7 Aug 2025 • Kulit
Skabies, sebuah infestasi kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis, merupakan masalah kesehatan global yang signifikan. Tungau ini menggali ke dalam lapisan epidermis kulit, menimbulkan rasa gatal yang hebat dan ruam khas. Diperkirakan lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia terinfeksi skabies pada satu waktu, dengan prevalensi tahunan mencapai 455 juta kasus, terutama pada anak-anak di lingkungan padat penduduk dan miskin.
Kehamilan adalah periode fisiologis yang unik, di mana seorang wanita mengalami berbagai perubahan hormonal dan imunologis. Kondisi ini menempatkan ibu hamil dalam kategori populasi rentan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam pendekatan diagnosis dan terapi berbagai penyakit, termasuk skabies.
Diagnosis skabies pada ibu hamil dapat menjadi tantangan tersendiri. Gejala klinisnya, terutama pruritus (gatal), seringkali tumpang tindih dengan berbagai dermatosis yang umum atau spesifik terjadi selama kehamilan. Hal ini dapat mempersulit identifikasi skabies secara cepat dan akurat.
Lebih lanjut, pilihan terapi untuk skabies pada kehamilan menjadi terbatas karena adanya potensi risiko efek samping obat terhadap perkembangan janin. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai manifestasi klinis yang mungkin sedikit berbeda dan pilihan pengobatan yang terbukti aman menjadi sangat penting.
Dalam konteks ini, dokter umum memegang peranan yang sangat krusial. Kemampuan untuk melakukan identifikasi dini skabies, memilih terapi yang paling aman dan efektif berdasarkan bukti ilmiah, serta memberikan edukasi yang komprehensif kepada pasien dan keluarganya adalah kunci utama.
Tatalaksana yang tepat tidak hanya bertujuan untuk menyembuhkan infestasi tungau pada ibu, tetapi juga untuk memutus rantai penularan dalam keluarga dan komunitas, serta mencegah komplikasi lebih lanjut. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi bakteri sekunder pada kulit akibat garukan, yang dapat berkembang menjadi kondisi serius seperti selulitis, sepsis, glomerulonefritis akut pasca-streptokokus, hingga penyakit jantung rematik.
Mengingat potensi dampak fisik dan psikologis skabies pada ibu hamil, serta risiko komplikasi yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin, penanganan yang cepat, tepat, dan aman menjadi sebuah urgensi. Artikel ini bertujuan untuk memberikan panduan praktis berbasis bukti ilmiah dari sumber terindeks PubMed mengenai "Diagnosis dan Terapi Skabies pada Ibu Hamil", termasuk informasi mengenai "Dosis Obat Skabies pada Ibu Hamil", yang relevan bagi dokter umum.
Diagnosis skabies yang akurat pada ibu hamil merupakan langkah awal yang fundamental sebelum menentukan strategi terapi. Kesalahan diagnosis dapat menyebabkan penundaan pengobatan yang efektif atau pemberian terapi yang tidak perlu dan berpotensi membahayakan.
Gejala kardinal skabies adalah pruritus atau gatal yang hebat, dengan karakteristik khas memburuk pada malam hari. Sensasi gatal ini merupakan hasil dari reaksi alergi tubuh terhadap protein dan feses (skibala) tungau yang terdapat di dalam kunikulus atau terowongan di kulit. Anamnesis mengenai pola gatal ini sangat penting.
Lesi kulit primer yang patognomonik untuk skabies adalah kunikulus, yaitu terowongan tipis, berkelok-kelok, berwarna keabuan atau sewarna kulit, dengan panjang beberapa milimeter hingga sentimeter. Di ujung kunikulus yang buta seringkali dapat ditemukan vesikel kecil tempat tungau betina berada. Selain kunikulus, manifestasi lesi lain meliputi papul eritematosa kecil, vesikel (terutama pada tangan dan kaki), dan terkadang nodul skabies.
Nodul ini berukuran lebih besar, berwarna merah kecoklatan, dan terasa gatal, sering ditemukan pada area genitalia pria, namun pada wanita, termasuk ibu hamil, dapat muncul di sekitar payudara atau aksila. Distribusi lesi skabies klasik meliputi area lipatan kulit dan daerah dengan stratum korneum yang tipis, seperti sela-sela jari tangan dan kaki, pergelangan tangan bagian volar, siku, lipat ketiak (aksila), area sekitar sabuk, bokong, dan pada wanita, area sekitar puting susu dan areola.
