Seratus ribu bayi terancam buta-tuli setiap tahunnya. Karena mereka terinfeksi virus rubella. Rubella memang penyakit ringan bila menginfeksi anak-anak, tetapi bisa menjadi bencana ketika menginfeksi ibu hamil. Konsekuensi pahit yang harus diterima adalah bayi mati dalam kandungan atau pun jika lahir bisa mengalami kecacatan seumur hidup.
Baru saja tadi pagi aku ditelpon sejawat, seorang dokter di klinik Pondok Pesantren terkemuka di Jawa Timur. Dia menanyakan tentang vaksinasi MR (Mesales-Rubella) yang pelaksanaannya akan dilakukan Agustus-September 2017. Kiai pondok pesantren meminta pertimbangan sejawat ini tentang baik-buruk imunisasi MR.
Spontan aku jawab, Baik.
“Aku titip ya, Dok. Tugasmu meyakinkan pak kiai agar mau bekerjasama menyukseskan program imunisasi MR ini†kataku.
Kenapa aku ngotot bilang seperti itu? Program imunisasi MR ini adalah program yang baik, akan jadi tidak baik jika program ini gagal dieksekusi. Kenapa bisa gagal? Kalau ada lebih dari 10% komponen masyarakat yang tidak divaksin. Prinsipnya, herd immunity.
Menurtku pondok pesantren punya peran strategis di sini.
Pondok pesantren itu isinya adalah santri-santri yang begitu mereka selesai nyantri akan terjun ke masyarakat berkontribusi. Tidak sedikit lulusan pondok pesantren yang akhirnya jadi pemimpin masyarakat yang omongannya akan didengar.
Bayangin kalau para santri ini punya pemahaman yang keliru tentang vaksinasi, dalam kasus ini vaksin MR. Ke depan masyarakat akan mengikuti pemahaman para santri ini.
Apa akibatnya? Kita menghadapi masalah yang lebih berat ke depannya. Akan ada lebih banyak penganut anti-vaksin yang pasti berkontribusi terhadap cakupan vaksin yang rendah yang berujung pada kegagalan program.
Kalau menurutku sih, masalah imunisasi MR ini harus sukses.
Doi t at all costs.
Vaksin MR (Measles-Rubella) Harus Berhasil
Sebenarnya ada beberapa isu yang harus diklarifikasi sebelum program imunisasi MR ini dilakukan.
Pertama, kita harus paham bahwa pelaksanaan program imunisasi tahun ini akan menurunkan angka kejadian Congenital Rubella Syndrome (CRS) 10-20 tahun yang akan datang. Yaitu, ketika penerima vaksin hari ini akan memasuki usia produktif. Idealnya memang, untuk menurunkan angka kejadian CRS tahun depan, kita harus melakukan vaksinasi rubella kepada wanita yang akan menikah tahun ini. Harapannya jika mereka hamil, sudah punya kekebalan terhadap virus rubella.
Jadi, hati-hati jika nanti satu tahun setelah program MR ada aktivis antivaks yang berkoar-koar, “percuma divaksin MR, angka kejadian CRS sama saja.â€
Kedua, ada isu yang berkembang. Vaksin MR bisa menyebabkan auitisme. Itu tidak benar. Vaksin MR adalah jenis live attenuated vaksin. Sebenarnya itu adalah isu lama yang diarahkan ke vaksin MMR (Mump, Measles dan Rubella). Namun, isu itu pun sudah dibantah oleh CDC. CDC dengan tegas menyatakan bahwa American Academy of Pediatric memastikan vaksin MMR tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian autism.
Ketiga, kegagalan program MR ini bisa berpotensi meningkatkan angka kejadian CRS di masa depan. Hal ini pernah terjadi di yunani dan dilaporkan di jurnal BMC tahun 1999. Dilaporkan bahwa pada tahun 1975 pemerintah yunani telah memprogramkan vaksinasi rubella (MMR) untuk anak usia 1 tahun.
Sayangnya, sampai tahun 1980-an cakupannya masih sekitar 50%. Di satu sisi, jumlah wanita yang rentan (susceptible) terinfeksi CRS naik. Sehingga terjadi “wabah†rubella tahun 1993. Cakupan vaksin MR yang rendah nantinya bisa berubah menjadi bencana “wabah CRSâ€.
Please, kaum anti-vaks. Kampanye kalian menakut-nakuti masyarakat dengan berita tidak berdasar dapat berujung pada bencana nasional. Demi Allah, kalian akan berdosa karena menyebabkan ribuan anak buta-tuli di masa depan.
Semoga Bermanfaat^^
=
Sponsored Content
Update pengetahuanmu tentang imunisasi anak dan dewasa.
Pemesanan, segera kontak Yahya 085608083342 (SMS/WA)