Anemia adalah penyakit yang banyak membawa pasien ke tempat praktek dokter. Meskipun pasien datang dengan keluhan utama yang bervariasi, namun pemeriksaan klinis yang baik akan membantu diagnosis klinis anemia, yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan darah lengkap (kadar hemoglobin darah). Setelah diagnosis klinis ditegakkan, selanjutnya perlu dipikirkan diagnosis etiologis anemia: anemia defisiensi besi, anemia karena penyakit kronik atau penyebab yang lain.
Artikel ini akan membahas lima keputusan klinis yang dapat disesuaikan dalam setting praktek sehari-hari ketika menangani pasien anemia.
1. Gunakan Mean Cell Volume (MCV) Untuk Mempersempit Diagnosis Banding
Anemia mikrositik (MCV <76 fl) biasanya berkaitan dengan defisiensi besi.
Pertama, pastikan adanya defisiensi besi. Kadar feritin dalam serum merupakan indikator yang lebih baik daripada kadar besi total dalam serum, tetapi dapat meningkatkan keandalan diagnostik pada penyakit hati atau inflamasi sistemik.
- Kadar feritin yang ↓ memastikan adanya defisiensi besi.
- Bila kadar feritin normal dan saturasi transferin < 16%, maka menunjukan adanya defisiensi besi.
Bila defisiensi besi telah dipastikan, identifikasi penyebab yang mendasarinya.
- Kaji kebiasaan makan dan pertimbangkan asupan besi yang tidak adekuat, misalnya pada vegetarian.
- Tanyakan tentang perdarahan: hematemesis, melena, hemoptisis, epitaksis, hematuria, menoragia, trauma.
- Rencanakan endoskopi saluran cerna bagian atas dan kolonoskopi kecuali terdapat sumber perdarahan yang jelas bukan dari saluran cerna, misalnya menoragia, hematuria.
Bila penyebab masih belum jelas, jangan ragu untuk konsul ke dokter spesialis penyakit dalam ahli gastrointerologi untuk pemeriksaan lebih lanjut, misalnya kelainan patologis usus halus.
Nilai kembali gejala-gejala yang ada dan pemeriksaan darah lengkap setelah suplementasi besi dan setiap penyebab yang mendasari ditangani.
Rujuk pasien dengan MCV ↓ dan cadangan besi normal ke dokter spesialis penyakit dalam ahli hematologi untuk dilakukan pemeriksaan terhadap diagnosis alternatif, misalnya talasemia, anemia sideroglastik.
Pada pasien dengan anemia makrositik (MCV > 98 fl), ukur kadar vitamin B12 dan kadar kolat puasa dalam serum. Bila ada kehamilan atau pengaruh dari obat-obatan misalnya metotreksat, fenitoin, atau hemolisis, kadar folat yang ↓ mungkin disebabkan oleh asupan makan yang buruk (buah, sayuran berdaun), tetapi selalu cek pemeriksaan serologis untuk penyakit seliac.
Kadar B12 yang ↓ agaknya kurang mungkin disebabkan oleh defisiensi makanan, kecuali pasien adalah penganut vegetarian yang tetap. Tanyakan riwayat gastrektomi atau pembedahan usus halus sebelumnya, lalu periksalah untuk kemungkinan anemia pernisiosa.
Konsul ke bagian hematologi untuk kasus-kasus sulit.
Antibodi faktor intrinsik bersifat diagnostik, tetapi hanya ada dalam 60% kasus; antibodi sel anti-parietal bersifat tidak spesifik, tetapi hanya antibodi ini tidak ada, maka anemia pernisiosa hampir tidak mungkin ada (muncul pada 90% kasus).
Bila kada B12 dan folat normal, maka singkirkan kemungkinan hipotiroidisme, kehamilan dan penyakit hati alkoholik, dan kemudian evaluasi untuk hemolisis dan mielodisplasia sebagai mana diterangkan dibawah.
Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk kadar besi dan vitamin B12/folat pada pasien dengan anemia normositik, karena kombinasi defiensi besi dan B12 atau folat, misalnya defisiensi gizi, penyakit usus halus, dapat menimbulkan gambaran anemia normositik.
2. Pemeriksaan Untuk Mencari Kemungkinan Hemolisis
Pertimbangkan hemolisis pada pasien dengan MCV normal atau ↑.
Carilah bukti adanya destruksi sel darah merah yang ↑:
- Kadar bilirubin/LDH ↑
- Kadar urobilinogen dalam urin↑
- Fragmen darah mera padah hapusan darah merah
dan peningkatan produksi sel darah merah sebagai bentuk kompensasi:
- retikulosit↑
- polikromasia
- Prekursor sel darah merah berinti pada hapusan darah.
Bila tanda di atas ditemukan, bedakan hemolisis intravaskular dari ekstravaskular untuk mempersempit diagnosis banding.
Hemolisis intravaskular, misalnya pada anemia hemolitik mikroangiopatik/microangiopathyc haemolytic anemia (MAHA), defek mekanik pada katup jantung dan malaria, melepaskan Hb bebas ke dalam plasma dan pada akhirnya menyebabkan:
- Kadar Haptoglobin dalam plasma↓ (membersihkan Hb bebas dan kemudian dibersihkan oleh hati)
- Methemalbuminemia (setelah ikatan haptoglobin tersaturasi).
- Hemosiderinuria (setelah kapasitas ikatan albumin dilampaui)
- Hemoglobinuria (urin hitam, bila terjadi fulminan, misalnya pada malaria).