Pada bayi dan anak kecil, distribusi lesi bisa lebih luas dan atipikal, sering melibatkan telapak tangan, telapak kaki, pergelangan kaki, wajah, dan kulit kepala. Mengingat bahwa kehamilan dapat disertai perubahan imunitas, ibu hamil juga berpotensi menunjukkan presentasi yang lebih luas atau atipikal, sehingga kewaspadaan klinis diperlukan.
Gambar 1. Distribusi Lesi pada Skabies
Informasi penting lainnya adalah riwayat gatal serupa pada individu yang tinggal serumah atau memiliki kontak erat dengan pasien, seperti anggota keluarga atau pasangan seksual. Adanya riwayat kontak ini sangat memperkuat dugaan diagnosis skabies.
Diagnosis skabies seringkali dapat ditegakkan secara klinis berdasarkan kombinasi anamnesis yang cermat (keluhan gatal nokturnal, riwayat kontak) dan temuan pemeriksaan fisik yang khas (identifikasi kunikulus, jenis lesi, dan pola distribusinya). Keterampilan klinis dokter umum dalam mengenali pola ini sangat menentukan.
Namun, pada kasus yang meragukan atau atipikal, pemeriksaan penunjang dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis:
Kerokan Kulit dan Pemeriksaan Mikroskopis: Ini adalah standar baku emas. Sampel diambil dengan mengerok lesi yang dicurigai (terutama kunikulus) menggunakan skalpel nomor 15 atau tepi kaca objek. Bahan kerokan diletakkan di atas kaca objek, ditetesi larutan Kalium Hidroksida (KOH) 10% atau minyak mineral, lalu ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari tungau dewasa, telur, atau skibala (feses tungau).
Dermoskopi: Penggunaan dermoskop dapat membantu visualisasi kunikulus dan kadang-kadang tungau di ujungnya, yang tampak sebagai struktur segitiga berwarna gelap ("delta sign" atau "hang glider sign") atau gambaran seperti jejak pesawat jet ("jet trail sign"). Metode ini non-invasif dan semakin banyak digunakan.
Uji Tinta Kunikulus (Ink Burrow Test): Area kulit yang dicurigai terdapat kunikulus diolesi dengan tinta (misalnya tinta pulpen), kemudian tinta dihapus dengan kapas beralkohol. Jika terdapat kunikulus, tinta akan masuk ke dalamnya dan terlihat sebagai garis hitam berkelok-kelok setelah permukaan kulit dibersihkan. Ini adalah tes sederhana yang dapat dilakukan di praktik.
Pemeriksaan dengan Lampu Wood: Dalam ruangan gelap, lampu Wood dapat digunakan untuk melihat kunikulus yang terkadang memberikan fluoresensi kuning terang.
Gambar 2. Skematik (A), Klinis (B), Penampakan Dermoskopis (C) “Burrow” Skabies
Pruritus adalah keluhan yang sangat umum selama kehamilan, dan tidak semua gatal pada ibu hamil disebabkan oleh skabies. Oleh karena itu, penting bagi dokter umum untuk mempertimbangkan diagnosis banding lainnya, terutama dermatosis spesifik kehamilan. Kesulitan diagnosis dapat timbul karena gejala skabies, terutama gatal dan ruam non-spesifik, dapat menyerupai kondisi kulit lain yang umum pada kehamilan.
Jika dokter tidak secara aktif mencari tanda-tanda khas skabies seperti kunikulus, distribusi lesi yang spesifik, atau riwayat kontak erat, diagnosis skabies bisa terlewat. Hal ini dapat berakibat pada penundaan terapi yang tepat atau pemberian pengobatan yang tidak perlu dan berpotensi berisiko untuk kondisi lain.
