAGNOSIS DAN TERAPI FASKES PRIMER"
Suah di pesan 1500++ dokter pada masa pre-order kemarin
Harganya 199 ribu.
Tanggal 18 April 2018 buku sudah ready. Buat kamu yang sudah pre-order, buku akan dikirim segera setelah ready.
Kalau kamu belum pre-order kemarin, isi form waiting list supaya kamu nggak ketinggalan info rilisnya => FORM WAITING LIST BUKU 155 DIAGNOSIS DAN TERAPI FASKES PRIMER
Jangan sampai nggak kebagian kayak kemarin^^