9 Jun 2025 • Interna
Pendahuluan
Tes Antinuclear Antibody (ANA) merupakan pemeriksaan laboratorium yang sering dijumpai dalam praktik dokter umum, terutama ketika muncul kecurigaan adanya penyakit autoimun. Tes ini berfungsi sebagai penanda serologis penting untuk berbagai penyakit autoimun reumatik sistemik (Systemic Autoimmune Rheumatic Diseases - SARDs).
Meskipun demikian, interpretasi hasil tes ANA seringkali menjadi tantangan tersendiri. Tingginya prevalensi ANA positif pada individu sehat dan pada kondisi non-autoimun lainnya dapat menyulitkan penegakan diagnosis. Artikel ini bertujuan memberikan panduan praktis berbasis bukti ilmiah bagi para dokter umum mengenai tafsir hasil lab ANA test.
Pembahasan akan mencakup kapan sebaiknya tes ANA diminta, bagaimana menginterpretasikan hasil titer dan pola fluoresensi, serta langkah-langkah tindak lanjut yang tepat, termasuk kapan perlu merujuk pasien ke spesialis. Informasi dalam artikel ini disarikan secara eksklusif dari literatur ilmiah yang terindeks di PubMed.
Apa Itu Tes ANA dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Antinuclear Antibodies (ANA) adalah kelompok autoantibodi, yaitu antibodi yang secara keliru menyerang komponen tubuh sendiri. Secara spesifik, ANA menargetkan berbagai molekul yang terdapat di dalam inti sel (nukleus), dan terkadang juga di sitoplasma, seperti protein, DNA, RNA, serta kompleks protein-asam nukleat.
Keberadaan ANA merupakan salah satu ciri khas (hallmark) dari banyak penyakit SARDs, seperti Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Sklerosis Sistemik (SSc), Sindrom Sjögren (SjS), Mixed Connective Tissue Disease (MCTD), dan Miopati Inflamatorik Idiopatik (IIM). Namun, penting untuk diingat bahwa ANA tidak eksklusif ditemukan pada SARDs; antibodi ini juga dapat terdeteksi pada kondisi lain dan bahkan pada orang sehat.
Gambar 1. ANA dan hubungannya dengan systemic rheumatic disease
Terdapat dua kelompok metode utama untuk mendeteksi ANA:
Indirect Immunofluorescence (IIF) pada Sel HEp-2: Metode ini secara historis dianggap sebagai "standar emas" (gold standard) untuk skrining ANA. Prinsipnya melibatkan inkubasi serum pasien dengan sel HEp-2 (lini sel epitel laring manusia yang menyediakan lebih dari 100 jenis antigen potensial) yang telah difiksasi pada slide. Jika terdapat ANA dalam serum, antibodi tersebut akan berikatan dengan antigen target di dalam sel HEp-2.
Ikatan ini kemudian dideteksi menggunakan antibodi anti-human IgG yang diberi label fluoresen. Hasilnya diamati di bawah mikroskop fluoresens untuk menentukan ada tidaknya pendaran (positif/negatif), intensitas pendaran (direfleksikan dalam titer), dan pola pendaran yang terbentuk. Metode IIF dikenal memiliki sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi berbagai jenis ANA.
Solid-Phase Assays (SPA): Metode ini mencakup teknik seperti Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dan multiplex bead assays (misalnya, Addressable Laser Bead Immunoassay, Fluorescence Enzyme Immunoassay [FEIA]). Berbeda dengan IIF yang menggunakan sel utuh, SPA umumnya menggunakan antigen nuklir spesifik yang telah dimurnikan atau dibuat secara rekombinan yang dilekatkan pada permukaan solid (misalnya, sumur mikrotiter atau beads).
Metode ini menawarkan keuntungan berupa otomatisasi, pembacaan hasil yang lebih objektif, dan potensi spesifisitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen tertentu yang digunakan dalam panel. Namun, keterbatasan utamanya adalah SPA hanya dapat mendeteksi ANA terhadap antigen yang secara spesifik dimasukkan ke dalam panel tes.
Hal ini berisiko menghasilkan hasil negatif palsu jika ANA pasien menargetkan antigen yang tidak ada dalam panel tersebut, padahal antigen tersebut mungkin terdapat pada sel HEp-2 yang digunakan dalam IIF. Karena kekhawatiran ini, American College of Rheumatology (ACR) merekomendasikan IIF pada sel HEp-2 sebagai metode skrining standar karena kemampuannya menyajikan spektrum antigen yang jauh lebih luas.
