Anemia adalah salah satu masalah yang sering ditemui dalam praktek sehari-hari. Penting bagi dokter untuk bisa mendiagnosis etiologi penyebab anemia, sehingga terapi yang tepat dapat diberikan.
Pendekatan Diagnosis Anemia: Non-Klinis vs Klinis
Artikel ini membahas tentang berbagai pendekatan diagnosis anemia yang meliputi pendekatan non-klinis (Pendekatan Tradisional, Morfologik, Fungsional dan Probabilistik) dan klinis. Artikel kami rujuk dari buku Ajar PAPDI Edisi VI (Referensi Tes Ujian Masuk PPDS Interna dan Ujian Board Interna)
Pendekatan Non-Klinis Diagnosis Anemia: Tradisional, Morfologik, Fungsional dan Probabilistik
Pendekatan tradisional adalah penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium. Selanjutnya hasil pemeriksaan klinis dianalisis dan sintesis sehingga dapat disimpulkan sebagai sebuah diagnosis, baik diagnosis sementara atau diagnosis definitif.
Pendekatan lain adalah pendekatan morfologi, fisiologi
dan probabilistik. Dari aspek morfologi maka anemia
berdasarkan hapusan darah tepi atau indeks eritrosit
diklasifikasikan menjadi anemia hipokromik mikrositer, anemia normokromik normositer dan anemia makrositer.
Pendekatan fungsional disusun bersandar pada fenomena apakah anemia disebabkan karena penurnan produksi eritrosit
di sumsum tulang, yang bisa dilihat dari penurunan angka
retikulosit, ataukah akibat kehilangan darah atau hemolisis, yang ditandai oleh peningkatan angka retikulosit.
Dari kedua pendekatan ini kita dapat menduga jenis anemia dan kemungkinan penyebabnya. Hasil ini dapat diperkuat dengan pendekatan probabilistik (pendekatan berdasarkan pola etiologi anemia), yang bersandar pada data epidemiologi yaitu pola etiologi anemia di suatu daerah.
Pendekatan Probablistik adalah pendekatan diagnosis anemia berdasarkan pola etiologi anemia yang sering dijumpai. Secara umum jenis anemia yang paling sering dijumpai di dunia adalah anemia defisiensi besi, anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.
Pola etiologi anemia pada orang dewasa pada suatu daerah sangat diperhatikan dalam menegakkan diagnosis. Di daerah tropis anemia defisiensi besi merupakan penyebab tersering disusul oleh anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.
Pada perempuan hamil anemia karena defisiensi folat perlu juga mendapat perhatian. Pada daerah terlentu anemia akibat malaria masih cukup sering dijumpai. Pada anak-anak tampaknya thalasemia lebih memerlukan perhatian dibandingkan dengan anemia akibat penyakit kronik.
Sedangkan di Bali, mungkin juga di Indonesia, anemia aplastik merupakan salah satu anemia yang sering dijumpai. Jika kita menjumpai anemia di suatu daerah, maka penyebab yang dominan di daerah itu yang perlu diperhatikan pertama.
Pendekatan terbaik adalah menggabungkan pendekatan klinis dan non-klinis.
Pendekatan Klinis Diagnosis Anemia
Pendekatan klinis diagnosis anemia harus dilakukan secara terstruktur dan sistematis. Dalam pendekatan klinis yang menjadi perhatian adalah:
- Kecepatan timbulnya penyakit (onset anemia)
- Berat ringannya derajat anemia
- Gejala yang menonjol
Pendekatan Berdasarkan Onset Penyakit
Berdasarkan onset anemia, kita dapat membuat dugaan jenis
anemia yang diderita pasien. Anemia yang timbul cepat (dalam beberapa hari sampai minggu) biasanya disebabkan oleh:
- Perdarahan akut
- Anemia hemolitik yang didapat seperti halnya pada AIHA terjadi penurunan Hb >1 g/dL per minggu. Anemia hemolitik intravaskular juga sering terjadi dengan cepat. seperti misalnya akibat reaksi transfusi, atau episode hemolisis pada anemia akibat defisiensi G6PD
- Anemia yang timbul akibat leukemia akut
- Krisis aplastik pada anemia hemolitik kronik.