Berikut adalah beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis banding pruritus pada ibu hamil, beserta fitur pembedanya dari skabies:
Kondisi | Gambaran Klinis Kunci | Distribusi Tipikal | Gejala Khas Lain/Pemeriksaan Penunjang | Pembeda Utama dari Skabies |
Skabies | Gatal hebat (terutama malam), kunikulus, papul, vesikel, nodul. | Sela jari, pergelangan tangan, siku, aksila, pinggang, bokong, areola. Bisa atipikal. | Riwayat kontak erat dengan penderita skabies. Mikroskopi (+). | Adanya kunikulus, riwayat kontak erat, gatal nokturnal yang dominan. |
Polymorphic Eruption of Pregnancy (PEP)/PUPPP | Papul dan plak urtikaria yang sangat gatal. | Dimulai pada striae abdomen, menyebar ke paha, bokong, lengan. Wajah, telapak tangan/kaki biasanya bebas. | Umumnya pada trimester ketiga, primigravida. | Tidak ada kunikulus, onset dan distribusi berbeda, tidak ada riwayat kontak skabies. |
Pemphigoid Gestationis (PG) | Gatal hebat diikuti lesi urtikaria, papul, plak, kemudian vesikel dan bula tegang. | Sering dimulai di sekitar umbilikus, menyebar ke trunkus dan ekstremitas. Wajah, mukosa biasanya bebas. | Trimester kedua/ketiga atau pasca persalinan. Autoimun. Biopsi kulit dengan imunofluoresensi (+). | Lesi bula dominan, onset dan distribusi berbeda, tidak ada kunikulus/riwayat kontak skabies. Membutuhkan pemeriksaan imunofluoresensi. |
Intrahepatic Cholestasis of Pregnancy (ICP) | Gatal hebat tanpa lesi kulit primer (atau hanya ekskoriasi akibat garukan). | Generalisata, sering lebih berat pada telapak tangan dan kaki. | Trimester akhir kedua atau ketiga. Peningkatan asam empedu serum. Ikterus bisa ada. | Tidak ada lesi primer spesifik (kunikulus/papul), hasil lab abnormal (asam empedu), tidak ada riwayat kontak skabies. |
Atopic Eruption of Pregnancy (AEP) | Lesi eksematosa (papul, plak eritema, skuama, likenifikasi) yang gatal. | Wajah, leher, area fleksura (lipat siku, lutut), trunkus. | Bisa onset kapan saja. Riwayat atopi pribadi atau keluarga (eksim, asma, rinitis alergi). | Morfologi lesi eksematosa, distribusi khas eksim, riwayat atopi. Tidak ada kunikulus. |
Reaksi Obat | Gatal dengan berbagai jenis ruam (makulopapular, urtikaria, dll.). | Generalisata atau terlokalisir. | Riwayat penggunaan obat baru. | Hubungan temporal dengan penggunaan obat, tidak ada kunikulus/riwayat kontak skabies yang jelas. |
Peningkatan kewaspadaan dan pemeriksaan yang teliti, termasuk anamnesis riwayat kontak dan pencarian aktif kunikulus, sangat penting. Penggunaan alat bantu sederhana seperti dermoskopi atau ink burrow test dapat dipertimbangkan jika tersedia. Rujukan ke spesialis kulit dan kelamin mungkin diperlukan jika diagnosis masih meragukan.
Tatalaksana skabies pada ibu hamil memerlukan pendekatan yang hati-hati, memprioritaskan keamanan janin tanpa mengorbankan efektivitas terapi untuk ibu. Pemilihan obat dan strategi manajemen harus didasarkan pada bukti ilmiah terbaik. Keberhasilan terapi tidak hanya bergantung pada pemilihan obat yang tepat, tetapi juga pada kepatuhan pasien dan penanganan komprehensif terhadap kontak dan lingkungan.
Kegagalan terapi seringkali bukan disebabkan oleh resistensi obat, melainkan aplikasi obat yang tidak benar, kegagalan mengobati seluruh kontak erat secara simultan, atau terjadinya re-infestasi dari lingkungan yang belum didekontaminasi.
Tatalaksana skabies yang berhasil pada ibu hamil, dan populasi umum, bersandar pada tiga pilar utama:
Mengobati Pasien yang Terinfestasi: Pemberian skabisida yang tepat kepada ibu hamil.
Mengobati Seluruh Kontak Erat: Semua anggota keluarga yang tinggal serumah dan pasangan seksual pasien harus diobati secara bersamaan, bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala. Hal ini penting karena masa inkubasi skabies bisa mencapai 4-6 minggu, dan individu tanpa gejala sudah bisa menularkan tungau.
Dekontaminasi Lingkungan: Membersihkan barang-barang pribadi dan lingkungan yang mungkin terkontaminasi tungau.
Obat topikal merupakan lini pertama dalam "Diagnosis dan Terapi Skabies pada Ibu Hamil".
Permethrin 5% Krim:
Keamanan dan Efektivitas: Permethrin 5% krim dianggap sebagai terapi pilihan utama (lini pertama) untuk skabies pada kehamilan karena profil keamanan dan efektivitasnya yang baik. Obat ini termasuk dalam Kategori B FDA untuk kehamilan, yang berarti studi pada hewan tidak menunjukkan risiko terhadap janin, dan belum ada studi terkontrol yang adekuat pada wanita hamil, atau studi pada hewan menunjukkan efek samping namun tidak terkonfirmasi pada wanita hamil trimester pertama. Absorpsi sistemik permethrin setelah aplikasi topikal sangat rendah, kurang dari 2%. Berbagai studi, termasuk yang melibatkan wanita hamil (meskipun beberapa menggunakan konsentrasi 4%), tidak menunjukkan adanya bukti embriotoksisitas atau peningkatan risiko luaran janin yang merugikan.