Perbedaan mendasar antara IIF dan SPA ini memiliki implikasi klinis penting. IIF berfungsi sebagai skrining luas yang dapat mendeteksi antibodi terhadap beragam antigen, yang divisualisasikan melalui pola fluoresensi. Sebaliknya, SPA biasanya menyaring panel antigen spesifik yang terbatas namun relevan secara klinis. Akibatnya, hasil dari kedua metode ini tidak selalu dapat dipertukarkan.
Hasil "ANA negatif" dari skrining SPA (terutama jika laboratorium menggunakan panel antigen yang terbatas) mungkin memiliki nilai prediktif negatif yang lebih rendah untuk menyingkirkan SARD dibandingkan hasil negatif dari tes IIF. Idealnya, dokter mengetahui metode mana yang digunakan oleh laboratorium, meskipun informasi ini seringkali tidak disertakan dalam laporan hasil.
Kapan Sebaiknya Meminta Tes ANA? Indikasi Klinis
Prinsip utama yang harus dipegang adalah tes ANA bukan merupakan pemeriksaan skrining rutin pada individu tanpa gejala. Permintaan tes ANA harus selalu didasarkan pada kecurigaan klinis yang kuat terhadap adanya SARD, setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat.
Beberapa gejala dan tanda yang dapat mengarahkan kecurigaan ke SARD dan menjadi pertimbangan untuk meminta tes ANA meliputi (berdasarkan pengetahuan klinis umum yang relevan dengan konteks SARD yang disebut dalam sumber seperti SLE, SSc, SjS, MCTD, IIM ):
Poliartritis (nyeri dan bengkak pada banyak sendi)
Demam berkepanjangan tanpa sebab yang jelas
Kelelahan kronis yang signifikan (fatigue)
Ruam kulit yang khas (misalnya, ruam malar/kupu-kupu, ruam diskoid)
Fotosensitivitas (sensitivitas berlebih terhadap sinar matahari)
Fenomena Raynaud (perubahan warna jari tangan/kaki akibat dingin atau stres)
Sitopenia yang tidak dapat dijelaskan (penurunan sel darah merah, putih, atau trombosit)
Serositis (radang pada selaput pembungkus organ, seperti pleuritis atau perikarditis)
Gejala neurologis atau ginjal tertentu yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya
Gambar 2. Sensitivitas ANA untuk Rheumatic disease
Penting untuk diingat bahwa hasil ANA positif tidak hanya ditemukan pada SARDs. ANA dapat muncul sementara atau persisten pada kondisi non-reumatik seperti infeksi kronis (termasuk infeksi virus seperti Dengue ), keganasan, penggunaan obat-obatan tertentu, dan penyakit inflamasi lainnya. Selain itu, ANA juga sering ditemukan pada individu sehat, terutama pada titer rendah. Fakta ini menegaskan kembali pentingnya korelasi klinis dalam interpretasi hasil.
Interpretasi hasil ANA sangat dipengaruhi oleh probabilitas pre-tes (kecurigaan awal) adanya SARD pada pasien yang diperiksa. Di layanan primer, di mana probabilitas pre-tes SARD umumnya rendah, hasil ANA positif (terutama titer rendah) memiliki nilai prediktif positif yang jauh lebih rendah dibandingkan di layanan rujukan reumatologi. Artinya, kemungkinan hasil positif tersebut merupakan positif palsu (tidak berhubungan dengan SARD) lebih tinggi di layanan primer.
Oleh karena itu, dokter umum harus sangat berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil ANA positif, terutama pada titer rendah, jika tidak didukung oleh gambaran klinis SARD yang kuat. Pengujian ANA sebaiknya dilakukan secara selektif, hanya pada pasien dengan kecurigaan klinis yang cukup beralasan, bukan berdasarkan keluhan yang samar atau tidak spesifik.
Memahami Hasil Tes ANA Positif: Titer dan Pola (Tafsir Hasil Lab ANA Test)
Laporan hasil tes ANA IIF positif biasanya mencantumkan dua informasi utama: titer antibodi dan pola fluoresensi yang teramati. Keduanya memberikan informasi penting untuk tafsir hasil lab ANA test yang akurat.
Signifikansi Titer:
Titer menunjukkan pengenceran serum tertinggi di mana fluoresensi ANA masih dapat terdeteksi. Semakin tinggi titernya, semakin tinggi konsentrasi ANA dalam serum.
Secara umum, titer yang lebih tinggi (misalnya, ≥1:160 atau ≥1:320) lebih spesifik dan lebih mungkin mengindikasikan adanya SARD dibandingkan titer rendah (misalnya, 1:40, 1:80). Namun, tidak ada nilai cut-off universal; setiap laboratorium menetapkan nilai cut-off positifnya sendiri berdasarkan metode dan populasi referensi mereka.
