Abses otak disebabkan oleh infeksi intrakranial yang terjadi pada parenkim otak, kadang disertai meningitis dan timbul pus berkapsul dalam otak. Meskipun sering dapat sembuh tanpa sequele, abses otak tidak jarang menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Manajemen yang tepat akan menentukan outcome penyakit.
Gejala abses otak dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu gejala infeksi umum, peningkatan tekanan intrakranial dan gejala fokal. Gejala infeksi umum diantaranya adalah demam, malaise dan penurunan nafsu makan. Peningkatan tekanan intrakranial sering ditandai dengan gejala muntah, nyeri kepala sampai kejang.
Gejala fokal sangat tergantung dari lokasi lesi, misal abses otak di regio temporalis akan menunjukkan penurunan kemampuan membaca, menulis dan mengerti kata-kata. Lesi di regio temporalis juga sering diikuti gejala hemianopia.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk abses otak meliputi pemeriksaan darah lengkap, pungsi lumbal dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan darah lengkap jarang memberikan petunjuk yang cukup jelas, yang diharapkan pada kasus abses otak adalah leukositosis dan peningkatan laju endap darah, namun ketiadaan dua tanda tersebut tidak menyingkirkan diagnosis.
Pungsi lumbal tidak dianjurkan pada pasien yang dicurigai mengalami peningkatan tekanan intrakranial. Herniasi dapat terjadi pada pasien tersebut.
Pemeriksaan radiologis menggunakan CT scan kepala dengan kontras dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis abses otak. Pada abses otak stadium lanjut (stadium 3 dan 4) akan didapatkan cincin disekitar daerah hipodens yang menyerap kontras. Cincin tersebut disebut sebagai kapsul abses.
Sumber Gambar: radiopaedia.org
3 Pitfalls Manajemen Abses Otak
1. Misdiagnosis dengan Tumor Otak
Saya pernah menemui kasus seorang pasien yang pada awalnya didiagnosis oleh seorang neurolog sebagai tumor otak, ternyata tidak membaik dengan terapi. Setelah didiskusikan dalam forum lintas bidang baru diketahui bahwa pasien ini adalah pasien abses otak karena toxoplasmosis dengan AIDS. Setelah mendapat terapi ARV dan antibiotik (sulfadiazine dan pyrimethamine), kondisi pasien membaik beberapa minggu kemudian.
Kasus serupa ternyata juga pernah dilaporkan oleh Lee dkk (2009). Lee dkk melaporkan seorang pasien dengan diagnosis tumor otak, ternyata setelah dioperasi dan dilakukan pemeriksaan Histo-PA diketahui bahwa peyebab massa nekrotik adalah infeksi sifilis. Diagnosis pasien pun berrubah menjadi neurosifilis. Setelah diterapi dengan penisilin G selama 10 hari, penyakit yang dikeluhkan pun sembuh.
2. Pungsi Lumbal pada Tekanan Intrakranial yang Meningkat
Pungsi lumbal pada pasien abses otak yang disertai TIK yang meningkat dapat menyebabkan komplikasi herniasi. Identfikasi adanya peningkatan TIK menjadi penting dalam manajemen abses otak. Selain menggunakan data dari anamnesis (muntah, kejang, nyeri kepala) untuk menentukan resiko peningakatan TIK, beberapa dokter ahli juga menggunakan pemeriksaan edema pupil untuk mendeteksi adanya tekanan intrakranial. Beberapa teknik advanced juga dikembangkan sebagai prediktor resiko komplikasi pungsi lumbal. Salah satu yang banyak digunakan adalah menggunakan CT Scan untuk mengetahui gambaran compartment intrakranial (Gower et al, 1987).
3. Pembedahan pada Fase Sereberitis
Operasi pada kasus abses otak dilakukan bila kapsul sudah terbentuk dan letak abses superfisial. Pada abses yang letaknya dalam, aspirasi dapat dilakukan diikuti dengan penyuntikan antibiotik pada abses. Operasi pada stadium serebritis (sebelum kapsul terbentuk) dapat menambah trauma dan penyebaran infeksi.
Semoga bermanfaat.