Dosis Obat Skabies pada Ibu Hamil dan Cara Aplikasi: Krim permethrin 5% dioleskan secara tipis dan merata ke seluruh permukaan kulit tubuh, mulai dari leher hingga ke ujung jari kaki. Perhatian khusus harus diberikan pada area lipatan kulit (ketiak, selangkangan, bawah payudara), sela-sela jari tangan dan kaki, bawah kuku (jika memungkinkan, kuku dipotong pendek), pergelangan tangan, siku, sekitar pusar, bokong, dan area genital eksterna. Wajah dan kulit kepala umumnya tidak perlu diolesi pada orang dewasa, kecuali jika ada lesi di area tersebut, namun pada ibu hamil, mengingat potensi presentasi atipikal, pertimbangkan berdasarkan temuan klinis. Krim dibiarkan selama 8-12 jam (biasanya diaplikasikan pada malam hari sebelum tidur dan dibilas keesokan paginya dengan mandi). Pengobatan diulang satu kali setelah 7-10 hari untuk membunuh tungau yang mungkin baru menetas dari telur yang sudah ada sebelumnya, karena permethrin kurang efektif terhadap telur tungau. Bagi ibu menyusui, area payudara dan puting harus dibersihkan dengan seksama sebelum menyusui, dan krim dapat diaplikasikan kembali setelahnya jika masih dalam periode pengobatan.
Sulfur Presipitatum (Belerang Endap) Salep:
Keamanan dan Efektivitas: Salep sulfur merupakan alternatif yang aman, efektif, dan murah, terutama jika permethrin tidak tersedia, tidak efektif, atau ada kontraindikasi. Obat ini masuk dalam Kategori C FDA, namun karena absorpsi sistemiknya yang sangat rendah (sekitar 1%) dan tidak adanya laporan efek samping yang merugikan pada janin selama bertahun-tahun penggunaannya, sulfur dianggap aman untuk digunakan selama kehamilan dan menyusui. Konsentrasi yang direkomendasikan untuk ibu hamil, bayi, dan ibu menyusui adalah 6%. Beberapa studi juga telah menggunakan konsentrasi 2-5% pada wanita hamil dengan hasil yang baik.
Dosis Obat Skabies pada Ibu Hamil dan Cara Aplikasi: Salep sulfur dengan konsentrasi 6-10% (umumnya 6% untuk ibu hamil) dalam dasar salep seperti vaselin putih. Salep dioleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah, setiap malam selama tiga malam berturut-turut. Pasien disarankan untuk mandi bersih pada pagi hari keempat setelah aplikasi terakhir. Beberapa regimen menyarankan aplikasi selama 3 hari berturut-turut tanpa mandi di antara aplikasi, dan baru mandi setelah hari ketiga. Siklus pengobatan ini dapat diulang setelah satu minggu jika diperlukan.
Efek Samping: Efek samping utama sulfur adalah potensi iritasi kulit ringan (dermatitis kontak iritan), kulit kering, dan bau belerang yang khas yang mungkin kurang disukai pasien.
Obat Topikal Lain dengan Pertimbangan Khusus:
Benzyl Benzoate (10-25% losion): Penggunaannya pada kehamilan umumnya tidak direkomendasikan sebagai lini pertama, atau hanya sebagai alternatif jika terapi lain gagal atau tidak tersedia. Obat ini termasuk Kategori C FDA dan tidak tersedia secara komersial di Amerika Serikat. Terdapat kekhawatiran historis mengenai metabolitnya, benzyl alcohol, yang dikaitkan dengan "gasping syndrome" pada neonatus jika benzyl alcohol murni digunakan untuk membilas kateter vena sentral, bukan akibat paparan maternal dari aplikasi topikal benzyl benzoate. Sebuah studi retrospektif pada wanita hamil di trimester kedua dan ketiga yang menggunakan losion benzyl benzoate 25% tidak menemukan peningkatan risiko cacat lahir. Namun, efektivitasnya dilaporkan lebih rendah dan angka kebutuhan pengobatan ulang lebih tinggi dibandingkan permethrin.
Crotamiton 10% krim/losion: Termasuk dalam Kategori C FDA. Data keamanan penggunaannya pada kehamilan masih terbatas. Meskipun demikian, karena absorpsi sistemiknya yang rendah (sekitar 1%), crotamiton dianggap relatif aman dan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan jika terapi lini pertama tidak dapat digunakan atau gagal.
Ivermectin Oral:
Penggunaan ivermectin oral untuk skabies umumnya tidak direkomendasikan atau harus dihindari selama kehamilan (Kategori C FDA) karena data keamanan pada populasi ini masih belum memadai. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa ivermectin sebaiknya tidak dikonsumsi oleh ibu hamil.