Titer rendah (misalnya 1:40, 1:80, dan terkadang 1:160 tergantung cut-off lab) sering ditemukan pada 5-30% individu sehat, terutama pada usia lanjut dan wanita , serta pada berbagai kondisi non-SARD. Titer rendah tanpa disertai gejala klinis yang relevan jarang memiliki signifikansi klinis.
Titer tinggi (≥1:320) lebih jarang ditemukan pada individu sehat dan meningkatkan kemungkinan adanya SARD, sehingga memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Pola Fluoresensi IIF:
Pola fluoresensi menggambarkan distribusi pendaran di dalam sel HEp-2, yang mencerminkan lokasi antigen target dari ANA.
International Consensus on ANA Patterns (ICAP) telah mengembangkan sistem nomenklatur standar untuk mendeskripsikan pola-pola ini, diberi kode AC-1 hingga AC-29. Idealnya, laboratorium melaporkan pola menggunakan kode ICAP ini.
Penting ditekankan bahwa pola fluoresensi bersifat sugestif, bukan diagnostik. Namun, pola dapat memberikan petunjuk penting mengenai kemungkinan antibodi spesifik yang ada dan membantu mengarahkan pemeriksaan lanjutan.
Berikut adalah beberapa pola umum menurut ICAP beserta asosiasi klinis utamanya dan tes lanjutan yang disarankan:
Kode ICAP | Nama Pola | Deskripsi Singkat | Asosiasi Klinis Utama | Antibodi Spesifik Terkait & Tes Lanjutan Disarankan |
AC-1 | Homogen (Homogeneous) | Pendaran merata pada seluruh nukleus interfase | SLE, Lupus Imbas Obat (Drug-induced Lupus) | Anti-dsDNA, Anti-histone, Anti-nukleosom |
AC-2 | DFS (Dense Fine Speckled) | Bintik-bintik halus padat di nukleoplasma, kromosom metafase positif | Lebih sering pada individu sehat ANA+, kurang terkait SARD jika muncul sendiri | Anti-DFS70/LEDGFp75 |
AC-3 | Sentromer (Centromere) | Bintik-bintik diskret (46 pada sel interfase) | Sklerosis Sistemik Kutaneus Terbatas (lcSSc/CREST) | Anti-Centromere Protein B (CENP-B) |
AC-4/AC-5 | Berbintik (Speckled) Halus/Kasar | Bintik-bintik halus atau kasar di nukleoplasma | SLE, Sjögren, MCTD, SSc, Miositis | Panel ENA (Anti-Sm, Anti-RNP, Anti-SS-A/Ro, Anti-SS-B/La, dll.) |
AC-8/9/10 | Nukleolar (Nucleolar) | Pendaran pada nukleolus (homogen, berbintik, klumpy) | Sklerosis Sistemik (SSc), Miositis | Anti-Scl-70 (Topoisomerase I), Anti-RNA Polymerase I/II/III, Anti-Fibrillarin, Anti-Th/To |
AC-19/20/29 | Sitoplasmik (Cytoplasmic) | Pendaran di sitoplasma (berbintik, fibrilar, dll.) | Miositis (Pola berbintik, AC-19/20), PBC (Pola mitokondria, AC-21) | Anti-Jo-1 (Miositis), Anti-M2 (PBC), Anti-Ribosomal P (SLE), dll. |
Salah satu pola yang memerlukan perhatian khusus adalah AC-2, atau Dense Fine Speckled (DFS). Pola ini disebabkan oleh antibodi terhadap protein DFS70 (juga dikenal sebagai LEDGFp75). Menariknya, meskipun merupakan hasil ANA positif, keberadaan antibodi anti-DFS70 secara terisolasi (tanpa adanya antibodi spesifik SARD lainnya) justru lebih sering ditemukan pada individu sehat dibandingkan pada pasien SARDs.
Beberapa penelitian bahkan menganggapnya sebagai penanda anti-risiko untuk SARDs. Jika laboratorium melaporkan pola AC-2/DFS, atau jika ditemukan pola berbintik tanpa kecurigaan klinis SARD yang jelas, konfirmasi dengan tes antibodi anti-DFS70 spesifik dapat sangat membantu. Hasil positif anti-DFS70 yang terisolasi dapat membantu menenangkan pasien dan menghindari investigasi SARD lebih lanjut yang tidak perlu.
Arti Hasil Tes ANA Negatif
Hasil tes ANA negatif, terutama jika diperiksa menggunakan metode IIF yang sensitif, memiliki nilai prediktif negatif (NPV) yang tinggi untuk beberapa SARDs. Artinya, hasil negatif ini sangat kuat dalam menyingkirkan kemungkinan diagnosis SLE aktif dan Sklerosis Sistemik (SSc).