Pada hemolisis ekstravaskular, misalnya oleh sferositosis herediter, hemolisis autoimun atau kelainan enzim sel darah merah, tidak didapatkan gambaran-gambaran di atas dan seringkali terdapat pembesaran limpa/splenomegali (tempat pemecahan sel darah merah) pada pemeriksaan klinis maupun ultrasonograpi.
Pada kedua kasus, nilailah hapusan darah untuk mendapatkan kelainan yang diagnostik.
- Parasit malaria pada sediaan hapusan darah tipis dan tebal (wajib bila baru saja melakukan perjalanan ke daerah endemis malaria)
- Sel sabit-anemia sel sabit (sickle cell anaemia)
- Fragmen sel darah merah-MAH misalnya sindroma uremik hemolitik, purpura trombositopenia trombotik; defek mekanik katup jantung, hemoglobinuria.
- Sferosit – anemia hemolitik autoimun atau sferositosis herediter.
- Heinz bodies, bite cells – defisiensi G-6-PD.
Konsul segera ke ahli hematologi bila anda mencurigai sindroma uremik hemolitik atau purpura trombositopenia trombotik, misalnya kerusakan ginjal akut, tanda dan gejala neurologik, penyakit diare akut.
Bila terdapat sferosit, lakukan uji coombs direk untuk membedakan anemia hemolitik autoimun dengan sferositosis herediter. Bila penyebabnya belum jelas, pertimbangkan pemeriksaan enzim (defisiensi G-6-PD atau pirufat kinase) dan elektroforesis Hb (hemoglobinopati) dan rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam ahli hematologi.
3. Carilah Bukti Adanya Kegagalan Sumsum Tulang atau Keganasan Hematologik
Kaji pemeriksaan darah lengkap dan sediaan hapusan darah untuk mencari:
- Defisiensi pada galur cell lainnya (leukosit↓, trombosit↓)
- Leukosit ↑↑, misalnya leukemia mieloid kronik, leukimia lemfositik kronik
- Sel-sel atipikal, misalnya sel-sel blast
Periksa adanya limfadenopati dan spelenomegali dan rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut, misalnya evaluasi sumsum tulang.
Carilah bukti adanya paraproteinemia misalnya mielomamultipel: kirim serum untuk elektroforesis protein dan urin untuk pemeriksaan protein bence-jones. Konsul dengan ahli hematologi bila hasilnya positif, bila ada kecurigaan klinis, misalnya nyeri tulang, fragtur patologis, lesi tulang litik, kadar Ca2+ atau LED↑ yang tidak dapat dijelaskan.
4. Pertimbangkan Penyakit Hemotologi Kronik
Pertimbangkan penyakit ginjal kronik sebagai penyebab potensial untuk penyabab potensial untuk anemia normositik (produksi eritropoietin ↓) bila LFG/GFR < 60 mL/menit/1,73 m2, dan khususnya bila < 30 mL/menit/1,73 m2. Ukur saturasi feritin dan tranferin untuk memastikan bahwa status pasien adalah berkecukupan besi (saturasi feritin > 100 ng/mL; saturasi transferin > 20%) dan konsul ke ahli nefrologi.
Penyebab yang paling umum untuk anemia normositik adalah penyakit inflamasi kronik, misalnya artritis reumatoid, polimialgia reumatika, infeksi kronik atau keganasan. Pertimbangkan diagnosis tersebut bila:
- Penyebab lain Hb ↓ telah disingkirkan (termasuk defisiensi besi, B12, folat)
- Tidak ada bukti perdarahan aktif
- Anemia ringan, yakni Hb > 80 g/L (8,0 g/dL) dan
- Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, demam, LED/CRP↑ atau albumin↓ carilah penyebab yang mendasari.
5. Rujuk Ke Dokter Penyakit Dalam
Rujuk pasien ke seorang dokter spesialis penyakit dalam ahli hematologi bila penyebab anemia masih belum jelas, jika anda mencurigai kelalaian hematologik yang serius atau tidak lazim, atau pasien gagal merespon terhadap terapi awal.
Semoga Bermanfaat
=
Sponsored Content
Pernah nggak sih, kalian mendapat kasus sulit saat menatalaksana pasien medik dan bingung mau bertanya pada siapa? Konsul ke senior Sp.PD atau Sp.JP, beliau-nya lagi sibuk ngobati pasien di rawat jalan? Atau, jangan-jangan kita niatnya tanya, eh malah ditanya balik??? Wkwkwkw.
Buku setebal 1000 halaman dengan berat 2,3 kg ini mungkin bisa jadi solusi yang pas buat kamu. Berisi pedoman diagnosis terapi yang paling lengkap saat ini terkait kasus-kasus medik (Penyakit Dalam, Jantung dan Paru). Ibarat kalian punya "Professor Interna Portable" yang siap ditanya kapan pun dan dimana pun, dan yang pasti nggak akan nanya balik? Wkwkwkwk.
Meskipun tidak bisa menggantikan peran para dokter Sp.PD untuk menjawab konsulan, buku ini setidaknya akan memberikan sejawat pengetahuan dasar yang lebih dari cukup untuk menjawab pertanyaan klinis sehari-hari: diagnosis-nya apa, terapi-nya apa, prognosisnya bagaimana?
Info tambahan, Buku PPK Penatalaksanan PAPDI ini juga banyak dicari dokter manajer Rumah Sakit sebagai referensi menyusun Panduan Praktik Klinis internal di Rumah Sakit dalam menghadapi Akreditasi versi KARS 2012.
Harganya 499 ribu, belum termasuk Ongkos Kirim.
Jika kamu belum punya, segera saja SMS/WA 085608083342 (Yahya) untuk pemesanan