Studi pada hewan menunjukkan efek teratogenik pada dosis yang jauh lebih tinggi dari dosis manusia. Beberapa studi observasional pada manusia yang melibatkan paparan ivermectin secara tidak sengaja selama kampanye pengobatan massal untuk penyakit lain tidak menunjukkan peningkatan risiko kelainan kongenital atau abortus yang signifikan secara statistik, namun tingkat kepastian dari bukti ini masih sangat rendah. Mengingat adanya alternatif topikal yang lebih aman, penggunaan ivermectin pada kehamilan sebaiknya dihindari kecuali jika manfaatnya jelas melebihi potensi risiko dan tidak ada pilihan lain yang lebih aman.
Lindane:
Penggunaan lindane 1% losion atau sampo dikontraindikasikan secara absolut selama kehamilan dan menyusui. Lindane memiliki potensi neurotoksisitas yang signifikan baik bagi janin maupun ibu, dan dapat diserap melalui kulit. FDA telah membatasi penggunaannya hanya sebagai agen lini kedua pada populasi umum karena risiko efek samping serius, termasuk kejang dan bahkan kematian, terutama pada bayi, anak kecil, lansia, dan individu dengan berat badan kurang dari 50 kg.
Seperti telah disebutkan, pengobatan simultan terhadap semua anggota keluarga yang tinggal serumah dan kontak seksual pasien adalah wajib, terlepas dari ada atau tidaknya gejala pada mereka.
Pilihan Terapi untuk Kontak:
Anak-anak (>2 bulan) dan kontak dewasa non-hamil: Permethrin 5% krim adalah pilihan utama.
Bayi <2 bulan: Permethrin 5% krim sering direkomendasikan oleh para ahli dermatologi anak meskipun penggunaannya bersifat off-label untuk usia ini. Salep sulfur 6% merupakan alternatif yang aman. Crotamiton juga dapat dipertimbangkan karena toksisitasnya yang rendah.
Kontak Hamil Lainnya: Harus diobati dengan skabisida yang aman untuk kehamilan, seperti permethrin 5% krim atau salep sulfur 6%.
Langkah-langkah dekontaminasi lingkungan bertujuan untuk membunuh tungau yang mungkin tertinggal pada barang-barang pribadi dan mencegah re-infestasi:
Semua pakaian, handuk, dan sprei yang digunakan oleh pasien dan kontak erat dalam 3 hari terakhir sebelum pengobatan dimulai harus dicuci menggunakan air panas (suhu minimal 50°C atau 122°F) dan dikeringkan dengan mesin pengering pada pengaturan panas tinggi atau dijemur di bawah sinar matahari terik.
Barang-barang yang tidak dapat dicuci (misalnya boneka, bantal, sepatu tertentu) harus dimasukkan ke dalam kantong plastik yang tertutup rapat dan disimpan selama minimal 72 jam hingga satu minggu. Tungau skabies tidak dapat bertahan hidup lebih dari 2-3 hari di luar kulit manusia.
Karpet, sofa, dan perabotan berlapis kain lainnya sebaiknya dibersihkan dengan penyedot debu (vakum) secara menyeluruh.
Berikut adalah tabel ringkasan pilihan obat skabies topikal yang aman untuk ibu hamil:
Tabel 2: Pilihan Obat Skabies Topikal yang Aman untuk Ibu Hamil dan Dosisnya
Nama Obat | Konsentrasi | Cara Aplikasi (Durasi Kontak & Pengulangan) | Kategori Keamanan FDA | Catatan Penting (Efek Samping, Ketersediaan) |
Permethrin Krim | 5% | Oleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah, biarkan 8-12 jam, bilas. Ulangi setelah 1 minggu. | B | Lini pertama. Efektif dan aman. Iritasi kulit ringan jarang terjadi. Dapat digunakan saat menyusui dengan membersihkan area payudara sebelum menyusui. |
Sulfur (Belerang) Salep | 6-10% (umumnya 6%) | Oleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah setiap malam selama 3 malam berturut-turut. Mandi pada pagi hari ke-4. Ulangi siklus setelah 1 minggu. | C (dianggap aman) | Alternatif yang baik. Dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit kering, bau kurang sedap. Aman untuk bayi dan ibu menyusui. |
Benzyl Benzoate Losion | 10-25% | Oleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah, biarkan 24 jam, bilas. Dapat diulang setelah 5 hari. | C | Lini kedua atau ketiga. Potensi iritasi kulit. Efektivitas lebih rendah dari permethrin. Penggunaan terbatas di beberapa negara. |
Crotamiton Krim/Losion | 10% | Oleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah, ulangi setelah 24 jam. Mandi 48 jam setelah aplikasi terakhir. Ulangi setelah 7-10 hari jika perlu. | C | Data keamanan pada kehamilan terbatas, namun dianggap aman jika terapi lain tidak cocok. Efektivitas mungkin lebih rendah. Memiliki efek antipruritus. |
Setelah pengobatan skabies yang berhasil, beberapa gejala sisa dapat muncul, dan ada potensi komplikasi yang perlu diwaspadai, terutama pada ibu hamil.