Namun, perlu diingat bahwa tes ANA bisa negatif pada beberapa kondisi autoimun tertentu. Contohnya termasuk beberapa jenis miositis (misalnya, miositis yang positif anti-Jo-1 terkadang ANA-negatif ), beberapa kasus Sindrom Sjögren (terutama jika hanya antibodi anti-Ro/SSA yang positif, yang kadang bisa terlewat oleh IIF atau bersifat sitoplasmik), atau kelompok penyakit spondiloartropati (seperti ankylosing spondylitis).
Perlu ditekankan kembali bahwa NPV yang tinggi ini terutama berlaku untuk metode IIF. Hasil negatif dari skrining SPA yang menggunakan panel antigen terbatas mungkin kurang dapat diandalkan untuk menyingkirkan semua kemungkinan SARDs. Jika kecurigaan klinis terhadap kondisi autoimun tertentu (misalnya, miositis dengan kelemahan otot proksimal dan peningkatan enzim otot) sangat kuat meskipun hasil ANA negatif, pemeriksaan antibodi spesifik yang relevan (seperti panel miositis yang mencakup anti-Jo-1) mungkin masih perlu dipertimbangkan.
Langkah Selanjutnya Setelah Hasil ANA Positif
Menemukan hasil ANA positif bukanlah akhir dari proses diagnostik, melainkan awal dari evaluasi lebih lanjut. Langkah-langkah berikut direkomendasikan:
Korelasi Klinis yang Menyeluruh: Ini adalah langkah paling krusial. Apakah pasien menunjukkan gejala atau tanda yang konsisten dengan SARD? Apakah temuan klinis tersebut sesuai dengan kemungkinan asosiasi dari titer dan pola ANA yang ditemukan? Hasil ANA positif pada individu tanpa gejala biasanya tidak memerlukan tindakan lebih lanjut, kecuali mungkin pemantauan jika titer sangat tinggi atau polanya sangat spesifik.
Pemeriksaan Antibodi Spesifik: Jika hasil ANA positif disertai kecurigaan klinis, langkah selanjutnya adalah pemeriksaan antibodi spesifik untuk mengidentifikasi target antigen yang sebenarnya. Pemeriksaan ini sering disebut sebagai panel ENA (Extractable Nuclear Antigen) atau tes antibodi spesifik lainnya (misalnya, anti-dsDNA, anti-Sm, anti-RNP, anti-SS-A/Ro, anti-SS-B/La, anti-Scl-70, anti-centromere, anti-Jo-1, anti-DFS70). Pemilihan tes spesifik harus dipandu oleh pola IIF (jika tersedia) dan gambaran klinis pasien. Hindari permintaan panel antibodi yang sangat luas tanpa panduan klinis atau pola IIF. Tabel sebelumnya dapat digunakan sebagai panduan awal.
Pertimbangkan Rujukan ke Spesialis: Rujukan ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi atau Konsultan Reumatologi dipertimbangkan pada kondisi berikut:
Titer ANA tinggi (misalnya, ≥1:320), bahkan tanpa gejala definitif, untuk evaluasi ahli.
Titer ANA sedang hingga tinggi disertai adanya gambaran klinis yang sugestif SARD.
Terdeteksinya antibodi spesifik yang sangat terkait dengan SARD (misalnya, anti-dsDNA, anti-Sm, anti-Scl-70, anti-centromere, anti-Jo-1), berapapun titer ANA awalnya.
Kecurigaan klinis SARD yang kuat dan persisten meskipun hasil ANA titer rendah atau negatif (terutama jika mencurigai lupus ANA-negatif atau miositis spesifik).
Kesulitan dalam menginterpretasikan hasil yang kompleks (misalnya, pola multipel, hasil yang bertentangan antara metode).
Gambar 3. Pendekatan Algoritma pada ANA test
Panduan Praktis untuk Dokter Umum
Manajemen Pasien: Komunikasikan hasil tes ANA dengan jelas dan tenang kepada pasien. Jelaskan bahwa hasil positif tidak secara otomatis berarti diagnosis penyakit autoimun serius. Kelola kecemasan pasien dengan menjelaskan pentingnya korelasi klinis dan langkah evaluasi selanjutnya jika diperlukan. Hindari memberikan label diagnosis SARD hanya berdasarkan hasil ANA positif, terutama jika titer rendah dan tanpa gejala yang mendukung. Pada kasus ANA positif titer rendah tanpa gejala, pemantauan klinis (watchful waiting) dan evaluasi ulang jika timbul gejala seringkali merupakan pendekatan yang tepat. Pengulangan tes ANA itu sendiri umumnya tidak banyak membantu kecuali ada perubahan status klinis yang signifikan; fokus beralih ke tes antibodi spesifik jika diindikasikan.
