Blok jantung adalah salah satu materi penting yang harus kamu kuasai, kalau kamu adalah dokter di Instalasi Gawat Darurat. Karena kata dr Ragil, SpJP blok jantung adalah kelainan EKG yang paling sering beliau temukan di IGD.
Jadi ceritanya dua hari kemarin dr Ragil lagi bahas materi blok jantung di Group WA Mahir Baca EKG. Dua malam ada sekitar 512 dokter yang join diskusinya. Hasil evaluasinya menarik. Sebelum diskusi secara acak saya minta 20 peserta Group ngerjain soal pre-test. Hasilnya nilai rata-rata cuma 42%. Kemudian setelah diskusi via WA, ada 32 sejawat yang mengirimkan jawaban soal post-test. Rata-rata naik jadi 74%.
Alhamdulillah deh pokoknya. Nah, selah 12 jam (jam 7 pagi) saya dapat WA dari salah satu anggota group Mahir Baca EKG. Kebetulan banget dia malam itu dapat pasien AV Blok dengan riwayat pemakaian digoxin. Setelah dievaluasi kadar kalium darah ternyata 5.5 mEq/L.
Awalnya pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas, terutama kaki dan tangan. Pasien sudah tua, nenek-nenek usia 90-an. Sudah 3 hari ini sulit makan. GCS masih 456.
Awalnya pasien dibawa ke Puskesmas, ketahuan kalau bradikardia. Karena alat terbatas, pasien dirujuk ke IGD.
Pas datang tensinya 120/80 mmHg, heart rate cuma 28 kali/menit, frekuensi napas 14 kali/menit. Pasien punya riwayat gagal jantung kongestif dan rutin minum digoxin. Riwayat pengobatan beta blocker, CCB dan obat anti-aritmia disangkal.
Dirujuk dengan bradikardi, pemeriksaan penunjang pertama yang terpikir adalah tes EKG. Tujuannya tentu untuk mengetahui apakah ada kelainan jantung atau tidak.
Beruntung sejawat tersebut nemu gambaran AV Blok, masih ingat dengan kisah istri (gelombang p) dan suami (kompleks QRS)?
Dengan tips sederhana tadi AV Blok dapat dikenali dengan mudah. Kebetulan ketemu gambaran Blok Jantung Tingkat 2 Mobitz II (Istri nungguin suami, kadang pulang kadang nggak). Hehe.
Langsung dikonsulkan SpJP, untuk kemudian diterapi sebagai AV Blok ec keracunan digoxin+hiperkalemia.
=
Sponsored Content
Sudah 500++ Dokter dari Aceh sampai Papua yang merasakan manfaat DVD Mahir Baca EKG (Basic). Kayaknya kamu adalah dokter selanjutnya yang rasain manfaat yang sama^^
Langsung aja pesan DVD Mahir Baca EKG (Basic) via kontakin.com/dokterpost
=
Terapi Keracunan Digoxin
Pada prinsipnya terapi keracunan digoxin dilakukan dengan
- Arang aktif
- Koreksi elektrolit
- Terapi imunologis
- Terapi Aritmia
Sayangnya, untuk modalitas terapi ketiga biasanya hanya ada di rumah sakit pendidikan. Padahal modalitas 3 adalah terapi definitif paling mutakhir keracunan digoxin. Kalau di IGD, kamu bisa melakukan modalitas 1, 2 dan 4 sudah cukup bagus.
Arang Aktif
Merujuk pada rekomendasi medscape, kumbah lambung adalah terapi lini pertama untuk keracunan digoxin. Arang aktif dapat diberikan untuk mengurangi penyerapan digoxin di usus. Kamu bisa kasih kolestiramin dan kolestipol, terutama untuk keracunan dogoxin kronik.
Pada pasien keracunan digoxin, induksi muntah tidak dianjurkan. Diuresis dengan lasix bahkan bisa menyebabkan gangguan elektrolit yang lebih berat.
Koreksi Elektrolit
Salah satu kelainan laboratorium yang paling banyak didapatkan pada pasien keracunan digoxin adalah kelainan kalium (hiperkalemia dan hipokalemia). Sehingga pemeriksaan kadar eletrolit adalah wajib. Kamu bisa lihat panduan terapi koreksi kalium di artikel ini.
Ada beberapa pendekatan tatalaksana yang dapat digunakan pada kasus hiperkalemia. Pada prinsipnya, koreksi hiperkalemia bertujuan untuk mengembalikan rentag normal kadar kalium darah (3.5-5.0 mEq/L). Tatalaksana hiperkalemia di bawah ini aku kutip dari EIMED MERAH PAPDI
Rapid correction
- Kalsium glukonat intravena diberikan untuk menghilangkan efek neuromuskular dan jantung akibat hiperkalemia
- Glukosa dan insulin intravena diberikan untuk memindahkan kalium ke dalam sel, dengan efek penurunan kalium kira-kira 6 jam. Dosis: insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 ml bolus intravena, lalu diikuti dengan infuse Dekstrosa 5% untuk mencegah hiperkalemia.
- Beta 2 agonis albuterol diberikan untuk memindahkan kalium ke dalam sel. Dosis 10-20 mg, dapat diberikan secara inhalasi maupun tetesan intravena
Monitoring dilakukan tiap 1-2 jam untuk melihat efek terapi. Jika dalam 3 kali koreksi gagal menormalkan kadar kalium, atau kadar kalium sangat tinggi (6-7 mEq/L) kamu bisa mempertimbangkan melakukan dialisis.
Terapi Aritmia
Pada pasien ini didapatkan severe bradikardia+AV Block 2:1, sehingga terapi definitifnya adalah pemasangan temporary pace maker. Jika sudah stabil dapat dilakukan pemasangan pace maker. Jadi memang kamu sebaiknya rujuk ke SpJP. Senyampang di IGD, sesuai dengan algoritma ACLS kamu bisa kasih pasien Sulfas Atropin 0.5 mg untuk pertolongan pertama.
Semoga Bermanfaat^^