Sangat umum bagi pasien untuk terus merasakan gatal selama beberapa hari hingga beberapa minggu (bahkan hingga 4 minggu) setelah terapi skabisida yang berhasil membunuh semua tungau. Fenomena ini dikenal sebagai pruritus pasca-skabies. Gatal ini disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tubuh terhadap sisa-sisa tungau mati, telur, dan produk metabolitnya yang masih tertinggal di dalam kulit.
Penting untuk mengedukasi pasien bahwa gatal yang menetap ini tidak selalu berarti terapi gagal atau adanya re-infestasi, sehingga pengobatan ulang dengan skabisida yang tidak perlu sebaiknya dihindari kecuali ada bukti infestasi aktif baru.
Pilihan yang aman untuk meredakan pruritus pasca-skabies pada ibu hamil meliputi:
Emolien/Pelembap: Penggunaan pelembap secara teratur dapat membantu mengatasi kulit kering yang dapat memperburuk rasa gatal. Pilih pelembap yang hipoalergenik dan bebas pewangi.
Kortikosteroid Topikal Potensi Ringan hingga Sedang: Untuk area kulit yang sangat gatal dan meradang, krim atau salep kortikosteroid topikal potensi ringan (misalnya, hidrokortison 1%) atau potensi sedang dapat digunakan secara singkat dan terbatas. Penggunaan kortikosteroid topikal potensi ringan hingga sedang umumnya dianggap aman selama kehamilan jika digunakan sesuai anjuran dokter dan tidak pada area yang luas atau untuk jangka waktu lama.
Antihistamin Oral: Antihistamin oral sedatif generasi pertama seperti klorfeniramin (Kategori B FDA) dapat dipertimbangkan dengan hati-hati untuk membantu mengurangi gatal, terutama yang mengganggu tidur malam hari. Namun, penggunaannya harus setelah konsultasi dengan dokter dan mempertimbangkan rasio manfaat-risiko. Antihistamin non-sedatif generasi kedua umumnya lebih disukai pada siang hari jika diperlukan.
Kompres Dingin dan Losion Penyejuk: Kompres dingin pada area yang gatal dapat memberikan sensasi lega sementara. Losion yang mengandung kalamin atau mentol juga dapat membantu meredakan gatal. Camphor topikal juga dilaporkan aman untuk pruritus pada kehamilan.
Ekskoriasi atau luka lecet akibat garukan hebat pada kulit yang gatal merupakan port d'entrée bagi bakteri. Infeksi bakteri sekunder adalah komplikasi yang sering terjadi pada skabies, umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes. Kehamilan sendiri dapat dianggap sebagai suatu kondisi imunosupresi relatif, di mana perubahan hormonal dan imunologis dapat sedikit mengubah respons tubuh terhadap infeksi.
Kerusakan barier kulit akibat garukan pada skabies, dikombinasikan dengan potensi perubahan imunitas ini, dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi bakteri sekunder yang lebih parah atau meluas pada ibu hamil. Infeksi pada ibu hamil berpotensi lebih serius baik bagi ibu maupun janin.
Tanda-tanda infeksi bakteri sekunder meliputi:
Pustul (lesi berisi nanah)
Krusta berwarna kuning madu (khas untuk impetigo)
Selulitis (area kulit menjadi merah, bengkak, hangat, dan nyeri tekan)
Demam atau gejala sistemik lainnya (jarang pada infeksi kulit lokal, namun mungkin jika meluas).
Manajemen infeksi bakteri sekunder pada ibu hamil harus mempertimbangkan keamanan obat bagi janin:
Kebersihan Kulit: Menjaga kebersihan kulit dengan mandi teratur menggunakan sabun lembut.
Antibiotik Topikal: Untuk infeksi bakteri yang terlokalisir dan ringan, antibiotik topikal seperti mupirocin 2% salep atau krim (Kategori B FDA) dapat diaplikasikan pada area yang terinfeksi 2-3 kali sehari.