Interaksi dengan Laboratorium: Jika memungkinkan, jalin komunikasi dengan laboratorium, terutama untuk mengklarifikasi metode tes yang digunakan (IIF atau SPA) dan interpretasi pola jika tidak jelas. Pahami juga nilai cut-off yang digunakan oleh laboratorium tersebut.
Kesimpulan
Tes ANA adalah alat diagnostik yang berharga dalam evaluasi kecurigaan penyakit autoimun sistemik, namun interpretasinya memerlukan kehati-hatian. Kunci tafsir hasil lab ANA test yang tepat bagi dokter umum terletak pada pendekatan yang sistematis:
lakukan tes secara selektif berdasarkan kecurigaan klinis yang kuat, interpretasikan hasil titer dan pola IIF bersama-sama dalam konteks gambaran klinis pasien secara keseluruhan,
gunakan hasil tersebut untuk memandu permintaan tes antibodi spesifik yang terarah, dan rujuk pasien ke spesialis bila diindikasikan. Dengan penggunaan yang bijaksana dan interpretasi yang cermat, tes ANA dapat membantu mengarahkan diagnosis yang akurat sambil meminimalkan risiko diagnosis berlebih dan kecemasan pasien yang tidak perlu.
Referensi
Antinuclear antibody test - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24130974/
Guidelines for Antinuclear Antibody Testing - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5938689/
Current Concepts and Future Directions for the Assessment of Autoantibodies to Cellular Antigens Referred to as Anti-Nuclear Antibodies, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4020446/
Understanding and interpreting antinuclear antibody tests in systemic rheumatic diseases, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33154583/
Antinuclear Autoantibodies in Health: Autoimmunity Is Not a Synonym of Autoimmune Disease - PMC - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8006153/
Biochemistry, Antinuclear Antibodies (ANA) - StatPearls - NCBI Bookshelf, diakses April 17, 2025, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537071/
Antinuclear antibodies in healthy people: the tip of autoimmunity's iceberg? - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3132028/
Anti-Nuclear Antibodies in Daily Clinical Practice: Prevalence in Primary, Secondary, and Tertiary Care - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3987797/
Antinuclear antibodies and their detection methods in diagnosis of connective tissue diseases: a journey revisited - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC2628865/
Anti-Nuclear Antibody Screening Using HEp-2 Cells - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4204803/
The Past, Present, and Future in Antinuclear Antibodies (ANA) - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8946865/
Antinuclear antibodies (ANA) as a criterion for classification and diagnosis of systemic autoimmune diseases - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8804266/
Detection and differentiation of antinuclear antibodies in serum of dengue suspected patients with or without systemic autoimmune disease in Kolkata, India, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11407418/
Assessment of antinuclear antibodies (ANA): National recommendations on behalf of the Croatian society of medical biochemistry and laboratory medicine, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8047791/
Novel method for ANA quantitation using IIF imaging system - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24370749/
Evaluation of a Fully Automated Antinuclear Antibody Indirect Immunofluorescence Assay in Routine Use - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33343581/
Automated indirect immunofluorescence evaluation of antinuclear autoantibodies on HEp-2 cells - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23251220/
The burden of the variability introduced by the HEp-2 assay kit and the CAD system in ANA indirect immunofluorescence test - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27456204/
Clinical relevance of HEp-2 indirect immunofluorescent patterns: the International Consensus on ANA patterns (ICAP) perspective - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30862649/
Comparison of ANA testing by indirect immunofluorescence or solid-phase assays in a low pre-test probability population for systemic autoimmune disease: the Camargo Cohort - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36634098/
Comparison of the analytical and clinical performances of two different routine testing protocols for antinuclear antibody screening - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8418461/
Rare immunofluorescence patterns of autoantibodies on HEp-2 cells defined by ICAP identify different autoimmune diseases in the absence of associated specificities: a Spanish multicentre study - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33437990/
Clinical relevance of HEp-2 indirect immunofluorescent patterns: the International Consensus on ANA patterns (ICAP) perspective - PubMed Central, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6585284/
New insights into the role of antinuclear antibodies in systemic lupus erythematosus - PMC, diakses April 17, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8456518/
Development and Validation of In-house HEp-2 Cell Slides for Detection of Antinuclear Antibodies (ANA) by Indirect Immunofluorescence - PubMed, diakses April 17, 2025, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36945159/