Salah satu kondisi gawat darurat dan mengancam nyawa pada pasien stroke adalah gangguan kadar natrium plasma (hipernatremia atau hiponatremia). Hipernatremia dapat memicu kejang pada pasien stroke akut, sedangkan hiponatremia dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Fisiologi hemostasis keseimbangan air adalah faktor penting yang mempengaruhi kadar natrium plasma.
Keseimbangan natrium dan air dalam tubuh di atur oleh dua sistem, yaitu: osmoreseptor dan HPA aksis. Sedangkan, mekanisme retensi dan sekeresi natrium diatur oleh baroreseptor yang bekerjasama dengan hormon vasopresor, sistem vaskuler dan nefron ginjal. Mekanisme retensi dan sekresi natrium adalah sistem yang mempengaruhi respon jangka pendek dan panjang terhadap perubahan volume sirkulasi.
Memahami Homeostasis Keseimbangan Natrium Plasma
Homeostasis natrium memerlukan fungsi yang baik regulasi intake dan ekskresi natrium. Gangguan intake natrium akan menekan ekskresi natrium. Begiu juga ketika intake natrium meningkat, ekskresi natrium akan ditingkatkan untuk menjaga keseimbangan.
Ekskresi natrium pada ginjal ginjal berhubungan secara langsung terhadap jumlah produksi urine dan volume sirkulasi. Laju ekskresi natrium pada ginjal bervariasi, dapat mencapai 1 mMol/L pada kondisi hipovolemia sampai 100 mMol/L pada kondisi hipervolemia.
Perubahan ekskresi ginjal secara matematis didefinisikan sebagai GFR (Glomerular Filtration Rate) pada saat reabsorbsi pada daerah tubulus renalis.
Nilai GFR atau perubahan ekskresi ginjal dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain adalah sistem RAA (Renin-Angiotensin-Aldosteron) dan hormon natriuretik, misalnya atrial natriuretik peptide (ANP) dan urodilatin.
Volume sirkulasi yang rendah (hipovolemi) akan menginduksi sekresi renin dan norepinefrin. Renin akan mengkonversi angiotensin I ke angiotensin II, pada akhirnya akan meningkatkan reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal. Konsekuensi logis dari peningkatan reabsorbsi natrium adalah peningkatan retensi natrium dan air.
Volume sirkulasi yang tinggi (overload cairan) akan menginduksi sekresi ANP di atrium, sehingga tegangan atrium meningkat. Hal itu akan mengurangi reabsorbsi natrium di medula renalis melalui release dopamin lokal.
Diagnosis Hiponatremia
Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar natrium plasma pasien < 135 mMol/L. Hiponatremia adalah kondisi yang mengancam nyawa. Pasien dengan kadar natrium plasma < 130 mMol/L memiliki nilai fatalitas 60 kali lebih besar dibanding pasien dengan kadar natrium plasma normal. Pasien dengan kadar natrium < 120 mMol/L memiliki mortalitas 25% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar natrium > 120 mMol/L.
Hiponatremiaadalah kelebihan cairan relatif yang terjadi bila jumlah asupan cairan meebihi kemampuan ekskresi dan ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya pada kehilangan cairan melalui saluran cerna atau gagal jantung atau sirosis hati atau pada SIADH (syndrome of inappropriate ADH-Secretion).
Setelah mendeteksi ada hiponatremia, langkah selanjutnya adalah menentukan klasifikasi hiponatremia, apakah pasien mengalami hipovolemik, euvolemik atau hipervolemik.
Hipovolemik Hiponatremia
Pada pasien tipe hipovolemik hiponatremia, dapat ditemukan penurunan kadar total natrium dalam tubuh dan kadar air yang turun juga. Hal ini terjadi umumnya karena kehilangan air dan solut yang tinggi dari pencernaan atau dari ginjal.
Hipervolemik Hiponatremia
Kondisi ini dapat terjadi jika kadar total natrium meningkat lebih dari kadar air dalam tubuh seperti pada penyakit gagal jantung, sindrom nefrotik dan sirosis hati yang berkaitan erat dengan gangguam ekskresi air.
Euvolemik Hiponatremia
Kondisi ini umumnya terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan gangguan natrium, dan sering tidak terdeteksi melalui pemeriksaan fisik.
Kondisi hiponatremia secara khusus perlu diwaspadai pada pasien stroke SAH. Pada pasien SAH, kondisi hiponatremia akan meningkatkan resiko kejadia iskemia otal dan meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas dalam 3 bulan.
Tatalaksana Hiponatremia
Terapi hiponatremia sangat dipengaruhi gejala dan durasi hiponatremia. Pada hiponatremia akut (onset < 48 jam) akan ditemukan gejala neurologis yang berat, bahkan bisa menjadi permanen atau muncul sequele akibat edema otak jika hiponatremia tidak dikoreksi secara adekuat. Namun, pasien dengan hiponatremia kronik (onset > 48 jam) berpotensi menjadi demyelinisasi osmotik pada otak jika dikoreksi terlalu cepat.
Prinsip Tatalaksana Hiponatremia
- Air pada jaringan otak akan meningkat hanya sekitar 10% pada hiponatremia berat yang kronik sehingga target terapi untuk meningkatkan kadar natrium adalah 10% atau sekitar 10 mEq/L
- Jangan berikan koreksi natrium > 1-1.5 mEq/L/jam
- Jangan meningkatkan kadar natrium > 8-12 mEq/hari
Tatalaksana Hiponatremia Akut
Pada hiponatremia akut, serum natrium sebaiknya dikoreksi sebesar 2 mEq/L/jam sampai gejala klinis membaik, dan tidak terlalu penting untuk mencapai rentang nilai normal selama gejala klinis sudah mengalami perbaikan. Koreksi dapat dilakukan dengan menggunakan cairan saline hipertonik dengan kecepatan 1-2 mEq/L tiap jam.
Jika pada pasien didapatkan gejala hiponatremia berat (kejang-kejang atau koma), cairan saline hipertonik dapat diberikan dengan kecepatan 4-6 mEq/L/jam. Monitoring terhadap status neurologis, status paru dan kadar elektrolit sebaiknya dicek setiap 2 jam.
Tatalaksana Hiponatremia Kronik
Koreksi ini dilakukan sesua dengan penyebabnya karena gejala tidak khas dan durasinya tidak diketahui. Terapi pada kondisi hiponatremia kronik masih debatable, berapa kecepatan optimum dan dosis koreksi natrium untuk mencegah komplikasi neurologis. Pada pasien seperti ini sebaiknya pasien dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD).
Tatalaksana hipernatremia akan dibahas lebih lanjut pada artikel selanjutnya.
BERSAMBUNG
=
Sponsored Content
Sudah punya guideline Stroke terbaru dari PERDOSSI? Ada di buku ini nih… Cek aja Halaman 170-178
Inbox admin ya untuk pemesanan^^
Limited Edition^^