Antibiotik Sistemik: Jika infeksi bakteri lebih luas, dalam (selulitis), atau disertai gejala sistemik, antibiotik oral atau bahkan intravena mungkin diperlukan. Pilihan antibiotik haruslah yang tergolong aman selama kehamilan. Golongan penisilin (misalnya, amoksisilin, amoksisilin-klavulanat – Kategori B FDA) atau sefalosporin (misalnya, sefaleksin – Kategori B FDA) sering menjadi pilihan. Penggunaan antibiotik sistemik harus selalu berdasarkan pertimbangan klinis dokter dan potensi risiko-manfaat.
Dokter umum harus proaktif dalam mengidentifikasi tanda-tanda infeksi sekunder pada ibu hamil dengan skabies dan tidak ragu untuk memberikan terapi antibiotik yang aman jika terindikasi. Pencegahan infeksi sekunder melalui kontrol gatal yang baik juga menjadi sangat penting.
Edukasi pasien yang komprehensif dan penjadwalan tindak lanjut yang tepat merupakan komponen vital dalam tatalaksana skabies, terutama pada ibu hamil. Pemahaman pasien mengenai penyakitnya, cara pengobatan yang benar, dan langkah-langkah pencegahan akan sangat menentukan keberhasilan terapi dan mencegah re-infestasi. Kurangnya pemahaman seringkali menjadi penyebab kegagalan terapi.
Dokter umum sebaiknya memberikan informasi yang jelas, sabar, dan empatik mengenai aspek-aspek berikut:
Kepatuhan Pengobatan:
Jelaskan secara detail cara penggunaan obat skabisida yang diresepkan: area mana saja yang harus diolesi (seluruh tubuh dari leher ke bawah, dengan perhatian pada lipatan kulit), berapa lama obat harus dibiarkan di kulit sebelum dibilas, dan pentingnya mengulang pengobatan sesuai jadwal (biasanya 1 minggu setelah aplikasi pertama) untuk membunuh tungau yang baru menetas.
Tekankan pentingnya menyelesaikan seluruh siklus terapi meskipun gatal mungkin sudah berkurang.
Pengobatan Kontak Simultan:
Ini adalah poin krusial. Pasien harus memahami bahwa semua anggota keluarga yang tinggal serumah dan pasangan seksual harus diobati pada saat yang bersamaan, meskipun mereka tidak menunjukkan gejala gatal atau ruam. Jelaskan bahwa orang tanpa gejala pun bisa membawa tungau dan menularkannya kembali.
Kebersihan dan Dekontaminasi Lingkungan:
Berikan instruksi praktis mengenai pencucian pakaian, handuk, dan sprei dengan air panas (minimal 50°C) dan pengeringan dengan suhu tinggi atau di bawah sinar matahari.
Untuk barang yang tidak bisa dicuci, anjurkan untuk memasukkannya ke dalam kantong plastik tertutup rapat selama minimal 3-7 hari.
Sarankan untuk membersihkan rumah dengan menyedot debu pada karpet dan perabotan berlapis kain.
Manajemen Gatal Pasca Terapi:
Informasikan kepada pasien bahwa rasa gatal dapat menetap selama beberapa minggu setelah pengobatan berhasil membunuh tungau. Ini adalah reaksi normal dan bukan berarti pengobatan gagal.
Berikan saran untuk mengatasi gatal sisa, seperti penggunaan pelembap, kompres dingin, atau kortikosteroid topikal ringan jika diresepkan.
Penting untuk mencegah pasien melakukan pengobatan ulang dengan skabisida secara berlebihan karena dapat menyebabkan iritasi kulit.
Kapan Harus Kembali ke Dokter:
Jika muncul lesi kulit baru yang khas skabies setelah pengobatan lengkap dan semua kontak juga telah diobati.
Jika gatal sangat hebat dan tidak membaik sama sekali setelah beberapa minggu pasca terapi.
Jika ada tanda-tanda infeksi bakteri sekunder seperti nanah, krusta tebal berwarna madu, atau area kulit yang menjadi merah, bengkak, dan nyeri.
Jika ada kekhawatiran atau pertanyaan lain.
Dengan diagnosis yang akurat dan tatalaksana yang komprehensif, termasuk pengobatan pasien, kontak erat, dan dekontaminasi lingkungan, prognosis skabies pada ibu hamil umumnya sangat baik. Infestasi dapat dieradikasi sepenuhnya.
Namun, dampak psikologis skabies tidak boleh diabaikan. Rasa gatal yang hebat dan persisten dapat menyebabkan stres signifikan, gangguan tidur kronis, dan penurunan kualitas hidup. Pada ibu hamil, kekhawatiran mengenai kesehatan janin dan potensi penularan kepada bayi baru lahir dapat menambah beban kecemasan. Stigma sosial yang terkadang melekat pada skabies juga dapat mempengaruhi kondisi emosional pasien.
