Hati-hati menggunakan loperamide. Loperamide adalah obat anti-diare golongan narkotika. Obat ini mahsyur dengan nama imodium. Obat ini dikenal luas memiliki efek anti-diare yang sangat kuat.
Sederhananya, diare diterapi imodium pasti mampet. Namun, beberapa laporan ilmiah mengisyaratkan "ancaman bahaya" penggunaan loperamide yang tidak sesuai indikasi.
Loperamide dilaporkan menyebabkan efek samping yang fatal: ileus paralitik. Loperamide memang bekerja sebagai obat anti-diare melalui mekanisme penghambatan motilitas usus pada reseptor opioid.
Efek langsung di otot sirkular dan longitudinal usus besar membuat efek anti-diare yang dimilikinya sangat kuat, sehingga bisa terjadi paralisis otot tersebut yang pada akhirnya berkembang menjadi ileus.
Meskipun tergolong obat-obatan opioid, namun kemampuan penetrasi menembus Blood Brain Barrier sangat rendah. Sehingga kekhawatiran akan efek loperamide terhadap sistem saraf pusat, secara teoritis, bisa diabaikan.
Loperamide dan Penurunan Kesadaran
Judul di atas memang kelihatan bombastis, namun itulah adanya. Tulisan ini bukan untuk menakut-nakuti sejawat, hanya sebuah pengingat bersama bahwa penggunaan loperamide yang "serampangan" dapat berbahaya bagi pasien, terutama pasien anak.
Sebuah case report yang dipublikasikan British Medical Journal tahun 1987, melaporkan seorang anak perempuan berumur 15 bulan yang mengalami keracunan loperamide sehingga mengalami penurunan kesadaran.
Ceritanya, pasien anak tersebut dibawa ke Rumah Sakit karena mengalami luka bakar yang serius, 35% luas permukaan tubuh. Saat dirawat di bangsal bedah plastik, pasien tersebut mengalami diare dan dicurigai diare terjadi karena stres terkait luka bakar.
Singkat cerita pada hari ke-9 keluhan diare tidak berkurang, pasien ini diterapi dengan 1 mg loperamide oral, single dose. Ternyata, 50 menit kemudian pasien anak tersebut pingsan dan pucat. Kesadaran menurun, tidak respon terhadap rangsang nyeri. Frekuensi nadi 120 kali/menit dan frekuensi nafas 14 kali/menit. Muntah (-) dan kejang (-).
Terapi oksigen dengan Ambu Bag diberikan untuk resusitasi. Naloxone 0.3 mg diberikan secara intravena. Dalam dua menit, kesadaran pasien tersebut membaik dengan peningkatan frekuensi nafas mencapai 30 kali/menit.
Ternyata efek samping loperamide masih berlangsung hingga hari berikutnya. Kesadaran mulai membaik pada hari ke-11. Diare berhenti setelah pemberian susu sapi dihentikan, sehingga diagnosis diare diubah menjadi intoleransi protein susu sapi.
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Saat Meresepkan Loperamide
Loperamide tidak dianjurkan diresepkan untuk anak dibawah 3 tahun. Sebuah penelitian meta-analisis menemukan bahwa efek samping serius terapi loperamide hanya didapatkan pada pasien anak dibawah 3 tahun. Terapi loperamide pada anak dibawah 2 tahun juga dilaporkan beresiko menyebabkan ileus paralitik disertai gejala distensi abdomen (Li dkk, 2007).
Kontraindikasi terapi loperamide diantaranya adalah diare dengan demam atau disertai bercak darah pada tinja, disentri, dan infeksi usus lain yang bersifat invasif. Penggunaan Loperamide pada pasien hamil dan gangguan fungsi liver juga perlu diwaspadai.
Nb: Sejawat bisa mempelajari alur pikir diagnosis ileus lebih dalam di Buku DIAGNOSIS KLINIS MACLEOD.