Anemia yang timbul pelan-pelan biasanya disebabkan
oleh:
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi folat atau vitamin Bl2
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia hemolitik kronik yang bersifat kongenital
Pendekatan Berdasarkan Beratnya Anemia
Derajat anemia dapat dipakai sebagai petunjuk diagnosis banding etiologi anemia.
Anemia berat biasanya disebabkan oleh:
- Anemia defisiensi besi
- Anemia aplastik
- Anemia pada leukemia akut
- Anemia hemolitik didapat atau kongenital seperti misalnya pada thalasemia major
- Anemia pasca perdarahan akut
- Anemia pada GGK stadium terminal.
Jenis anemia yang lebih sering bersifat ringan sampai
sedang, jarang sampai derajat berat ialah:
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia pada penyakit sistemik
- Thalasemia Trait
Jika pada ketiga anemia tersebut di atas dijumpai anemia berat, maka harus dipikirkan diagnosis lain, atau adanya penyebab lain yang dapat memperberat derajat anemia tersebut.
Pendekatan Berdasarkan Sifat Gejala
Dominasi gejala anemia dapat dipakai untuk membantu
diagnosis etiologi anemia.
Pada kelompok penyakit ini, gejala anemia lebih menonjol dibandingkan gejala penyakit dasar dijumpai pada:
- Anemia defisiensi besi
- Anemia aplastik
- Anemia hemolitik
Sedangkan pada anemia akibat penyakit kronik dan anemia sekunder lainnya (anemia akibat penyakit sistemik, penyakit hati atau ginjal), gejala-gejala penyakit dasar sering lebih menonjol.
Pendekatan diagnosis anemia dengan cara gabungan hasil
penilaian klinis dan laboratorik merupakan cara yang ideal,
tetapi memerlukan fasilitas kesehatan dan ketrampilan klinis yang baik. Algoritma diagnosis anemia berdasar hasil laboratorium dapat diamati pada algoritma di atas.
Pendekatan Terapi Anemia
Terapi anemia tidak dapat dipukul rata, pendekatannya secara spesifik etiologis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia ialah
- Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan terlebih dahulu
- Pemberian hematinik (obat penambah hemoglobin) tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan
- Pengobatan anemia dapat berupa:
- Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik.
- Terapi suportif
- Terapi yang khas untuk masing-masing anemia
- Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut
- Dalam keadaan di mana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, terpaksa diberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus). Di sini harus dilakukan pemantauan yang ketat terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan evaluasi terus menerus tentang kemungkinan perubahan diagnosis
- Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda gangguan hemodinamik.
Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat simtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Di sini diberikan packed red cell, jangan whole blood. Pada anemia kronik sering dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu transfusi diberikan dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretika kerja cepat seperti furosemid sebelum transfusi.
Semoga Bermanfaat^^
=
Sponsored Content
Pernah nggak sih, kalian mendapat kasus sulit saat menatalaksana pasien medik dan bingung mau bertanya pada siapa? Konsul ke senior Sp.PD atau Sp.JP, beliau-nya lagi sibuk ngobati pasien di rawat jalan? Atau, jangan-jangan kita niatnya tanya, eh malah ditanya balik??? Wkwkwkw.
Buku setebal 1000 halaman dengan berat 2,3 kg ini mungkin bisa jadi solusi yang pas buat kamu. Berisi pedoman diagnosis terapi yang paling lengkap saat ini terkait kasus-kasus medik (Penyakit Dalam, Jantung dan Paru). Ibarat kalian punya "Professor Interna Portable" yang siap ditanya kapan pun dan dimana pun, dan yang pasti nggak akan nanya balik? Wkwkwkwk.
Meskipun tidak bisa menggantikan peran para dokter Sp.PD untuk menjawab konsulan, buku ini setidaknya akan memberikan sejawat pengetahuan dasar yang lebih dari cukup untuk menjawab pertanyaan klinis sehari-hari: diagnosis-nya apa, terapi-nya apa, prognosisnya bagaimana?
Info tambahan, Buku PPK Penatalaksanan PAPDI ini juga banyak dicari dokter manajer Rumah Sakit sebagai referensi menyusun Panduan Praktik Klinis internal di Rumah Sakit dalam menghadapi Akreditasi versi KARS 2012.
Harganya 499 ribu, belum termasuk Ongkos Kirim.
Jika kamu belum punya, segera saja SMS/WA 085608083342 (Yahya) untuk pemesanan