Dokter umum dapat memberikan dukungan emosional dengan:
Memberikan reassurance bahwa skabies adalah kondisi yang umum dan dapat diobati.
Menjelaskan bahwa dengan pengobatan yang tepat, risiko terhadap janin minimal.
Mendengarkan keluhan dan kekhawatiran pasien dengan empati.
Jika diperlukan, dan jika pasien menunjukkan tanda-tanda distres psikologis yang signifikan, pertimbangkan untuk merujuk pasien untuk mendapatkan konseling atau dukungan psikologis lebih lanjut.
Edukasi yang efektif tidak hanya meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan tetapi juga memberdayakan pasien untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan, mengurangi kecemasan yang tidak perlu, dan pada akhirnya memutus siklus penularan skabies.
Tatalaksana skabies pada ibu hamil memerlukan perhatian khusus dan pendekatan yang komprehensif. Diagnosis yang akurat menjadi landasan utama, mengingat gejala pruritus dapat tumpang tindih dengan berbagai dermatosis lain yang umum terjadi selama kehamilan. Identifikasi kunikulus, pola distribusi lesi yang khas, dan riwayat kontak erat merupakan kunci dalam penegakan diagnosis klinis, yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis jika diperlukan.
Dalam hal "Diagnosis dan Terapi Skabies pada Ibu Hamil", pilihan terapi topikal yang utama dan terbukti aman adalah Permethrin 5% krim dan Salep Sulfur 6-10%. "Dosis Obat Skabies pada Ibu Hamil" untuk kedua agen ini harus diaplikasikan dengan benar, mencakup seluruh permukaan tubuh dari leher ke bawah, dan diulang sesuai jadwal untuk memastikan eradikasi tungau dan telurnya.
Penggunaan Lindane secara tegas dikontraindikasikan pada kehamilan. Ivermectin oral umumnya dihindari karena data keamanan yang terbatas. Keberhasilan terapi tidak hanya bergantung pada pengobatan individu yang terinfestasi, tetapi juga pada pengobatan simultan seluruh kontak erat dan dekontaminasi lingkungan secara menyeluruh.
Edukasi pasien mengenai pentingnya kepatuhan terhadap seluruh aspek tatalaksana ini, serta manajemen pruritus pasca-terapi dan pengenalan tanda-tanda komplikasi seperti infeksi bakteri sekunder, adalah esensial. Dokter umum berada di garis depan dalam penanganan kasus skabies pada ibu hamil.
Dengan pemahaman yang mendalam mengenai aspek diagnosis, pilihan terapi yang aman dan efektif, serta strategi edukasi yang komprehensif, dokter umum dapat memainkan peran krusial dalam memastikan kesembuhan maternal, mencegah penularan lebih lanjut, meminimalkan risiko komplikasi, dan pada akhirnya mendukung kesejahteraan optimal bagi ibu dan bayi yang akan dilahirkan.
Scabies - World Health Organization (WHO), accessed May 10, 2025, https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/scabies
Scabies - StatPearls - NCBI Bookshelf, accessed May 10, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544306/
Scabies - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39362885/
Clinical practice guidelines for the diagnosis and treatment of ..., accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11589009/
A review of pruritus in pregnancy - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34880932/
Clinical practice guidelines for the diagnosis and treatment of scabies, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/38922701/
Safety of Topical Medications for Scabies and Lice in Pregnancy ..., accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5122270/
Safety of benzyl benzoate lotion and permethrin in pregnancy: a ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17439567/
[Efficacy, safety and acceptability of precipitated sulphur petrolatum ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15776866/
Treatment of scabies using 8% and 10% topical sulfur ointment in ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22395587/
Permethrin Versus Benzyl Benzoate for the Treatment of Scabies: A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials - PubMed, accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39980715/
Crotamiton-loaded tea tree oil containing phospholipid-based microemulsion hydrogel for scabies treatment: in vitro, in vivo evaluation, and dermatokinetic studies - Taylor & Francis Online, accessed May 10, 2025, https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10717544.2021.1979131
Safety of oral ivermectin during pregnancy: a systematic review and ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31839144/
Concerns over lindane treatment for scabies and lice - PMC, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC155967/
Lindane Lotion should only be used in patients who cannot tolerate or have failed first - accessdata.fda.gov, accessed May 10, 2025, https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2003/006309lotionlbl.pdf
Treatment of Pregnant Women with Ivermectin during Mass Drug Distribution: Time to Investigate Its Safety and Potential Benefits - PubMed Central, accessed May 10, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8703637/
Skin disease in pregnancy: The approach of the obstetric medicine ..., accessed May 10, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27265069/