Kejang demam adalah kegawatdaruratan di bidang neuropediatri. Data di Amerika melaporkan 2-4% penduduk di USA pernah mengalami kejang demam. Angka yang tidak jauh berbeda dilaporkan di Eropa. Prevalensi lebih tinggi dilaporkan di Asia dan Afrika, 5-10%. Kami belum menemukan laporan dari Indonesia.
Kejang demam adalah kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38 C), disebabkan oleh proses ektrakranial. Ada tiga kata kunci: Kejang, Kenaikan Suhu Tubuh, Ekstrakranial. Seorang pasien didiagnosis kejang demam jika memenuhi kriteria di atas.
Kejang demam setidaknya dapat dikelompokkan menjadi dua: Kejang Demam Sederhana (KDS) dan Kejang Demam Komplek (KDK). KDS berlangsung singkat (< 15 menit), gerakan umum (+), tonik klonik, gerakan fokal (-), berulang dalam 24 jam (-). KDS umumnya akan berhenti sendiri tanpa tindakan apapun!!!
KDK adalah kondisi yang lebih berat dari KDS, berlangsung lama (>15 menit), fokal atau parsial satu sisi, atau jika terjadi gerakan kejang umum maka didahului kejang fokal, berulang dalam 24 jam (+) > 1 kali.
Apa yang Harus Dilakukan dalam 3 Menit Pertama?
Jika pasien anak datang dalam kondisi kejang, maka dapat diasumsikan bahwa pasien sudah kejang setidaknya lebih dari 10 menit, sehingga butuh penanganan gawat darurat.
Beberapa hal sederhana, namun penting, perlu dilakukan dalam 3 menit pertama: membebaskan jalan nafas, memasang oksigen dan menghentikan kejang.
Membebaskan jalan nafas bisa dilakukan dengan melonggarkan pakaian yang ketat. Hal sederhana seperti melonggarkan pakaian yang ketat cukup efektif untuk mengkondisikan cukup oksigen tersuplai secara adekuat. Seperti kita ketahui, kondisi kejang demam mengonsumsi oksigen yang sangat tinggi. Memastikan jalan nafas terjaga adalah langkah utama yang harus dilakukan.
Memasang oksigen dengan konsentrasi kira-kira 20-50% akan membantu mendukung metabolisme oksigen di otak yang meningkat. Kondisi hipoksia paska episode kejang sangat merugikan bagi sel otak pasien anak, meskipun secara klinis kejang demam memiliki prognosis yang baik.
Diazepam suppositoria dapat diberikan dan terbukti efektif dalam menghentikan episode kejang (Tasker, 1998). Dalam satu kali pemberian (single dose) diazepam suppositoria kira-kira mengandung 150-336 ng/mL diazepam. Sebuah penelitian juga melaporkan bahwa lebih dari separuh pasien anak yang mengalami kejang di IGD, merespon positif terapi diazepam single dose yang diberikan secara intravena atau suppositoria (0,3-0,4 mg/kgBB).
Setelah kegawatdaruratan berhasil diatasi, langkah selanjutnya adalah melakukan manajemen lanjutan untuk mengidentifikasi penyebab demam, mencegah kejang ulangan dan mengelola faktor penyulit: kadar elektrolit, gula darah dan infeksi.
Semoga bermanfaat.